Anda di halaman 1dari 7

SOSIOLOGI SENI

LAPORAN HASIL RISET SENI DI YOGYAKARTA

Dosen Pengampu:
Kusrini, S.Sos., M.Sn.
Kurniawan Adi Saputro, M.A., Ph.D.

Disusun Oleh:

Masagus Muhammad Khalid Burlian (1810876031)


Firsta Hanny Noviana Putri (1810871031)
Riki Maulana (1810862031)
Eky Rima Nurya Ganda (1810866031)
Muhammad Fadhil Zaky (1810899031)

PROGRAM STUDI S-1 FOTOGRAFI


FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
Teori Emile Durkheim

Teori diambil dari buku “The Sociologi of Art: A Reader” yang telah diedit oleh Jeremy
Tanner. Lebih spesifiknya yakni pada Part One, nomor 4 (Emile Durkheim) social structure,
material culture and symbolic comunication, dalam sub bab B symbolic objects,

communicative interaction and social creativity (1912) . Teori ini mengangkat


kebudayaan berkesenian yang merepresentasikan suatu simbolik.

Judul

Wayang Kulit Purwa Gagrag Yogyakarta

Rumusan Masalah

Ketika wayang purwa merupakan bentuk kreativitas sosial, simbol-simbol apa saja yang dimiliki
wayang purwa?
Bagaimana proses interaksi dalam penyampaian pesan wayang purwa kepada masyarakat?

Pentingnya dilakukan riset tema tersebut

Karena Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta ini merupakan bentuk upaya pengrajin wayang
(Yogyakarta) dalam membuat suatu ciri tersendiri pada rupa wayang agar masyarakat mudah
mengenali asal daerah dibuatnya wayang ini.
Mendalami wujud kesenian Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta sehingga menambah wawasan
kepada mahasiswa jurusan fotografi.
Melatih diri mengapresiasi terhadap kesenian Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta.

Objek Riset

Wayang Kulit Gagrag Yogyakartan

Metode Riset

Wawancara kepada Narasumber


Referensi Bacaan
Dokumentasi
Konsep

Mengungkap makna dari simbolisasi wayang gaya Yogyakarta dan pada cara penyampaian
pesannya

Teori

Wayang Kulit Purwa Gagrag Yogyakarta

Wayang kulit merupakan salah satu warisan budaya dan karya seni Indonesia yang cukup
terkenal. Di pulau Jawa khususnya, setiap daerah pasti mengenal dan memiliki ciri khas
tersendiri dalam bentuk fisik wayang kulit, salah satunya adalah Wayang Kulit Yogyakarta.
Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta atau Wayang Kulit Gaya Yogyakarta merupakan wayang kulit
yang secara morfologi memiliki ciri bentuk, pola tatahan, dan sunggingan (pewarnaan) yang
khas. Selain itu dalam pertunjukan Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta memiliki unsur-unsur khas
yaitu, lakon wayang ( penyajian alur cerita dan maknanya), catur ( narasi dan percakapan),
karawitan ( gendhing, sulukan dan properti panggung ). Adapun beberapa tokoh wayang khas
Yogyakarta diantaranya, Antasena, Wisanggeni, dan Punokawan.Wayang Kulit Gagrag
Yogyakarta memiliki perbedaan yang jelas dari beberapa sisi, seperti bentuk, iringan dan
gamelan dengan wayang lain semisal wayang Surakarta, Banyumas atau Jawa Timur. Wayang
kulit Gagrag Jogja terbentuk bersama berdirinya Kraton Ngayogyokarta Hadiningrat. Pada waktu
itu Sultan HB I gigih melawan Belanda. Diwujudkan dalam wayang yang sedang melaksanakan
tugas. Gelaran malam itu menyuguhkan lakon berjudul Wahyu Cakraningrat yang bercerita
tentang wahyu yang diturunkan alam kepada sosok manusia calon pemimpin. Lakon ini bisa
dikontekstualkan pada kondisi sekarang, di mana pemimpin tidak harus anak raja, namun juga
harus mumpuni, kuat, prihatin dan suka menolong sesama.

Ciri-Ciri Wayang Kulit Gaya Yogyakarta

Dalam mengenal wayang kulit Yogyakarta, ada beberapa hal yang bisa dicermati secara tampilan
fisiknya, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, posisi kaki wayang kulit Yogyakarta dibuat melangkah lebar terutama pada tokoh
jangkahan (gagahan). Pada kaki kiri atau kaki belakang digambarkan posisi telapak kakinya
miring atau jinjit. Sedangkan untuk tokoh putren ( wayang wanita ) ditandai dengan adanya
wiron nyamping yang tetap berada di posisi muka.

Kedua, pada tampilan bentuk tambun ( penggambaran tubuh yang pendek dan kekar, bagian
kepalanya tamapak agak besar, posisi tubuh menghadap ke muka dengan posisi kaki terbuka.
Pada kaki digambarkan tampak lebih pendek dari seharusnya. Proporsi bagian kepala, tubuh,
kaki dan tangan yang demikian itu memberikan kesan cebol.

Ketiga, tokoh-tokoh dalam wayang kulit Yogyakarta pada umumnya mempunyai tangan yang
sangat panjang hingga menyentuh kaki. Hal ini berkaitan dengan fungsi wayang kulit itu dalam
pergelaran wayang, contohnya dalam kegiatan menyembah .

Keempat, dari segi tatahannya, jika diperhatikan bahwa hamper semua tataham tokoh wayang
menggunakan unsur tatahan yang dinamakan inten-intenan, terutama pada pecahan uncal
kencana, sumping, turido dan bagian busana lainnya. Namun tatahan ini tidak menjadi unsur
pokok, karena ada beberapa jenis wayang pedalangan yang hanya memerlukan kapangan atau
cakrik yang baik saja, dengan tatahan yang agal sehingga lebih tahan lama.

Kelima, dari segi sunggingan atau pewarnaan wayang, tokoh wayang kulit gaya Yogyakarta
menggunakan sungging lacapan yang pada masa lampau disebut dengan sungging sorotan, yaitu
unsur sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lancip seperti bentuk tumpal pada
motif kain batik. Sungging tlancapan ini difungsikan untuk memberi dekorasi pada bagian
sembuliyan yang berukuran besar, seperti pada konca, sedangkan sembuliyan yang berukurn
kecil. Disungging dengan menggunakan unsur sungging sawutan, yaitu berbentuk lancip-lancip
seperti tlancapan dengan ukuran kecil-kecil.

Keenam, pada bagian siten-siten atau lemahan, yaitu bagian diantara kaki depan dan kaki
belakang, umumnya diwarnai dengan merah.
Wayang Purwa

Pada umumnya lakon yang dibawakan dalam Wayang Purwa diambil dari Ramayana dan
Mahabarata. Bentuk wayang ini sangat berbeda dengan tubuh manusia pada umumnya dan diukir
dengan sistem tertentu sehingga perbandingan antara bagian-bagian masing-masing seimbang.

Pada mulanya bentuk Wayang Purwa didasarkan pada bentuk relief candi, lambat laun bentuk itu
mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pribadi masyarakat Indonesia
(Jawa).

Di dalam Wayang Purwa (juga pada jenis wayang yang lain), ukiran besar (tinggi)nya dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu :

Wayang Kaper

Wayang Kaper adalah ukuran wayang kulit yang terkecil. Pembuatan wayang yang
berukuran besar pada jenis ini, misalnya wayang Bima atau raksasa dibuat sama besarnya
dengan wayang Kresna atau Arjuna pada jenis wayang pedalangan. Kemudian ukuran pada
wayang-wayang lainnya disesuaikan. Pada umumnya Wayang Kaper diperuntukkan bagi
anak-anak yang mempunyai bakat dalam bidang pewayangan (pedalangan).

Dalam hal ini R. M. Sajid menjelaskan sebagai berikut : “ Wayang Kaper itu diartikan bila
di”sabet”kan pada kelir kelihatan tidak jelas dari bentuk-bentuk tokoh wayang apa. Hanya
kelihatan bergerak-gerak, seolah-olah tampak hanya sebagai kaper-kaper atau kupu-kupu
kecil yang berkeliaran di sekitar lampu, karena kecilnya wayang”.

Wayang Kidang Kencanan

Wayang Kidang Kencanan adalah salah satu jenis ukuran wayang kulit yang lebih besar
dari jenis wayang kaper. Wayang Kidang Kencanan yang terbesar ukurannya seperti
wayang Bima atau Raksasa dibuat sama besarnya dengan wayang Gatotkaca pada jenis
wayang pedalangan. Jenis wayang ini juga sering disebut kencana yang berarti sedang.
Maksud pembuatan wayang jenis ini agar bila digunakan dalam pentas tidak terlalu berat.
Wayang Pedalangan

Jenis wayang Pedalangan ini adalah wayang kulit yang ukuran besarnya umum
dipergunakan dalam masyarakat. Sebagai contoh ukuran wayang pedalangan Wayang Kulit
Purwa gaya Yogyakarta adalah sebagai berikut :

Wayang Bima - Tinggi : 70,7 cm dan lebar : 30,2 cm

Wayang Arjuna - Tinggi : 44,5 cm dan Lebar : 17,5 cm

Wayang sembadra - Tinggi : 29,4 cm dan Lebar 14 cm

Wayang Batara Kala (jenis raksaka) - Tinggi : 83 cm dan Lebar : 42,5 cm

Wayang Ageng

Wayang ageng merupakan jenis ukuran wayang yang terbesar dari jenis yang lain. Bila
dibanding dengan wayang-wayang pedalangan, wayang Ageng lebih tinggi satu atau satu
setengah “lemahan” (bagian yang menghubungkan jari-jari kaki belakang dengan kaki
muka). Wayang-wayang ageng jika dipakai untuk keperluan pertunjukkan pagelaran
wayang, tidak memenuhi syarat-syarat kepraktisan. Karena besarnya, wayang tidak sesuai
dengan kekuatan dalang untuk memainkannya dengan baik selama pertunjuukan semalam
suntuk . Selain ukuran kurang praktis ada beberapa adegan yang memberikan kesan seolah-
olah ruang pentas menjadi terlalu sempit karena besarnya wayang.

Rancangan Hasil

Penjelasan lebih detail tentang Wayang Kulit Purwa Gagrag Yogyakarta

Diharapkan agar para pembaca bisa lebih memahami karakteristik wayang sesuai dengan ciri
khas daerah tempat tinggal, khususnya di Yogyakarta.

.........
Selamat pagi. Kelas Sosiologi Seni hari ini diganti kelas mandiri (riset lapangan) utk melengkapi laporan UAS.
Laporan tugas UAS dikumpulkan pada Selasa-Kamis depan (10-12/12/2019) pk. 11.00-14.00 utk presentasi di ruang dosen per kelompok.
Presensi langsung hari ini ditiadakan.
Berikut Format laporan UAS Sosiologi Seni:

Kover
Abstrak
Bab I. Pendahuluan (latar belakang, rumusan masalah)
Bab II. Metode dan Tinjauan Pustaka
Bab III. Pembahasan
Bab IV. Simpulan
Daftar Pustaka
Lampiran ( jika ada)

*DILARANG Plagiasi/_copas_*, jika ditemukan indikasi tsb maka nilai akan langsung didrop tanpa konfirmasi kelompok.

Saat presentasi UAS jika diperlukan *Remidi* maka bendel langsung dikembalikan utk perbaikan dan dikumpulkan kembali maksimal *Selasa,
17/12/2019*.
Hasil stlh remidi tidak bisa diganggu gugat sebagai nilai UAS.
Terima kasih

Bapak Kartubi pengurus museum sonobudoyo. Dari tahun 80 museum ini menggelar wayang gagrak
Yogya sekaligus bpk Kartubi sebagai karyawan brngkt pagi pulang malem ( awal dan akhir / sregep
dhewe) . Bpk Tatang Sudradjat (pengurus perlengkapan dan keamanan, wayang). Wayang bercerita
tentang Ramayana. Dalang akan tetap menggunakan bahasa jawa ketika penontonnya dari kedutaan
atau orang jawa, tetapi dalang juga akan memakai bahasa Indonesia untuk penonton yang sekiranya
menetap lama (dalam menonton wayang ini dan orang yang tidak bisa bahasa jawa). Dalang bergantian
tiap malam. Dulu ada 7. Meninggal 2. Sekarang ada 5, yaitu Suparman, Suharno, Sardjiko,
Sumpono, Wasudi (https://www.google.com/amp/s/visitingjogja.com/18519/jadwal-
pagelaran-wayang-kulit-museum-sonobudoyo-juni-2019/amp/) diakses 9.50 pagi
rabu 11 desember 2019, Di luar museum ada pebisnis (bukan anggota museum) yang menjual
wayang kulit untuk orang asing. Karena harganya yang mahal. Wayang terkecil 300 ribuan dan hingga
jutaan untuk yang besar. Orang Jawa tidak disarankan beli. Khusus untuk orang kaya. "Penyu" tulang
pengapit wayang harganya dari 50rb (ukuran kecil) sampai ratusan (semakin besar). Entah bahannya dari
penyu atau cuma istilah saja.

Anda mungkin juga menyukai