Anda di halaman 1dari 17

ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL DAN ADENOID

Pendahuluan

Banyak masalah kesehatan yang sering diakibatkan oleh penyakit Tonsil

dan Adenoid terutama pada anak-anak. Keluhan yang sering muncul adalah sore

throat, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga. Meskipun operasi tonsil

dan adenoid punya kecenderungan menurun, tetapi operasi ini masih menjadi

prosedur operasi mayor dalam penatalaksanaan di Amerika Serikat.

Sebagai Ahli THT, maka diperlukan pengetahuan yang baik dalam

anatomi, phisiologi, gambaran klinik, terapi non bedah dan terapi bedah yang

memerlukan seleksi pasien yang tepat dalam indikasi perlu tidaknya dilakukan

tonsilektomi dan adenoidektomi. Ahli THT-KL diperlukan perhatian yang serius

dalam managemen operasi (preoperasi, intra operasi, post operasi) dan strategi

dalam mempercepat kesembuhan dan mengurangi komplikasi.

Infeksi kronik dan kambuhan dan obstruksi hyperplasi adalah akibat yang

sering disebabkan oleh infeksi tonsil dan adenoid pada pasien anak-anak.

Kejadian gangguan nafas saat tidur, OSAS dan sindrom pernafasan atas adalah

berhubungan dengan pemeriksaan fisik, psycologis dan gangguan kognitif baik

pada anak-anak maupun dewasa. Kejadian peritonsiler abses (PTA) akibat infeksi

tonsil masih perlu didiskusikan lebih dalam. Infeski yang jarang (misal

mykobakteria), proses neoplastik (umumnya lymphoma), penyakit

lymphoproliferatif akibat transplantasi organ dan penyakit tonsil lingual adalah

masih memerlukan diskusi lebih lanjut. 1

1
ANATOMI

Tonsil Palatina, tonsil pharingeal ( adenoid ) dan tonsil lingual merupakan

cincin Waldeyers dan kesemuanya merupakan sistem Mukosa – Asssosiated

Lymphoid Tissue (MALT), merupakan mekanisme pertahanan tubuh pertama

dalam melindung saluran nafas bagian bawah dan traktus gastrointestinal. 1

Adenoid

Adenoid merupakan jaringan limpoid yang terletak di fossa nasopharing

(gambar 1). Nasopharing berperan dalam udara pernafasan dan sekresi sinonasal

yang akan dialirkan dari kavum nasi ke dalam oropharing, membantu bicara, dan

drainase dari tuba eustachii/telinga tengah/ komplek mastoid.

Perkembangan adenoid terjadi pada waktu 3 – 7 bulan masa embriologis

dan akan berkolonisasi dengan bakteri pada minggu pertama setelah lahir.

Pembesaran adenoid pada anak dan dewasa muda terjadi sebagai respon terhadap

antigen baik oleh virus, bakteri, alergen, makanan, dan iritasi lingkungan. Adenoid

akan mengalami regresi pada pubertas awal.

2
Gambar 1

Gambar 1 :
Adenoid terletak di dinding
posterior dari nasopharing.
Sinus paranasal terletak di
depannya dan tuba eustachii –
telinga tengah komplek mastoid
terletak di sebelah lateral
dengan drainasenya ke fossa
yang berhubungan dengan
hidung ke nasopharing.
Adenoid dapat tumbuh ke
posterior choanae dan kavum
nasi posterior.

Tonsil berada di dinding lateral


dari oropharing dan
menyeberang ke lateral dari
palatum mole ke arah basis
lidah.

Struktur anatomi antara adenoid dan nasopharing memberikan implikasi

terhadap timbulnya penyakit pada tuba wustachii-telinga tengah komplek karena

letaknya disebelah lateral, dan ke depan akan menyebabkan penyakit pada hidung,

sinus paranasal, maxilla dan mandibula. Obstruksi tuba eustachii akibat inflamasi

adenoid akan menyebabkan penyakit pada telinga tengah. Pembesaran adenoid

dan infeksi kronik pada dewasa muda juga memberikan implikasi pada sinusitis

kronik dan rekuren seperti seperti halnya rhinitis allergi.

Adenoid hipertropi akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut yang

persisten, perubahan otot-otot vektor yang akan menyebabkan pertumbuhan dari

midfasial yang kurang sempurna, berakibat palatum dan nasopharing menjadi

berdekatan dan posisi mandibula yang abnormal yang disebut adenoid face yang

3
ditandai hidung kecil, gigi incisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi

sehingga timbul kesan seperti orang bodoh. Akibat lain adalah faringitis dan

bronkhitis, gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga timbul

sinusitis kronik. 1,2

Tabel 1 : perbedaan anatomi dan phisiologi antara adenoid dan tonsil normal

Adenoid Tonsil
Lokasi Dinding posterior nasopharing, Dinding lateral oropharing,
anatomi mungkin dapat menyeberang ke kadang-kadang
posterior choanae menyeberang ke
nasopharing atau
hipopharing
Makroskopis Bentukinya triangular, Umumnya berbentuk
invaginasi dari deep folds, ovoid, kadang berlobus,
kripte sedikit invaginasi dengan 20 – 30
kripte bercabang
Mikroskopis Terdiri atas tiga epithelium : Proses antigen khusus (Ag)
1. Pseudostratified bersilia No afferent limphatics
2. Kolumner
3. Squamous
4. Antigen transtional (Ag)
5. No afferent lymphatics
Fisiologis Mucociliar clearence Antigen prosesing
Antigen prosesing Immune surveilance
Immune surveilance

Vaskularisasi adenoid oleh cabang pharingeal dari a carotis eksterna, dan

beberapa cabang dari a facial dan maxillari interna. Persarafan sensoris adenoid

4
dari n vagus dan glossopharyngeal. Karena itu refred pain adenoid (seperti halnya

tonsil) akan dirasakan baik di telinga maupun tenggorok.

Adenoid mempunyai tiga bentuk jenis epitelnya yaitu : epitel kolumner

pseudostratified bersilia, epitel squamous stratified, dan epitel trantitional. Infeksi

kronik atau pembesaran adenoid lebih sering terjadi pada epitel squamous (aktif

pada proses antigen), menurun pada epitel traktus respiratorius (aktif dalam

mukosiliar clearence) dan meningkat pada interfolikuler yang berhubungan

dengan jaringan fibrosis. Keadaan yang menetap dari sekresi sinonasal dan

obstruksi nasopharing akan berakibat meningkatnya rangsangan paparan antigen ,

sehingga menyebabkan inflamasi kronik dan berkurangnya fungsi adenoid.

Tonsil

Tonsil faucial atau palatina adalah massa yang terletak di dinding lateral

dari oropharing (gambar 1 dan gambar 2). Tonsil biasanya terbatas di oropharing,

dengan pertumbuhan yang eksesif tonsil dapat menyeberang ke dalam

nasopharing, seperti pada kasus Velopharyngeal Insufficiency (VPI) dan nasal

obstruksi. Kejadian yang sering terjadi adalah pertumbuhan tonsil ke arah

posterior jalan nafas antara basis lidah dan dinding pharingeal posterior, yang

berakibat obstruksi saat tidur dan gangguan pernafasan.

Hyperplasia tonsil bisa menyebabkan posisi lidah yang abnormal, a

tongue-trust habit, aberrant, spech patterns dan berpengaruh terhadap

pertumbuhan orofacial dan craniofacial. Sama halnya dengan adenoid ada

hubungan antara volume oropharing, ukuran tonsil dan etiologi dari obstruksi

5
saluran nafas atas adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hyperplasia

tonsil, variasi anatomi dan faktor genetik.

Gambar 2 :
Meskipun tonsil umumnya berada di oropharing, tonsil mungkin bilobus
dengan dengan ekstensi ke hipopharing atau ke dalam nasopharing. Ekstensi ke
inferior sampai pada ruang saluran nafas posterior dapat dilihat ketika
mempunyai riwayat obstruksi dengan gambaran tonsil yang nampaknya normal
pada pemeriksaan intraoral.
Fossa tonsil di batasi oleh arkus pharing anterior (m palatoglossus) dan

arkus pharing posterior (m palatopharyngeus) dan batas lateralnya adalah m.

Constriktor superior. Batas atas disebut kutub atas (upper pole) dan terdapat suatu

ruang kecil yang disebut fossa supra tonsil yang berisi jaringan ikat jarang dan

biasanya merupakan tempat nanah bila abses pecah. Pilar anterior mempunyai

bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole berakhir di sisi

lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum

mole, tuba eustachii dan dasar tengkorak dan ke bawah meluas hingga dinding

lateral esophagus, sehingga pada tonsilektomi harus berhati-hati agar pilar

posterior tidak terluka. Pilar anterior dan posterior bersatu dibagian atas pada

palatum mole, ke bawah terpisah dan masuk ke jaringan di dinding lateral faring

dan di basis lidah.

Perdarahan tonsil didapatkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,

yaitu : 1,2,4

1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A

palatina asenden,

2. A maksilaris interna dengan cabangnya A palatina desenden,

3. A lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsalis,

6
4. A faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi

oleh A. Lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A palatina asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A tonsilaris, kutub atas

tonsil diperdarahi oleh A faringeal asenden dan A palatina desenden.

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus

dari faring. Aliran balik melalui vena disekitar kapsul tonsil,vena lidah dan

pleksus faringeal serta akan menuju v jugularis interna.

Gambar 3 : Vaskularisasi

Tonsil

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil

mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak

mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai

fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor

faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil

dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi

7
velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan

tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering

terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik

mengandung 3 unsur utama yaitu: 4

1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah,

saraf, dan limfa,

2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda

dan

3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai

stadium.

Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion

sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe

dari dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep

jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke

kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai

pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak

ada.

Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil

merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama

yaitu:

1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif

8
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan

antigen spesifik.

Mikrobiologi dan Immunologi

Mikrobiologi

Group A beta-Streptokokus (GABHS) adalah bakteri yang dapat menyebabkan

tonsilitis akut. Hal ini dapat dideteksi dengan cepat karena merupakan respon

imun sistemik setelah terinfeksi oleh GABHS. Bakteri ini juga bisa kita temukan

pada otitis dan sinusitis. Bakteri yang umumnya menyebabkan tonsilitis dan

adenoiditis seperti pada tabel 2.

Tabel 2 : Mikro-organisme yang sering menyebabkan tonsilitis dan adenoiditis

Bakteri aerob Bakteri anaerob Virus Lainnya

9
 Group A beta  Bacteroides sp.  Epstein barr  Mycobacterium
hemolitikus  Peptococcus sp.  Adenivirus (atypical
nontuberculosis)
streptokokus  Peptostreptococcus  Influensa A,
(GABHS) sp. B  Candida
 Group B,C,F,  Actinomycosis sp.  Herpes albicans
streptokokus  Microaerophilic symplex
 Haemophilus streptococci.  Respiratory
influensa  Veilonella parvula synctial
 Streptokokus  Bifidobacterrium  Parainfluensa
pneumonia adolescences
 Streptokokus  Eubacterium sp.
epidermidis  Lactobacillus sp.
 Moraxella catarhalis  Fusobacterium sp.
 Staphylococcus  Bacteroides sp.
aureus  Porphyromonas
 Haemophyllus asaccharolytica
parainfluensa  Prevotella sp
 Neiseria sp
 Mycobacteria sp.
 Lactobacillus sp
 Diphterioids sp
 Eikenella corrodens
 Pseudomonas
aeruginosa
 E. Colli
 Hellicobacter pylori
 Chlamydia
pneumonia

Penyakit adenotonsiller akut dan kronik maka diperlukan pengetahuan

tentang konsep sebagai berikut :

1) Adanya infeksi polymicobial


2) Adanya peningkatan dari beta-lactamase yang dihasilkan oleh mikroorganisme
3) Adanya bakteri anaerobs
4) Adanya konsentrasi bakteri antigenik
5) Adanya produksi

Khususnya infeksi oleh virus pada kasus kronik adalah berbeda, meskipun virus

dapat menyebabkan iritasi pada inflamasi mukosa, crypte obstruksi, dan ulcerasi

akibat invasi dan infeksi sekunder adalah sama dengan infeksi akut. EBV dapat

menyebabkan pharyngotonsillitis akut yang serius, bahkan dapat menyebabkan

obtruksi jalan nafas. Infeksi EBV juga dikaitkan dengan infeksi hyperplasia

adenotonsiller yang persisten. Infeksi kronik akibat nonmikrobial termasuk

10
Extraesophageal Reflux (EER) memberikan gambaran radikal bebas dan

immunomodulator lainnya dan menyebabkan snoring kronik.

Immunologi

Tonsil dan Adenoid merupakan organ immunologi utama pada traktus

aerodigastivus atas. Paparan pada tonsil dan adenoid baik oleh bakteri, virus,

makanan dan iritan lingkungan akan merangsang terbentuknya antibodi sistemik

dan lokal berupa perbandingan sell B dan T, dimana akan meningkat dalam serum

dan kadar immunoglobulin lokal, dan akan kembali normal setelah tonsilektomi

dan adenoidektomi. Oleh karena lymphonodi, tonsil dan adenoid tidak

mempunyai lymphatik afferen, maka lapisan epithelium memegang peran penting

dalam antigen presenting dan prosesing. Hal ini akan diikuti oleh respon sel B dan

T termasuk produksi immunoglobulin. Adenoid merupakan target dari stimulasi

allergi akibatnya akan terjadi adenoid membesar.

Pengaruh operasi adenotonsilektomi terhadap sistem imunologi sangat

minimal. Dilaporkan penurunan produksi imunoglobulin A nasopharing (IgA)

pada kasus pemberian vaksinasi polio setelah adenoidektomi dan akan meningkat

pada kasus Hodskin disease setelah tonsilektomi dan adenoidektomi.

Klasifikasi klinik penyakit adenoid dan tonsil

Adanya klasifikasi ini sangat penting sebagai jembatan komnikasi antara ahli THT

dan dokter ditingkat pelayanan primer dalam menentukan rujukan. Bagi ahli THT

maka akan bukan hanya petunjuk medik, terapi tetapi juga untuk menentukan

pendekatan operasinya. Klasifikasi yang disarankan seperti tabel 3.

Tabel 3: Klasifikasi klinik penyakit tonsil dan adenoid

11
Infeksi/inflamasi Obstruksi Neoplasia
Adenoid Tonsil  Nasopharing  Benigna
 Oropharing  Lymphoproliferatif
 Adenoiditis  Tonsilitis
 Gabungan disorder
akut akut
 Lymphoid
 Tonsilitis
(nasopharing
papillary
akut rekuren
itis) common
 Tonsilitis hyperplasia
cold  Malignant
kronik
 Adenoiditis
persisten
akut rekuren
 tonsilolitiasis
 Adenoiditis
kronik
persisten

Evaluasi klinik

Evaluasi klinik pasien dengan adenoiditis dan tonsilitis mempunyai kepentingan

sejauh mana tindakan operasi diperlukan. Evaluasi yang perlu dikerjakan

sebagaimana dirangkum pada tabel 4.

Grading tonsilitis menurut Bailey didasarkan atas rasio / perbandingan antara

tonsil dengan oropharing ( dari medial ke dinding lateral ) yang diukur antara

kedua pilar anterior dibedakan menjadi lima yaitu :

Grade 0 : tonsil terletak di dalam fossa tonsil

1 : tonsil terlihat di oropharing < 25 %


2 : tonsil terlihat di oropharing >25 % dan < 50 %
3 : tonsil terlihat di oropharing > 50 % dan < 75 %
4 : tonsil terlihat di oropharing > 75 %

12
Gambar 4 : Grading Tonsil

Penatalaksanaan Penyakit Adenoid dan Tonsil

Adenoid

Adenoiditis kronik atau rekuren akibat infeksi penatalaksanaan utamanya adalah

dengan menggunakan antimikroba yang efektif untuk menghambat produksi beta-

laktamase oleh mikroorganisme, apalagi bila ada hubungannya dengan otitis

media dan sinusitis.

Adenoid hyperplasia memberi respon yang positif setelah 6 – 8 minggu dengan

steroid intranasal. Ketika EERD dapat diidentifikasi maka penatalaksanaannya

13
dengan menggunakan pendekatan diet, perubahan pola hidup, dan obat-obatan

yang mengurangi produksi asam lambung.

Adenoidektomi boleh dikerjakan atas indikasi sebagai mana dalam tabel 5.

Tabel 5: Indikasi adenoidektomi

Obstruksi Infeksi Neoplasia


 Adenoid hyperplasia  Adenoiditis kronik / Curiga tumor
dengan obstruksi hidung rekuren jinak atau ganas
kronik atau bernafas  Otitis media kronik /
melalui mulut rekuren dengan effusi
 Gangguan bernafas saat  Otitis media kronik
tidur  Sinusitis kronik
a) OSAS
b) Syndrom resisten
pernafasan atas
c) Syndrom
hypoventilasi
obstruksi
 Gagal thrive
 Cor pulmonal
 Abnormalitas menelan
 Abnormalitas bicara
 Abnormalitas orofacial /
dental
 Lymphoproliferatif
disease
Tidak banyak tehnik yang digunakan dalam adenoidektomi. Penggunaan

intrumen secara langsung melalui intranasal dengan bantuan telescope atau

menggunakan kaca intraoral adalah sangat membantu dalam pengambilan

jaringan dengan menggunakan pisau kuret, adenotome, microdebrider (shaver)

atau sauction coagulator adalah tetap tergantung ketrampilan dari ahli THT.

Teknik yang lazim digunakan dengan menggunakan visualiasi kaca

transoral untuk melihat daerah nasopharing dalam mengambil jaringan adenoid.

Pengambilan jaringan dengan menggunakan kuretase, mulai dari area sekitar tuba

14
eustachii dan jangan sampai memanipulasi tuba supaya tidak terjadi jaringan parut

pasca operasi dan mencegah disfungsi tuba yang permanen. Operasi juga harus

hati-hati saat mendekati posterior choanae agar tidak terjadi overzealous surgery

dan jaringan parut. Dengan visualisasi langsung dari nasopharing masalah ini

biasanya dapat dicegah.

Adenoid dapat diangkat hanya dengan menggunakan kuret saja ( gambar

5-7 ). Metode yang lebih rasional dan efektif adalah dengan menggunakan adenotom La

Force atau Collum atau modifikasinya dan dilanjutkan dengan kuretase tipe benhill.

Gambar 5 : Gambar 6 : Gambar 7 :


Pengangkatan sisa pengangkatan adenoid Pengangkatan tepi
edonoid dengan kuretase. dengan adenotom. Kuretase jaringan adenoid
Tanda panah menunjukan mengangkat sisa jaringan dengan kuret Benhill,
ketiga gerakan yang perlu setelah massa adenoid
pada nasopharing diangkat dengan
adenotom
Dikutip dari Ballenger dalam Penyakit Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher, terjemahan ,
Binarupa Aksara edisi 13, 1994; P : 357

Kontra indikasi adenoidektomi adalah palatal clefting dan VPI, namun

jika terjadi obstruksi sleep apnea yang maka tindakan adenoidektomi superior dan

15
lateral harus dikerjakan secara hati-hati untuk mengurangi akibat yang tidak

diharapkan pada fungsi bicara.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah stenosis nasopharingeal, perdarahan,

torticollis, dan subluxatio c spine akibat manipulasi hyperextension selama

operasi atau inflamasi fascia cervical dengan torticollis postoperasi. Perhatian

khusus ditujukan pada operasi dengan kondisi pasien down syndrom jangan

sampai terjadi trauma spinal akibat resiko terjadinya subluxatio. Hati – hati

terhadap keluhan orang tua pasien tentang pernafasan malodorus yang dapat

terjadi 1 – 2 minggu post operasi.

Tonsil

Penicilline adalah antibiotik first line pada tonsilitis akut oleh GABHS,

bahkan tetap digunakan walaupun hasil kultur tenggorokan hasilnya negatif.

Antibiotik tampaknya efektif dalam mengurang gejala. Pada tonsilitis kronik dan

obstruksi tonsiler hyperplasia, penggunaan antibiotik efektif dalam mengurangi

produksi beta lactamase atau bakteri anaerob di kapsul (misal amoxillin-

clavulanate atau clindamicin) selama 3 – 6 minggu. Antibiotik propilaksis dapat

digunakan bila tonsilektomi mempunyai resiko dan orang tua pasien masih butuh

waktu untuk berfikir. Steroid intravena diberikan bila terjadi pembesaran

tonsil/adenoid yang menyebabkan obstruksi saluran nafas atas akut.

Tonsilektomi
1,2,3
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang aman dan praktis, namun bukan

16
berarti masuk kategori minor surgery tetapi digolongkan operasi sedang

mengingat diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator.

Tindakan tonsilektomi harus dikerjakan secara hati-hati pada bayi dan anak

kurang dari 3 tahun karena berbagai alasan :

a) Problem orthodontik dan maxillofacial


b) Obesitas
c) EERD

DAFTAR PUSTAKA

1. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy and Adenoidectomy dalam

Bailey BJ & Johnson T, Head & Neck Surgery Otolaryngology; edisi empat,

Lippincott Williams & Wilkins, volume satu, 2006, P : 1183 – 1198


2. Rusmarjono, Soepadi EA. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertofi Adenoid dalam

Soepardi EA, Iskandar N, et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher, edisi ke enam, Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Indonesia, 2007 P : 217 – 225


3. Ballenger dalam Penyakit Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher,

terjemahan , Binarupa Aksara edisi 13, 1994; P : 347 – 357


4. Zainuddin H, Wanri A. Tonsilektomi, Departemen Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher, Universitas Sriwijaya Palembang, 2007


5. Adams GL,Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams

GL,Boies buku ajar penyakit THT, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC

edisi 13, 1994 : 337-40

17

Anda mungkin juga menyukai