Anda di halaman 1dari 18

Makalah Sejarah Asia Timur

PERKEMBANGAN POLITIK DI KOREA SELATAN


Diajukan untuk memenuhi tugas Sejarah Asia Timur
Dosen Pengampu: Ririn Darini

Disusun oleh:
Nana Deliawati (17407141012)
Hasna Nuha A N (17407141018)
Doni Agustio Wijaya (17407141022)

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semenanjung Korea merdeka pada bulan Agustus 1945 diikuti
dengan menyerahnya Jepang setelah perang dunia II. Pembagian semenanjung
pada garis lintang 38 derajat terjadi saat tentara Uni Soviet dan Amerika
serikat melucuti senjata sisa tentara Jepang. Singkatnya, Korea menjadi
korban geopolitik yang terhimpit diantara dua Negara superpower dunia.
Pada tanggal 15 Agustus 1948, belahan selatan semenanjung Korea lahir
kembali sebagai Republik Korea, sebuah negara merdeka dengan prinsip
demokrasi dan ekonomi berbasis perdagangan bebas. Dibawah pengawasan
Persekutuan Bangsa-bangsa, rakyat Korea Selatan memilih anggota majelis
nasionalnya. Majelis ini kemudian memilih Dr. Syngman Rhee, seorang
lulusan Amerika yang menjadi pemimpin pergerakan nasional sebagai
presiden pertama di Korea. Sementara itu, Republik Demokratik Rakyat
Korea didirikan di utara dengan Kim Il Sung yang dibantu oleh Uni Soviet
menjadi pemimpinnya.
Korea menjadi dua bagian hingga kini, kedua Negara, yaitu Republik
Rakyat Demokratis Korea di wilayah bagian utara yang berhaluan komunis
dengan ibukota Pyongyang dan Republik Korea di wilayah selatan yang
berhaluan liberal terpisah tepat pada garis lintang utara 38 derajat. Pada awal
kedua negara tersebut merdeka, tejadi beberapa masalah yang timbul dan
mempengaruhi politik dunia. Korea Selatan adalah negara presidensial.
Seperti pada negara-negara demokrasi lainnya, Korea Selatan membagi
pemerintahannya dalam tiga bagian: eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Lembaga eksekutif dipegang oleh presiden dan dibantu oleh perdana menteri
yang ditunjuk oleh presiden dengan persetujuan dewan perwakilan. Presiden
bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Lembaga legislatif
dipegang oleh dewan perwakilan yang menjabat selama 4 tahun.
Pelaksanaan sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau
berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini terbuka untuk umum namun
dapat berlangsung tertutup. Pengadilan konstitusional menjadi lembaga
tertinggi pemegang kekuasaan yudikatif yang terdiri atas 9 hakim yang
direkomendasikan oleh presiden dan dewan perwakilan. Hakim akan menjabat
selama enam tahun dan usianya tidak boleh melebihi 65 tahun pada saat
terpilih. Pada perkembangannya, Korea Selatan yang liberal dan lebih terbuka
mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada Korea Utara yang
cenderung tertutup terhadap dunia luar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Korea Selatan?

2. Bagaiamana perkembangan politik Korea Selatan hingga sekarang?


BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Terbentuknya Korea Selatan.
Pada saat berakhirnya PerangvDunia II, Korea dibagi menjadi dua
bagian oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat tanpa melibatkan pihak Korea
padaKonferensi Postdam (Juli –Agustus 1945). Uni Soviet memiliki Tentara
Merah atau yang lebih dikenal dengan Tentara Uni Soviet yang telah
menguasai bagian pararel 38 utara semenanjung Korea pada tanggal10
Agustus 1945, sedangkan pasukan Amerika Serikat menguasai bagian pararel
38 selatan pada tanggal 26 Agustus 1945.1
Untuk menyelesaikan masalah di Korea, keputusan PBB menghendaki
bahwa pemilihan bebas harus diadakan di seluruh Korea dan mengorganisir
komite PBB terhadap urusan Korea untuk sementara. Keputusan PBB tersebut
segera ditindak lanjuti oleh pemerintah AS dengan membentuk komisi
sementara PBB untuk Korea (UNTTCOK) sebagai pengawas pemilu.
Keputusan PBB itu di tolak oleh Korea Utara dengan tidak memberi izin
kepada seluruh kegiatan delegasi PBB di wilayah Korea utara. Para anggota
UNTCOK dilarang memaasuki wilayah Korea Utara. Penolakan itu
menyebabkan pemilu hanya dapat berlansung di Korea Selatan.
Dari pemilu itulah lahir pemerintahan baru Republik Korea yang
berlandaskan sistem demokrasi dan kapatalisme pada tanggal 15 Agustus
1948 dengan Rhee Syngman sebagi presiden pertama. Pemilihan umum yang
berhasil membentuk Republik Korea itu dibalas oleh Korea Utara dengan
mengadakan pemilihan umumnya sendiri pada tanggal 25 Agustus 1948. Pada
pemilu tersebut berhasil mebentuk Republik Demokrasi Rakyat Korea dengan
Kim Il Sung sebagai perdana menteri. Kedua pemerintahan itu saling
mengklaim bahwa mereka adalah satu-satunya pemerintahan yang sah di
Semenanjung Korea. Pada akhir tahun 1948 USSR mengundurkan diri dari

1
McCune, Shannon C, Physical Basis for Korean Boundaries, Far Eastern
Quarterly (No.5), 1946, hlm. 286.
perannanya di Korea utara dan di ikuti oleh Amerik Serikat pada bulan Juni
1949. Mundurnya kedua kekuatan raksasa itu meninggalkan situasi yang
sangat panas di semenanjung Korea. 2
2. Korea Selatan Pasca Pendudukan Amerika
Perjalanan Korea Selatan menuju negara demokrasi, mengalami lika-
liku yang aral dan tak mudah. Rakyat Korea Selatan berjuang selama hampir
35 tahun untuk mewujudkan aspirasi demokrasi di negaranya. Sejarah politik
Korea Selatan dalam mencapai demokrasinya berlansung dalam tujuh periode,
yaitu Republik Pertama (1948-1960), Republik Kedua (1960-1961),
Pemerintahan Junta Militer (1961-1963), Republik Ketiga (1963-1972),
Republik Keempat (1972-1979), Periode Interim (1979-1981), dan Republik
Kelima (1981-1988).3 Berikut akan diulas perkembangan politk Korea Selatan
dalam periode tersebut
A. Republik Pertama Korea (1949-1960)
Pemilu pertama di Korea diselenggarakan pada tanggal 10 Mei
1948. Pada pemilu perdana yang diprakarsai PBB ini Syngman Rhee
terpilih sebagai presiden pertama Republik Korea (Republic of Korea).
Dimasa pemerintahan Syngman Rhee kebijakan dijalankan dengan sangat
terpusat. Dalam jabatannya sebagai presiden pertama Korea Selatan, Rhee
Syngman menanamkan pengaruhya dengan sangat kuat dalam seluruh
aspek kehiduapan bernegara. Dengan demikian, pemerintahannya berjalan
diktator. Salah satu alat yang digunakan oleh Rhee Syngman untuk
memerintah Korea Selatan secara diktator adalah dengan UU Keamanan
Nasional yang disetujui oleh Dewan Nasional pada November 1948. Pada
mulanya, undang-undang ini dikeluarkan untuk menyangkal arus
komunisme yang semakin berkembang di utara. Namun kemudian,
undang-undang ini kemudian digunakan Rhee untuk melegtimasi
kekuasaanya.

2
Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga
Masa Kontemporer, (Yogyakrta: Gajah Mada University, 2003) hlm. 190-191.
3
Ririn Darini, Sejarah Asia Timur Baru, (Yogyakarta: UNY Press, 2018), hlm. 71-
72.
Dengan menggunakan UU ini, Rhee Syngman mengontrok
kehidupan organisasi rakyat, termasuk militer, pers, dan lembaga-lembaga
pendidikan. Bahkan pada tahun 1949, sembilan anggota dewan ditahan
Rhyee menggunakan undang-undang tersebut. Mereka dianggap ingin
menggulingkan pmerintahan Rhee Syngman. Saat menyadarai dirinya
tidak akan dipilih lagi sebagai presiden oleh Dewan Nasinal, maka Rhe
Syngman mengeluarkan manademen UU menegenai pemilihan presiden
secara langsung oleh rakyat. Para anggota dewan yang menolak
amandemen UU tersebut dimasukkan dalam penjara.
Pada tahun 1954, Rhee Syngman kembali mengeluarkan
amandemen UU lagi. Amandemen kali ini menyatakan bahwa tidak ada
pembatasan terhadap periode jabatan prresiden. Amandemen ini
mengubah pasal UU yang menyatakan bahwa seorang presiden hanya
dapat mendapat jabatannya sebanyak dua kali. Selain itu untuk semakin
menguatkan pemerintahnnya, Rhee Syngman membentuk Partai Liberal
sebagai partai yang berkuasa pada tahun 1951. Pada pemilu 1954, Partai
Liberal berhasil memperoleh suara mayoritas dengan demikian
kepemimpinan Rhee Syngman semakin kuat. Selain Partai Liberal,
birokrasi pemerintahan dan kepolisian menjadi dua komponen kekuasaan
Rhee.
Pada akhir tahun 50-an, Rhee Syngman telah menguasai sitem
politik secara total sehingga parlemen hanya bertindak sebagai lembaga-
lembaga stempel bagi kebijakan Rhee. Dalam pemilu yang kembali
dihelat pada bulan Maret 1960, banyak pihak mulai meragukan
kemenangan Rhee. Kematian Cho Pyong-Ok—kandidiat lain—sesaat
sebelum pemilu semakin menambah kecurigaan rakyat atas kecurangan
poltik Rhee. Kecurigaan itu kemudian memuncak dalam demonstrasi yang
dipelopori oleh kalangan pelajar dan diikuti oleh seluruh lapisan
masyarakat Korea Selatan. Demonstrasi tersebut membuat Rhee Syngman
meletakkan jabatannya sebagai presiden di bulan April 1960 dan
menyerahkan kepemimpinan negara pada Ho Chong,Menteri Luar Negeri
Korea.4
B. Revolusi April 1960 dan Republik Kedua Korea (1960-1961)
Revolusi April 1960 atau Bloody Tuesday merupakan simbol
perlawanan rakya Koreat terhadap pemerintahan Rhee yang otoriter.
Demontrasi yang dipelopori oleh kaum terpelajar Korea, terjadi pada
tanggal 18 April 1960. Demontrasi itu berlanjut keesokan harinya, ketika
sekitar 30.000 massa bergerak menuju ke istana kepresidenan dan
berdemontrasi di sana. Dalam demonstrasi itu, sekitar 130 orang pelajar
terbunuh, dan sekitar 1.000 orang terluka akibat tindakan keras yang
dilakukan oleh militer dan kepolisian korea. Pmerintahan Rhee juga
mengumumkan bahwa negara dalam keadaan darurat. Pada tanggal 25
April, banyak perkumpulan dosen universitas juga ikut melakukan
dmonstrasi sebagai bentuk dukungan bagai para mahasiswa.
Berbagai gerakan tersebut, berhasil membuat Rhee luluh dan
meletakkan jabatannya kepada Menlu Korea, Ho Chong. Selain itu, Rhee
juga terpaksa harus meninggalkan korea dan melarkan diri ke Hawaii.
Peristiwa ini menandai pemerintahan Rhe dan berlanjut pada pemerintahan
sementara yang dipimpin oleh Ho Chong.
Pemerintahan sementara Ho Chong segera meyusun rancangan UU
baru yang mengatur mengenai sistem parlemen dua kamar. Dengan
sistem itu, kekuasaan terpusat pada PM dan kabinetnya yang
bertanggung jawab kepada DPR. UU baru itu diumumkan pada 15 Juni
1990 dan pemilu segera dilaksanakan pada 29 Juli. Dalam pemilu itu
Partai Demokrat memenangkan mayoritas suara dalam DPR. DPR
menunjuk Yun Yo-Son sebagai presiden dan menyutujui pilihan Yun,
yaitu Chang Myon untuk menduduki jabatan sebagai perdana mentri.
Belum genap setahun pemerintahan Republik Kedua, PM Chang
Myon dikudeta oleh pihak militer. Kudeta itu berhasil menjatuhkan

4
Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa
Kontemporer, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2003), hlm. 193-194.
kepemimpinan Korea yang pertama kalinya dipilih secara jurdil melalui
pemilu. Satu-satunya yang dianggap sebagai tindakan nyata oleh
pemerintahan Republik Kedua adalah melakukan pemecatan terhadap
17.000 polisi.5
C. Pemerintahan Junta Militer (1961-1963)
Setelah kudeta milter berhasil mengambil alih pemerintahan Korea
Selatan dari PM Chang Myon, Park Chung Hee menjadi Presiden Korea
yang dimulai pada Mei 1961. Bersama dengan keponakannnya Kim Jong
Pil, Parc Cung-Hee mengambil alih pemerintahan secara diam-diam dan
menempatkan militer sebagai pusat politik Korea Selatan.
Secara umum pada periode pemerintahan yang pertama (1961-
1963), Park Chung-Hee menjalanka pemerintahan secara otoritanisme.
Negara ditempatkan dibawah UU Keadaan Darurat dan pengadilan militer
khusus untuk orang-orang yang dianggap membahayakan keamanan
negara. Ribuan politikus dan birokrat diturunkan dari jabatannya serta
orang-orang yang diangap komunis ditangkap dan dipenjara. Park Chung-
Hee juga menitikberatkan perhatiannya terhadap kemakmuran dan
kesejahteraan nasional melalui pembangunan ekonomi selain karena
memang mendapatkan bantuan dari pemerintahan Amerika Serikat.
Kemudian, menjelang akhir tahun 1963, terdapat upaya dari pihak
junta militer untuk mengambalikan kekuasaan kepada pihak sipil dan
segera kembali ke barak militer. Hal ini dilakukan karena pemerintahan
junta militer menganggap tugas revolusionernya, seperti memperkuat
semangat anti-komunisme, memberantas korupsi, dan meletakkan dasar
ekonomi yang kuat telah berhasil dilakukan. Oleh karena itu, pada tahun
1963 diadakan pemilu sebagai tanda peletakkan jabatan dari pihak militer
ke politikus sipil.
D. Republik Ketiga Korea (1963-1972)
Bersamaan dengan akan diadakan pemilihan umum 1963, Park
Park Chung-Hee memutuskan untuk mundur dari militer dan ikut serta

5
Ibid., hlm. 194-196
dalam pemilu tersebut demi meneruskan pemerintahannya. Oleh karena
itu, Park Chung-Hee mendirikan Partai Republik Demokratik (PRD) demi
menyukseskannya diajang pemilu. Selain itu, Park juga memberikan
kesempatan kepada para partai pesainnya untuk berkampanye selama satu
bulan sebelum pemilu. Banyak partai pesaing yang belum terkait pemilu
pada Oktober 1963 karena diberitahu akan diadakan pemilunya baru pada
bulan Agustus. Atas kebijakan yang demikian Park Cung-Hee berhasil
meraih kemenangan atas Yan Po-Sun dengan 47% suara. Sebulan
berselang, PRD berhasil meraih suara mayoritas dengan 32% dalam
pemilu DPR. Park Chung-Hee menjalankan pada Republik Ketiga Korea
secara sah berdasarkan hasil pemilu
Sebagai bagian dari konsolidasi kekuatan politiknya, Park
mengkonsentrasikan semua kekuatan sosial, politik, dan ekonominya di
bawah komandonya. Sebagai mantan militer Presiden Park tertarik untuk
menciptakan stabilitas, membangun perekonomian, dan memperkuat
pertahanan nasional. Ia tidak mengenal prinsip-prinsip demokrasi atau cara
hidup demokrasi. Menurutnya cara demokrasi tidak hanya akan membawa
kemajuan ekonomi yang lamban tetapi juga pemisahan sosial dan
memperlemah pertahanan nasional. Baginya yang berlaku adalah
demokrasi “terbatas”, membatasi kebebasan sipil, kebebasan bicara dan
pers. Ia sangat dekat dengan birokratisme dan kepemimpinan militer ala
Jepang pada periode Meiji. Pada kepemimpinan militernya yang kuat
mendorong modernisasi ekonomi dan pembangunan militer melalui
ideologi ishin atau revitalisasi. Park Chung-hee membuat pemerintahannya
bertumpu pada kekuatan yang berasal dari militer, birokrat, dan teknokrat.
Oleh karena itu, rezim Korea Selatan di bawah Park Chung-hee disebut
Rezim Otoriter Birokratis.
Kebijakan pembangunanisme menunjukkan dominasi negara
(penguasa) sebagai pihak yang paling menentukan hubungan industrial. Di
pihak lain kekuatan demokrasi yang mulai muncul semakin memperbesar
tekanan rakyat terhadap kebijakan Park Chung-hee. Untuk menjaga
stabilitas programnya Park Chung-hee memilih garis politik represif. Park
Chung-hee membungkam seluruh potensi oposisi. Dengan demikian Park
Chung-hee merasa perlu untuk mengadakan suatu perubahan mendasar
untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Maka pada tanggal Desember
1971 dengan dalih mengamankan negara dari demonstrasi-demonstrasi,
presiden dengan dukungan militer mengumumkan negara dalam keadaan
darurat perang, membubarkan Majelis Nasional, menutup semua
universitas yang menjadi basis demonstrasi, melarang semua kegiatan
politik, dan pada bulan Oktober 1972 mengeluarkan dekrit presiden yang
kemudian dikenal sebagai Konstitusi Yushin,6
Konstitusi Yushin mengubah posisi kepresidenan menjadi sistem
kediktatoran yang sah. Di bawah sistem Yushin, presiden dipilih secara
tidak langsung oleh Dewan Unifikasi yang dibentuk secara manipulatif
untuk memilih presiden. Presiden juga mempunyai wewenang menunjuk
sepertiga anggota DPR. Hal ini memungkinkan presiden untuk mengontrol
lembaga legislatif secara langsung. Selain itu, DPR juga tidak berhak
untuk memanggil presiden ke DPR, memriksa anggaran belanja badan
eksekutif, serta ikut campur tangan dalam menunjuk dan menurunkan
Mahkamah Agung. Otoritanisme yang dijalankan oleh Park Chung-Hee
tesebut mendapat dukungan dari kalangan birokrasi, militer, dan polisi.
Namun, dengan seerangkain reformasi Yushin ini jelas merupakan awal
dari kematian Republik Ketiga Korea.7
E. Republik Keempat (1972-1979)
Pada 28 Desember 1972, Presiden Park kembali dilantik sebagai
presiden Republik Keempat (1972-1979). Dengan Konstitusi Yushin,
Presiden Park mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Park
menjadi semakin otoriter. Pada masa kepimimpinannya, pembangunan
nasional berlangsung dengan cepat tanpa hambatan berarti dari kelompok
oposisi yang menentangnya. Pembangunan mengutamakan pada
6
` Ririn Darini, “Park Chung-Hee dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan”. (Jurnal Mozaik,
Vol. V, No. 1, Januari 2010.), hlm. 23-24.
7
Yang Seung-Yoon, Op. Cit., hlm. 199.
pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat industrialisasi pemerintahan
menciptakan kelompok-kelompok kapitalis baru yang merupakan kroni
terdekat dari penguasa pemerintahan Korea Selatan. Angka ekspor
meningkat pesat dan bisnis para konglomerat Korea (Chaebol) semakin
berkembang pesat.
Namun demikian, gelombang tuntutan demokrasi terus
berlangsung. Demikian juga sentimen terhadap Amerika Serikat semakin
meningkat. Kalangan pelajar dan mahasiswa Korea sekali lagi menjadi
pelopor gerakan anti-pemerintahan. Berbagai kalangan lain dari
masyarakat Korea, seperti para seniman juga ikut menyuarakan protesnya
melalui karya seni.
Tindakan represif yang dijalankan oleh pemimpin Park, telah
mendorong dukungan politik masyarakat Korea. Park Chung-Hee menjadi
terisolasi dalam masyarakat Korea, bahkan dari pengikutnya yang setia
kini menarik dukungannya dari Park, seperti PRD (Partai Rakyat
Demokratik). Puncaknya adalah pembunuhan Presiden Park pada 26
Oktober 1979. Pembunuhan itu dilakukan oleh Kim Jae-Kyu, seorang
Direktur Badan Intelejen Pusat Korea. Pembunuhan itu mendorong Choi
Kyu Hah, seorang PM tanpa kekuatan politik untuk naik sebagai presiden
sementara. Choi Kyu Hah juga memulai serangkaian reformasi konstitusi
negara.8
F. Periode Interim (1979-1981)
Choi Kyu Hah segera melaksanakan kebijakan-kebijakan yang
dapat mengembalikan semangat rakyat Korea, diantaranya adalah
membebaskan para tahanan politik, seperti Kim Dae Jung, dan
memulihkan hak-hak sipil mereka. Cho juga menjanjikan penyelenggaraan
refrendum untuk menyusun UUD dan segera akan diikuti oleh pemilu.
Ketidakmampuan Choi untuk bertindak cepat dalam memperbaiki UUD
kembali menimbulkan gejolak di masyarakat Korea.

8
Ririn Darini, Sejarah Asia Timur Baru, Op. Cit., hlm. 75-76.
Perdebatan mengenai tokoh yang pantas menduduki pemerintahan
Korea kembali memanaskan situasi politik dalam negeri Korea. Dalam
situasi tersebut, kekuatan militer dibawah Chun Doo-Hwan kembali
muncul dalam kancah politik Korea. Chun dibantu oleh Mayjend Roh Tae-
Woo dan Mayjen Chong Ho-Hyong dalam menguasai pemerintahan
Korea. Roh Tae-Woo secara sepihak mengambil alih pimpinan Komando
Batalyon Ibukota Seoul, sedangkan Chong-Hyong mengambil alih
Komando Pasukan Khusus Korea. Dengan demikian, Chun Doo-Hwan
menguasai sepenuhnya kekuatan militer Korea.
Tindakannya itu mengundang reaksi keras dari masyarakat Korea.
Sekitar 70-100 ribu pelajar dan mahasiswa Korea mengikut aksi yang
diselenggarakan pada tanggal 15-16 Mei 1980. Chun Doo-Hwan
mengeluarkan UU Darurat Perang pada 17 Mei 1980 melalui
pemerintahan Choi Kyu Hah. Keesokan harinya, 27 orang termasuk para
tokoh kunci partai pemrintahan maupun oposisi ditangkap dengan tuduhan
menimbulkan kekacauan sosial politik di Korea.
Selain itu, langkah Chun dalam menguasai pemerintahan sipil
Korea adalah dengan membentuk komite khusus militer-sipil yang khusus
menangani maslah keamanan nasional pada 31 Mei 1980. Komite itu
diketuai oleh Choi Kyu Hah dan beranggotakan anggota kabinet sebagai
wakil dari sipil, sedangkan militer diwakili oleh Chun Doo-Hwan, Roh
Tae-Woo, dan Chong Ho-Yong.
Pada tanggal 16 Agustus 1980, Choi Kyu-Hah mengundurkan diri
dari jabatan kepresidenan. Kemudian, pada akhir Agustus 1980, Chun
yang yang mengundurkan diri dari jabtannya terpilih sebagai Presiden
Korea secara resmi melalui Dewan Unifikasi (Konstitusi Yusin). Pada
bulan Oktober 1980, Chun mengganti Konstitusi yusin dengan UU 1980.
UU yang tersebut mengatur tentang jabatan presiden yang hanya bisa
dipilih satu periode (7 tahun). Melalui UU baru tersebut, Chun mengikuti
pemilu pada Februari 1981 dan berhasil memenanginya. Terpilihnya Chun
Doo-Hwan dalam pemilu tersebut mengakhir masa interim yang
berlangsung selama dua tahun (1979-1981).
G. Republik Kelima (1981-1988)
Seperti Park, Chun Doo-Hwan meletakkan legitimasi bagi
pemerintahannya dengan dongeng memberantas korupsi dan menjanjikan
kepada rakyat Korea adanya suatat tata baru pertumbuhan ekonomi dan
keadilan. Chun juga menggunakan janjinya itu untuk membungkam
kegiatan para tokoh politik sipil, termasuk tiga ‘Kim” (Kim Jong Pil, Kim
Young Sam, Kim Dae-Jung).
Chun juga menggunakan strategi Yusin untuk menekan DPR, baik
sebagai alat dalam mengontrol proses legislatif atau sarana bagi kalangan
militer agar tetap dapat menguasai politik sipil. Chun banyak meniru
kebijakan yang dilakukan pemerintahan Park dan menghindari kesalahan
yang telah dilakukan Park di masa lalu. Chun melewati serangkaian
transformasi yang mirip dengan Park, seperti dari kudeta militer kemudian
ke pemerintahan sipil yang sah melalui pemilu.
Chun meneruskan kebijakan politik dasar yang lebih menekankan
pada pertumbuhan ekonomi daripada pembangunan politik. Namun, masa
Chun sedikit lebih lunak dengan mebiarkan partai politik untuk
memainkan peran yang lebih penting. Tekanan terhadap pihak oposisi pun
sedikit dikurangi, kecuali terhadap Kim Dae-Jung dan para pengikutnya
yang masih ditahan karena tuntutan kriminal.
Meskipun menjalankan kebijakan yang bermiripan dengan Park
Cung-Hee, legitimasi dan dukungan yang diperoleh Chun tidak sebesar
legitimasi dan dukungan rakyat untuk Park Chung-Hee, Ha ini karena
beberapa hal. Pertama, rakyat Korea tidak menyukai profil Chun Doo-
Hwan dan keluarganya. Selama masa kepemimpinannya, keluarga Chun
ikut campur dalam berbagai bisnis dan ekonomi. Hal itu mendorong
antipati rakyat terhadap Chun Doo-Hwan yang berakibat pada
menurunnya kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan politik Chun
Doo-Hwan. Alasan kedua adalah Chun Doo-Hwan melakukan kudeta
berdarah yang menyebabkan kematian ratusan orang Korea. Tindakan
reprseif Chun dalam mengatasi demonstrasi di kota Kwangju misalnya,
telah menyebabkan rakyat Kwangju sangat tidak mendukung
pemerintahan republik kelima ini. Alasan yang ketiga adalah karena Chun
Doo-Hwan terlalu menitikberatkan kebijakan ekonomi dibandingkan
kebijakan bidang politik. Rakyat Korea sudah dimanjakan dengan
kebijakan ekonomi pada masa Park dan masa kepemimpinan Chun rakyat
Korea lebih menginginkan perbaikan dalam bidang politik ketimbang
ekonomi.9
Antipati rakyat Korea melawan Chun Doo-Hwan semakin
meningkat pada tahun 1986. Gerakan massa kembali dilakukan dalam
berbagai demonstrasi. Pada tahun 1987, dipimpin oleh partai oposisi,
Partai Demokratik Korea Baru (PDKB), gerakan massa dilakukan dengan
mengeluarkan tuntutan berupa pemilu berikutnya, presiden dapat dipilih
secara langsung oleh rakyat. Akan tetapi, Chun tetap bersikukuh dan
bahkan hendak mewariskan jabatan presiden pada kolega militernya, yaitu
Roh Tae Woo.
Tindakan Chun, jelas membuat suasana politik semakin keruh.
Demontrasi memuncak pada April 1987. Akhirnya, Roh Tae Woo lebih
memilih bersaing untuk pemilu secara langsung. Ia menuntut pemilu
langsung kepada Presiden Chun atau ia akan mundur dari Partai
Keadilan/Democratic Justice Party. Persetujuan pemrintahan Chun untuk
pemilu secara langsung menjadi tonggak sejarah baru bagi warga Korea
dalam berdemokrasi
H. Republik Keenam
Pada pemilu presiden secara langsung pertama kali pada tanggal 16
Desember 1987, Roh Tae Woo dari Partai Demokrat Keadilan (PDK)
berhasil mengungguli Kim Young-Sam dari PDR (Partai Demokrat
Republik), Kim Dae Jung dari Partai Damai Demokrat (PDD), dan Kim
Jong Pil dari Partai Demokratik Korea Baru (PDKB). Terpilihnya Roh Tae

9
Yang Seung-Yoon, Op. Cit., hlm. 201.-204
Woo untuk masa jabatan lima tahun—menurut UU yang baru—
merupakan pergantian kekuasaan secara damai untuk pertama kalinya
dalam sejarah Korea. Beberapa arti penting Republik Keenam adalah:
a. Pemerintahan memiliki sifat berkeadilan dan basis dukungan
rakyat yang kuat dikarenakan presiden dipilih secara langsung
oleh rakyat.
b. Kekuatan otonomi badan legislatif dan yudikatif diperkuat
sehingga tiap badan tersebut mulai terjadi keseimbangan (check
and balances).
c. Otonomi pemerintahan daerah mulai dihidupkan setelah tiga
dasawarsa tidak dilaksanbakan di Korea.
d. Kegiatan pers dan buruh dihidupkan kembali.
e. Peran militer dihapuskan dan pemerintahan sipil dikembangkan.
Pada akhir tahun 1990-an kecendrungan demokrasi mulai tumbuh
di Korea. Dalam pemiilihan presiden berikutnya, Kim Yong Sam terpilih
sebagai presiden Korea menandai dimulainya pemerintahan sipil yang
menggantikan supremasi militer. Reformasi politik Kim Yomg Sam
dimulai dengan penunjukan beberapa orang yang dianggap reformis untuk
menggantikan orang-orang lamayang masih berhubungan dengan
otoritanisme. Reformasi yang dilakukan Kim Yong Sam menyebabkan
perhatian dalam bidang ekonomi berkurang, tetapi dalam bidang politik
menjadi dewasa.
Pada 19998, Kim Dae Jung dilantik sebagai presiden Korea (1997-
2002). Salah satu kebijakn terpenting selama masa pemerintahannya, ialah
Kebijakan Sinar Matahari (Sunshine Policy) terkait hubungan dengan
Korea Utara. Oleh karena itu, Kim Dae Jung dikenal sebagai peletak dasar
bagi penyatuan Korea. Presiden yang berkuasa selanjutnya, ialah Roh Moo
Hyun (2003-2008), Lee Myung Bak (2008-2013), Park Gyeun Hee (2013-
2016), Hwang Kyo-Ahn (2016-2017)10, dan saat ini Moon Jae-In.

10
Ririn Darini, Sejarah Asia Timur Baru, Op. Cit., hlm. 77-79.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah selatan Korea masih belum mampu untuk menjalankan
pemerintahannya sendiri tanpa bantuan Amerika Serikat sehingga
Korea Selatan lebih Perpisahan itu juga memunculkan peperangan
pertama yang terjadi selama tahun 1950-1953 yang diakhiri dengan
gencatan senjata2. Karena gencatan senjata merupakan penyelesaian
militer dan bukan penyelesaian politik, maka perimbangan militer
antara kedua korea menjadi salah satu perimbangan militer yang paling

kritis hingga saat ini dan masih sering memunculkan ketegangan –

ketegangan antara kedua Negara.ejarah Korea Selatan secara resmi


dimulai ketika pembentukan negara Korea Selatan pada 15 Agustus
1948. Korea Selatan dalam perkembangannya diwarnai oleh
pemerintahan yang demokratis dan otokratis secara bergantian.
Republik pertama yangawalnya diklaim sebagai pemerintahan yang
demokratis lama kelamaan menjadi otokratishingga akhirnya jatuh
pada tahun 1960. Republik kedua yang benar-benar demokratis harus
dijatuhkan oleh rezim militer yang otokratis dalam waktu yang singkat.
Republik keenam merupakan pemerintahan yang stabil dan menganut
asas demokrasi liberal.
Korea Selatan merupakan negara republik. Seperti pada negara-
negara demokrasi lainnya,Korea Selatan membagi pemerintahannya
dalam tiga bagian: eksekutif, yudikatif danlegislatif. Lembaga
eksekutif dipegang oleh presiden yang dipilih berdasarkan hasil pemilu
untuk masa jabatan 5 tahun dan dibantu oleh Perdana Menteri yang
ditunjuk oleh presiden dengan persetujuan dewan perwakilan.Presiden
bertindak sebagai kepala negaradan Perdana Menteri sebagai kepala
pemerintahan.Lembaga legislatif dipegang oleh dewan perwakilan
yang menjabat selama 4 tahun.
Pelaksanaan sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau
berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini terbuka untuk umum
namun dapat berlangsung tertutup. Pengadilan konstitusional menjadi
lembaga tertinggi pemegang kekuasaan yudikatif yang terdiri atas
sembilan hakim. Hakim tersebut direkomendasikan oleh presiden dan
dewan perwakilan. Hakim akan menjabat selama enam tahun dan
usianya tidak boleh melebihi 65 tahun pada saat terpilih.
DAFTAR PUSTAKA
McCune, Shannon C, Physical Basis for Korean Boundaries, Far Eastern Quarterly (No.
5), 1946. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/32070
Ririn Darini, “Park Chung-Hee dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan”. Jurnal Mozaik,
Vol. V, No. 1, Januari 2010.
Ririn Darini, Sejarah Asia Timur Baru, Yogyakarta: UNY Press, 2018
Shin Hyong-Sik, An Easy Guide to Korean History, Seoul: The Association for
Overseas Korean Education Development Press, 2010.
Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga
Masa Kontemporer, Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2003.

Anda mungkin juga menyukai