Anda di halaman 1dari 7

Selasa, 25 Oktober 2011

penanganan muatan berbahaya dalam peti kemas

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Transportasi laut memberikan konstribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia dimana
pengangkutan barang merupakan bagian terpenting dalam bisnis transpotasi. Keefektifan terhadap
operasional pelayaran akan menurunkan biaya operasional yang memberikan dampak yang besar bagi
konsumen maupun penyedia layanan transportasi itu sendiri. Perlu diketahui bahwa konstribusi
transportasi laut menjadi semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah paling kecil bila
dibandingkan dengan biaya transportasi darat ataupun udara. Selain itu jumlah barang yang dapat
dimuat, lebih banyak dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.

Sampai saat ini sarana angkutan laut masih dianggap lebih efisien dan ekonomis di dalam pengangkutan
barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu Negara ke Negara lain, karena kemampuan
memuatnya yang besar yang belum dimiliki oleh moda transportasi yang lain.

Dalam perkembangannya kapal laut dapat dibedakan menurut tipenya atau menurut jenis muatan yang
diangkutnya, yaitu adalah kapal Chemical, merupakan kapal yang khusus dirancang untuk mengangkut
mutan kimia cair, kapal tanker dirancang untuk muatan cair, bulk carrier khusus untuk dirancang untuk
mengangkut muatan dalam bentuk butiran (tidak dalam kemasan), general cargo dirancang untuk
mengangkut muatan campuran, kapal penumpang/passenger ship dirancang untuk membawa
penumpang, kapal RO-RO dirancang untuk membawa muatan berupa kendaraan bermotor, dan kapal
jenis kontainer dirancang untuk membawa muatan kontainer (peti kemas).

Kontainer ini sendiri merupakan salah satu jenis media untuk mengemas muatan berbahaya untuk di
muat di kapal. Dimana setiap muatan yang dikemas tersebut memiliki sifat sensitife dan betul-betul
memerlukan perhatian khusus. Mulai dari pengemasan, pemuatan di kapal, pemisahan dengan muatan-
muatan lainnya, serta bagaimana menangani muatan pada saat di kapal. Dalam hal ini jangan sampai
ada kesalahan penanganan apalagi sampai terjadi kebocoran dan akhirnya terjadi kontaminasi dengan
muatan lainnya hingga mengakibatkan banyak kerugian.

Bila hal itu terjadi pada muatan berbahaya, maka banyak hal yang bisa diakibatkan misalnya saja
ledakan selanjutnya terjadi kebakaran hingga kerugian besar pun tidak dapat dihindari, baik itu materi,
lingkungan bahkan yang lebih berbahaya lagi jika menimbulkan kehilangan jiwa manusia. Dalam hal ini
kita sudah tidak tahu yang mana yang harus disalahkan. Namun pada dasarnya segala musibah atau
kejadian umumnya disebabkan oleh human error atau kesalahan manusia (para krew kapal).

Dalam SOLAS Cosolidation 2009, Chapter VII Carriage of Dangerous Goods, Part A Carriage Of Dangerous
Goods In Packaged Form In Solid Form In Bulk. Bahwa bagian ini berlaku untuk semua barang berbahaya
yang diklasifikasikan menurut ketentuan, baik dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk padat dalam
jumlah besar (selanjutnya disebut sebagai barang berbahaya”). Peraturan ini berlaku di semua kapal dan
kapal kargo kurang dari 500 Gross Ton. Selain itu juga disebutkan dlam kelas-kelas muatan berbahaya,
cara pengemasannya, pemberian tanda, label, serta pada bab VII Chapter A 7-1 diatur mengenai
tindakan yang diambil jika terjadi kehilangan atau kerusakan pada muatan yang diangkut di atas kapal.

Pada 21 Maret 2006 lalu, MV Hyundai Fortune terbakar dan terjadi ledakan akibatnya diperkirakan 60-
90 kontainer terlempar keluar kapal dan ledakan tersebut terjadi pada bagian buritan kapal. Dari 27
crew yang dimiliki, 1 diantaranya terluka dan langsung di evakuasi oleh angkatan laut francis ( the
French navy aircraft carrier FS Charles De Gaulle (R 91) sedangkan 26 crew yang lainnya langsung di
evakuasi ke darat.

(http://www.cargolaw.com/2006nightmare hyundai fort. html )

Selain itu ledakan terjadi di kawasan dermaga pelabuhan semayang, balik papan (KALTIM). Dimana
berasal dari kontainer yang di kapal cargo, Jumat (30/4/2010) pagi. Akibat ledakan itu, asap hitam
mengepul di buritan kapal cargo Bintang Jasa Line (BJL) 21 Yang khusus mengangkut kontainer. Dari
informasi yang dihimpun, kapal kargo yang di Nahkodai Kapten Pramulyadi, mengangkut sekitar 100
kontainer. Saat sedang melakukan bongkar muat kontainer, tiba-tiba terdengar suara ledakan sebanyak
dua kali dari dalam kapal.

(http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=59018)

Dari uraian di atas maka penulisan tertarik untuk menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul
“PENANGANAN MUATAN BERBAHAYA DALAM PETI KEMAS DI MV.INTRA BHUM”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ada adalah bagaimana menangani
muatan berbahaya dalam peti kemas di kapal.

C. Batasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulisan memberikan batasan masalah agar tidak terjadi penyimpangan
dan perluasan di dalam pembahasan skripsi nantinya. Pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada
masalah penanaganan muatan berbahaya dalam peti kemas di kapal tempat taruna praktek nantinya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara penanganan muatan berbahaya dalam peti kemas di atas kapal.

2. Untuk mengetahui dampak-dampak muatan berbahaya dalam peti kemas terhadap semua crew di
atas kapal dan lingkungan bila terjadi kesalahan dalam penanganannya.

3. Mengetahui tindakan keselamatan terhadap manusia, harta benda dan lingkungannya.

E. Manfaat penelitian

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:


1. Diharapkan memberikan masukan bagi mualim mengenai penanganan muatan berbahaya dalam
peti kemas.

2. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam hal muatan berbahaya.

3. Memberikan masukan bagi pembaca dan diharapkan dapat menambah wawasan bagi para taruna
taruni khususnya di lingkungan PIP Makassar dalam hal penanganan muatan berbahaya dalam hal peti
kemas. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Muatan Berbahaya

Muatan berbahaya adalah barang yang oleh karena sifatnya, apabila di dalam penanganan, pekerjaan,
penimbun/penyimpangan tidak mengikuti petunjuk-petunjuk,peraturan-peraturan serta persyaratan
yang ada maka dapat menimbulkan bencana/kerugian terhadap manusia, benda dan lingkungan.

(Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 26)

Dalam hal keamanan dalam pengangkutan, maka muatan yang dimuat harus betul-betul memuliki
dokument yang menyatakan muatan yang dimuat betul-betul sesuai dengan apa yang ada dalam
kemasan dan sesuai dengan yang tercantum pada label muatan atau tanda-tanda muatan berbahaya.

B. Ketentuan tentang muatan berbahaya

1. SOLAS 1974 Bab VII, Bagian A, Edition 2009

Aturan pengangkutan barang berbahaya dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk padat yang
tercantum dalam SOLAS 1974 bab 1 bagian A sebagai berikut:

Untuk barang berbahaya diklasifikasikan menurut ketentuan yang ada dan dilakukan dalam bentuk
kemasan atau dalam bentuk padat dalam jumlah besar (selanjutnya disebut sebagai “barang
berbahaya”), di semua kapal peraturan yang berlaku saat ini dan di kapal kargo yang kurang dari 500
gross ton. Aturan ini tidak berlaku untuk kapal penyapelai barang dan peralatan. Pengangkutan barang
berbahaya dilarang kecuali sesuai dengan ketentuan bagian ini. Dan untuk melengkapi ketentuan-
ketentuan bagian ini, masing-masing pihak perusahaan menerbitkan, atau mengeluarkan petunjuk rinci
tentang pengemasan dan penyimpangan barang berbahaya yang mencakup tindakan pencegahan yang
diperlukan dalam kaitannya dengan kargo lainnya.

Bahwa barang-barang berbahaya yang memiliki sifat fisika dan kimia saling berlawanan satu sama lain
pemadatannya harus dipisahkan, pengaturan pemisahan ini berlaku untuk pemadatan di dalam ruang
muat (palka) maupun di atas geladak kapal, bagi setiap jenis kapal maupun unit-unit pengangkutan
barang yang lain.

Dua zat atau barang berbahaya yang sifatnya saling berlawanan dan dipadatkan dalam satu ruangan
akan berbahaya jika salah satu mengalami kebocoran, tumpah atau kecelakaan lainnya. Resiko yang
ditimbulkan apabila mereka bercampur bias bermacam-macam sehingga perlu diatur cara
pemisahannya.

2. Sesuai IMDG CODE, klasifikasi muatan berbahaya akan dibagi ke dalam kelas-kelas berikut:

a) Kelas 1 bahan peledak

b) Kelas 2 gas yang ditekan, dicairkan atau dilarutkan di bawah tekanan.

c) Kelas 3 Cairan yang mudah terbakar

d) Kelas 3.1 Low flash point group (-18oc)

e) Kelas 3.2 Intermediate Flash Point Group (-18oC s/d 23oC)

f) Kelas 3.3 High Flash Point Group (23oC s/d 61oC)

g) Kelas 4 Flammaeble solid ( zat pada mudah menyala)

h) Kelas 4.1 Bahan padat yang mudah terbakar

i) Kelas 4.2 Bahan padat yang dapat terbakar sendiri, baik padat, kering maupun cair

j) Kelas 4.3 Bahan padat/kering jika kena air (basah) mengeluarkan gas mudah menyala dan beberapa
jenis dapat terbakar sendiri

k) Kelas 5.1 Zat Pengoksidasi

l) Kelas 5.2 Organik Peroksida

m) Kelas 6.1 Zat Beracun

n) Kelas 6.2 Infectious Zat

o) Kelas 7 Zat Radioaktif

p) Kelas 8 Zat Perusak (Karat)

q) Kelas 9 zat berbahaya lainnya atau substansi lain yang mungkin menunjukkan dan memiliki karakter
seperti barang berbahaya yang ditetapkan pada ketentuan bagian ini.

3. Marpol 73/78 Annex Iii

Pencemaran laut merupakan semua hal yang dimasukkan oleh manusia, langsung atau tidak langsung,
suatu bahan atau energy ke dalam lingkungan laut yang menghasilkan efek berbahaya terhadap
lingkungan laut. Seperti membahayakan kesehatan manusia, mengganggu aktivitas laut.

Bicara tentang pencemaran di laut, maka pastinya akan terpikirkan mengenai MARPOL. Yaitu aturan
yang mengatur mengenai pencemaran terhadap lingkungan laut yang berasal dari angkutan laut dan
muatannya.akibat dari adanya kesalahan dalam pengangkutan laut tumpahnya muatan-muatan
berbahaya lainnya tidak dapat dihindari hingga dampaknya sangat luar biasa sekali. Bukan hanya
lingkungan biota laut yang terancam bahkan kelangsungan hidup manusia pun juga akan terganggu, dan
yang bertanggung jawab adalah semua kru di kapal. Maka dari itu diperlukan management yang baik di
atas kapal.

Peraturan dalam MARPOL 73/78 sangat kompleks, memuat banyak criteria dan spesifikasi akan
pencemaran dari kapal. Karena itu memerlukan kesabaran dan ketelitian untuk mempelajari dan
melaksanakannya. Penting untuk diketahui waktu atau tangggal berlakunya suatu peraturan karena
berbeda satu dengan yang lainnya, dan kaitannya dengan kapal bangunan baru (New Ships) dan kapal
yang sudah ada (Existing Ships).

MARPOL 73/78 mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah
meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran
cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Termasuk di Negara kita, Indonesia.

Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis sumber bahan pencemaran lingkungan maritime yang
datangnya dari kapal dan bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convection 73/78 Consolidated
Edition 2010 yang memuat peraturan. Annex II pencemaran oleh barang berbahaya (Harmful Sub-
Stances) dalam bentuk terbungkus.

Sesuai dengan aturan dalam Annex III, mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan
kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta
untuk membuat petunjuk untuk membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan
petunjuk yang dimuat dalam Annex Protocol I.

Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi pada kapal wajib
untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan barang campuran cairan beracun dan berbahaya dari
kapal karena kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk dalam
protocol dimaksud.

Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus memuat
keterangan.

1. Identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran

2. Waktu, tempat dan jenis kejadian]

3. Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah

4. Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan

C. Pemuatan Muatan Berbahaya dalam Peti Kemas Berdasarkan IMDG CODE

Menurut Amir (1997:113) pengertian peti kemas adalah peti yang terbuat dari logam dim,ana barang
yang lazim disebut muatan umum ( general cargo) dimasukkan sejak pemuatan sampai pembongkaran
barang-barang yang dikirim dengan peti kemas tidak dijamah orang, karena denmgan peti itu barang.

Menurut Karmadibrata (2001:128) pengertian peti kemas adalah suatu kotak besar dari bahan
campuran baja dan tembaga dengan pintu yang dapat terkunci dan pada tiap sisinya dipasang suatu
pitting sudut dan kunci putar sehingga antara satu peti kemas dengan peti kemas lainnya dapat dengan
mudah disatukan atau dilepaskan.

Pada pelaksanaan pemuatan dikapal dibutuhkan seorang perwira jaga dan seorang ABK untuk
mengawasi kegiatan tersebut. Selain mengawasi kegiatan pemuatan perwira jaga dituntut dalam hal
mengetahui klasifikasi muatan berbahaya sesuai dengan IMDG CODE, mengetahui sifat-sifat dan
karakteristik, bentuk fisik bahan substansi yang berbeda dari 9 kelas IMDG CODE, mampu
mengidentifikasi atau mengenali tanda-tanda plabelan dan placarding muatan berbahaya seperti yang
diisyaratkan oleh IMDG CODE, tahu tindakan-tindakan yang harus diambil bila terjadi insiden atau
kecelakaan dan peralatan yang digunakan harus bias dioperasikan sebagaimana fungsinya. Selanjutnya
cara pelaporannya kepada pihak bertanggung jawab untuk operasi tersebut.

Hal utama yang perlu diperhatikan pada saat pemuatan di kapal yaitu bagaimana menempatkan muatan
pada tempatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh IMDG CODE seperti:

a) Muatan berbahaya yang khusus ditempatkan di deck.

b) Muatan yang ditempatkan di dalam palka

c) Pisahkan muatan dari muatan yang lain

d) Pemisahan muatan antara palka satu dengan yang lain

e) Pemisahan muatan secara melintang

D. Tindakan Keselamatan Terhadap Kesalahan Penanganan Muatan Berbahaya

1. Panduan P3K (MFAG)

Hal pertama yang harus dilakukan dikapal bila terjadi insiden yaitu pertolongan pertama terhadap
korban sebelum ditangani langsung oleh pihak medis di darat. Dimana pada umumnya di kapal yang
berhak menanganinya adalah mualim dua.

2. Panduan Prosedur Marabahaya (EMS Guide)

a. General Guiden Lines For Fire

1) Selalu berpikir tentang keselamatan

2) Jangan bersentuhan dengan substansi berbahaya

3) Jauhkan dari api, asap dan uap

4) Bunyikan alarm kebakaran dan mulai dengan prosedur pemadaman kebakaran

5) Posisikan anjungan kapal melawan arah angin bila kondisi memungkinkan

6) Lokasi muatan yang terbakar

7) Kenali muatan yang terbakar

8) Siapkan peralatan P3K (MFAG)

b. Introduction To The Emergency Schedules For Spillage


1) Persiapan harus sesuai dengan Safety management System di kapal

2) PPE ( Personal Protection Equipment)

3) Tugas masing-masing anggota

4) Mengenali setiap muatan berbahaya

5) Pertolongan

6) Reaksi atau tindakan

7) Pemisahan terhadap muatan yang lain

8) Laporkan pada pihak authorities baik pihak perusahaan maupun pihak pelabuhan

9) Peralatan yang digunakan

10) Tindakan yang dilakukan setelah kejadian

c. Prosedur Pelaporan

Pelaporan insiden yang melibatkan barang berbahaya di kapal yaitu: Bila terjadi insiden dan melibatkan
kerugian atau kehilangan, yang berlebihan atau rusaknya barang berbahaya yang ada di atas kapal maka
kapten, atau seseorang yang bertanggung jawab atas kapal, wajib melaporkan secara khusus mengenai
insiden tersebut. Tanpa harus menunda dan semaksimal mungkin melapor ke station pantai terdekat.
Laporan tersebut harus didasarkan pada pedoman dan prinsip-prinsip umum yang sesuai dengan aturan
yang berlaku dan kejadian yang sebenarnya tanpa ada rekayasa.

Dalam hal kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat paragrap di atas bila diabaikan, atau dalam hal
laporan dari seperti kapal yang tidak lengkap atau yang tidak dapat diperoleh, pemilik,penyewa,
manajer atau operator kapal, atau agen mereka wajib, semaksimal mungkin, memikul kewajiban yang
mewajibkan pada kapten sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dalam SOLAS 1974.

Anda mungkin juga menyukai