MODUL II
EMULSI
Kelompok B2 :
2013
MODUL II
EMULSI
TUJUAN PRAKTIKUM
DASAR TEORI
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (DepKes RI,
1979).
a. Komponen dasar
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri dari:
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
o Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.
o Emulgator
b. Komponen tambahan
Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, anti oksidan. (Anonim, 2009).
a. Zat yang tak larut (umpamanya minyak) terdispers dalam air. Terdiri dari tetesan-tetesan
minyak yang halus yang melayang dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan dengan air dan disebut
emulsi O/W (minyak dalam air).
b. Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tidak larut, disebut emulsi tipe W/O
(air dalam minyak).
a. Emulsi alam (emulsi vera), dibuat dari bahan-bahan bakal, dimana terdapat minyak yang
harus diemulsikan bersama emulgatornya atau emulgatornya sudah terdapat dalam biji. Contoh:
emulsi Amygdalae dulces, Semen Lini, Semen Cucurbitae, dan Fructus Canabis.
b. Emulsi buatan (emulsi spuria), dimana harus ditambahkan emulgator dan air. Contoh:
Oleum Ricini (Duin, 1954).
c. Inversi
Peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief,
2000).
a. Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti
CaCl2 eksikatus dan CaO.
o Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan menaikkan
benturan butir-butir tetesan.
o Penyaringan
a. Ukuran partikel
b. Viskositas
Pembuatan emulsi:
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi sedikit
dengan diaduk cepat.
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, sselanjutnya sisa
air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.
c. Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk tipe
sistem yang dipilih (Anief, 2007).
A. Alat :
· Blender
· Mixer
· Mortir stamper
· Alat gelas
· Kertas saring
· Viskosimeter elektrik
· Viskosimeter stormer
B. Bahan :
· Oleum arachidis
· Tween 80
· Span 80
· CMC-Na
· Aquadest
· Metilen blue
CARA KERJA
Formula :
Tween 80 25 g
Span 80 25 g
Aquadest ad 500 g
Bagian air dituang ke dalam bagian minyak porsi per porsi sambil diaduk
Cairan dimasukkan ke dalam blender, diputar 1 menit → dimasukkan ke dalam bekerglas sambil
diaduk sampe dingin
Emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala, diamati pemisahan yang terjadi
Dihitung harga HLB campuran tween-span, dibandingkan nilai HLB dengan stabilitas emulsi.
Formula :
CMC-Na 1%
Aquadest ad 1000
Pembuatan :
Dibuat larutan CMC-Na 1% disuspensikan dalam air panas
2 menit
30 detik penghomogenan sebanyak 3X
Diamati stabilitasnya pada 0, 5, 10, 15, 20, 30, 60 menit, dan pada hari ke 2 dan ke 3
diukur diametr rata-rata 20 partikel dengan mikroskop
Dibuat larutan CMC-Na 2% (CMC-Na disuspensi dalam air panas,distirer 120 rpm, + air
dingin, didinginkan ad suhu 250C, distirer 60 menit ad tebentuk larutan jernih)
Dari cairan induk, dibuat larutan CMC-Na 2%, 1,5%, 1%, 0,5%
Cairan dituangkan ke dalam bejana viskosimeter, beban disiapkan dengan berat tertentu
Percobaan dilakukan kembali dengan beban 5 g lebih berat, diulangi hingga didapat 5 atau 6 titik
Disimpulkan
a. Metode warna
b. Percobaan cincin
emulsi diteteskan pada kertas saring
emulsi tipe O/W dalam waktu singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan.
HASIL PERCOBAAN
0 0,3 0 0
15 0,3 0,1 0,1
1
30 0,3 0,2 0,2
60 - - -
2 - 1,7 3,7 2,8
3 - 6,5 6,8 7,2
Jumlah globul
Range diameter
Mixer Blender Homogenizer
Globul (µm)
Hari 1 Hari 3 Hari 1 Hari 3 Hari 1 Hari 3
0 – 10 120 100 120 120 140 140
10 – 20 100 100 120 90 150 140
20 – 30 40 25 60 75 110 90
30 – 40 70 50 80 70 50 35
40 – 50 30 40 20 15 20 20
50 – 60 8 5 40 24 20 17
60 – 70 10 8 8 7 10 6
70 – 80 6 5 10 5 15 14
80 – 90 8 5 4 1 6 2
90 – 100 4 3 2 2 5 2
>100
PERHITUNGAN
Formula :
Tween 80 25 gram
Span 80
- Nilai HLB
Tween 80 ; Span 80 = 75 : 25
Tween 80 = × 15 = 11,25 g
Tween 80 ; Span 80 = 50 : 50
Tween 80 = × 15 = 7,5 g
Tween 80 ; Span 80 = 25 : 75
Tween 80 = × 15 = 3,75 g
Bobot emulgator
Tween 75 : Span 25
Tween = × 25 = 18,75 g
Span = × 25 = 6,25 g
Tween 50 : Span 50
Tween = × 25 = 12,5 g
Span = × 25 = 12,5 g
Tween 25 : Span 75
Tween = × 25 = 6,25 g
Span = × 25 = 18,75 g
Formula I
Hari ke 1, menit ke 15 = = 0,05
Hari ke 2 = = 0,06
Hari ke 3 = = 0,06
Formula II
Hari ke 2 = = 0,058
Hari ke 3 = = 0,06
Formula III
Hari ke 2 = = 0,058
Hari ke 3 = = 0,058
F=
0 F= = 0,025 F= =0 F= =0
60 - - -
- Rata-rata partikel
1. Mixer = = 36,85 µm
2. Blender = = 44,2 µm
3. Homogenizer = = 49,4 µm
rpm = × 25 = …. rpm
CMC Na 1 %
Beban Waktu untuk 100 putaran
Rpm
(gram) (detik)
PEMBAHASAN
Emulsi merupakan campuran dari dua cairan yaitu fase minyak dan fase air yang tidak dapat
bercampur dalam keadaan normal, namun dengan adanya bantuan dari suatu emulgator keduanya
dapat bercampur jadi homogen. Emulgator diartikan sebagai suatu bahan yang memiliki bagian
hidrofil dan lipofil sehingga menyebabkan fase air dan fase minyak bercampur. Percobaan ini
menggunakan dua jenis emulgator, emulgator golongan surfaktan non ionik yaitu Tween 80 dan
Span 80, serta emulgator golongan hidrokoloid yaitu CMC-Na. Sebagai fase minyak digunakan
oleum arachidis atau yang biasa disebut minyak kacang, minyak ini diperoleh dari pemerasan biji
yang telah dikupas dan pada umumnya lebih banyak digunakan dalam pembuatan margarin.
Suatu sediaan emulsi perlu dilakukan kontrol kualitas untuk memastikan bahwa sediaan yang
dibuat telah memenuhi syarat. Dalam percobaan ini kontrol kualitasnya meliputi pengaruh HLB
terhadap stabilitas emulsi, pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi, sifat alir sediaan
plastik, dan menentukan tipe emulsi.
Stabilitas emulsi dipengaruhi salah satunya oleh harga HLB (Hidrophilic and Lipophilic
Balance), yaitu suatu karakteristik surfaktan yang menunjukkan keseimbangan antara hidrofil
dan lipofil, apabila surfaktan dimasukkan kedalam emulsi W/O, maka gugus hidrofil akan ke
fase air sedangkan gugus lipofil akan ke fase minyak (sehingga HLB besar artinya surfaktan
bersifat hidrofil,dan HLB kecil artinya surfaktan bersifat lipofil). Pada uji ini dibuat 3 formulasi
sediaan emulsi menggunakan emulgator perbandingan berbeda-beda dari Tween 80 dan Span
80, tujuan dari dibuatnya 3 formulasi ini adalah agar diketahui nilai HLB yang ideal dengan
menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari emulsi yang paling baik
sehingga dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik. Dari hasil yang didapat,
ketiga formula termasuk emulsi tipe o/w dilihat dari nilai HLB-nya. Tween 80 atau Polysorbatum
80 digunakan sebagai emulgator fase air sedangkan Span 80 atau Sorbitan monooleat digunakan
sebagai emulgator dalam fase minyak. Sediaan dibuat dengan mencampurkan oleum arachidis
dengan tween dan span dan ditambahkan air yang telah dipanaskan 700C secara bertahap.
Pemanasan ini bertujuan untuk mempermudah proses pencampuran air dan minyak. Blender juga
digunakan untuk mencampurkan kedua fase agar semakin meningkatkan homogenitasnya.
Sediaan yang telah dibuat lalu diamati pemisahan dan viskositasnya, pengamatan terhadap
pemisahan yang terjadi pada sediaan emulsi dilakukan pada tabung reaksi yang berskala
sedangkan penentuan viskositasnya menggunakan viskosimeter elektrik. Dari data percobaan
diketahui bahwa pada formula 1 viskositasnya tidak stabil sedangkan tinggi pemisahannya stabil
pada 0,8 cm mulai menit ke 60 hingga hari ketiga. Pada formula 2 nilai viskositas maupun tinggi
pemisahan juga tidak stabil. Hal yang sama juga dialami formula 3, viskositas tidak stabil namun
tinggi pemisahan stabil pada 0,4 cm di menit 30 hingga 60 dan stabil pada 0,7 cm dihari kedua
hingga ketiga. Suatu sediaan emulsi yang baik seharusnya memiliki nilai viskositas tetap, namun
tidak ditunjukkan oleh hasil percobaan 3 jenis formulasi, hal ini juga tidak sesuai dengan nilai
HLB yang didapat, ini bisa dikarenakan proses pembuatan yang kurang sesuai maupun
penyimpanan yang kurang tepat. Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi
adalah viskositas medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase
terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan. Semakin tinggi
viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas emulsi. Demikian juga
semakin kecil ukuran partikel suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya dan makin tinggi
konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Uji selanjutnya digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas
emulsi. Formulasi masih menggunakan oleum arachidis sebagai fase minyak dan akuades
sebagai fase air, namun emulgator yang digunakan berbeda dari formula yang pertama.
Digunakan emulgator golongan hidrokoloid yaitu CMC-Na yang dapat menambah kestabilan
emulsi yang dibuat. CMC-Na akan terdispersi dalam air lalu butir-butir CMC-Na yang hidrofilik
akan menyerap air. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat
bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan
viskositas menyebabkan emulsi menjadi stabil. CMC-Na 1% dibuat dengan mensuspensikan
CMC-Na dalam air panas karena CMC-Na mudah larut dalam air panas, setelah larut diaduk
dengan ditambah air dingin untuk menambah volume dan menurunkan suhu, pengadukan
dilakukan hingga terbentuk larutan yang jernih. Larutan ini dicampurkan sedikit demi sedikit
dengan oleum arachidis didalam mixer agar lebih homogen. Campuran dibagi menjadi 3 bagian
untuk mendapat perlakuan menggunakan jenis alat yang berbeda, yaitu mixer, blender,dan
homogenizer yang diganti dengan mortir. Ketiga alat tersebut memiliki fungsi dan mekanisme
kerja yang berbeda. Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran
partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Blender dapat menghomogenkan campuran
dan memperkecil ukuran partikel, bekerja melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi yang
memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah sehingga dapat
mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Kelemahan dari mixer dan blender
adalah mudah terbentuk buih/ busa bila banyak udara yang ikut terdispersi yang dapat
menggangu pengamatan selanjutnya. Homogenizer yang diganti dengan mortir memiliki fungsi
untuk memperkecil ukuran partikel, dilakukan dengan cara menekan cairan dan
menumbukkannya ke dinding mortir dengan bantuan stamper. Emulsi yang terbentuk dari jenis
alat yang berbeda diamati tinggi pemisahannya pada waktu tertentu. Untuk emulsi menggunakan
mixer didapatkan hasil tinggi pemisahan 0,3 cm dari menit ke 0 hingga 30, pada hari kedua dan
ketiga masing-masing 1,7 cm dan 6,5 cm. Untuk emulsi menggunakan blender didapatkan hasil
tinggi pemisahan dari menit ke 0, 15, 30,hari 1 dan 2 berturut-turut 0;0,1;0,2;3,7;6,8 cm. Untuk
emulsi menggunakan mortir didapatkan hasil tinggi pemisahan dari menit ke 0, 15, 30,hari 1 dan
2 berturut-turut 0;0,1;0,2;2,8;7,2 cm.tidak dilakukan pengamatan pada menit ke 60 karena waktu
pada hari pertama telah habis. Dari hasil yang didapat hingga hari ketiga, emulsi yang dibuat
menggunakan blender lebih stabil karena selisih tinggi pemisahannya paling kecil dibanding
yang lain. Emulsi dikatakan stabil bila tidak terjadi pemisahan yang besar antara fase satu
dengan fase yang lain. Selain dengan tinggi pemisahan, kestabilan juga dilihat dari besarnya
diameter globul emulsi dari tiap alat yang digunakan. Dari hasil yang didapat, dilihat dari
diameter globul dan jumlah globul yang ada, emulsi yang dibuat dengan blender memiliki
stabilitas yang baik, kerena semakin kecil diameter globul dan sedikitnya jumlah akan membuat
emulsi stabil sehingga tidak terjadi proses creaming.
Dalam mengetahui sifat alir sediaan plastis digunakan CMC-Na dengan konsentrasi yang
berbeda, yaitu 1% dan 0,5%. Keduanya diuji menggunakan viskosimeter stormer untuk
membandingkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan 100 putaran dengan beban
tertentu. Dari hasil yang didapat keduanya memiliki waktu yang hampir sama untuk memutar
beban, hal ini terjadi pada beban 150 dan 200 gram, keduanya memerlukan waktu 51 dan 28
detik. Pada beban 50 gram, CMC-Na 1% memerlukan waktu 807,6 detik/1,86 rpm sedangkan
CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 979,2 detik/1,53 rpm. Pada beban 300 gram, CMC-Na 1%
memerlukan waktu 12 detik/125 rpm sedangkan CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 13
detik/150,325 rpm. Dilihat dari data yang ada sifat alir CMC-Na 1% lebih baik dari pada CMC-
Na 0,5%, karena waktu yang diperlukan lebih cepat. Bila beban dengan kecepatan putar
diplotkan dalam grafik maka akan dihasilkan grafik aliran plastis, kurva aliran plastis tidak
melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau akan memotong jika bagian lurus
dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan
sebagai harga yield. Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang tersuspensi
dalam suspensi pekat, adanya yield value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel
yang berdekatan (disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah sebelum
aliran dapat terjadi.
Dalam menentukan tipe emulsi, dilakukan dengan metode pewarnaan dan metode cincin. Pada
metode pewarnaan, digunakan metilen blue sebagai indikator, zat ini larut dalam air, bila emulsi
terwarnai seragam maka termasuk emulsi tipe o/w karena mediumnya berupa air. Untuk emulsi
dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 didapatkan hasil warna seragam biru ini
menunjukkan bahwa emulsi ini termasuk emulsi tipe o/w. Sedangkan untuk emulsi dengan
emulgator CMC-Na, warna tidak seragam biru menunjukkan termasuk emulsi tipe w/o. Pada
metode cincin, emulsi yang diteteskan di kertas saring dan membentuk cincin air disekeliling
tetesan maka termasuk emulsi tipe o/w karena medium dispersnya berupa air sehingga jumlah air
lebih banyak dibanding jumlah air sehingga bisa membentuk cincin. Baik untuk emulsi dengan
emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 maupun untuk emulsi dengan emulgator CMC-Na,
didapatkan hasil yang membentuk cincin, ini menunjukkan bahwa emulsi tipe o/w. Ada hasil
yang berbeda pada emulsi dengan emulgator CMC-Na dari metode pewarnaan dengan metode
cincin, hal ini bisa disebabkan emulsi yang belum homogen dan stabil saat dilakukan
pengamatan.
KESIMPULAN
· Ketiga formula termasuk emulsi tipe o/w dilihat dari nilai HLB-nya.
· Blender menyebabkan emulsi memiliki stabilitas yang baik dilihat dari tinggi pemisahan
dan jumlah globul yang kecil.
· Berdasarkan sifat alir, emulsi yang dibuat termasuk tipe plastis dilihat dari pemlotan beban
vs kecepatan putar
· Dengan metode cincin, emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 maupun
untuk emulsi dengan emulgator CMC-Na, didapatkan hasil yang membentuk cincin, ini
menunjukkan bahwa emulsi tipe o/w.
· Perbedaan yang terjadi dari metode pewarnaan dengan metode cincin disebabkan emulsi
yang belum homogen dan stabil saat dilakukan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.