Anda di halaman 1dari 24

Dokumen

Pengukuran
Akuntabilitas
Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di XXXX Indonesia

Fasilitator :
MRS. KOKI Masak
Implementasi Pengukuran
Akuntabilitas
Di Lembaga XXXX

I. LATAR BELAKANG

Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan Humanitarian Forum
Indonesia (HFI) didukung oleh Ford Foundation berupaya menginisiasi penyusunan
pedoman akuntabilitas di dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Upaya ini kemudian
disusul dengan penyusunan Pedoman Akuntabilitas yang melibatkan beragam unsur
organisasi yang berperan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, seperti LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), OPZ (Organisasi Pengelola Zakat), media massa, dan
pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).

Pedoman akuntabilitas ini sejak tahap gagasan tidak dimaksudkan untuk menjadi acuan
tunggal bagi lembaga kemanusiaan yang berkiprah di Indonesia, melainkan ditujukan
untuk self-assessment bagi lembaga pengelola bantuan kemanusiaan, yang hasilnya bisa
dipakai menjadi dasar untuk peningkatan kapasitas organisasi/lembaga tersebut. Ini
merupakan upaya untuk memfasilitasi anggota Humanitarian Forum Indonesia (HFI)
dalam menilai akuntabilitas kinerjanya masing-masing. Akan tetapi, pemanfaatan
pedoman ini bersifat terbuka, dalam arti bisa digunakan oleh organisasi lain.

Setelah sukses menyelenggarakan Pelatihan Penerapan Pedoman Akuntabilitas


Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia, setiap lembaga yang mengikutinya
membuat komitmen bahwa lembaga/organisasi tersebut akan melakukan assessment
akuntabilitas di internal lembaga mereka masing-masing dan melaporkan hasilnya,
ataupun juga HFI dan PIRAC terbuka apabila lembaga/organisasi tersebut menemui
kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, dan membutuhkan seorang fasilitator
dari luar lembaga/organisasi tersebut.

XXXX, sebagai salah satu organisasi yang turut berkontribusi dalam penyusunan buku
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia yang diinisiasi
oleh HFI dan PIRAC, selain itu juga sebagai organisasi yang turut bergabung di dalam HFI,
menyatakan bersedia dan berkomitmen untuk berpartisipasi aktif untuk diases dengan
fasilitator dari luar XXXX.

II. TUJUAN
1. Memberikan pemahaman mengenai Pedoman Akuntabilitas
kepada seluruh kalangan pengelola bantuan kemanusiaan.
2. Menyediakan kesempatan bagi pengelola bantuan kemanusiaan untuk
mengungkapkan permasalahan dan praktik akuntabilitas yang dilakukan di organisasi
masing-masing, serta menilainya.
3. Memberikan gambaran proses praktik fasilitasi penilaian akuntabilitas.
4. Mendorong peserta untuk menindaklanjuti hasil Pelatihan ini dengan menilai
akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan minimal di lembaganya masing-
masing.

III. METODE

1. Document Review
2. Wawancara
3. Focus Group Discussion

IV. INFORMAN / PARTISIPAN

Untuk metode Wawancara, informan/partisipannya adalah:


1. Sdr ----- Selaku Direktur XXXX
2. Sdri---- Divisi dapur
3. Sdr------Divisi belanja
4. Sdr------ Divisi Kasir

Sedangkan untuk metode Focus Group Discussion, informan/partisipannya adalah:


1. ----------
2. ---------
3. ---------
4. ---------
5. ----------
6. ----------
7. ----------
8. ----------
9. ----------

V. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Hari, Tanggal : Rabu-Kamis, 11-12 Maret 2012


Waktu : 11 maret 2012 : 13.30-16.00 WIB,
12 Maret 2012 : 10.00-17.00 WIB
Tempat : Kantor XXXX (------)
-------------------------
VI. HASIL: MATRIKS, DESKRIPSI, DAN
ANALISIS

XXXX adalah organisasi yang cukup baik dalam akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Nilai
akuntabilitas organisasi XXXX ini adalah 3,88 yang artinya bahwa prinsip dan nilai-nilai akuntabilitas
telah terkokumentasi dengan baik di lembaga XXXX, sudah ada sosialisasi semua kebijakan XXXX
kepada staf, meskipun belum semua staf mengetahui keberadaan dokumen tersebut, dan beberapa
ada yang lupa bahwa ada kebijakan tersebut. . Sudah ada praktek baik terkait dengan implementasi
nilai-nilai dan prinsip akuntabilitas dalam melaksanakan kinerja organisasi. Meskipun beberapa ada
kurang konsistensi dalam pelaksanaannya seperti laporan yang kurang tepat waktu, mekanisme
umpan balik yang masih dirasakan kurang memberikan ruang pada penerima manfaat untuk
langsung memberikan komplain seperti melalui hotline atau kotak saran. Ditemukan juga beberapa
kasus dimana tidak ada klarifikasi terhadap penerima manfaat program.

Dari semua tantangan yang ada XXXX memiliki nilai yang kuat dan menjadi ‘roh’ lembaga XXXX ini
yaitu pelayanan. Berbeda dengan pengelola bantuan kemanusiaan lainnya, XXXX selalu
memposisikan perannya sebagai lembaga pelayanan, yang memberikan bantuan dengan sepenuh
hati. XXXX tidak hanya memberikan bantuan dalam bentuk material (seperti makanan dll), tapi juga
bantuan non material berupa asistensi teknis, coaching dll untuk lembaga pengelola bantuan
kemanusiaan yang menjadi mitranya.

XXXX memiliki prinsip/nilai kuat dalam independensi, komitmen organisasi dan kemitraan. Ketiga
nilai/prinsip ini memiliki skor yang sama yaitu: 4,29 yang artinya bahwak dokumen dan praktek sudah
dilaksanakan dengan cukup baik, meskipun ada beberapa yang dirasakan sedikit kurang konsisten.
Nilai terendah XXXX ada pada prinsip/nilai transparansi yang memiliki skor 3,43 yang artinya bahwa
transparansi sudah dilakukan dilembaga ini namun ada beberapa kebijakan yang sudah
terdokumentasi tapi ada juga kebijakan yang belum didokumentasikan. Praktek transparansipun
beberapa masih sebatas pada donor dan mitra belum sampai pada level komuntas masyarakat.
Praktek transparansi ke masyarakat baru sepatas pada informasi bantuan, besarnya biaya bantuan
dan cara mengaksesnya. Belum sampai pada keseluruahan program beserta pembiayaannya.

Berikut nilai tiap prinsip akuntabilitas di lembaga XXXX:


1. Independensi: 4,29
Prinsip independensi mengambarakan bahwa Organisasi ini otonom dan bebas dari pengaruh dan
kepentingan-kepentingan pemerintah, partai politik, donor/lembaga penyandang dana, sektor bisnis
dan siapapun yang dapat menghilangkan independensi organisasi dalam bertindak bagi kepentingan
umum. Untuk prinsip Independensi, XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa independensi
XXXX sudah cukup baik. Meskipun XXXX lembaga yang diberi mandat oleh gereja (YYYY) namun XXXX
tidak pernah merasa disetir oleh pihak YYYY.

Skor XXXX dalam Prinsip Independensi:

Prinsip independsi memiliki 2 indikator, pertama: Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap
jabatan sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola
bantuan kemanusiaan dengan jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota
partai politik, ataupun organisasi lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis. Kedua:
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas.

Untuk indikator Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan sebagai pengambil
keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dengan
jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota partai politik, ataupun organisasi
lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis, XXXX memiliki skor 4.00 yang artinya bahwa
kebijakan dan praktek telah dilaksanakan meskipun belum begitu konsisten.

Dalam manual HR XXXX, rangkap jabatan tidak dilarang sepanjang sama dengan visi-misi XXXX. Pasal
75 manual HR Ayat 1 menyebutkan XXXX mendorong staf untuk berperan dalam urusan lokal (sosial
kemasyarakatan) tapi diminta tidak berpihak ke partai politik dan tidak melakukan kegiatan politik.
XXXX juga pernah memiliki pengalaman adanya rangkat jabatan serpti yang terjadi pada Romo Xxx
dimana beliau pernah menjadi Sekjen XXX dan Direktur XXXX dalam periode yang sama. Nilai positif
dari kasus ini adalah bahwa koordinasi dengan XXX lebih mudah dan cepat, namun nilai minusnya
staf menjadi kurang dekat/berjarak dan pekerjaan di XXXX terkesan hanya sebagai pekerjaan
sampingan saja.
Pada indikator: Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan
bebas, XXXX mendapat skor 4,57 yang nyaris sempurna. Nilai ini mengindikasikan bahwa XXXX adalah
lembaga yang independen, sudah ada kebijakan dan praktek baik untuk indikator ini. Dalam
berjaringan dan pelaksanaan kegiatan di lapoangan, XXXX bebas kerjasama dengan siapa saja asalkan
sepaham dalam visi dan visi XXXX. Itu untuk berjejaring. Namun untuk bermitra dalam implementasi
program, XXXX hanya boleh dengan YYYY. YYYY independen, bebas bekerjasama dengan siapa saja.

2. Komitmen Organisasi

Prinsip komitmen organisasi mengambarakan bahwa Organisasi memiliki perangkat kebijakan yang
jelas dan tegas terkait kualitas dan akuntabilitas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan bantuan
kemanusiaan. XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa lembaga XXXX memiliki komitmen
untuk akuntabel dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan melalui penyiapan perangkat kebijakan
yang jelas dan kebijakan ini telah dilakukan meskipun dalam implementasinya ada beberapa
kebijakan yang belum begitu konsisten diterapkan atau belum dipahami benar oleh staf XXXX.

Skor XXXX dalam Prinsip Komitmen organisasi:

Prinsip komitmen organisasi memiliki 4 indikator, pertama Adanya dokumen tertulis dan resmi visi
dan misi organisasi, kedua Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan,serta program strategis
dari kegiatan atau proyek, ketiga: Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam
pelaksanaan kegiatan, dan keempat: Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan
penerima manfaat.

Pada indikator: Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi, XXXX mendapatkan skor
4,71 yang artinya bahwa dokumen visi misi organisasi ini telah dimiliki oleh XXXX. Visi dan misi
lembaga juga telah tersosialisasi dengan baik dimana XXXX memberikan waktu khusus untuk
mendiskusikan visi misi dalam pertemuan organisasi XXXX pada Desember 2011 yang lalu. XXXX juga
senantiasa berupaya untuk memenuhi visi misanya misalnya dengan mengupayakan status staf yang
dari kontrak menjadi staf permanen. Tantangannya adalah menurunkan visi misi dalam penyusunan
program kerja XXXX.
Pada indikator: Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan, serta
program strategis dari kegiatan atau proyek, XXXX mendapat skor 4,57 yang artinya XXXX telah
memiliki program kerja dalam respon kemanusiaan dalam dokumen kebijakan lembaga, namun
dalam implementasinya ada beberapa kebijakan yang prakteknya kurang konsisten. XXXX belum
memiliki logframe kelembagaan dimana visi misi diturunkan dalam program lembaga. Seringkali yang
terjadi ada logframe program yang kemudian dari sana dikaitkan dengan visi misi lembaga. Hasil
renstra belum di-breakdown menjadi capaian per tahun. Yang terjadi adalah tim XXXX menyusun
program berdasarkan kebutuhan YYYY atau permintaan donor, lalu menghubungkannya dengan visi-
misi XXXX. Setiap menyusun program, ada logframe yang menghubungkannya dengan visi-misi XXXX.

Pada indikator: Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan
kegiatan, XXXX mendapat skor 4,14 yang artinya bahwa XXXX telah memiliki prosedur dan
mekanisme yang baku dalam kebijakan lembaga, meskipun ada beberapa staf yang kurang
memahami keberadaaan dan isi dari kebijakan lembaga ini. Ada banyak SOP yang ada di XXXX seperti
SOP HR, SOP Finance, SOP ER, namun tidak semua orang tahu bahwa ada SOP. Kadang SOP yang
sudah diperbaruhipun tidak dirujuk malah merujuk pada yang lama seperti untuk form keuangan.
staf masih menggunakan form yang berbeda-beda karena ada yang masih menggunakan form yang
lama. Form baru padahal sudah ada. Penggunaan chart of account belum seragam.

Pada indikator: Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan penerima manfaat, XXXX
mendapatkan skor 3,71 yang artinya bahwa belum ada kebijakan, atau ada beberapa kebijakan
namun tidak diketahui oleh para staf, namun sudah ada prakter terkait dengan perlindungan
terhadap staf dan penerima manfaat. Di XXXX sebenarnya sudah ada SOP HR dan kode etik XXXX
yang melindungi staf dan penerima manfaat seperti dari tindakan pelecehan dll. Namun ada staf
yang tidak mengetahui ada kebijakan tersebut. Praktek perlindungan terhadap staf dan penerima
manfaat lebih pada nilai-nilai internal organisasi yang berjalan dengan sendirinya meskipun staf
tersebut tidak memahami bahwa kebijakannya ada atau tidak. Ada dokumen kebijakan perlindungan
terhadap staf dan penerima manfaat tetapi tidak semua staf tahu bahwa ada dokumen tersebut,
namun sudah dipraktikkan dengan baik dalam implementasi kinerja organisasi XXXX.

3. Kompetensi

Prinsip kompentensi mengambarkan bahwa: Organisasi memiliki dan mengembangkan kapasitas


yang relevan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan sesuai standar bantuan kemanusiaan. XXXX
mendapatkan skor 3,89 yang artinya bahwa XXXX sudah memiliki praktek baik terkait dengan
kapasitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan meskipun ada beberapa kebijakan yang belum
terdokumentasikan/tersosialisasikan dengan baik. Untuk beberapa isu yang digeluti oleh lembaga
beberapa staf XXXX tergolong ekspert di bidangnya, namun untuk program baru yang didalamnya
terdapat isu-isu baru seperti chaming chage masih dalam proses pembelajaran.

Skor XXXX dalam Prinsip Kompetensi organisasi:


Prinsip Kompetensi organisasi memiliki 4 indikator yaitu pertama: Tersedianya tenaga kerja yang
cukup kedua: adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan
program, ketiga adanya standar manajemen, kemampuan mengelolaa bantuan, personal dan
distribusinya dan empat, memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi staf dan relawan di
lapangan.

Pada indikator Tersedianya tenaga kerja yang cukup, XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya XXXX
telah memiliki kebijakan yang cukup baik terkait dengan penyediaan tenaga kerja dan sudah
dipraktekkan meskipun ada beberapa yang belum sempurna. Meskipun ada beberapa staf memiliki
beban ganda/pekerjaan tambahan/tugas rangkap, namun sejauh ini masih bisa dikerjakan dengan
baik. Bila dari segi jumlah staf dalam proposal sudah sesuai. Namun seringkali ditengah jalan ada
program tambahan yang tidak diiringi dengan penambahan staf. Ini yang menyebabkan jumlah
tenaga kerja masih diraskana kurang. Jadi, dalam situasi tertentu, tenaga kerja kurang. Situasi itu
adalah saat emergency atau ketika ada tawaran-tawaran program lain, atau ketika ada resign, beban
kerja juga menumpuk karena butuh waktu merekrut staf baru.

Pada indikator adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan
program, XXXX mendapatkan skor 3,71 yang artinya bahwa XXXX memiliki praktek yang cukup baik
dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan staf dalam melaksanakan program. Namun dalam
kebijakan masih belum banyak yang memberikan ruang untuk staf meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya dimana alokasi budget untuk pengingkatan pengetahuan dan ketrampilan staf masih
terbatas (kecil). Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan staf menunggu tawaran dari XXXX lain
(masing mengharapkan yang gratisan). Untuk isu-isu yang ditangani lembaga Karena, beberapa staf
merasa sudah ekpert, bahkan beberapa lembaga pernah mengundang staf XXXX untuk mengisi
pelatihan, namun ada beberapa isu baru yang belum dikuasai benar oleh para staf karena seperti
climate change adaptation dan ekosistem. Isu ini bagi XXXX masih baru dan belum ada pengetahuan
dan keterampilan cukup dalam merespon isu ini.
Pada prinsip, adanya standar manajemen, kemampuan mengelolaan bantuan,
personal dan distribusinya, XXXX mendapatkan skor 4,14 yang artinya bahwa XXXX telam memiliki
kebijakan dan praktek baik dalam standar manajemen, kemampuan pengelolaan bantuan, personel
dan distribusinya, meskipun beberapa belum dilakukan secara konsisten. ada standar manajemen
dan ada kapasitas untuk menyampaikan itu ke para mitra. Tapi ada beberapa mitra yang masih
menganggap itu baru sehingga perlu ada cara lain menyampaikan dan terkait dengan kemampuan
mereka menangkap juga. Sudah ada sop terkait cara distribusi bantuan, membuat laporan keuangan
dan narasi. Sebelum proyek baru dimulai, biasa ada briefing ke partner terkait dengan standar
manajemen pengelolaan program XXXX ini.

Pada Prinsip, memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi staf dan relawan di lapangan,
XXXX mendapatkan skor 3,43 yang artinya sudah ada praktek namun dalam beberapa hal terkait
dengan keamaan dan penyelamatan staf dan relawan ini kebijakannya belum tertuang secara detail
dan dipahami oleh staf. Dalam Pasal 68 manual HR hanya menyebutkan perlindungan secara umum
(misalnya asuransi kesehatan).Tidak ada kebijakan khusus yang terdokumentasi terkait dengan
prosedur keamanan ini. XXXX masih memiliki 16 dokumen yang menjadi PR di HR yang salah satunya
adalah prosedur keamanan dan penyelamatan.

4. Non Diskriminasi

Prinsip Non Diskriminasi menggambarkan bahwa: Organisasi pengelola bantuan selalu menerapkan
asas tidak membedakan orang menurut jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik.. Untuk
prinsip non diskriminasi ini, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang artinya bahwa XXXXn telah
mempraktekan non diskriminasi dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan meskipun beberapa
dokumen terkait dengan non diskriminasi ini belum terumuskan dengan baik atau belum
tersosialisasikan dengan baik oleh staf.

Skor XXXX dalam Prinsip non Diskriminasi:

Non Diskriminasi memiliki 4 indikator yaitu pertama: Informasi yang jelas tentang prosedur
pemilihan target penerima manfaat, kedua: Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan
rekrutmen staf dan relawan, Ketiga: Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat
dalam pelibatan kegiatan/proyek dan keempat: Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan
semua kelompok dan golongan
Pada indikator Informasi yang jelas tentang prosedur pemilihan target penerima manfaat, XXXX
mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa dokumen kebijakan dan praktek terkait dengan informasi
yang jelas tentang prosesur pemilihan targat penerima manfaat telah dirumuskan dan dipraktekkan
dengan baik di lembaga XXXX meskipun ada beberapa yang belum konsisten. XXXX memiliki proposal
dan dokumen renstra dimana disana tertuang dengan jelas target penerima manfaat. Namun
seringkali tidak ada verifikasi apakah target atau penerima manfaat ini sesuai atau tidak. Pengalaman
di Bengkulu, ada beberapa penerima manfaat yang sebetulnya tidak perlu dibantu. Tetapi itu
presentase-nya kecil. Penerima manfaat dibagi dua, saat emergency dan bukan emergency. Saat
bukan emergency, tidak ada alasan untuk tidak melakukan verifikasi karena ada cukup waktu. Saat
emergency, memang jarang dilakukan verifikasi. namun untuk non-emergency, biasanya dilakukan
verifikasi.

Pada indikator Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan rekrutmen staf dan relawan, XXXX
mendapatkan skor 4,43 yang artinya bahwa XXXX telah memiliki prosedur kemitraan, rekruitmen staf
dan relawan meskipun pada prakteknya beberapa belum dilakukan secara konsisten. Meskipun
sudah ada kebijakan terkait rekruitmen relawan, ada staf yang tidak tahu bahwa ada dokumen
kebijakan terkait dengan rekrutmen relawan dalam dokumen Panduan Relawan.

Pada indikator Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat dalam pelibatan
kegiatan/proyek, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang artinya bahwa praktek keterwakilah dari semua
golongan penerim manfaat dalam pelibatan kegiatan/proyek sudah berjalan di XXXX, meskipun ada
beberapa kebijakan terkait dengan hal ini yang belum terdokumentasikan. Dalam gempa di Padang
misalnya XXXX tidak hanya mendengarkan pendapat dari YYYY setempat namun juga tokoh agama
dan tokoh masyarakat di Padang dalam pengambilan keputusan merespon emergensi disana.

Pada indikator Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan semua kelompok dan golongan, XXXX
mendapat skor 2,86, yang artinya ada beberapa dokumen kebijakan terkait dengan ini namun
pelaksanaannyapun masih belum konsisten. Biasanya XXXX mencari tempat yang “netra” agar semua
pihak bisa terlibat seperti di balai desa. Namun XXXX belum melihat kelompok difablel untuk
diakomodir. Pada saat emergency di Padang, relawan XXXX beberapa Muslim dan XXXX menyediakan
tempat untuk musholla dan beristirahat terpisah antara laki-laki dan perempuan. Untuk kelompok-
kelompok agama sudah terakomodir, tetapi untuk kelompok difabel belum. Dalam menilai indikator
ini ada juga staf yang belum tahu/faham maksud dari prinsip ini.

5. Partisipasi

Prinsip Partisipasi menggambarkan bahwa: Organisasi melibatkan pemangku kepentingan terkait dan
penerima manfaat dalam semua tahapan pengelolaan bantuan. Untuk prinsip Partisipasi ini XXXX
mendapat skor 3,62 yang artinya bahwa ada praktek-praktek partisipasi di XXXX namun beberapa
kebijakan belum terdokumentasi dengan baik atau tidak diketahui keberadaan dokumennya.

Skor XXXX dalam Prinsip partisipasi:


Prinsip partisipasi ini memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan,
dan anak-anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan),
kedua: Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan keputusan
dalam pemenuhan kebutuhan. Dan ketiga: Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain

Pada Indikator: Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan), XXXX mendapat skor 3,29 yang artinya
bahwa praktek keterlibatan telah dilakukan meskipun beberapa belum ada kebijakannya. Dari
pengalaman ER, XXXX sudah memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus misalnya balita,
perempuan. Setelah distribusi, XXXX melakukan kunjungan lapangan lagi dan wawancara. Lalu
menemukan ada kebutuhan khusus yang belum terpenuhi, misalnya makanan balita, dan kembali
lagi ke lokasi untuk distribusi kebutuhan khusus itu. Namun XXXX belum meliatkan anak dalam
perencanaan. Anak tidak dilibatkan dalam perencanaan karena program XXXX tidak ada untuk anak.
Kalau laki dan perempuan iya, seperti contoh di Paguh Dalam, Padang. Namun dalam pelaksanaan
kegiatan, anak terlibat tapi tidak dalam perencanaan. Jadi, pelibatan laki-laki dan perempuan sudah
dilakukan mulai dari perencanaan dan evaluasi; tetapi anak-anak belum

Pada indikator: Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan
keputusan dalam pemenuhan kebutuhan XXXX mendapat skor 3,29 yang artinya bahwa sudah ada
praktek terkait dengan pelibantan penerima manfaat, namun beberapa dokumen belum ditemukan
atau beberapa staf belum mengetahui ada kebijakan ini. Indikator ini nilainya sama persis dengan
indikator sebelumnya yang menunjukkan situasnya sama.

Pada indikator: Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain, XXXX mendapat skor 4,29
yang artinya bahwa sudah ada kebijakan yang telah terdokumentasi dengan baik, dan dipraktekan
meskipun beberapa masih belum konsisten. Misalnya seperti di Mentawai dan di Bengkulu, XXXX
aktif melakukan kooridnasi. Di Bengkulu, kerjasama dengan Dinas Peternakan
untuk proyek pembagian sapi. Hampir semua proyek berkoordinasi dengan pemerintah setempat
dan jaringan yang ada, meskipun keaktifannya belum begitu maksimal.

6. Transparansi

Prinsip Transparansi menggambarkan bahwa: Organisasi menyediakan informasi yang jelas dan benar
serta dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk
prinsip Transparansi ini XXXX mendapat skor 3,43 yang artinya bahwa ada praktek-praktek
transparansi di XXXX namun beberapa kebijakan belum terdokumentasi dengan baik atau tidak
diketahui keberadaan dokumennya.

Skor XXXX dalam Prinsip Transparansi:

Prinsi Transparansi memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya informasi yang mudah dipahami dan
mudah diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh:
pembangunan rumah sementara juga mempertimbangkan lingkungan sekitar. Kedua: Adanya
publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan
nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan
dan pemangku kepentingan yang lain. Ketiga: Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan
sumber daya dalam perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya
masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain

Pada indikator Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses (dana, rentang waktu,
cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh: pembangunan rumah sementara juga
mempertimbangkan lingkungan sekitar, XXXX mendapatkan skor 3,71 yang
artinya bahwa sudah ada praktek baik terkait dengan informasi yang mudah dipahami dan mudah
diakses meskipun ada beberapa kebijkaan yang belum didokumentasikan atau tidak
diketahui/tersosialisasi oleh staf. Ada informasi yang mudah dipahami dan diakses di XXXX, misalnya
Setelah assessment, XXXX melakukan rapatkan hasilnya dan putuskan jenis bantuan dan kriteria
penerima manfaat. Lalu menyampaikannya ke contact person atau relawan. Kemudian Cp tersebut
pergi ke titik lokasi dan bertemua dengan pihak-pihak di sana dan menginformasikannya. Kemudan
CP dan warga menyiapkan untuk distribusi. Tim kemudian melakukan distribusi. Namun demikian
prosedur ini tersebut belum tertulis. Pengalaman di Mentawai juga seperti itu. Bahkan kepala dusun
datang membawa list nama-nama yang membutuhkan bantuan dan sudah disesuaikan dengan
kriteria yang disyaratkan XXXX.

Pada Indikator: Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan
(termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya
masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain, XXXX mendapat skor 3,71,
penilaian ini sama persis dengan indikator sebelumnya. Tidak untuk semua proyek ER ada publikasi
dan media mengenai proses kegiatan dan detail kuangannya. Untuk proyek ER yang besar, informasi
ini tertuang dalam website seperti saat Merapi, Mentawai, dan Wasior. Di Padang, publikasi XXXX
berikan lewat media dan website. Warga tahu juga besar bantuan yang diberikan oleh XXXX. Untuk
seluruh proyek, XXXX berikan di laporan tahunan saja. XXXX merasakan kesulitan untuk memaintain
publikasi via web karena orang yang bertugas juga harus ke lapangan juga.

Pada indikator: Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam
perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan
dan pemangku kepentingan yang lain, XXXX mendapat skor 2,86 yang artinya bahwa sudah ada
beberapa dokumen laporan berkala namun pelaksanaannya masih belum konsisten. Laporan
memang dibut dalam bentuk sitrep, bukan laporan resmi protokoler. XXXX membuatnya dalam
format 3W dan memberikan laporan tersebut ke UN-OCHA. Saat di Tangse, XXXX membuat laporan
yang diberikan ke posko pemerintah. Di Padang dan Mentawai XXXX melakukan koordinasi dengan
pemerintah setempat. XXXX melakukan update hal yang dilakukan, distribusi di mana dan berapa
kali. XXXX selalu melakukan pembuatan laporan namun belum seragam. Jadi nilai rendah karena
bentuk laporan koordinasinya ada yang tertulis dan tidak tertulis (tidak seragam), berkala-nya juga
belum reguler,

7. Koordinasi
Prinsip Koordinasi menggambarkan bahwa: Organisasi berkomunikasi dengan pemangku kepentingan
dan organisasi pengelola bantuan kemanusiaan lainnya melalui wadah koordinasi yang ada dalam
pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk prinsip Koordinasi ini XXXX mendapat skor 4.00 yang
artinya bahwa ada kebijakan dan praktek-praktek Koordinasi di XXXX namun pelaksanaannya belum
konsisten.

Skor XXXX dalam Prinsip Koordinasi:


Prinsip koordinasi memiliki 3 indikator yaitu pertama: Berkoordinasi dengan pemerintah setempat
atau otoritas lokal (dinas dan departemen terkait), Kedua: Terlibat dalam koordinasi rutin atau
melakukan sharing/berbagi informasi kepada pemangku kepentingan terkait lainnya dan ketiga:
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon.

Untuk Indikator: Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan
departemen terkait), XXXX mendapatkan skor 4,14 yang artinya sudah ada kebijakan dan praktek
terkait dengan koordinsasi dengan pemerintah setempat namun pelaksanaannya belum begitu
konsisten. Saat ada orang XXXX di lapangan (memberi asistensi) maka koordinasi akan jalan. Tetapi
ketika orang XXXX ditarik dan YYYY melanjutkan operasinya sendiri, maka YYYY seringkali tidak
melakukan koordinasi. Sebab: Tidak PD  bahasa Inggris, Kesibukan internal, Belum dirasakan
sebagai kebutuhan. Semua orang mendapat tugas itu, tapi tidak ada orang yang khusus bertugas
untuk koordinasi ini. Karena tidak ada penunjukan khusus, orang menganggap itu sebagai tugas
sampingan saja sehingga hanya orang yang punya keprihatinan dan kepedulian yang melakukan
koordinasi dan meluaskan jaringan.

Untuk Indikator: Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan sharing/berbagi informasi kepada
pemangku kepentingan terkait lainnya, XXXX mendapat skor 4, yang artinya bahwa sudah ada
kebijakan dan praktek baik terkait dengan koordiansi rutin ini namun dalam pelaksanaannya belum
begitu konsisten. Situasi yang terjadi sudah tergambar pada indikator sebelumnya.

Untuk Indikator: Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang
artinya sudah ada praktek baik terkait dengan indikator ini, meskipun beberapa kebijakannya belum
terdokumentasi. Di bebera daerah misalnya Padang, Mentawai, dan Tasik respon
yang diberikan untuk mengisi kesenjangan. Namun begitu XXXX kadang tidak bisa mengisi
kesenjangan karena terkait stok barang yang ada dan kualifikasi dari back-donor. Di XXXX juga
terdapat soal mandat dan kapasitas dimana XXXX biasa merespons non-food item dan tidak punya
kapasitas untuk hal lain. Biasanya Bila XXXX tidak punya kapasitas untuk mengisi kesenjangan, XXXX
akan mendorong YYYY untuk mengisi kesenjangan atau merujuk ke lembaga lain.

8. Pembelajaran dan Perbaikan

Prinsip Pembelajaran dan Perbaikan menggambarkan bahwa: Setiap pengalaman yang pernah
dialami dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan menjadi bahan pembelajaran untuk perbaikan.
Untuk prinsip Pembelajaran dan Perbaikan ini XXXX mendapat skor 3.95 yang artinya bahwa ada
kebijakan dan praktek-praktek Pembelajaran dan Perbaikan di XXXX namun pelaksanaannya belum
konsisten.

Skor XXXX dalam Prinsip Pembelajaran dan Perbaikan:

Prinsip pembelajaran dan perbaikan ini memiliki 3 indikator yaitu pertama Adanya laporan lapangan
secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di
lapangan), kedua: Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan
melalui briefing dan review berkala, dan ketiga Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan
bantuan.

Pada indikator: Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja,
tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan), XXXX mendapat skor 3,86 yang artinya di Karena
sudah ada praktek untuk selalu membuat laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal
meskipun pada prakteknya kadan tidak begitu konsisten. Ada keharusan bagi staf untuk membuat
laporan lapangan. Persoalannya di terjadwal. Kadang tidak ada progress
di YYYY selama seminggu atau sebulan, sehingga laporanpun tidak ada perkembangan. Dalam hal
pembuatanpun seringkali tidak sesuai jadwal. Pendistribusian laporan juga tidak selalu ke semua staf,
melainkan di divisinya saja. Kalau sudah mendapatkan laporan, tidak semua staf juga memiliki waktu
untuk membacanya.

Pada Indikator: Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui
briefing dan review berkala, XXXX mendapat skor 4 yang artinya bahwa kebijakan dan praktek terkait
dengan mekanisme perencanaan dan evaluasi bergala sudah ada meskipun belum konsisten. Ada
mekanismenya namun belum tentu dilakukan sesuai jadwal. Tidak semua orang bisa ikut karena
terhambat jadwal, selalu ada briefing dan review yang memberikan melandaskan rencana esok hari.
Dan hasil keputusan itu yang menjadi dasar kegiatan.

Pada Indikator: Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan, XXXX mendapat skor 4
yang artinya bahwa ada kebijakan dan praktek tekait peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan
meskipun belum dilakukan secara konsisten. XXXX ada budget capacity building tapi kecil, tapi tidak
semua staf tahu ada badget CB ini. Kegiatan capacity building masih berharap pada kebaikan hati
organisasi lain dan selama ini tidak direncanakan. Saat performance appraisal, XXXX selalu
menanyakan kebutuhan capacity building staf, meskipun tidak semuanya terpenuhi. Seringkali
kegiatan peningkatan kapasitas dilakukan secara internal misalnya dengan melakukan sharing dari
tim yang punya pengetahuan lebih untuk suatu topik.

9. Kemitraan

Prinsip Kemitraan menggambarkan bahwa: Kerjasama pengelolaan bantuan kemanusiaan dilakukan


dengan asas kesetaraan.. Untuk prinsip Kemitraan ini XXXX mendapat skor 4,29 yang artinya bahwa
sudah ada kebijakan dan praktek-praktek Kemitraan di XXXX namun pelaksanaannya belum
konsisten.

Skor XXXX dalam Prinsip Kemitraan:


Prinsip kemitraan ini memiliki 3 indikator: pertama Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi
bantuan dan mitra pelaksana dengan memperhatikan asas kesetaraan, Kedua: Adanya pelibatan aktif
semua pihak dalam pengambilan keputusan, Ketiga: Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi
penerima manfaat dalam pelaksanaan program

Pada indikator: Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan mitra pelaksana dengan
memperhatikan asas kesetaraan, XXXX mendapat skor 4,4 yang artinya sudah ada kebijakan dan
praktek terkait dengan adanya kesepakatan ini meskpun pada implementasinya kadang ada yang
tidak terpenuhi atau ada beberapa perubahan dalam pelaksanannya. Dalam beberapa kasus dalam
perjanjian meskipun XXXX berlaku setara, tetapi YYYYnya sendiri yang kadang merasa tidak setara.
Draft MOU selalu didiskusi terlebiha dahulu sampai ada kesepaktan bersama. Namun, kadang YYYY
tidak membaca dokumen dengan baik sehingga pada implementasinya ada sedikit nada protes.
Padahal kesepakatan itu sudah dibuat bersama-sama. Ada pemahaman yang salah tentang
kesetaraan. Setara kadang diartikan bahwa XXXX tidak bisa mengatur impelentasi di lapangan.
Kesepakatan seringkali dilihat sebagai formalitas belaka, syarat sebuah proyek berjalan, sehingga
ketika proyek berjalan mitra kadang tidak menjalankan isi kesepakatan.

Pada indikator:Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan, XXXX mendapat
skor 4,4 sama dengan indikator sebelumnya. XXXX sangat memperhatikan pelibatan aktif semua
pihak, sampai lama sekali prosesnya. Akibatnya, donor atau pemangku kepentingan melihatnya XXXX
ini lambat dalam pelaporan dan keputusan-keputusan; padahal sebab-sebabnya panjang dan akarnya
terletak di YYYY. Pelibatan aktif semua staf di level YYYY sudah dilakukan, tetapi ujung-ujungnya
kekuasaan terletak di direkturnya. Sehingga, pelibatan aktif menjadi suatu tantangan. XXXX sulit
intervensi karena YYYY juga independen. Cara pendekatan XXXX ke YYYY biasanya adalah pendekatan
persuasif dan pendekatan personal ke pengambil keputusan.
Pada indikator:Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima
manfaat dalam pelaksanaan program, XXXX mendapat skor 4 yang artinya bahwa sudah ada
kebijakan dan praktek baik untuk memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat
meskipun dalam implementasinya belum begitu konsisten. Di Padang, itu terjadi pelibatan penerima
manfaat, mereka mengatur sendiri bagaimana pembangunan rumahnya. Dalam ER, tidak semua
proyek bisa melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program, tergantung dari disain program
yang disetujui oleh Donor. Namung untuk proyek CMDRR, Pelibatan warga untuk pelaksanaan
program itu pasti dilakukan. Dalam CMDRR yang membuat pemetaan, rencana aksi dan pelaksanaan
adalah warga itu sendiri. Namun ketika di Serui, XXXX tidak melibatkan penerima manfaat secara
penuh. Mereka dilibatkan untuk memobilisasi warga terdampak. Di luar ER, program XXXX berfokus
pada DRR yang community managed. Warga mengatur sendiri proyeknya. Untuk di ER, pelibatan
minimal adalah warga terdampak mengatur waktu distribusi dan membantu distribusi. Sedangkan di
situasi normal, itu menjadi kebijakan XXXX.

10. Non Proselitis

Prinsip Non Proselitis menggambarkan bahwa: Organisasi tidak melakukan upaya penyebarluasan
agama, keyakinan, paham, dan ideologi politik melalui distribusi bantuan kemanusiaan. Untuk prinsip
Non Proselitis ini XXXX mendapat skor 3,64 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik meskipun
kebijakannya belum ada atau tidak diketahui keberadaannya oleh staf.

Skor XXXX dalam Prinsip Non Proselitis:

Prinsip Non Proselitis ini memiliki 2 Indikator yaitu pertama: Adanya pakta perjanjian internal bagi
setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program, dan kedua: Adanya pelibatan
aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan.

Untuk Indikator: Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat
dalam kegiatan program, XXXX mendapat skor 3,6 yang artinya bahwa praktek pakta perjanjian
internal sudah diimplentasikan di XXXX meskipun dokumennya belum
diketahui staf keberadaannya. Tidak ada penandatanganan orang per orang untuk prinsip non
proselitis ini, meskipun di pakta integritas dan di kode etik XXXX itu ada. ada di dokumen Deus
Caritas Est, yang merupakan landasan Caritas. Meskipun tidak semua orang/staf memahami bahwa
dokumen ini ada namun sudah diimplementasikan, jadi secara kognitif tidak ada, tetapi
terimplementasi. Nilai non proselitis ini rendah dinilai karena tidak ada butir dalam SOP yang
menjadi turunan artikel dalam Deus Caritas Est dan Tidak semua staf paham arti prinsip ini.

Untuk Indikator:Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan, XXXX mendapat
skor 3,7 yang artinya bahwa sudah ada praktek baik untuk pelibatan aktif semua pihak dalam
pengambilan keputusan namun beberapa kebijakan terkait dengan hal ini tidak diketahui
keberadaannya. di Padang, pengambilan keputusan respons tidak hanya mendengarkan pastor tetapi
juga para staf yang sebagian beragama Muslim.Pengalaman di Tasik, XXXX berkoordinasi dan
bekerjasama dengan PMII.

11. Mekanisme umpan balik

Prinsip mekanisme umpan balik menggambarkan bahwa: : Organisasi memiliki mekanisme untuk
menerima saran, kritik dan tanggapan dari pemangku kepentingan untuk peningkatan dan perbaikan
pengelolaan bantuan. Untuk prinsip mekanise umpan balik ini XXXX mendapat skor 3,48 yang artinya
bahwa sudah ada Praktek baik meskipun kebijakannya belum ada atau tidak diketahui
keberadaannya oleh staf.

Skor XXXX dalam Prinsip Mekanisme Umpan Balik

Prinsip mekanisme umpan balik memiliki 3 indikator yaitu: pertama: Adanya mekanisme untuk
menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi penerima manfaat, kedua: Penyampaian
laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan) dan ketiga: Adanya tindak lanjut terkait
dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan

Untuk Indikator: Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi
penerima manfaat, XXXX mendapat skor 2,7 yang artinya sudah ada dokumen dan beberapa sudah
dipraktekan. Untuk ke penerima manfaat, mekanisme umpan balik ini belum ada. Namun untuk
mitra dalam hal ini YYYY, ada forum pertemuan tahunan di annual meeting dimana XXXX membuka
diri untuk masukan umpan balik. Ada evaluasi per proyek juga. Masukan yang krusial akan
dimasukkan dalam planning program ke depan. Biasanya mekanisme umpan balik dilakukan secara
informal, biasa pakai sistem warung kopi. Untuk yang formal ada survey pasca distribusi di saat ER.

Untuk indikator: Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal
baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan), XXXX mendapat skor 3,9 yang artinya
sudah ada dokumen kebijakan dan praktek baik untuk penyampaian laporan lapangan ini meskipun
implementasinya kurang konsisten. Kondisi ini sama dengan prinsip ke-8.

Untuk Indikator: Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan XXXX
mendapat skor 3,9 yang skornya sama persis dengan indikator sebelumnya. XXXX selalu memberikan
tindak lanjut dari masukan Working Group. Ada hal-hal yang jadi perhatian misalnya complain, XXXX
akan tindak lanjuti. Di XXXX ada senior management team, di situ biasanya merumuskan tindak
lanjut dari hal-hal penting organisasi. Untuk yang ringan, XXXX melemparnya di staff meeting. Jadi
ada tindak lanjut dari masukan-masukan terkait dengan laporan.

12. Kemandirian

Prinsip Kemandirian menggambarkan bahwa: Organisasi mampu melakukan upaya-upaya mobilisasi


sumber daya dan distribusi bantuan kemanusiaan yang tidak menimbulkan ketergantungan. Untuk
prinsip kemandirian ini XXXX mendapat skor 3,78 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik terkati
dengan kemandirian meskipun kebijakannya belum ada atau tidak diketahui keberadaannya oleh staf.

Skor XXXX dalam Prinsip Kemandirian:


Prinsip Kemandirian memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya sumber daya (materi dan non-
materi) yang jelas dan berkelanjutan, Kedua: Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan
non-materi) lokal dalam pelaksanaan program, dan ketiga: Adanya pelibatan aktif semua pemangku
kepentingan dalam penentuan program

Untuk Indikator: Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas dan berkelanjutan, XXXX
mendapat skor 3,4, yang artinya bahwa sudah ada sumber daya materi dan non materi yang jelas
dan berkelanjutan meskipun belum sepenuhnya. XXXX memang memiliki sumberdaya tapi terbatas.
Ada keluarga besar XXXX yang berkontibusi memberikan sumberdaya ke XXXX. Namun di XXXX belum
ada orang khusus yang bertugas untuk mencari sumberdaya lain. Sudah ada inisiatif fundraising.
Saat ER, ada usaha mencari sumberdaya lain yaitu perusahaan. Tetapi memang ada beberapa
tantangan dalam hal fundraising ini karena belum ada yang terealisasikan dari upaya fundraising ini.

Untuk Indikator: Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-materi) lokal dalam
pelaksanaan program. XXXX mendapat skor 4, yang artinya ada kebijakan dan praktek pelibatan
kapasitas lokal dalam pelaksanaan program meskipun belum sepenuhnya konsisten dilakukan. Masih
ada pandangan bahwa XXXX adalah kantor Jakarta, dan banyak uang. Meski demikian tidak berarti
tidak ada kontribusi lokal. Kontribusi lokal selalu besar, tetapi masalahnya itu tidak tercatat baik. Di
Bangrejo, mereka membangun sendiri parit di desa. Kontribusi materi, di Pansos mereka
menambahkan dana.. Seringkali kontribusi lokal tidak diberikan begitu saja, melainkan karena si
kontributor akan mendapatkan sesuatu. Ada kepentingan di situ. Contohnya bila warga tidak
menyiapkan kandang, maka sapi tidak akan dikasih.

Untuk indikator: Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam penentuan program,
XXXX mendapat skor 3,9 yang artinya bahwa sudah ada praktek dan dokumen kebijakan dalam
pelibatan semua pemangku kepentingan meskipun implementasinya tidak begitu konsisten, dimana
kondisinya sama seperti dalam poin koordinasi dan partisipasi
13. Keberpihakan Kelompok Rentan

Prinsip Keberpihakan kepada kelompok rentan menggambarkan bahwa: Organisasi memiliki


keberpihakan yang jelas kepada kelompok rentan (ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia,
difabel/penyandang cacat, pengidap HIV AIDS, minoritas seks) di setiap tahapan dan dampak
pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk prinsip Keberpihakan pada kelompok rentan ini XXXX
mendapat skor 4,00 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik dan kebijakan yang terkait dengan
keberpihakan terhadap kelompok rentan meskipun implementasinya kadang ada yang tidak
dilakukan secara konsisten.

Skor XXXX dalam keberpihakan kepada kelompok rentan:

Prinsip Keberpihakan kepada kelompok rentan memiliki 3 indikator yaitu: pertama: Adanya kebijakan
dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang termasuk dalam kelompok rentan
dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok), kedua: Penerima manfaat langsung dari
program dan organisasi adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan, ketiga: Adanya
kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat

Pada indikator: Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang
termasuk dalam kelompok rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok), XXXX
mendapat skor 4,29, yang artinya ada bahwa sudah ada kebijakan dan program yang berorentasi
pada kelompok rentan meskipun belum semuanya konsisten diimplemtasikan. Ada kebijakannya
tetapi belum ada program yang khusus untuk kelompok rentan

Pada indikator :Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar
merupakan kelompok rentan 4,43 artinya ada bahwa sudah ada kebijakan terkait dengan penerima
manfaat langsung dari program dan organisasi meskipun belum semuanya konsisten
diimplemtasikan. Saat emergency, XXXX tidak melihat dari pemisahan itu melainkan dilihat dari
kerentanan terhadap bencana. Ada prioritas diberikan kepada kriteria yang telah ditentukan.
Prioritas diberikan kepada yang kerusakannya paling parah dan paling
tidak bisa memulihkan diri, atau paling terpelosok.

Pada indikator : Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat 3,29, artinya
ada praktek baik terhdap kebijakan tentang perlindungan terhdap penerima manfaat ini meskipun
dokumennya tidak diketahui keberadaannya. Situsi pada indikator ini sama dengan prinsip
komitmen.

Aspek yang sudah Baik dan yang masih menjadi tantangan di


XXXX

Kekuatan XXXX Tantangan

 Memiliki dokumen kelembagaan Kemandirian:


 Sustainibilitas lembaga (sehingga tidak selalu
yang lengkap tergantung pada donor)
 Mencari dana dari donor lain (tidak keluarga
Caritas)
 Keberlanjutan XXXX dan ketersediaan dana
bebas (bukan dari donor)
 Nilai pelayanan kasih dalam Pengembangan program
 Program untuk anak-anak, komitmen
pengelolaan bantuan kemanusiaan organisasi untuk penetapan staf permanen,
kemandirian (fundraising), kompetensi
(capacity building untuk pengelolaan
bantuan)

 Selalu berupaya untuk berkembang Non Proselitis:


 Keberadaan sebagai lembaga Katolik
menuju yang lebih baik

VII. PEMBELAJARAN
1. Bagi Organisasi:
 Peserta merasa mendapatkan pengetahuan baru terkait dengan alat
pengukuran akuntabilitas dan informasi lain di dalam organisasi yang selama
ini belum diketahui.
2. Bagi Asesor:
 Ketika melakukan document review, harus benar-benar teliti untuk mengecek
karena bisa saja dalam satu dokumen tersirat atau tercantum banyak hal yang
tersebar dalam berapa prinsip/indikator yang dibutuhkan untuk diverifikasi.
 Pentingnya memahami karakter organisasi yang akan dinilai agar lebih
mengetahui kondisi/situasi yang tergambar dalam skor sehingga lebih tepat
mengkualitatifkan hasil dari penilaian/nilai kuantitafifnya.
3. Bagi Instrumen Asesmen:
 Pengukuran dapat menjadi alat recek kembali indkator yang ada pad prinsip-
prinsip akuntabilitas yang ternyata ditemukan di beberapa prinsip terdapat
indikator yang sama. Misalnya pada Koordinasi terdapat indikator
berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas
lokal, hal yang sama juga ada pada prinsip partisipasi yang mencantumkan
aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain.
 Instrumen ini belum mencantumkan diskripsi kualitatif dari range skor yang
didapat misalnya kalau 1.00 – 1.50 itu buruk, kemudian 1,51 – 2,50 itu
kurang, kalau 2,51 – 3,50 itu cukup baik, 3,51 – 4.50 itu baik, dan 4,51 – 5.00
itu sangat baik.

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
XXXX memiliki Skor tertinggi untuk independensi, komitmen organisasi, dan kemitraan
(4.29), dan Skor terendah untuk mekanisme umpan balik (3.48) dan non-proselitis (3.64).
Rata-rata skor semua adalah 3.9, artinya: kebijakan lembaga sudah terdokumentasikan
namun pelaksanaannya belum konsisten; atau pelaksanaan sudah konsisten namun
beberapa praktik belum didokumentasikan.

Rekomendasi

 Perlu memiliki staf khusus untuk monev


 Studi membandingkan/belajar dari organisasi lain soal pengelolaan umpan balik
 Menjalankan strategi fundraising, bukan hanya inisiasi saja
 Segera mengkonkritkan usaha fundraising
 Belajar membuat proposal dalam format lain dan menyebarkan ke beberapa donor
 Mulai melakukan fundraising di XXXX, karena dimana-mana sudah dilakukan
 Implementasi di level YYYY supaya akuntabel
 XXXX memikirkan untuk dapat melaksanakan program untuk anak-anak.
 XXXX melaksanakan segera untuk komitmen staf permanen, fundraising, kompetensi
 Kegiatan capacity building lebih terencana
 Sosialisasi kebijakan internal di antara staff
 Membakukan kebijakan/SOP tentang non-proselitis, tidak hanya mendasarkan pada
kebijakan lembaga

Anda mungkin juga menyukai