Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI


SEDIAAN NON SOLID
EMULSI
(MODUL II)

Disusun Oleh:
Kelompok
Anggota

Korektor

: E.2
: Gita Ayu Pradina
Nahyatu Saufiah
Indah Hairunisa
Rosma Fauziah
Hazrini Tanjung Sari
Bernadi Wicaksono
Wulan Priatiwi
:

K100110101
K100110102
K100110104
K100110105
K100110106
K100110107
K100110108

LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON SOLID


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas Emulsi
2. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
3. Mengetahui sifat alir sediaan plastik
4. Menentukan tipe emulsi
B. TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok. Zat pengemulsi gelatin, gom akasia, tragakan,
sabun, senyawa amonium kwartener, senyawa kolesterol, surfaktan atau
emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan
zat pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium karboksimetilselulosa.
Penyimpanan kecuali dinyatakan lain, simpan dalam wadah tertutup baik,
ditempat sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera KOCOK DAHULU
(Anonim, 1997)
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu dengan
lainnya, dimana yang satu hidrofil, yang lain menunjukkan karakter lipofil.
Fase hidrofil (lipofob) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat
bercampur dengan air, sedangkan sebagai fase lipofil (hidrofob) bertindak
suatu minyak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak (minyak lemak,
parafin, vaselin, lemak coklat, malam bulu domba) atau juga bahan pelarut
lipofil seperti kloroform, benzen, dan sebagainya. Terdapat kemungkinan fase
hidrofil terdispersi kedalam fase hidrofob, atau hidrofob kedalam fase hidrofil.
Dengan demikian dihasilkan dua sistem emulsi yang berbeda, dinyatakan
sebagai emulsi air dalam minyak (emulsi A/M) atau emulsi minyak dalam air
(emulsi M/A).

Komponen-komponen

yang

terdistribusi

dalam

sebuah emulsi,

dinyatakan sebagai fase terdispersi atau fase dalam atau fase terbuka.
Komponen-komponen yang mengandung cairan terdispersi, dinyatakan sebagai
bahan pendispersi atau fase luar atau fase tertutup.
(Voigt, 1994)
Cara menentukan H.L.B. ideal dan tipe kimia surfaktan
Caranya dapat dilakukan dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana.
Ada tiga fase :
Fase I

: menentukan HLB yang diperlukan secara kira-kira. Dibuat 5

macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktan,
dengan klas kimia yang sama, misalnya campuran span 20 dan tween 20.
Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira.
Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi
atau menambah emulgator.
Fase II

: membuat lima macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar

nilai HLB yang diperoleh dari fase I. Dari kelima eulsi tersebut dipilih emulsi
yang terbaik, maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
Fase III: membuat lima macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal (lihat
fase II) dengan menggunakan macam-macam surfaktan atau campuran
surfaktan. Dari emulsi yang paling baik dapat diperoleh campuran surfaktan
mana yang paling ideal.
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Flokulasi dan Creaming
Creaming merupan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, di
mana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
2. Koalesen dan pecahnya Emulsi (cracking atau breaking)
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses
cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada creaming,
flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran homogen

bila digojog perlahan-lahan. Sedang pada cracking, penggojogan sederhana


akan gagal untuk mengelmusi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi
yang stabil.
3. Invers
Adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe
A/M atau sebaliknya.
(Anief, 1987)
C. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :

Blender

Alat gelas

Viskosimeter elektrik

Mixer

Homogenizer (Mortir)

Batang pengaduk

Tabung reaksi

Rak tabung reaksi

Mikroskop

Deg glass

Objec glass

Viskometer Stormer

Kompor listrik

B. Bahan :

Oleum arachidis

Tween 80

Span 80

CMC Na 1%

CMC Na 0,5%

Aquadest
Kertas saring
Larutan methilen blue
Kertas skala
Alumunium foil

D. CARA KERJA SKEMATIS


1. Pengaruh harga HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula :
R/

oleum arachidis

100 g

Tween 80

25 g

Span 80

25 g

Aquadest ad

500 g

Perbandingan Tween dan Span:


Zat

Formula I

Formula II

Formula III

Tween 80

75 bagian

50 bagian

25 bagian

Span 80

25 bagian

50 bagian

75 bagian

Pembuatan :
Oleum arachidis + tween + span, dipanaskan 700C

Sementara, disiapkan air yang dipanasi pada suhu 700C

Bagian air dituang ke dalam bagian minyak porsi per porsi sambil diaduk


Cairan dimasukkan ke dalam blender, diputar 1 menit dimasukkan ke dalam
bekerglas sambil diaduk sampe dingin

Emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala, diamati pemisahan yang


terjadi

Ditentukan pola viskositas emulsi dengan viskosimeter elektrik

Dihitung harga HLB campuran tween-span, dibandingkan nilai HLB dengan


stabilitas emulsi.

2. Pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi


Formula :
R/

oleum arachidis

166,67

CMC-Na

1%

Aquadest ad

1000

Pembuatan :
Dibuat larutan CMC-Na 1% disuspensikan dalam air panas

Distirer dengan kecepatan 120 rpm

Di+ air dingin, dan didinginkan ad 250C

Distirer selama 60 menit, ad terbentuk larutan jernih

Oleum arachidis dimixer, + CMC-Na, diaduk selama 1 menit

Cairan dibagi menjadi 3

500 ml

200 ml

2 menit

30 detik

300 ml

penghomogenan sebanyak

3X

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala

Diamati stabilitasnya pada 0, 5, 10, 15, 20, 30, 60 menit, dan pada hari ke 2 dan
ke 3

diukur diametr rata-rata 20 partikel dengan mikroskop

stabilitas emulsi dibandingkan dengan berbagai alat pembuatan yang


dipergunakan
3. Penetapan sifat alir yang dipergunakan
Dibuat larutan CMC-Na 2% (CMC-Na disuspensi dalam air panas,distirer 120
rpm, + air dingin, didinginkan ad suhu 250C, distirer 60 menit ad tebentuk larutan
jernih)

Dari cairan induk, dibuat larutan CMC-Na 2%, 1,5%, 1%, 0,5%

Viskosimeter stomer disiapkan untuk beroperasi pada 250C

Cairan dituangkan ke dalam bejana viskosimeter, beban disiapkan dengan berat


tertentu

Jarum diatur di belakang angka 0, beban dikunci, ditunggu 2 menit

Beban dilepaskan, dicatat waktu saat jarum lewat angka 0 dan dihentikan saat
jarum lewati angka 100, dihitung harga rpm

Percobaan dilakukan kembali dengan beban 5 g lebih berat, diulangi hingga


didapat 5 atau 6 titik

Dibuat grafik beban (gram) vs rpm

Percobaan diulangi lagi dengan cairan yang lain

Disimpulkan

4. Penetapan jenis emulsi :


a. Metode warna
beberapa tetes larutan metilen blue dicampurkan ke dalam sample emulsi

jika seluruh emulsi berwarna seragam, maka emilsi bertipe O/W


b. Percobaan cincin
emulsi diteteskan pada kertas saring

emulsi tipe O/W dalam waktu singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan.
E. PEMBAHASAN CARA KERJA
Percobaan emulsi bertujuan untuk mengetahui HLB terhadap stabilitas
emulsi. Mengetahui pengeruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi.
Mengetahui sifat alir sediaan plastik dan

mengetahui tipe emulsi. emulsi

merupakan suatu system heterogen yang terdiri atas 2 cairan yang tidak
bercampur, cairan yang satu terdispersi di dalam cairan yang lain dalam bentuk
tetes-tetes kecil yang pada umumnya mempunyai diameter > 0,1 um. Atau secara
secara sederhana dapat di artikan sebagai campuran homogeny dari 2 cairan yang
dalam keadaan normal tidak dapat bercampur( fase air dan fase minyak), dengan
pertolongan suatu bahan penolong yang di sebut emulgator.
Dalam percobaan ini langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui
pengaruh harga hydrophilic and lipholic balance (HLB) terhadap stabilitas emulsi.
Dalam percobaan ini yaitu membandingkan antara fase hidropilik dan fase
lipofilik yaitu tween 80 dan span 80 sebagai surfaktan yang bersifat non-ionik
yang erfungsi sebagai emulgator. Menggunakan surfaktan non-ionik di
maksudkan agar tidak mengalami ionisasi pada saat bercampur dengan air
sehingga di harapkan akan lebih stabil di bandingkan dengan ukuran pemakaian
yang di kehendaki.
Pada percobaan ini di buat 3 formula, di gunakan tween 80 dan span 80 yang
berfungsi sebagai emulsifier. Keduannya merupakan senyawa derivate sorbital,
yang mengandung lemak. Tiap formula di gunakan tween 80 dan span 80 dengan
perbandingan yang berbeda. formula 1 (tween 80 : span 80 = 0,75:0,25), formula
II (tween 80 : span 80= 0,5:0,5), formula III (tween 80:span 80= 0,25:0,75). Jadi
tween 80 dan span 80 yang di gunakan dalam formula 1 adalah sebanyak = 18,75
gram : 6,25 gram, formula II = 12,5 gram : 12,5 gram, formula III= 6,25 gram :
18,75 gram. tween dan span merupakan bahan atau surfaktan ya ng larut dalam
minyak, oleh karena itu bahan bahan langsung di tambahkan oleum aracnidis
sambil di panaskan 700c baru di tambah aquadest yang telah di panaskan dan di
aduk. Hal ini di maksudkan untuk membantu kelarutan agar lebih homogen dan
juga untuk mengencerkan (mencairkan) campuran minyak tersebut agar tidak
kental, sehingga apabila di campur dengan dengan air cepat homogen. Langkah
selanjutnya adalah menuang bagian air (air dengan suhu 700 c) ke dalam minyak
sambil di aduk sampai tercampur dan kemudian di blender selama 1 menit,
dengan tujuan untuk menghomogenkan campuran minyak dan air sehingga dapat

terbentuk emulsi yang stabil. Kemudian di amati pemisahan yang terjadi, dan
harga viskositas emulsi dengan viscometer elektrik serta masing- masing harga
HLB campuran tween 80 dan span 80 yang di pakai. Kemudian di bandingkan
nilai HLB dengan stabilitas emulsi.
Percobaan selanjutnya adalah mengetahui pengaruh alat terhadap stabilitas
emulsi dan mengetahui sifat alir sediaan plastik. Formula emulsi yang di buat
dalam percobaan ini mengandung oleum arachidis sebagai fase minyak dan
aquadest sebagai fase air. Agar kedua fase ini dapat bercampur di tambahkan
emulgator tipe hidrokoloid yaitu CMC yang di berikan dalam bentuk
garamnya(CMC-Na). di antara zat pengemulsi dan zat penstabil untuk sistem
farmasi adalah bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami:
akasia (gom),tragakan,agaran pectin. Bahan bahan ini membentuk koloid
hidrofilik bila di tambahkan ke dalam air mrnghasilkan emulsi m/a. CMC-Na
sebagai emulgator hidrokoloid dapat menstabilkan emulsi dengan cara
membentuk lapisan rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada permukaan minyakair.
Aksinya sebagai emulgator adalah membentuk film multimolekuler yang kuat dan
mencegah terjadinya koalisen. Selain itu juga menaikkan viskositas media dispers.
( Ansel.H.1989)
Pada pengujian pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi, di gunakan alat
mixer, blender dan homogenizer. Tahap pertama adalah pembuatan larutan CMCNa dengan mensuspensikan CMC-Na dalam air panas yang di maksudkan agar
cepat terbentuk koloid, kemudian larutan di aduk

hingga jernih, untuk

mempercepat proses pengadukan dapat di gunakan stirrer, namun karena


keterbatasan alatnya hanya di gunakan batang pengaduk saja. Dan penambahan air
es berfungsi untuk membantu penurunan suhu agar tercapai suhu 250c.
Adapun metode yang di gunakan dalam membuat emulsi dengan metode
gom basah (metode inggiris) yaitu dengan cara oleum arachidis di masukkan
mixer dan di tambahkan larutan CMC-Na sedikit demi sedikit sampai terbentuk
corpus emulsi dan di encerkan dengan quadest hingga di peroleh 1000 ml.

Kemudiaan di bagi menjadi 3 bagian . bagian 1 500 ml, bagian II 200 ml


dan bagian III 300 ml. bagian 1 di lanjut kan dengan mixer selama 2 menit, bagian
II dengan blender selama 30 menit dan bagian III di lanjutkan denagan
homogenizer 2 menit. Lalu masing-masing emulsi di bagi dalam 3 tabung reaksi
berskala untuk di amati stabilitasnya dan diameternya.
Percobaan

berikutnya

adalah

penentuan

sediaan

plastic

dengan

viskosimeter stormer, yang termasuk dalam viskosimeter cup and bob. Larutan
yang akan ditentukan sifat alirnya adalah larutan CMC-Na 1% dan 0,5%.
Konsentrasi di buat berbeda untuk membandingkan sifat alir yang lebih baik. Cara
kerja nya adalah menempatkan larutan CMC-Na dalam wadah antara mangkok
dan rotor. Kemudian di tambahkam beban awal hingga bob berputar kemudian
di catat waktu yang diperlukan CMC-Na dalam bentuk larutan untuk menempuh
25 putaran. Untuk mendapatkan titik-titik yang bias untuk menggambarkan pola
sifat alir dari larutan CMC-Na ini maka beban yang dapat mentebabkan putaran di
tambah 5 gram, kemudian di lakukan pengurangan.
Kemudian percobaan selanjutnya adalah penetapan jenis emulsi yaitu
dengan metode warna dan prcobaan cincin. Pada metode warna yaitu campurkan
beberapa tetes larutan metilen blue ke dalam sample emulsi. Jika seluruh emulsi
berwarna seragam, maka emulsi bertipe O/W. Dan pada percobaan cincin yaitu
teteskan emulsi pada kertas saring, maka emulsi tipe O/W dalam waktu singkat
membentuk cincin air di sekeliling tetesan.

F. HASIL DAN PERHITUNGAN


Hasil Percobaan
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula
I
II
III

Harga HLB
12,325
9,65
6,975

Hari
ke

Menit
ke

15
30
60
-

2
3

Formula I
Viskosi Tinggi
tas
Pemisahan
120
0 cm
130
0 cm
140
0 cm
130
0 cm
130
0 cm

Formula II
Viskosi Tinggi
tas
Pemisahan
130
0 cm
125
0 cm
130
0 cm
120
0 cm
120
0 cm

Formula III
Viskosi Tinggi
tas
Pemisahan
100
0 cm
110
0 cm
110
0 cm
100
0 cm
100
0 cm

2. Mengetahui pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi


Hari ke

2
3

Waktu
(menit)

Tinggi pemisahan (cm)


Mixer
Blender

0
15
30
60
-

0,3 cm
2 cm
2 cm
2,25 cm
2,5 cm
3 cm

0,33 cm
1, 33 cm
1,5 cm
1,6 cm
1,7 cm
1,8 cm

Homogenize
r
0,5 cm
1,83 cm
1,9 cm
2 cm
2,5 cm
3,4 cm

Hasil kaliberasi skala okuler


Satu (1) skala okuler = 100 skala objektif
Jadi 1 skala okuler = 0,1 mm = 10 m

Range
diameter
globul
0 10
10 20
20 30
30 40
40 50

Jumlah Globul
Mixer
Hari 1
Hari 3
6
0
13
0
5
20
3
25
1
4

Blender
Hari 1
57
30
16
19
1

Hari 3
0
18
20
13
3

Homogenizer
Hari 1
Hari 3
0
0
29
0
15
0
3
25
1
13

3. Mengetahui sifat alir sediaan plastis


CMC Na 1%
Beban (g) Waktu untuk 25 rpm
putaran (detik)
30
66 detik
22,73
40
48 detik
31,25

CMC Na 0,5%
Beban
Waktu untuk 25 rpm
(g)
putaran (detik)
30
22 detik
68,18
40
15 detik
100

50
60
70
80

27 detik
21 detik
11 detik
8 detik

55,55
71,43
136,36
187,5

50
60
70
80

10 detik
8 detik
7 detik
6 detik

150
187,5
214,29
250

4. Menentukan tipe emulsi


Metode pewarnaan
O/W
W/O

Emulsi 1
Emulsi 2

Metode cincin
Membentuk cincin (o/w)
Tidak terbentuk cincin (w/o)

Keterangan :
Emulsi 1 = Emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80 Span 80
Emulsi 2 = Emulsi dengan emulgator CMC Na
Perhitungan
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
Perhitungan harga HLB
Diketahui : Nilai HLB Tween 80 = 15.0
Nilai HLB Span 80 = 4.3
Zat
Tween 80
Span 80

Formula I
75
25

Formula II
50
50

Nilai HLB campuran


Formula I
Tween 80 = 75/100 x 15.0 = 11.25
Span 80

= 25/100 x 4.3 = 1.075


HLB campuran = 12.325

Formula II

Formula III
25
75

Tween 80 = 50/100 x 15.0 = 7.5


Span 80

= 50/100 x 4.3 = 2.15


HLB campuran = 9.65

Formula III
Tween 80 = 25/100 x 15.0 = 3.75
Span 80

= 75/100 x 4.3 = 3.225


HLB campuran = 6.975

Bobot emulgator yang dibutuhkan tiap formulasi


Bobot emulgator total = 25 gram
Formula I
Tween 80 = 75/100 x 25 g = 18.75 g
Span 80

= 25/100 x 25 g = 6.25 g

Formula II
Tween 80 = 50/100 x 25 g = 12.50 g
Span 80

= 50/100 x 25 g = 12.50 g

Formula III
Tween 80 = 25/100 x 25 g = 6.25 g
Span 80

= 75/100 x 25 g = 18.75 g

2. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi

Ho
Hu

Rumus F =

Hari 1 menit ke 0
Mixer
F =

Ho
Hu =

0,3 cm
0,3 cm

=1

Blender
Ho
F = Hu =

Homogenizer
Ho
F = Hu =

0,33 cm
0,33 cm

=1

0,5 cm
0,5 cm

Hari ke 1 menit ke 15
Mixer
F =

Ho
Hu =

2cm
0,3 cm

= 6,67

Blender
Ho
F = Hu =

Homogenizer
Ho
F = Hu =

1,33 cm
0,33 cm

= 4,03

1,83 cm
0,5 cm

= 3,66

Hari ke 1 menit ke 30
Mixer
F=

Ho
Hu =

2 cm
2 cm

Blender
Ho
= F = Hu =

Homogenizer
Ho
F = Hu =

1,5 cm
1,33 cm

= 1,13

1,9 cm
1,83 cm

= 1,04

Hari ke 1 menit ke 60
Mixer
F

2,25 cm
2 cm

Blender
Ho
Ho
=
F
=
Hu
Hu =

1,6 cm
1,5 cm

Homogenizer
F

= 1,07

2 cm
1,9 cm

= 1,125

Ho
Hu =

= 1,05

Hari ke 2
Mixer
F

Blender
Ho
Ho
Hu = F = Hu =

1,7 cm
1,6 cm

Homogenizer
F

Ho
Hu =

2,5 cm
2,25 cm

= 1,11

2,5 cm
2cm

= 1,06

= 1,25

Hari ke 3
Mixer
F=
= 1,08

Ho
Hu =

2,7 cm
2,5 cm

Blender
Ho
F = Hu =

1,8 cm
1,7 cm

= 1,04

Perhitungan jumlah globul


Hasil kalibrasi skala okuler
Satu (1) skala okuler = 100 skala objektif
Jadi 1 skala okuler = 0,1 mm = 10 m
Hari ke 1
Mixer
Total partikel = 28
Jumlah ukuran partikel = 500 m
Rata-rata partikel = 500 m / 28 = 17,86 m
Blender
Total partikel = 113
Jumlah ukuran partikel = 1.495 m
Rata-rata partikel = 1.495 m / 113 = 13,23 m
Homogenizer
Total partikel = 48
Jumlah ukuran partikel = 960 m
Rata-rata partikel = 960 m / 48 = 20 m
Hari ke 3
Mixer
Total partikel = 49
Jumlah ukuran partikel = 1.554 m
Rata-rata partikel = 1.555 m / 49 = 31,73 m

Homogenizer
F

3,4 cm
2,5 cm

Ho
Hu =

= 1,36

Blender
Total partikel = 54
Jumlah ukuran partikel = 1.360 m
Rata-rata partikel = 1.360 m / 54 = 25,18 m
Homogenizer
Total partikel = 38
Jumlah ukuran partikel = 1.460 m
Rata-rata partikel = 1.460 m / 38 = 38,42 m
3. Mengetahui sifat alir sediaan plastis
A. 1 % CMC.Na
Beban 30 gram 66 detik
Rpm = 60 x 25 = 22,73 rpm
66
Beban 40 gram 48 detik
Rpm = 60 x 25 = 31,25 rpm
48
Beban 50 gram 27 detik
Rpm = 60 x 25 = 55,55 rpm
27
Beban 60 gram 21 detik
Rpm = 60 x 25 = 71,43 rpm
21
Beban 70 gram 11 detik
Rpm = 60 x 25 = 136,36 rpm
11
Beban 80 gram 8 detik
Rpm = 60 x 25 = 187,5 rpm
8

B. 0,5 % CMC.Na
Beban 30 gram 22 detik
Rpm = 60 x 25 = 68,18 rpm
22
Beban 40 gram 15 detik
Rpm = 60 x 25 = 100 rpm
15
Beban 50 gram 10 detik
Rpm = 60 x 25 = 150 rpm
10
Beban 60 gram 8 detik
Rpm = 60 x 25 = 187,5 rpm
8
Beban 70 gram 7 detik
Rpm = 60 x 25 = 214,29 rpm
7
Beban 80 gram 6 detik
Rpm = 60 x 25 = 250 rpm
6

Grafik beban (gram) vs kecepatan putaran (rpm) pada CMC Na 1%


200
150
Kecepatan putaran (rpm) 100
50
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Beban (gram)

Grafik beban (gram) vs kecepatan putaran (rpm) pada CMC Na 0,5%


300
250
200
kecepatan putaran (rpm) 150
100
50
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Beban (gram)

4. Menentukan tipe emulsi


1. Pengaruh HLB terhadap kestabilan emulsi ( Emulsi I, II, dan III)
A. Metode warna
Hasil percobaan
= berwarna seragam
Tipe emulsi
= o/w
B. Metode cincin
Hasil percobaan
= membentuk air di sekeliling tetesan dalam
waktu singkat
Tipe emulsi
= o/w

2. Pengaruh penggunaan alat terhadap kestabilan emulsi (mixer, blender,


homogenizer)
A. Metode warna
Hasil percobaan
= berwarna tidak seragam
Tipe emulsi
= w/o
B. Metode cincin
Hasil percobaan
= tidak membentuk air di sekeliling tetesan
Tipe emulsi
= w/o
G. PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh HLB
terhadap stabilitas emulsi, mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap
stabilitas emulsi, mengetahui sifat alir sediaan plastik, serta menentukan tipe
emulsi. Emulsi sendiri merupakan suatu disperse dimana fase terdispers terdiri
dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang
tidak bercampur.
Emulsi yang kami peroleh yaitu emulsi dengan zat aktif Oleum
arachidis, yang berguna sebagai pengganti minyak zaitun untuk pembuatan
margarine dan sabun.
Untuk percobaan mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi,
dibuat 3 formula emulsi. Ketiga formula tersebut dibuat dengan perbedaan
perbandingan surfaktan yang digunakan. Surfaktan dalam pembuatan emulsi
digunakan sebagai emulgator, dimana surfaktan dapat menstabilkan emulsi.
Dengan penambahan surfaktan dapat mencegah terjadinya koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan-tetesan kecil menjadi tetesan besar yang akhirnya akan
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan bekerja dengan menempati
bagian antar muka atau permukaan antara tetesan dengan fase eksternal dan
dengan membuat batas fisik sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Selain
itu surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan antar muka antara fase
sehingga proses emulsifikasi selama proses pencampuran dapat terjadi dengan
baik.

Surfaktan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tween 80 dan


Span 80, sedangkan fase minyak yang digunakan adalah oleum acachidis, fase
air digunakan aquadest. Tween 80 dan Span 80 merupakan surfaktan non ionik.
Surfaktan non-ionik di maksudkan agar tidak mengalami ionisasi pada saat
bercampur dengan air sehingga diharapkan akan lebih stabil dibandingkan
dengan ukuran pemakaian yang dikehendaki. Tween 80 merupakan ester dari
sorbitan dengan asam lemak, selain itu tween 80 merupakan polioksietilen
sorbiton monooleat cair seperti minyak. Tween ada dalam basis nilai 9,6-16,7
yang dianggap hidrofil dan pada umumnya membentuk emulsi O/W ( minyak
dalam air ). Span 80 adalah ester dari sorbitan dengan asam lemak yang
merupakan sorbitan monooleat cair seperti miyak dengan basis nilai 1,8-8,6
yang dianggap lipofil serta membentuk emulsi W/O ( air dalam minyak ).
Pada formula I perbandingan tween 80 dan span 80 yang
digunakan adalah 75 : 25 bagian, dengan nilai HLB 12,325 maka termasuk
dalam basis antara 8-18 sehingga tipe emulsinya O/W (minyak dalam air).
Formula tersebut membentuk emulsi O/W emulgator yaitu emulgator memiliki
gugus hidrofil yang dapat membentuk emulsi O/W, dimana tetes minyak ( fase
intern ) tedispesi dalam fase air ( fase ekstern ). Pada formula II digunakan
perbandingan 50:50, dengan nilai HLB yang diperoleh 9,65 termasuk dalam
basis 8-18 sehingga tipe emulsinya O/W emulgator, maka penggunaan
surfaktan tween dan span 80 dengan perbandingan 50:50 dapat membentuk
emulsi tipe O/W. Formula III menggunakan perbandingan 25:75 dengan nilai
HLB 6,975 yang termasuk dalam basis 1,8-8,6 maka emulsi yang terbentuk
adalah emulsi tipe W/O. Jadi tween 80 dan span 80 yang di gunakan dalam
formula 1 adalah sebanyak = 18,75 gram : 6,25 gram, formula II = 12,5 gram :
12,5 gram, formula III= 6,25 gram : 18,75 gram. Perbandingan Span 80 yang
lebih besar dibanding tween 80, mengakibatkan lebih banyaknya gugus lipofil
sehingga cenderung membentuk emulsi tipe W/O. Tween dan span merupakan
bahan atau surfaktan yang larut dalam minyak, oleh karena itu bahan bahan
langsung ditambahkan oleum aracnidis sambil dipanaskan 700C baru ditambah

aquadest yang telah dipanaskan dan diaduk. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu kelarutan agar lebih homogen dan juga untuk mengencerkan
(mencairkan) campuran minyak tersebut agar tidak kental, sehingga apabila
dicampur dengan dengan air cepat homogen.
Dari perbandingan nilai HLB di atas, dapat diketahui bahwa semakin
rendah nilai HLB maka semakin lipofil surfaktan tersebut, sebaliknya bila
harga HLB tinggi, maka surfaktan semakin hidrofil. Pada percobaan stabilitas
emulsi dan penentuan viskositas emulsi formula I, II, dan III menunjukkan
emulsi yang stabil karena tidak terjadi pemisahan dan memiliki nilai viskositas
yang tinggi. Hal ini tidak sesuai teori, seharusnya emulsi yang paling stabil
adalah formula II karena perbandingan Tween 80 dan span 80 sama banyak.
Bila HLB tinggi, maka viskositas akan turun bila HLB rendah, viskositas dan
kestabilan naik. Ketidaksesuaian dengan teori mungkin karena ketiga formula
emulsi homogen/ tercampur baik dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
Secara teoritis nilai HLB campuran 3-6 termasuk pengemulsi tipe A/M
sedangkan jika HLB campurannya 8-18 termasuk tipe M/A (Anief,1997).
Penggunaan alat untuk pencampuran emulsi juga mempengaruhi
stabilitas emulsi. Kali ini alat yang digunakan antara lain blender, mixer dan
mortir. Pada penggunaan alat tersebut diharapkan yang paling stabil
emulsinnya adalah emulsi dengan alat blender karena fase minyak terdispersi
dalam fase air sehingga stabilitas yang terbentuk sangat baik. Yang kedua
dengan mixer dan yang terakhir dengan alat homogenizer. Karena pada
homogenizer, fase minyak tidak terdispersi dalam fase air (berada di atas fase
air) sehingga cepat memisah. Adapun homogenizer mempunyai karakteristik
memperkecil ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel homogenitas
larutan juga semakin baik dan stabilitas emulsi mempertahankan kondisi
larutan supaya stabil juga akan semakin tinggi, sehingga emulsi yang diperoleh
tidak mudah memisah. Dari percobaan dapat diketahui bahwa emulsi yang
paling stabil adalah emulsi dengan blender. Ini ditunjukkan dengan paling
sedikit penurunan pemisahan yang terjadi pada emulsi dengan blender, disusul

dengan homogenizer kemudian mixer. Hal tersebut disebabkan karena blender


mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel dengan efektif dan
sekaligus menghomogenkan campuran. Dari hasil percobaan diperoleh data
blender > homogenizer > mixer. Ini menandakan bahwa stabilitas emulsinya
lebih tinggi blender > homogenizer > mixer, sehingga disimpulkan bahwa
ukuran partikel blender lebih besar daripada homogenizer dan mixer.
Kemudian pada percobaan penentuan sifat alir sediaan plastic
dengan viskosimeter dapat diketahui bahwa larutan CMC-Na 1% dan 0,5%
memiliki tipe alir pseudoplastik. Secara teoritis CMC-Na mempunyai sifat alir
Pseudoplastik dimana viskositas menurun dengan bertambahnya kecepatan
pengadukan. Selain itu dapat di ketahui pula bahwa semakin berat beban yang
ditambahkan maka jumlah putaran bob akan semakin besar (rpm semakin
besar). Dan semakin tinggi konsentrasi suatu larutan (CMC-Na) maka
kecepatan putar rotor akan semakin kecil. Ini menunjukkan bahwa larutan
CMCN-Na 0,5% lebih kental/ viskositas lebih tinggi di banding CMC-Na 1%.
Kemudian untuk penetapan jenis emulsi dengan metode warna
emulsi menunjukkan tipe O/W karena membentuk warna yang seragam.
Dengan metode cincin menunjukkan tipe O/W karena membentuk air di
sekeliling tetesan dalam waktu singkat. Sedangkan pada pengaruh penggunaan
alat terhadap kestabilan emulsi, dengan metode warna emulsi menunjukkan
tipe W/O karena tidak membentuk warna yang seragam dan dengan metode
cincin menunjukkan tipe W/O karena tidak membentuk air disekeliling tetesan.
H. KESIMPULAN
Dapat diketahui bahwa semakin rendah nilai HLB maka semakin lipofil
surfaktan tersebut, sebaliknya bila harga HLB tinggi, maka surfaktan

semakin hidrofil.
Pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi sesuai dengan

teori, emulsi menggunakan blender bersifat lebih stabil.


Tipe emulsi yang ditentukan dengan metode warna menunjukkan tipe
emulsi O/W dan dengan metode cincin O/W.

I. DAFTAR PUSTAKA
Anief,Moh. 1987. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press :
Yogyakarta.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Voigt. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai