Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

EH
S T I K E S

ATAN
SA
C

A
H G
B AY
A BAN
AN IN
JARMAS

OLEH :

MUHAMAD ROYLAH, S. Kep

16.31.0773

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

EH
S T I K E S

ATAN
SA
C

A
H G
B AY
A BAN
AN IN
JARMAS

OLEH :

MUHAMAD ROYLAH, S. Kep

16.31.0773

Mengetahui,
Perseptor Akademik Perseptor Klinik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

A. Definisi
Menurut Engram (1998) pneumonia adalah proses inflamasi pada
parenkim paru. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius
atau adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran trakeobrokialis
sehingga flora endogen yang normal berubah menjadi patogen ketika
memasuki saluran jalan nafas.
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan
terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita
(Said 2007).
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah
inflamasi atau infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu atau
lebih agens berikut virus, bakteri, mikoplasma dan aspirasi substansi asing.
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia juga dikenali sebagai
pneumonitis, bronchopneumonia dan 'community-acquired pneumonia
(Mansjoer, 2000 : 254).

B. Etiologi
Penyebab pneumonia antara lain :
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan
Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada
anak-anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari
dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir
yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri,
yang tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus.
Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan,
dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.

C. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah :
1. Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
2. Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk)
3. Menggigil
4. Demam
5. Mudah merasa lelah
6. Sesak nafas
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual dan muntah
10. Merasa tidak enak badan
11. Kekakuan sendi
12. Kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan antara lain kulit lembab,
batuk darah, pernafasan yang cepat, cemas, stress, tegang dan nyeri perut.
D. Patofisiologi
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan
ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut
memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli
menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam
perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 1998).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat
dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi
di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bacterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis
keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-
cabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk
diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan
mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk
melakukan kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis dengan predominan polimorfonuklear.
Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih
rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus
meningkat dan dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan
bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura,
aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap
kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis,
ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk
tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi
dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi
pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak
gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering
disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati
hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas
pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-
bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus
atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

F. Komplikasi
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi
yang sering terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural,
empiema, gagal nafas, perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial
menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik, atelektasis persiten,
rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif dan
bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab
struktur sistem pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain
jaringan paru menurun, kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan
ekspansi paru menurun sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.
G. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu
(www.sehatgroup.we.id).
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum
terdiri dari
1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran,
antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu
diperhatikan antara lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi
ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung
dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000
unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau
amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus
yang tidak terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

H. Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas
dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah
terjadinya pneumonia (www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi bisa membantu
mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa
yang beresiko tinggi yakni :
1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae
type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam
pemberantasan pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui
imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian
balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis
dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan
penyakit penyerta pada pneumonia balita.
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin
pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab
pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini
belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-
imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang
baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan
lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya itu dapat
menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk
penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2002) pengkajian keperawatan pada
pneumonia meliputi :
a. Kaji kepatenan jalan nafas
b. Kaji tanda-tanda gawat pernafasan dan respons terhadap terapi
oksigen
c. Kaji respons anak terhadap pengobatan
d. Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanakan program
pengobatan di rumah
Pengkajian keperawatan :
a. Riwayat pasien : panas, batuk, perubahan pola makan, kelemahan,
penyakit respirasi sebelumnya, perawatan di rumah, penyakit lain
yang diderita anggota keluarga di rumah.
b. Pemeriksaan fisik : demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan
otot pernafasan tambahan, suara nafas tambahan, rales, ronki,
kenaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, x-
ray dada.
c. Psikososial dan faktor perkembangan : usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman
berpisah dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai
sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan,
waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit).
d. Pengetahuan pasien dan keluarga : pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan, kesia dan keinginan untuk belajar.
Sumber : NANDA 2005

J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DO: Perubahan Kerusakan
– Klien nampak sesak membran kapiler pertukaran gas
– pernapasan cuping hidung, alveolar
pernapasan dangkal
– Klien nampak pucat dan
cianosis
DS:
– Ibu klien mengatakan
anaknya sesak.

2. Kelelahan otot Pola nafas tidak


pernafasan efektif
3. Obstruksi jalan Bersihan jalan
nafas,spasme nafas tidak
jalan nafas, efektif
sekresi tertahan,
banyaknya
mucus, adanya
jalan nafas
buatan,sekresi
bronkus, adanya
eksudat di
alveolus, adanya
benda asing di
jalan nafas
K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan pathway :
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran
kapiler alveolar
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Obstruksi jalan
nafas,spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mucus, adanya
jalan nafas buatan,sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya
benda asing di jalan nafas.

Nursing Care Planning (NCP)


INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classication)
Kerusakan pertukaran: Setelah dilakukan tindakan AIRWAY
Gas keperawatan ............x24 MANAGEMENT
Tanda dan Gejala jam, diharapkan pertukaran 1. Buka jalan
1. Gangguan gas baik. nafas,gunakan teknik
penglihatan Kriteria hasil chin lift atau jaw
2. Penurunan CO2 Respiratory status : Airway thrust bila perlu
3. Takikardi Patency 2. Posisikan pasien
4. Hiperkapnea Indikator IR ER untuk
5. Keletihan 1. Status memaksimalkan
6. Somnolen mental ventilasi
7. Tritabilitas dalam 3. Identifikasi pasien
8. Hipoksia rentang perlunya
9. Kebingungan yang pemasangan alat
10. Dispenea diharapkan jalan nafas buatan
11. Nasal faring 2. Kemudahan 4. Pasang mayo bila
12. AGD normal dalam perlu
13. Sianosis bernafas 5. Lakukan fisioterapi
14. Warna kulit 3. Dispenea dada jika perlu
15. Abnormal (pucat saat 6. Keluarkan sekret
kehitaman) istirahat dengan batuk atau
16. Hipoksemina tidak ada suction
17. Hiperkarbia 4. Dipnea saat 7. Auskgltasi suara
18. Sakit kepala ketika aktivitas nafas, catat adanya
bangun tidak ada suara tambahan
19. Frekuensi dan 5. Tidak 8. Lakukan suction
kedalaman nafas terdapat pada mayo
abnormal kelemahan 9. Berikan
6. Sianosis bronkodilator bila
Berhubungan dengan : tidak ada perlu
1. Keseimbangan 7. Sommolen 10. Berikan pelembab
perfusi ventilasi tidak ada udara
2. Perubahan membran 8. Pa02 dalam 11. Atur intake untuk
kapiler alveolar batas cairan
normal mengoptimalkan
9. paC02 keseimbangan.
dalambatas 12. Monitor respirasi
normal dan status O2
10. ph arteri
dalam RESPIRATORY
dalam batas MONITORING
normal (monitor respirasi)
11. saturasi
oksigen 1. Monitor rata-rata
dalam batas kedalaman, irama
normal dan usaha respiirasi
12. ET(end 2. Catat pergerakan
tidal) C02 dada, amati
dalam kesimetrisa,
rentang penggunaan otot
yang tambahan, retraksi
diharapkan otot supraclavicular
13. Foto toraks dan intercostals
dalam 3. Monitor suara nafas,
dalam seperti dengkur
rentang 4. Monitor pola nafas :
yang bradipena, takipenia,
diharapkan kussmau,hiperventil
14. Perfusi- asi, chyne stokes,
ventilasi biot
seimbang 5. Palpasi kesalmaan
epansi paru
Keterangan : 6. Perkuso toraks
1. Keluhan ekstrim anterior dan
2. Keluhan berat posterior dan aspek
3. Keluhan sedang sampai basis
4. Keluhan ringan bilateral
5. Tidak ada keluhan 7. Catat lokasi trakea
8. Monitor kelebihan
otot diagfragma
(gerakan
padadoksis)
9. Aulkustasi suara
nafas, catat area
penunmait/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
10. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama
11. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui hasilnya
12. Monitor nilai PFT.
Terutama kapasits
vital kekuatan
inspirasi maksimal
volume ekspirasi
paksa
13. Monitor hasil
ventalasi mekanik,
catat peningkatan
tekanan inspirasi
dan penurunan
volume tidal
14. Monitor peningkatan
kelelahan, cemas
dan lapar udara
15. Cara perubahan
sa02, Sv02, end tidal
C02, perubahan nilai
ABG
16. Monitor kemampuan
pasien untuk batuk
efektiif
17. Monitor secreat
respiratori pasien
18. Catat onset,
karakteristik dan
durasi batuk, D
monitor dispena dan
kejadian yang
meningkatkan atau
memperburuk
19. Monitor crepitus
20. Monitor foto toraks
21. Buka jalan nafas
dengan chin lift atau
jaw trust
22. Posisikan pasien
pada suatu sisi untuk
mencegah aspirasi
23. Lakukan resustinasi
24. Lakukan tindakan
terapi respirator.

INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classication)
POLA NAFAS TIDAK Setelah dilakukan tindakan AIRWAY
EFEKTIIF keperawatan selama .........x MANAGEMENT
Tanda dan gejala 24 jam, diharapkan pola nafas (manajemen jalan
1. Penurunan tekanan efektif. nafas)
inspirasi atau Kriteria hasil 1. buka jalan nafas
ekspirasi Respiratory status : Airway gunakan teknik
2. Penurunan tekanan Patency chin lift atau jaw
udara permenit Indikator IR ER thrust bila perlu
3. Menggunakan otot 1. Frekuensi 2. posisikan pasien
pernafasan pernafasan untuk
tambahan sesuai yang memaksimalkan
4. Nasal faring diharapkan ventilasi
5. Dispnea 2. Irama nafas 3. identifikasi fasien
6. Ortopnea sesuai yang perlunya
7. Perubahan diharapkan pemasangan alat
penyimpanan dada 3. Kedalaman jalan nafas buatan
8. Nafas pendek inspirasi 4. pasang mayo bila
9. Tahap ekspresi 4. Ekspansi perlu
berlangsung sangat dada simetris 5. keluarkan sekret
lama 5. Bernafas dengan batuk atau
10. ................................ mudah suction
6. Pengeluaran 6. auskultasi suara
Berhubungan dengan : sputum pada nafas, catat
1. Hiperventilasi jalan nafas adanya suara
2. Deformitas tulang 7. Bersuara tambahan
3. Kelainan bentuk pada adekuat 7. lakukan suction
dinding dada 8. Ekspulasi pada mayo
4. Penurunan energi/ udara 8. berikan
kelelahan 9. Tidak bronkodilator bila
5. Perusakan atau didapatkan perlu
kelemahan penggunaan 9. berikan pelembab
Muskulosheletal otot2 udara atur intake
1. Obsesital tambahan untuk cairan
2. Posisi tubuh 10. Tidak mengoptimalkan
3. Kelelahan otot didapatkan keseimbangan.
pernafasan kontraksi 10. Monitor respirasi
4. Hipoventilasi dada dan status O2
sindrom 11. Tidak
5. Nyeri didapatkan
6. Kecemasan suara nafas
7. Disfungsi tambahan
neuromusculas 12. Tidak
8. Kerusakan persepsi didapatkan
kognitif pernafasan
pursed Itps 9.
13. Tidak
didapatkan
dyspenea
saat istirahat
14. Tidak
didapatkan
dyspinea
15. Tidak
didapatkan
orthopnea
16. Tidak
didaptkan
nafas pendek
17. Tidak
didapatkan
fremitus
taktil
18. Prekusi suara
sesuai yang
diharapkan
19. Aulkustasi
suara nafas
sesuai
20. Bronchopony
sesuai yang
diharapkan
21. egophony
sesuai yang
diharapkan
22. whispered
pectirology
sesuai yang
diharapkan
23. tidal volume
sesuai yang
diharapkan
24. kapasitas
vital sesuai
yang
diharapkan
25. tes fungsi
pulmonari
sesuai yang
diharapkan
26. x-ray dada
sesuai yang
diharapkan

Keterangan :
1. keluhan ekstrim
2. keluhan berat
3. keluhan sedang
4. keluhan ringan
5. tidak ada keluhan

INTERVNSI
Tujuan dan kriteria hasil KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
(Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classicattion)
Bersihkan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan AIRWAY
tidak efektif keperawatan …….. x 24 MANAGEMENT
Tanda dan gejala jam diharapkan bersihan (manajemen jalan nafas)
1. Dispnea jalan nafas efektif. 1. Buka jalan nafas,
2. Penurunan suara Kriteria hasil gunakan teknik chin
nafas Respirotary status : Airway lift atau jaw thrust
3. Sianosis Pattency bila perlu
4. Kelainan suara 2. Posisikan pasien
5. Nafas (wheezing) Indikator IR ER untuk
6. Kelainan suara 1. Tidak memaksimalkan
nafas (rales) didapatkan pentilasi
7. Kesulitan demam indentifikasi pasien
berbicara 2. Tidak perlunya
8. Batuk didapatkan pemasangan alat
9. Produksi sputum kecemasan jalan nafas buatan
10. Gelisah 3. Frekuensi 3. Pasang mayo bila
11. Perubahan pemafasaan perlu
frekuensi dan sesuai yang 4. Lakukan fisioterapi
irama nafas diharafkan dada jika perlu
4. Tidak 5. Keluarjan secreat
Berhubungan dengan didapatkan dengan batuk atau
1. Obstruksi jalan tercekik suction
nafas,spasme jalan 5. Pengeluara 6. Aukultasi suara
nafas, sekresi n sputum nafas, catat adanya
tertahan, pada jalan suara tambahan
banyaknya mucus, nafas 7. Lakukan suction
adanya jalan nafas 6. Bebas dari pada mayo berikan
buatan,sekresi suara nafas bronkobolitor bila
bronkus, adanya tambahan perlu
eksudat di 8. Berikan pelembab
alveolus, adanya udara
benda asing di 9. Atur intake untuk
jalan nafas cairan
2. Fisiologis pengoptimalkan
disfungsi, keseimbangan
neuromaskuler, 10. Monitor respirasidan
hyperplasia status O2
dinding bronkus,
alergi jalan nafas, AIRWAY SUCTION
asma (suksion jalan nafas)
1. Pastikan kebutuhan
oral/tracheal
suctioning
2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suctioning
3. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
4. Minta klien nafas
dalam sebelum
suction dilakukan
5. Berikan O2
denganmenggunakan
nsaluntuk
memfasilitasi
suskion nasotrakel
6. Gunakan alat yang
steril setiap
melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien
istirahat dan nafas
dalam setelah kateter
dikeluarkan dan
nasotrakel
8. Monitor status
oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion
dan berikan oksigen
apabila pasien
menjukuna
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll
DAFTAR PUSTAKA

Biddulph, Jonn, dkk. 1999. Kesehatan Anak. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Iskandar Mah-iditat. 1985. Ilmu Kesehatan Anak UI, Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Rita & Suriadi, 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi. I. Jakarta : EGC.

Roudelph, 2007. Buku Peditria Rubolph Edisi , 20. Volume. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai