Anda di halaman 1dari 26

PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN KULIT

DI KECAMATAN BANTUL TAHUN 1974 – 1998

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

Nana Deliawati / 17407141012

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
A. Latar Belakang

Industri menjadikan sumber daya manusia yang berkembang dan semakin

bersaing dalam mengaplikasikan inovasi-inovasi mereka. Industri kerajinan

tangan sebagai bahan sandang untuk kebutuhan pokok yang tidak dapat

dipisahkan dalam kelangsungan hidup manusia. Masyarakat Indonesia

menggunakan berbagai jenis bahan baku sandang antara lain serat tanaman, kulit

kayu, kulit binatang, dan lain-lain. 1

Bahan dari kulit binatang merupakan material tertua yang dimanfaatkan

manusia sejak zaman prasejarah untuk membuat pakaian dan tenda untuk

berteduh. Pembuatannya sangat sederhana dengan peralatan yang seadaanya.

Kulit binatang yang digunakan berasal dari hewan buruan mereka, biasanya pada

daerah bercuaca dingin manusia purba lebih suka menggunakan kulit binatang

sementara untuk daerah yang bercuaca panas menggunakan daun dan kulit kayu

sebagai penutup tubuhnya. 2

Kerajinan dari kulit hewan dengan adanya kemajuan zaman dan

berkembangnya teknologi sudah banyak menghasilkan berbagai macam

pelengkap kebutuhan hidup seperti pakaian dan fashion.3 Kerajinan berbahan

dasar dari kulit hewan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kerajinan kulit mentah

dan kerajinan kulit tersamak. Kerajinan kulit mentah atau istilah lainnya

perkamen merupakan kerajinan dari kulit hewan yang tidak melalui proses

1
Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan
sampai Banting Stir, (Bandung: ITB, 2000), hlm.1.
2
Mila Amalia, Seri Pintar Menjahit, (Surabaya: Genta Group Production,
2016), hlm 3.
3
Yohana hening Susilowati, Perkembangan Kerajinan Kulit Kotamadya
Yogyakarta, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 1989), hlm 2.
penyamakan atau kulit hanya dibersihkan bulunya, lalu dikeringkan dan siap

digunakan untuk dibuat kerajinan. Kerajinan kulit tersamak atau istilah lainya

leather merupakan kerajinan dari kulit hewan yang telah diolah sehingga

menghasilkan bahan kulit yang kuat, lentur dan tahan terhadap pembusukan. 4

Kerajinan kulit tersamak inilah yang akan menjadi fokus penelitian penulis

nantinya.

Industri kerajinan tangan berbahan dasar kulit tersebar diberbagai wilayah

Indonesia diantaranya Sidoarjo tepatnya di Tanggulangin, Bandung tepatnya di

Cibaduyut, Magetan, Daerah Istimewa Yogyakarta dan lain sebagainya. 5 Di

Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di Kabupaten Bantul, Kecamatan Bantul

ini terdapat sentra industri kulit yang cukup terkenal. Industri kerajinan kulit di

Bantul dipelopori oleh tiga orang pemuda yang bekerja di perusahaan kerajinan

kulit di Rotowijayan yang terletak sebelah barat keraton Yogyakarta. Setelah

sepuluh tahun lamanya mereka bekerja dan belajar di perusahaan kerajinan kulit

lalu mereka memutuskan untuk pulang dan memulai usaha kerajinan kulit seperti

yang sudah mereka pelajari selama bekerja di perusahaan kerajinan kulit di

Rotowijayan.6

Industri kerajinan kulit di Kabupaten Bantul dimulai pada tahun 1957 yang

dikerjakan di rumah masing-masing beserta para pemuda. Awalnya kerajinan kulit

4
Muljono Judoamidjojo, Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan,
(Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 20.
5
Tea Limostin dkk, Perkembangan Industri Kerajinan Kulit dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Di Kelurahan Selosari
Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan (Surakarta: UNS, 2012), hlm. 2.
6
Diklusari Isnarosi Norsita, Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra
Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul, (Bogor: IPB, 2012), hlm. 49.
yang mereka produksi hanya dijual ke pasar Beringharjo dengan hasil produk

berupa jaket, sepatu, sendal, dompet, tas, topi, sabuk, gantungan kunci serta

hiasan kulit lainnya. Pada akhir tahun 1950-an, industri kulit di Bantul sudah

menembus pasar internasional, mereka mengekspor berbagai kerajinan berbahan

dasar kulit ke luar negeri seperti ke negara Jepang, Inggris, Perancis, Amerika,

Arab Saudi, Singapura, Malaysia dan ke berbagai negara lainnya. 7

Sektor industri sebelum tahun 1966 dapat dikatakan tidak

menggembirakan, suasana ekonomi dan politik yang tidak menentu berpengaruh

pada pertumbuhan industri.8 Kebijakan pemerintah juga diarahkan kepada

meluasnya peranan cabang-cabang industri milik negara di awal tahun 1960-an.

Adanya kebijaksaan pembangunan ‘pintu terbuka’ yang memungkinkan barang-

barang impor masuk ke Indonesia dan terdapat pembangunan pabrik-pabrik.9

Timbulnya pabrik-pabrik yang memproduksi bahan dasar plastik dan juga

produk impor dari plastik yang umumnya memproduksi aneka tas berbahan dasar

plastik mempengaruhi penjualan dari kerajinan kulit yang menggunaknn bahan

baku dari kulit nabati/hewani. Produk dari plastik dapat diperoleh dengan harga

yang lebih terjangkau dibandingkan barang yang berasal dari kerajinan kulit

degan kualitas yang dihasilkan hampir sama. Keadaan ini mengubah keunggulan

7
Gagas Ulung, Go Tradisional: 100 Sanggar Seni, Artshop, Bengkel
Kerajinan Bertradisi di Jogja dan Solo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2002), hlm. 114.
8
R.Z. Leirissa, dkk, Sejarah Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Defit
Prima Karya, 1960, hlm. 102
9
Soeri Soeroto, “Sejarah Kerajinan di Indonesia”, dalam Prisma, (No. 8,
Agustus 1983), hlm.26.
kooperatif dari sistem perekonomian para pengrajin kulit sebelumnya. 10 Industri

plastik yang terdaftar di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk di Bantul untuk

tahun 1963 terdapat 1 perusahaan, di tahun 1964 terdapat 2 perusahaan,

selanjutnya untuk tahun 1965-1972 terdapat 1 perusahaan.11 Kehadiran industri

plastik menyebabkan kerajinan kulit yang ada di Kecamatan Bantul mengalami

kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Gambaran

keadaan perusahaan industri penyamakan kulit pada data yang terdaftar di Daerah

Istimewa Yogyakarta termasuk di daerah Bantul tahun 1966 tercatat 7 perusahaan,

tahun 1967-1968 sebanyak 8 perusahaan, tahun 1969-1970 sebanyak 5

perusahaan, tahun 1971 sebanyak 4 perusahaan dan tahun 1972 sebanyak 5

prusahaan.12 Industri kerajinan kulit dari tahun 1966 sampai tahun-tahun

berikutnya mengalami naik turunnya usaha. Akhirnya kerajinan kulit Bantul

sempat terhenti seiring dengan berjalannya waktu.13

Pada masa pemerintahan Orde Baru, prioritas yang utama adalah

pemulihan dan pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah orde baru membuat

kebijakan-kebijakan untuk memajukan perindustrian negara yang dituangkan

dalam bentuk pembangunan lima tahun atau pelita. Kebijakan tersebut

diantaranya memperbaiki dan memperluas infrastruktur untuk mendukung

pembangunan industri, mengembangkan industri untuk mengolah bahan baku

10
Boediono, “Ekonomi Orde Baru” dalam Anne Booth dan Petter
Mc.Cawly, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 17.
11
Biro Statistik DIY, Statistik Pemerintahan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 1972 Bagian III, (Yogyakarta: Biro Statistik DIY, 1973), hlm.
10.
12
Ibid, hlm. 3.
13
Soeri Soeroto, op. cit., hlm.26.
setengah jadi atau barang siap pakai. 14 Di tahun 1974 dengan adanya kebijakan

tersebut, industri kerajinan kulit Bantul mendapatkan harapan untuk bangkit

kembali. Proses bangkit kembali diprakarsai lewat kepedulian dari Dinas

Perindustrian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan diadakannya

pembinaan atau kursus kepada pengrajin kulit.15

Melemahnya pasar minyak internasional dan penurunan harga minyak

sejak akhir 1981 hingga 1986 menjadi hambatan bagi perekonomian Indonesia

sehingga pemerintah melakukan penyesuaian dalam kebijakan ekonomi untuk

tidak bergantung terhadap ekspor migas. 16 Tidak hanya sektor migas yang terkena

dampaknya, industri kerajinan kulit juga merasakan akibat dari krisis tersebut.

Naiknya bahan baku menyebabkan harga jual barang juga ikut naik untuk

mengimbangi biaya produksi. Terlihat untuk kenaikan harganya yang semula Rp.

700 per fit (25 cm persegi) naik menjadi Rp. 850 per fit dan diikuti kenaikan

bahan penunjang lainnya seperti lem, paku, retsluting, sampai obat penghalus

kulit.17 Kenaikan harga bahan baku kulit dan bahan penunjang kurang diimbangi

oleh peningkatan pemasaran produk dari kulit sehingga tersaingi dengan produk

imitasi.

14
R. Z. Leirissa, dkk, op cit, hlm. 105.
15
Pokdarwis, Perjalanan Kerajinan Kulit Manding Bantul, (Bantul:
Kelompok Sadar Wisata), hlm. 48.
16
Alin Halmatussadiah & Budy P.Resosudarmo, “Tingkat Ekstraksi
Optimal Minyak Bumi Indonesia: Aplikasi Model Optimasi Dinamik”, dalam
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Vol. V No. 01, 2004), hlm. 16.
17
Lesu, “Pasaran Kerajinan Kulit dari Manding Bantul”, Kedaulatan
Rakyat, (10 Oktober 1986).
Krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga 1998 yang melanda Indonesia

ditandai dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar mengakibatkan

kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga dan banyak perusahaan di Indonesia

bangkrut dan terpaksa memberhentikan para pekerjanya. 18 Industri kerajinan Kulit

di Kecamatan Bantul juga merasakan dampak dari krisis ekonomi tersebut

dikarenakan harga bahan baku untuk pembuatan kulit mengalami peningkatan.

Sebagian para pengrajin kulit yang tidak mampu bertahan terhadap kondisi,

akhirnya gulung tikar dan tidak memproduksi kerajinan kulit lagi.

Pengambilan pembatasan penelitian untuk tahun 1974 dikarenakan

industri kerajinan kulit di Kecamatan Bantul mulai bangkit dari keterpurukan

dengan mendapatkan perhatian oleh Dinas Perindustrian Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Kemudian penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

bagaimana kebijakan yang diberikan pemerintah tersebut dapat mempengaruhi

industri kerajinan kulit yang sempat berhenti kemudian memproduksi kembali.

Tentunya dengan adanya hal tersebut berpengaruh pada kesempatan kerja,

produkivitas dan pemasaran.

Industri di Bantul dalam proses perkembangannya, dengan dukungan

pembangunan industri seperti pabrik dan barang impor yang memproduksi bahan

dari plastik untuk memenuhi kebutuhan tersier, seperti produk tas dan sejenisnya

yang telah dijalankan sebelumnya dan adanya produk tiruan lainnya, apakah akan

tetap mempengaruhi pasang surut produktifitas dari industri kerajinan kulit yang

18
M.C. Ricklef, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 650.
ada di Kecamatan Bantul. Penelitian ini diakhiri tahun 1998 dikarenakan adanya

krisis ekonomi dan sekaligus mengakhiri masa orde baru.

Kecamatan Bantul dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan memiliki

potensi akan bermacam-macam kerajinan, salah satunya kerajinan kulit. Saat ini

masih banyak yang menjadikan industri kerajinan kulit di Kecamatan Bantul

sebagai mata pencaharian yang utama meskipun mengalami pasang surut dan

kendala yang dihadapi sangat beranekaragam. Para pengrajin selalu

mengembangkan kerajinan kulit dengan berbagai inovasi seiring berkembangnya

zaman tetapi tidak meninggalkan ciri khas mereka, yakni tatah timbul.

Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk dibahas lebih lanjut mengenai

keadaan pengrajin dalam melewati masa pasang surut industri kerajinan kulit dan

perkembangannya yang ada di wilayah Kecamatan Bantul untuk tahun 1974-

1998.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hambatan-hambatan yang mempengaruhi produktifitas Industri

kerajinan kulit di Kecamatan Bantul?

2. Bagaimana rivalitas antara kerajinan kulit dan produk tiruan yang

berkembang tahun 1974-1998?

3. Bagaimana dampak sosial dan ekonomi industri kerajinan kulit bagi

masyarakat Kecamatan Bantul?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

a. Sebagai sarana untuk menerapkan metode penelitian sejarah yang

didapatkan dalam perkuliahan.

b. Meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis, logis dan sistematis

dalam penelitian sejarah.

c. Menambah referensi mengenai sejarah industri kerajinan kulit.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hambatan-hambatan yang mempengaruhi produktifitas

Industri kerajinan kulit di Kecamatan Bantul.

b. Mengetahui rivalitas antara kerajinan kulit dan produk tiruan yang

berkembang tahun 1974-1998.

c. Mengetahui dampak sosial dan ekonomi industri kerajinan kulit bagi

masyarakat Kecamatan Bantul.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat antara lain:

1. Bagi pembaca

a. Mendapatkan pengetahuan mengenai hambatan-hambatan yang

mempengaruhi produktifitas Industri kerajinan kulit di Kecamatan

Bantul.

b. Mendapatkan pengetahuan mengenai rivalitas antara kerajinan kulit dan

produk tiruan yang berkembang tahun 1974-1998.


c. Mendapatkan pengetahuan mengenai dampak sosial dan ekonomi

industri kerajinan kulit bagi masyarakat Kecamatan Bantul.

2. Bagi Penulis

a. Melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis, logis dan

sistematis dalam penelitian sejarah.

b. Sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam melalukan penelitian

sejarah.

c. Dapat mempraktikan penulisan sejarah yang sudah dipelajari di bangku

kuliah.

E. Kajian Pustaka

Kajian Pustaka merupakan telaah tehadap pustaka atau literatur yang

menjadi landasan pemikiran dalam penelitian. 19 Kajian Pustaka bertujuan untuk

mencari kerangka pikir atau kerangka teori yang digunakan sebagai jawaban

sementara atas rumusan masalah yang diajukan. 20

Kajian pustaka pertama, yaitu buku karya Boediono yang berjudul

“Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah”. 21 Buku ini menjelaskan mengenai

dinamika perekonomian Indonesia yang dijelaskan dalam bentuk lintasan sejarah

sejak sistem ekonomi masa kolonial, paska kemerdekaan sampai kebangkitan dari

krisis keuangan masa reformasi. Bab yang secara khusus membahas mengenai

19
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah FIS UNY, 2013), hlm.6.
20
Ibid.
21
Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, (Bandung: Mizan,
2016).
keadaan industri berjudul “Pembangunan Ekonomi dan Rezeki Minyak 1969-

1981”. Perbaikan dan pembangunan ekonomi pemerintahan Orde Baru untuk

jangka menengah dan panjang secara sistematis dalam suatu rancangan yang

diwadahi oleh Rencana Pembangunan lima Tahun (REPELITA).

Kegiatan dalam perencanaan pembangunan ini berfokus kepada

pembangunan dan perluasan infrastruktur dasar, melakukan pembenahan aturan-

aturan yang menghambat kegiatan ekonomi serta pembangunan industrialisasi.

Pembangunan industri ini nantinya akan memberi kesempatan kepada industri

kerajinan kulit di Kecamatan Bantul yang sempat berhenti untuk kemudian

memulai kembali usahanya di tahun 1974.

Kerangka pikirnya yaitu dimasa 1950-an dan awal 1960-an merupaan

keadaan ekonomi yang terus menurun dan terjadi stagnasi, mengalami inflasi, dan

terjadinya tragedi nasional berupa peristiwa G30S/PKI yang meninggalkan luka

mendalam bagi segenap bangsa Indonesia. Adanya kejadian tersebut membuat

pemerintahan selanjutnya berupaya membangun kembali keadaan ekonomi negara

lewat kebijakan yang dijalankan.

Kajian Pustaka kedua, yaitu buku karya Gagas Ulung yang berjudul “Go

Tradisional: 100 Sanggar Seni, Artshop, Bengkel Kerajinan Bertradisi di Jogja

dan Solo”.22 Dalam buku ini dijelaskan mengenai tempat – tempat yang bertradisi

di daerah vorstenlanden, yakni di daerah Solo dan Yogyakarta antara lain, sentra

produksi kerajinan seperti sentra kain batik, gerabah, kayu, logam, kulit dan bahan

22
Gagas Ulung, Go Tradisional: 100 Sanggar Seni, Artshop, Bengkel
Kerajinan Bertradisi di Jogja dan Solo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2002), hlm. 114 – 115.
alam lainnya. Di Kecamatan Bantul yang memiliki sentra kerajinan kulit

dijelaskan mengenai sejarah awal usaha kerajinan dan sebagai salah satu tempat

kerajinan bertradisi dengan ciri khasnya tatah timbul. Dalam perkembangan

penjualan kerajinan kulit ini sudah sampai ke luar negeri dan mendapat bantuan

alat, permodalan, serta penataan managemen dari JICA Jepang dan PT. Taspen

Jogja untuk mendukung kerajinan kulit menjadi lebih baik.

Kerangka pikirnya adalah industri kerajinan kulit merupakan sentra

kerajinan di Kecamata Bantul yang menjadi tujuan utama wisatawan yang ingin

membeli produk dari kulit. Beragam upaya dilakukan berbagai pihak agar

kerajinan kulit ini dapat terus berjalan sebagai tujuan wisata berbelanja yang

potensial serta tempat mencari nafkah bagi para pengrajin kulit.

Kajian pustaka ketiga, yaitu buku karya Pokdarwis yang berjudul

“Perjalanan Kerajinan Kulit Manding Bantul”. 23 Dijelaskan bahwa perjalanan

kerajinan kulit ini banyak mengalami kendala, seperti pernah mengalami kolep

dengan kedatangan aneka produk plastik di tahun 1962, banyaknya pendatang

atau warga asing yang menyewa tanah penduduk setempat untuk produksi

kerajinan kulit, adanya krisis moneter tahun 1986, pengaruh pasar global dan

krisis ekonomi tahun 1997-1998. Berbagai kendala tersebut nyatanya dapat sedikit

teratasi dengan mengadakan program kerja desa, koperasi, dan mengembngkan

desain dan pembuatan showroom-showroom di tepi jalan di desa Manding,

Kecamatan Bantul.

23
Pokdarwis, Perjalanan Kerajinan Kulit Manding Bantul, (Bantul:
Kelompok Sadar Wisata).
Kerangka pikirnya adalah adanya keterbukaan dengan dunia luar akan

memudahkan proses masuknya modal atau investasi swasta, teknologi, dan

adanya pembaharuan-pembaharuan pemikiran. Hal ini yang harus diperhatikan

terhadap pengrajin kerajinan kulit dengan memanfaatkan situasi untuk mendapat

peluang semaksimal mungkin terhadap keberlangsungan kerajinan kulit.

F. Historiografi yang Relevan

Historiografi yang relevan merupakan road map dalam penelitian

selanjutnya. Hasil perbanding antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian

terbaru dapat menunjukan keaslian penelitian yang akan diteliti. 24 Adapun

hisoriografi relevan yang digunakan sebagai berikut:

Historiografi yang pertama adalah Laporan Penelitian Yohana Hening

Susilowati “Perkembangan Kerajinan Kulit Kotamadya Yogyakarta”. 25

Historiografi pertama ini menjelaskan awal hadirnya perusahaan-perusahaan kulit,

proses produksi, perkembangan desain barang dan pemasaran barang hasil dari

kerajinan kulit.

Hasil dari historiografi ini menjelaskan perkembangan proses pengerjaan

kerajinan kulit tersamak dari tahun ke tahun tetap sama yaitu, masih

mempertahankan cara tradisional. Lalu, dalam mengolah desain berkembang

seiring beragamnya permintaan pasar. Historiografi ini lebih menitik beratkan

pada perkembangan desain dan perkembangan pemasaran kerajinan kulit yang ada

24
Tim Prodi Ilmu Sejarah, log. cit.
25
Yohana Hening Susilowati, Perkembangan Kerajinan Kulit Kotamadya
Yogyakarta, Laporan Penelitian, (Yogyakarta: ISI, 1989).
di kotamadya Yogyakarta. Dijelaskan bahwa besar kecilnya permintaan

bergantung pada proses desain dan pemasaran yang dilakukan pengrajin kulit.

Perbedaan Historiografi pertama dengan penelitian yang akan diteliti

mengenai cakupan tempat yang berfokus ke Kecamatan Bantul. Selain itu,

dijelaskan proses perkembangan naik dan turunnya keadaan industri kerajinan

kulit di Kecamatan Bantul pada tahun 1974-1998 tidak hanya berpengaruh pada

proses desain dan pemasaran tetapi juga ada hasil dari campur tangan pemerintah

Orde Baru lewat kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk perbaikan ekonomi

yang lebih baik.

Historiografi yang kedua Tugas Akhir Sri Husni Bariroh “Peranan Usaha

Kerajinan Kulit Dalam Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Petani di

Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul Yogyakarta”.26 Historiografi kedua

menjelaskan peranan industri kulit dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat di

Kecamatan Bantul dibandingkan dengan industri yang lainnya. Di Kecamatan

Bantul kebanyakan tenaga kerja industri adalah para petani yang merangkap

sebagai pelaku industri. Hasil dari historiografi ini yaitu, dari tahun ke tahun

struktur perekonomian masyarakat di Kabupaten Bantul mengalami pergeseran

dengan indikasi semakin berkuragnya sektor pertanian dan berkembang peran

sektor lain khususnya industri dan perdagangan. Home industri terbanyak yang

berkembang ada anyaman bambu (60,2%), kerajinan batu bata dan genteng

26
Sri Husni Bariroh, Peranan Usaha Kerajinan Kulit Dalam
Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bantul
Kabupaten Bantul Yogyakarta, (Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta, 1997).
(18,5%) serta kerajinan kulit (10,8%).27 Keberadaan indusri kerajinan kulit cukup

dominan dalam membantu memperbaiki perekonomian penduduk di Kecamatan

Bantul.

Perbedaan historiografi kedua dengan peneliti ini yaitu lebih berfokus

pada perkembangan industri kerajinan kulit sebagai sektor penting tapi juga

dijelaskan keadaan para pengrajin terhadap perkembangan pabrik yang

memproduksi produk yang sama dengan bahan baku yang berbeda yang kemudian

akan mempengauhi perkembagan usaha dari kerjinan kulit.

Historiografi yang ketiga dari Zulkifli”Studi Tentang Perkembangan

Kerajinan Kulit di Manding”. 28 Dalam tugas akhir tersebut dijelaskan prosedur

perkembangan kerajinan kulit di Manding Bantul mulai dari tahun 1952 hingga

1987. Dalam historiografi tersebut lebih berfokus pada perkembangan tehnik yang

digunakan dalam memproduksi kerajinan kulit, seperti tehnik ukiran dan drek,

tehnik batik dan juga perkembangan tehnik yang menggunakan warna fikmen.

Perbedaan historiografi ketiga dengan penelitian ini yaitu mengenai

perkembangan kerajinan kulit yang tidak hanya membahas perkembangan tehnik

saja tetapi juga sejarah kebangkitan kembali kerajinan kulit yang sempat terhenti,

naik dan turunnya keadaan dan dampak ekonomi dan sosial yang berpengaruh

terhadap jalannya industri kerajinan kulit yang ada di Kecamatan Bantul.

G. Metode Penelitian

27
Ibid., hlm. 47.
28
Zulkifli, Studi Tentang Kerajinan Kulit di Manding, Tugas Akhir,
(Yogyakarta: ISI, 1989).
Metode penelitian sejarah merupakan seperangkat aturan dan prinsip

dalam penelitian sejarah yang sistematis dan berperan dalam pengumpulan

sumber-sumber sejarah, selanjutnya dinilai secara kritis kemudian menjadi

sintesis berupa hasil yang telah dicapai agar dapat disajikan dalam bentuk tulisan

sejarah. Metode sejarah dibagi menjadi empat kelompok kegiatan meliputi

heuristik, kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan Histoiografi. 29

1. Heuristik

Heuristik merupakan kegiatan mencari dan menemukan sumber yang

diperlukan dalam penelitian. Dalam pencarian sumber, penulis harus mempunyai

ketrampilan dan wawasan agar berhasil memperoleh sumber yang akan digunakan

sebagai bahan penelitian. Berdasarkan bentuk penyajiannya sumber-sumber

sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar dan lain-

lain. 30 Pengumpulan sumber penelitian ini, penulis melakukan pencarian di

berbagai lokasi antara lain seperti BPAD DIY, Perpustakaan Kota Yogyakarta,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sentra Kerajinan Kulit di Bantul,

Perpustakaan Kolese St. Ignatius Kolsani, Perpustakaan Pusat UNY, Perpustakaan

Kependudukan UGM, Perpustakaan Pedesaan UGM, Grahatama Pustaka, Badan

Pusat Statistik Yogyakarta, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten

Magetan. Sumber sejarah dapat dibedakan menjadi dua yakni sumber primer dan

sumber sekunder.

a. Sumber Primer

29
A.Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012),
hlm. 27-28
30
Dyah Kumalasari, Metode Penelitian Sejarah. (Yogyakarta: UNY), hlm.
2.
Sumber primer merupakan sumber yang dibuat pada waktu atau

setelah peristiwa terjadi. Pada umumnya sumber primer berupa arsip,

catatan perjalanan, serta hasil sidang. 31 Sumber primer juga dapat diartikan

sebagai seseorang yang menyaksikan, mendengar dan mengalami sebuah

peristiwa atau kejadian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber

primer antara lain:

Arsip Biro Umum, Permohonan Tanah Untuk Pembangunan Bengkel


Pembinaan Dan Pengembangan Industry Kerajinan Kulit Di
Manding, Bantul tahun 1979. Yogyakarta: DPAD DIY.

Arsip Biro Umum, Data Industri /Kerajinan Kulit Tahun 1976.


Yogyakarta: DPAD DIY.

Arsip Biro Umum, Pelaksanaan Program Bimbingan dan Penyuluhan


Bagi Perusahaan Industri Kecil Dalam Wilayah Kabupaten Bantul
tahun 1975. Yogyakarta: DPAD DIY.

Badan Pusat Statistik, Bantul Dalam Angka 1991 dan 1993.

Biro Statistik DIY, Statistik Pemerintahan Daerah Daerah Istimewa


Yogyakarta Tahun 1972 Bagian III, Yogyakarta: Biro Statistik
DIY, 1973.

Lesu, Pasaran Kerajinan Kulit dari Manding Bantul, Kedaulatan Rakyat,


10 Oktober 1986.

“Manding, Dusun Kerajinan Kulit (1) Pemasaran Produksi Kulit Tersaingi


Barang Imitasi”, Kedaulatan Rakyat, 11 November 1986.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan sebuah karya tulis yang waktu

pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa, dapat berupa laporan

31
Abd Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu
Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 44.
penelitian, jurnal, buku atau bentuk lainnya 32. Dalam penelitian ini penlis

menggunakan sumber sekunder antara lain:

Bisuk Siahaan, Industrialisasi Di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan


Sampai Banting Stir, Bandung: ITB Press, 2000.

Ricklef, M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004, Jakarta: PT


Serambi Ilmu Semesta, 2005.

Pokdarwis, Perjalanan Kerajinan Kulit Manding Bantul, Bantul:


Kelompok Sadar Wisata.

Leirissa, R. Z dkk, Sejarah Perekonomian Indonesia, Jakarta: Defit Prima


Karya, 1996.
Wawancara dengan Pemilik Industri Kerajinan Kulit di Kecamatan Bantul.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahapan setelah mengumpulkan sumber sejarah

untuk diuji keautentikan dan kredibilitasnya. Semua sumber yang berhasil

dikumpulkan akan diverifikasi terlebih dahulu, terutama pengkritikan terhadap

kedua aspek, yaitu keautentikan (keaslian sumber) dan kredibilitas (tingkat

kebenaran informasi) sumber sejarah. 33 Kritik sumber dibagi menjadi dua yaitu

kritik eksternal dan internal.

a. Kritik Eksternal

Kritik Eksternal merupakan cara penulis untuk menentukan keaslian suatu

sumber yang didapatkan, penulis juga melakukan kritik terhadap sumber tersebut

dengan cara melihat dari aspek fisik untuk menilai keaslian sumber, seperti halnya

32
Ibid, hlm. 44.
33
Kuntowijoyo, Pengantar llmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2013), hlm 45.
dengan cara melihat jenis kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, kalimat, ungkapan,

huruf dan semua penampilan luarnya untuk mengetahui autentisitas sumber. 34

b. Kritik Internal

Kritik internal merupakan cara penulis untuk menentukan keaslian sumber

yang didapatkan dengan cara melihat dari isi sumber sejarah secara kredibilitas,

terpercaya atau tidak dengan membandingkan sumber yang satu dan yang lainnya.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah upaya penafsiran atas fakta – fakta sejarah dalam

kerangka rekonstruksi realitas masa lampau yang dapat memberikan relasi antar

fakta – fakta. Fakta sejarah yang telah diperoleh harus disusun terlebih dahulu

kemudian digabungkan agar membentuk cerita sejarah, selanjutnya dicari

keterkaitan antara fakta satu dengan fakta yang lainnya. Interpretasi sendiri dibagi

menjadi dua yaitu, analisis yang berarti menguraikan dan sintesis yang berarti

menyatukan. 35

4. Historiografi

Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan suatu cara untuk

memahami sejarah. Ketika penulisan memasuki tahap menulis, maka ia

mengerahkan seluruh daya pikirnya, bukan saja ketrampilan teknis penggunaan

kutipan dan catatan, tetapi penggunaan pikiran kritis dan analisisnya karena pada

akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya dalam

34
Ibid, hlm. 77.
35
Kuntwijoyo, op cit, hlm. 36
suatu penulisan yang disebut historiografi. 36 Dalam penelitian ini akan diperoleh

penulisan sejarah yang berjudul “Perkembangan Industri Kerajinankulit Di Bantul

Tahun 1974 -1998”

H. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian digunakan untuk memberi arah dalam menganalisis

suatu permasalahan dengan menggunakan teori khusus untuk menyelesaikan

masalah tertentu. Peneliti menggunakan beberapa pendekatan diantaranya

pendekatan sosiologi dan pendekatan ekonomi untuk mengungkap kondisi dan

perubahan dalam perkembangan yang terjadi kepada pengrajin kulit di Kecamatan

Bantul tahun 1974-1998.

1. Pendekatan sosiologi

Sosiologi atau ilmu yang mempelajari tentang perilaku masyarakat

termasuk salah satu dari ilmu pengetahuan kemasyarakatan (sosial sciences). Ilmu

pengetahuan kemasyarakatan mempelajari kehidupan manusia dengan manusia,

manusia dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok, yakni tentang

kehidupan sosial atau pergaulan hidup.37 Teori yang digunakan yaitu, teori

perubahan sosial dari Samuel Koening. Beliau menjelaskan bahwa perubahan

sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola

36
Helius Syamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012),
hlm. 121.
37
Selo Soemardjan & Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hlm 13.
kehidupan manusia. Modifikasi-modifiksi tersebut terjadi karena sebab-sebab

yang berasal dari dalam (intern) atau sebab-sebab dari luar (ekstrn).38

Teori ini digunakan untuk menjelaskan masalah mengenai perubahan yang

terjadi dalam masyarakat itu sendiri berkaitan dengan mata pencaharian yang

semula bertani berubah menjadi industri dan juga adanya perkembangan tehknik

yang digunakan dalam membuat kerajinan kulit seiring berkembangnya teknologi.

2. Pendekatan Ekonomi

Ekonomi adalah kegiatan seseorang, masyarakat atau suatu perusahaan

untuk memperoduksi barang dan jasa maupun dalam hal menggunakan barang

dan jasa tersebut.39 Kegiatan perekonomian tentunya sering mengalami pasang

surut dan sudah menjadi karateristik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti psikologi, optimisme dan pesimisme pelaku ekonomi baik sektor swasta,

sektor rumah tangga, sektor pemerintah maupun sektor luar negeri. 40

Teori yang digunakan yaitu, “teori siklus usaha rill (real business cycle

theory)” dari Edward Prescott. Teori ini menjelaskan bahwa fluktuasi ekonomi

(naik turun harga) terjadi karena adanya respon terhadap perubahan teknologi

produksi dan sumber lainnya seperti gangguan dari luar negeri, atau bencana-

bencana alam terhadap suatu siklus usaha.41

38
Isjoni Ishaq, Masyarakat dan Perubahan Sosial, (Pekan Baru: Unri
Press, 2002), hlm. 12.
39
Aldila Septiana, Pengantar Ilmu Ekonomi: Dasar – dasar Ekonomi
Mikro & Ekonomi Makro, (Yogyakarta: Duta Media Publishing, 2016), hlm. 1.
40
Taufik Abdullah, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2003), hlm. 236.
41
Frederic S. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan,
(Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 290.
Teori ini digunakan untuk menjawab keadaan perekonomian industri

kerajinan kulit di Kecamatan Bantul yang tidak stabil dan selalu mengalami

pasang surut bahkan hingga sampai gulung tikar karena adanya krisis dan tidak

mampu bersaing dengan harga yang ditawarkan produk sejenis.

I. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan penelitian skripsi yang berjudul “Perkembangan Industri

Kerajinan Kulit di Bantul Tahun 1974 – 1998” terdiri dari lima bab pembahasan

dengan sistemtika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kajian Pustaka, historiografi yang relevan, metode penelitian,

pendekatan penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II KONDISI UMUM KECAMATAN BANTUL

Bab kedua menjelaskan mengenai kondisi umum Kecamatan Bantul yang

meliputi kondisi geografis, demografi, kondisi sosial-ekonomi masyarakat

Kabupaten Bantul dan menjelaskan mengenai kondisi industri kerajinan kulit di

Kecamatan Bantul sebelum tahun 1974.

BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN KULIT di

KECAMATAN BANTUL TAHUN 1974-1998

Bab III menjelaskan mengenai perkembangan industri kerajinan kulit di

Kecamatan Bantul tahun 1974-1998. Dalam perkembangan industri kerajinan

kulit akan dijelaskan lebih lanjut tentang proses produksi serta perkembangan
bentuk kerajinan kulit, perkembangan koperasi dan rivalitas kerajinan kulit

dengan produk tiruan yang mulai berkembang.

BAB IV DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI INDUSTRI KERAJINAN

KULIT BAGI MASYARAKAT BANTUL

Bab IV menjelaskan mengenai Dampak yang ditimbulkan dengan adanya

industri kerajinan Kulit di Bantul meliputi dampak sosial dan dampak ekonomi.

BAB V KESIMPULAN

Bab V merupakan inti dari penulisan pada permasalahan yang dijelaskan

dalam bab sebelumnya mengenai “Perkembangan Industri Kerajinan Kulit di

kecamatan Bantul Tahun 1974 – 1998”.

DAFTAR PUSTAKA

Arsip:

Arsip Biro Umum, Permohonan Tanah Untuk Pembangunan Bengkel Pembinaan


Dan Pengembangan Industry Kerajinan Kulit Di Manding, Bantul tahun
1979. Yogyakarta: DPAD DIY.

Arsip Biro Umum, Data Industri / Kerajinan Kulit Tahun 1976. Yogyakarta:
DPAD
DIY.

Arsip Biro Umum, Pelaksanaan Program Bimbingan dan Penyuluhan Bagi


Perusahaan Industri Kecil Dalam Wilayah Kabupaten Bantul tahun 1975.
Yogyakarta: DPAD DIY.

Badan Pusat Statistik. Bantul dalam angka 1991.

Badan Pusat Statistik, Bantul Dalam Angka 1993.

Biro Statistik DIY, Statistik Pemerintahan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta


Tahun 1972 Bagian III, Yogyakarta: Biro Statistik DIY, 1973.

“Lesu, Pasaran Kerajinan Kulit dari Manding Bantul”, Kedaulatan Rakyat, 10


Oktober 1986.
“Manding, Dusun Kerajinan Kulit (1) Pemasaran Produksi Kulit Tersaingi Barang
Imitasi”, Kedaulatan Rakyat, 11 November 1986.

“Manding, Dusun Kerajinan Kulit Koperasi Eka Kapti yang Macet Dulu
Mengangkat Dusun Manding Kini Kehadirannya Diperlukan”, Kedaulatan
Rakyat, 12 November 1986.

Buku – Buku:

AbdRahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah,


Yogyakarta: Ombak, 2008.

Aldila Septiana, Pengantar Ilmu Ekonomi: Dasar – dasar Ekonomi Mikro &
Ekonomi Makro, Yogyakarta: Duta Media Publishing, 2016.

Basuki Agus S, Reformasi dan Jatuhnya Soeharto, Jakarta: Kompas Media


Nusantara, 2012.

Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan Sampai


Banting Stir, Bandung: ITB, 2000.

Boediono, “Ekonomi Orde Baru” dalam Anne Booth dan Petter Mc. Cawly,
Jakarta: LP3ES, 1985.

_______, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Bandung: Mizan, 2016.

Daliman, A, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2012.

Diklusari Isnarosi Norsita, Strategi Bersaing Industri Kulit di Sentra Industri


Kulit Manding Kabupaten Bantul, Bogor: IPB, 2012.

Gagas Ulung, Go Tradisional: 100 Sanggar Seni, Artshop, Bengkel Kerajinan


Bertradisi di Jogja dan Solo, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Hill, Hal, Ekonomi Indonesia (Edisi Kedua), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001.

Helius Syamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2012.

Isjoni Ishaq, Masyarakat dan Perubahan Sosial, Pekan Baru, Unri Press, 2002.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Leirissa, R. Z dkk, Sejarah Perekonomian Indonesia, Jakarta: Defit Prima Karya,


1996.
Mila Amalia, Seri Pintar Menjahit, Surabaya: Genta Group Production, 2016.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2007.

Muljono Judoamidjojo, Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan, Bandung:


Angkasa, 1980.

Pokdarwis, Perjalanan Kerajinan Kulit Manding Bantul, Bantul: Kelompok Sadar


Wisata.

Ricklef, M. C, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2005.

Selo Soemardjan & Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta:


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964.

Sri Indah Nikensari, Ekonomi Industri: Teori dan Kebijakan, Yogyakarta:


Samudra Biru, 2018.

Taufik Abdullah, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2003.

Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah FIS UNY, 2013.

Yudi Rusfiana & Ismail Nurdin, Dinamika Politik Kontemporer: Internasional


dan Lokal Dengan Hambatan dan Tantangan Dalam Pencapaiannya,
Bandung: Alfabeta, 2017.

Skripsi / Tesis:

Diklusari Isnarosi Norsita, “Strategi Bersaing Industry Kulit Di Sentra Industri


Kulit Manding Kabupaten Bantul”, Tesis, Bogor: IPB, 2012.

Salma Nusiana, “Sejarah Kerajinan Kulit di Kelurahan Sonorejo Kecamatan


Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun 1970 – 2016”, Skripsi,
Yogyakarta: UIN, 2019.
Sri Husni Bariroh, “Peranan Usaha Kerajinan Kulit Dalam Meningkatkan
Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bantul Kabupaten
Bantul”, Skripsi, Yogyakarta: APMD, 1997.

Zulkifli, “Studi Tentang Kerajinan Kulit Manding”, Tugas Akhir, Yogyakarta: ISI,
1998.

Jurnal:
Alin Halmatussadiah & Budy P. Resosudarmo, “Tingkat Ekstraksi Optimal
Minyak Bumi Indonesia: Aplikasi Model Optimasi Dinamik”, dalam
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. V No. 01, 2004.

Dyah Kumalasari, Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: UNY.

Soeri Soeroto, “Sejarah Kerajinan di Indonesia”, dalam Prisma, No. 8 Agustus


1983.

Tea Limostin dkk, “Perkembangan Industri Kerajinan Kulit dan Pengaruhnya


Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Di Kelurahan Selosari Kecamatan
Magetan Kabupaten Magetan”, dalam Jurnal, Surakarta: UNS, 2012.

Uni Sagena, “Pergerakan Mdel Pembangunan Ekonomi Development State


Jepang”, dalam Jurnal Sosial-Politik, Vol. 6, No. 12, 2005.

Yohana hening Susilowati, Perkembangan Kerajinan Kulit Kotamadya


Yogyakarta, Yogyakarta: Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 1989.

Anda mungkin juga menyukai