Laplengkap Emulsi
Laplengkap Emulsi
OLEH :
KELOMPOKIII
DENNY SUDARYATMO
NOBER SANDI LAYUK ARDIANSYAH
ALFONSIUS SANDJAYA LEKO RUSLAN
RONI WIBOWO ABBAS RIANTO
ASISTEN :
Ulfiah Rofianti
LABORATORIUM FARMASETIKA
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika,
mengandung paling sedikit 2 fase yang tidak bercampur (polifase sistem
heterogen), dimana salah satu fase terdispersi (fase internal) dalam satu
fase lainnya (fase eksternal) secara seragam. Adapun kedua fase yang tidak
bercampur ini akan distabilkan oleh adanya zat pengemulsi atau yang lazim
dikenal sebagai emulgator.
Adapun hubungannya dengan farmasi adalah emulsi banyak dibuat
dalam sediaan farmasi, seperti sediaan emulsi minyak ikan, dan emulsi
shampo cair jernih. Sediaan farmasi tersebut mempunyai keuntungan dan
kerugian masing-masing. Dalam percobaan ini akan dibahas mengenai
emulsi.
Sebagai mahasiswa farmasi dituntut untuk mengetahui cara formulasi
maupun pembuatan sediaan emulsi. Maka dari itu dilakukan percobaan ini
yang membahas mengenai formula emulsi minyak ikan dan emulsi shampoo
cair jernih. Disamping itu percobaan ini sangat penting dilakukan supaya
mahasiswa farmasi dapat menerapkan cara formulasi dan pembuatan
sediaan tersebut, dalam hal ini sediaan yang dibuat adalah sediaan emulsi
minyak ikan dan emulsi shampoo cair jernih.
I.2. Maksud dan Tujuan
I. 2. 1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pembuatan dan formulasi
sediaan emulsi
I. 2. 2. Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami cara formulasi sediaan emulsi
minyak ikan dan emulsi shampo cair jernih.
I.3. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada pembuatan rancangan formula yang
yang sebelumnya di preformulasi terlebih dahulu, kemudian dibuat sediaan
emulsi berdasarkan formula tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Defenisi Emulsi
Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika,
mengandung paling sedikit 2 fase yang tidak bercampur (polifase sistem
heterogen), dimana salah satu fase terdispersi (fase internal) dalam satu
fase lainnya (fase eksternal) secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan
kecil dengan ukuran diameter 0,1-100 µm yang distabilkan dengan
emulgator yang sesuai.
II. 2. Keuntungan dan Kerugian Emulsi
Keuntungan
Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak
menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila
diformulasikan menjadi emulsi.
Aksi obat diperpanjang dari beberapa emulsi karena obat-obatan
tersebut berdifusi dari fase air terdispersi melalui medium fase
kontinyu minyak untuk mencapai aliran/sirkulasi jaringan.
Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika
berada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit.
Beberapa senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin diabsorbsi
lebih sempurna jika diemulsikan dan jika diberikan peroral dalam
suatu larutan berminyak.
Emulsi dapat divariasikan dalam warna, tergantung bahan pengemulsi
yang digunakan, bahan-bahan yang diemulsikan dan fase eksternal.
Konsistensinya dapat berupa cairan bergerak sampai padatan keras.
Kerugian
Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik
pemprosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk
membuatnya sebagai sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki
sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalah-
masalah yang berhubungan.
Meskipun sekarang telah ditetapkan dengan baik bahwa struktur dari
emulsi dapat menutupi pengaruh bioavailabilitas obat, mekanismenya
jauh lebih sulit dan banyak literatur yang berlawanan dalam
pelepasan obat ke kulit.
Walaupun dispersinya lebih baik, ada kecenderungan dari partikel
tunggal untuk bergabung setelah kontak dan berkondensasi menjadi
partikel yang lebih besar. Hal ini akan berlanjut hingga semua cairan
bercampur berkumpul membentuk massa yang lebih besar dan
membentuk lapisan terpisah.
II.3. Tipe-Tipe Emulsi
Tipe-tipe emulsi antara lain:
1. Emulsi O/W (Oil in water)
Emulsi yang memiliki fase internal (fase terdispersi) minyak dan fase
eksternal (fase pendispersi) air yang dimaksudkan sebagai emulsi minyak
dalam air.
2. Emulsi W/O (Water in oil)
Emulsi yang memiliki fase internal (fase terdispersi) air dan fase
eksternal (fase pendispersi) minyak yang dimaksudkan sebagai emulsi air
dalam minyak.
3. Emulsi ganda (Oil in water in oil atau water in oil in water)
Emulsi ganda lebih dikenal dengan emulsi dalam emulsi, yaitu suatu
emulsi tipe tertentu yang didispersikan lagi dalam suatu fase
pendispersi. Pada emulsi ganda terdapat 2 pengemulsi, dimana satu
dengan HLB rendah dan satunya lagi dengan HLB yang tinggi.Emulsi ini
dapat dalam bentuk tipe O/W/O atau W/O/W.
II.4. Ukuran Tetesan Terdispersi
Secara umum tetesan-tetesan halus atau terdispersi dari emulsi
memiliki diameter yang berkisar antara 0,1-100 µm. Dimana biasanya sekitar
0,1 sampai 10 µm, walaupun diameter partikel paling kecil yaitu 0,01 µm
dan terbesar 100 µm, tetapi tidak biasa dalam beberapa sediaan.
II.5.Cara memprediksi Tipe Emulsi
Cara memprediksi tipe emulsi yaitu:
• Jika ampifil adalah larutan air yang esensial (misalnya sabun
kalium/polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida) biasanya membantu
pembentukan emulsi M/A, jika surfaktan terutama larut dalam bagian
lemak (sabun kalium, polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida) dapat
membantu pembentukan emulsi A/M jika kondisi lain diberikan.
• Bagian polar dari emulgator biasanya adalah barier yang lebih baik
koalesens daripada bagian hidrokarbonnya. Oleh karena itu,
memungkinkan untuk membuat emulsi M/A dengan volume fase internal
yang relatif tinggi. Di lain pihak emulsi A/M (bariernya adalah hidrokarbon
alam) terbatas dalam bagian ini dan berubah dengan mudah jika jumlah
air yang ada sama. Contohnyaair, minyak mineral, sorbitan monooleat,
biasanya ditujukan untuk pembentukan emulsi A/M karena kurangnya
unit etilenoksida hanya mungkin jika jumlah air <40 % dari volumenya.
Jumlah air yang lebih tinggi akan membentuk emulsi M/A.
• Bahkan jika airnya 20-30 %, emulsi A/M akan tetap terbentuk jika air
ditambahkan pada minyak pada pencampuran. Penambahan kedua fase
bersama-sama diikuti dengan pencampuran menunjukkan emulsi M/A
pada seluruh konsentrasi air diatas 10 %
• Terakhir, tipe emulsi yang terbentuk dipengaruhi oleh viskositas masing-
masing fase, peningkatan viskositas dari fase membentuk fase luar.
Meskipun terdapat kesulitan ini, seseorang dapat mengharapkan suatu
pengemulsi yang larut dalam air secara dominant membentuk emulsi
M/A. Sedangkan kebalikannya adalah besar untuk surfaktan yang pada
dasarnya larut dalam minyak.
II.6. Cara Menentukan Tipe Emulsi
Cara menentukan tipe emulsi yaitu:
1. Uji pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya.Cara pengenceran ini
hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair.Jika ditambah air dan
emulsi tidak pecah, maka emulsi minyak dalam air.
Gambar:
5. Uji Fluoresensi
Minyak dapat berfluoresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi M/A
fluoresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi A/M fluoresensinya
sempurna.
6. Uji arah creaming
Creaming merupakan fenomena terpisahnya dua emulsi dari bentuk
asalnya, dengan satu lapisan mengembang pada bagian atas dari lapisan
lain.
II.7. Pembentukan dan Pemecahan Tetesan Fase Terdispersi
Pembentukan dan pemecahan tetesan fase terdispersi:
a. Proses dispersi untuk membentuk tetesan-tetesan
Berdasarkan dua fase cair yang tidak saling bercampur melalui tes
tube untuk mendispersikan suatu cairan sebagai tetesan-tetesan dalam
cairan lainnya, antar muka antara dua cairan tersebut harus dihambat
dan diperluas pada derajat yang cukup, sehingga “jari-jari” atau benang-
benang dari cairan yang satu masuk kedalam cairan yang lainnya.
Benang-benang ini tidak stabil dan menjadi bercabang-cabang dan
berembun. Embun-embun ini akan terpisah menjadi bulatan-bulatan.
Bergantung pada agitasi atau rate shear yang digunakan, tetesan yang
lebih besar juga tidak terbentuk untuk menjadi benang-benang kecil.
Dimana berubah menjadi tetesan yang lebih kecil.
Waktu agitasi sangat penting karena ukuran utama dari tetesan
menurun dengan cepat pada beberapa detik pertama dari agitasi.
Pembatasan ukuran range secara umum dicapai dalam waktu 1-5 menit
dan dihasilkan dari jumlah tetesan koalesen yang menjadi equivalen
terhadap jumlah tetesan yang baru terbentuk.
Cairan dapat teragitasi atau terputus oleh beberapa
alasan.Pengocokan umumnya dikembangkan, khususnya saat
komponennya memiliki viskositas rendah.Pengocokan intermitten
biasanya lebih efisien dibanding pengocokan berlanjut, mungkin karena
interval waktu yang singkat antara pengocokan benang-benang yang
didorong sepanjang waktu antar muka untuk menghancurkannya
menjadi tetesan-tetesan yang kemudian diisolasi menjadi fase yang
berlawanan.
Agitasi cepat berlanjut dimaksudkan untuk menghalangi
penghancuran membentuk tetesan.Sebuah lumpang dan alu sering
digunakan dalam pembuatan emulsi, merupakan teknik yang sangat
tidak efisien dan tidak digunakan pada skala besar.
Peningkatan dispersi dicapai melalui penggunaan mikser
berkecepatan tinggi, blender, koloid mill, dan homogenizer, serta teknik
ultrasonik juga telah dikembangkan.
b. Penggabungan tetesan-tetesan
Koalesen adalah proses tersendiri dari flokulasi (agregasi) yang
umumnya mengawali flokulasi. Sementara flokulasi adalah penyatuan
partikel sedangkan koalesen adalah penggabungan aglomerat menjadi
tetesan yang lebih besar atau tetesan-tetesan.Koalesen biasanya lebih cepat
jika 2 cairan yang tidak saling bercampur dikocok bersama, sejak tidak ada
energibarier yang besar untuk mencegah penggabungan tetesan dan
reformasi dari fase bersama aslinya.Jika suatu bahan pengemulsi
ditambahkan kedalam sistem, flokulasi masih dapat terjadi, tetapi koalesen
dikurangi menjadi lebih sedikit tergantung manjurnya bahan pengemulsi
untuk membentuk kestabilan lapisan koheren antar muka.Karena itu,
sebaiknya membuat emulsi yang diflokulasi sebelum berkoalesen.Dalam
penambahan lapisan antar muka sekitar aksi tetesan sebagai barier
mekanik, tetesan juga dicegah dari pembentukan koalesen dengan adanya
lapisan tipis dari fase kontiniu antara partikel yang berkumpul bersama.
II.8. Teori Emulsifikasi
Banyak teori yang telah maju dalam mencoba untuk menjelaskan
bagaimana peran agen pengemulasi dalam memperkenalkan emulsifikasi
dan dalam mempertahankan kestabilan emulsi yang diproduksi yaitu:
Teori Penurunan Tegangan Antarmuka
Menurut teori penurunan tegangan antarmuka dari emulsifikasi
penggunaan zat-zat sebagai pengemulsi dan penstabil akan menghasilkan
penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling
bercampur, menghasilkan gaya tolak menolak dan tarik menarik
antarmolekul dan masing-masing cairan. Jadi bahan aktif permukaan
membentuk serta memecahkan bola-bola besar menjadi bola-bola kecil
yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu menjadi lebih
kecil dari sebelumnya.
Teori Oriented Wedge
Teori ini menganggap lapisan monomolekular dari zat pengemulsi
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini
berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan
dirinya disekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran
kelarutannya pada cairan atau fase tertentu.
Teori Plastis
Teori ini menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara
minyak dan air, mengelilingi fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau
film yang terabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan
tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat
dan makin lunak lapisan tersebut akan makin besar dan makin stabil
emulsinya.
II.9. Fenomena Ketidakstabilan Emulsi
Fenomena ketidakstabilan emulsi meliputi:
Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan keatas dari tetesan relatif zat terdispersi
ke fase kontiniu, sedangkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu
gerakan kebawah dari partikel. Dalam beberapa emulsi, suatu proses atau
lebih tergantung pada densitas dari fase terdispersi atau fase kontiniu.
Kecepatan sedimentasi tetesan atau partikel dalam cairan dihubungkan
dengan hokum stokes. Sementara persamaan hokum stokes untuk sistem
bermassa telah dikembangkan, hukum ini sangat berguna untuk
menunjukkan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan sedimentasi
atau creaming antara lain diameter tetesan yang terdispersi, viskositas
medium pendispersi, dan perbedaan berat jenis antara fase terdispersi
dan fase pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkontribusi
meningkatkan atau mengurangi creaming.
Agregasi dan koalesensi
Lebih jauh, tetesan dapat diredispersikan kembali dengan
pengocokan. Stabilitas dari emulsi dapat ditentukan dengan proses
agregasi dan koalesensi. Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang
terdispersi datang bersama namun tidak bercampur.Koalesensi komplit
penyatuan tetesan, diarahkan untuk mengurangi jumlah tetesan dan
pemisahan dua fase yang tidak saling bercampur.Agregasi mendahului
koalesensi dalam emulsi.Namun demikian, koalesensi tidak perlu
mengikuti agregasi.Agregasi dalam beberapa jumlah bersifat reversibel.
Walaupun tidak serius koalesensi ini akan mempercepat creaming atau
sedimentasi ketika agregat bertindak sebagai tetesan tunggal. Sementara
agregasi dihubungkan dengan potensial elektrik.Tetesan koalesensi
tergantung pada sifat struktur lapisan interfase. Tipe surfaktan
membentuk lapisan monomolekuler koalesensi dilawan dengan
elastisitas dan juga gaya kohesif lapisan film antara dua tetesan.
Inversi fase
Emulsi dikatakan membalik ketika terjadi perubahan emulsi dari
tipe M/A ke A/M atau sebaliknya.Inversi kadang-kadang terjadi dengan
penambahan elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume.Sebagai
contoh emulsi M/A yang mengandung natrium stearat sebagai
pengemulsi dapat ditambahkan kalsium klorida karena kalsium strearat
dibentuk sebagai bahan pengemulasi lipofilik dan mengubah
pembentukan produk A/M.
II.10. Defenisi Emulgator
Emulgator (bahan pengemulsi) adalah bahan yang digunakan
untuk pembentukan proses emulsifikasi pada waktu pembuatan dan
pengontrolan saat penyimpanan.
II.11. Sifat Emulgator yang Ideal
Sifat-sifat emulgator yang diinginkan yaitu:
• Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka
sampai di bawah 10 dyne/cm.
• Harus diabsorbsi cepat disekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan
kental mengadheren yang dapat mencegah koalesensi.
• Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup
sehingga terjadi saling tolak-menolak.
• Harus meningkatkan viskositas emulsi.
• Harus efektif pada konsentrasi rendah.
II.12. Mekanisme Kerja Emulgator
Mekanisme kerja emulgator yaitu dengan cara:
1. Penurunan Tegangan Antarmuka
Peranan emulgator adalah sebagai pemberi batas antarmuka
masing-masing cairan dan mencegah penggabungan antar partikel-
partikel, sehingga dapat mencegah flokulasi.
- Pembentukan Lapisan Monomolekuler Antarmuka
Air Minyak
Lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak
antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu
lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus-gugus bermuatan
listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi m/a
yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak
hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-
molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan
dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase
kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugus-
gugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan
negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan
tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap.
3. Padatan terbagi halus
FORMULA 1
I. FORMULA ASLI
“ Emulsi minyak ikan “
II. RANCANGAN FORMULA
Tiap 5 mL mengandung :
Oleum lecoris aselli 500 mg
Gom arabicum 15 %
Gliserin 0,02 %
Metil paraben 0,18 %
Propil paraben 0,02 %
Natrium sakarin 0,15 %
α-Tokoferol 0,1 %
Tatrazine 0,001 %
Oleum Citri 0,02 %
Aquadest ad 200 mL
III. MASTER FORMULA
Emulsi adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih bahan aktif
yang terdiri dari 2 fase yang tidak saling bercampur satu sama lainnya, dimana
ada fase air dan fase minyak yang distabilkan dengan zat penstabil berupa
emulgator.
Pada percobaan emulsi ini formula emulsi yang dibuat adalah emulsi
minyak ikan dan emulsi shampo cair jernih.
Pada formula 1 (satu) emulsi yang dibuat adalah emulsi minyak ikan.
Emulsi minyak ikan zat aktif yang digunakan yaitu Oleum lecoris aselli diperoleh
yang dari minyak hati ikan segar yaitu ikan gadus morhus, kandungan kadar
vitamin A dan vitamin D agak tinggi masing-masing minimal 600 dan 80 μ/gr. Zat
pengemulsi yang digunakan yaitu gom arab karena gom arab sangat baik
digunakan untuk emulsi tipe O/W dan untuk obat minum, kestabilan emulsi yang
dibuat dengan gom arab berdasarkan dua faktor yaitu kerja gom sebagai koloid
pelindung dan terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapan cukup kecil sedangkan massa mudah dituang. Gliserin digunakan
terutama untuk sifat humektan dan emoliennya. Gliserin juga digunakan sebagai
pelarut atau cosolvent. Dalam krim dan emulsi penggunaan humektan sangat
berguna dalam penurunan sudut kontak dan pembasah akan dipermudah.
Sedangkan pada formula 2 (dua) emulsi yang dibuat adalah emulsi shampo
cair jernih menggunakan bahan aktif yaitu chloroxylenol untuk membersihkan
kotoran pada kepala, Na.lauryl sulfat sebagai surfakatan dan sebagai pemberi
busa pada shampo yang juga dapat sebagai pembersih, propilenglikol sebagai
humektan atau pembasah dan juga dapat digunakan sebagai penjernih pada
shampoo, kemudian Na.EDTA digunakan untuk mengikat logam berat (KI/Mg)
yang terdapat dalam air pencuci rambut, dan juga dapat berfungsi untuk
memperbaiki busa dengan menghambat pembentukan busa. Lalu digunakan
NaCl yang memiliki konistensi yang sesuai, yang digunakan sebagai pengental,
menyesuaikan viskositas dengan cara mengubah sifat ion-ion yang terdapat
didalamnya. Cetyl alcohol untuk melembabkan rambut, dan sebagai emolien
untuk menstabilkan formulasi. Shampo cair jernih sendiri merupakan sediaan
kosmetik untuk membersihkan kulit kepala yang digunakan umumnya 1 kali
sehari, dan untuk perawatan biasanya digunakan 2 kali sehari.
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pada percobaan emulsi minyak ikan tidak dilakukan pembuatan ,
sehingga tidak ada sediaan yang dihasilkan. Dan formula emulsi minyak
ikan berupa formula yang terdiri dari bahan-bahan seperti Oleum Lecoris
Aselli, Gom Arab, Gliserin, Metil Paraben, Natrium Sakarin, α-tokoferol,
tartrazin, oleum citri, dan aquadest.
2. Dan pada percobaan shampoo cair jernihjuga tidak dilakukan, sehingga
tidak ada sediaan yang dihasilkan. Untuk formula yang dibuat adalah
emulsi shampocair jernihterdiri dari bahan-bahanSodium Lauril Sulfat,
Chloroxylenol, setil alkohol, polioksietilen alkil fenol, gliserin, Na2EDTA,
metil paraben, propil paraben, mentol, PEG, NaCl, Asam sitrat, dan
Aquadest.
V.2. Saran
Diharapkan agar selanjutnya dilakukan praktikum di laboratorium
tentang formula yang telah disetujui oleh asisten.
DAFTAR PUSTAKA
1. Balsam M.S and Edward Sagarin, (1972), Cosmetics Science and Technology
Vol I, Willey-Interscience: USA.
2. Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan RI:
Jakarta.
7. Lachman, L. et all, (1986), The Theory and Practice of Pharmacy Industry 3rd
Edition, Lea & Pinger : Philadelphia.
10. Martin, W., (1971), Dispending of Medication 7th edition, Marck Publishing
Company: USA.