Anda di halaman 1dari 20

ELEKTROKARDIOGRAFI

Disusun Oleh :
Astrid Astari Aulia G99152053
Rizqy Qurrota A’yun A G99142084
Amalia Fitri Puspitasari G99142085
Indah Purnama Sari G99142086
Esty Jayanti G99142087

Pembimbing:

dr. ...... , Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada
EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai
dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.(1)
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk
mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung.
Dengan posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang
kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG.(2)
Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi awal
pasien yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektrokardiogram tetap merupakan
standar emas dalam mengidentifikasi adanya dan lokasi dari abnormalitas jantung itu sendiri.
Hingga saat ini belum ada pemeriksaan baru yang dapat menggantikan peran elektrokardiogram
(EKG). Meskipun bukan sebuah pemeriksaan dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, informasi
yang diperoleh bisa menjadi penentu tindakan yang akan kita ambil. Pada keadaan tertentu, alat
diagnostik ini memiliki kekuatan diagnostik yang sangat penting seperti pada infark miokardium
akut maupun bradi-takiaritmia.(1)
Bila dideteksi dini, banyak penyakit yang dapat ditolong pada waktu yang tepat untuk
menghindari komplikasi jangka pendek maupun panjang, bahkan kematian. Tentu saja interpretasi
EKG harus baik. Ditambah keterampilan mendapatkan riwayat penyakit (anamnesis) yang baik,
tidak diragukan lagi bahwa interpretasi EKG akurat dapat menjadi senjata ampuh dalam diagnosis
banyak penyakit.(1)
Secara rutin jantung melakukan aktivitas kontraksi dan relaksasi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan sirkulasi darah. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas listrik yang
dihasilkan secara ritmik dan kontinu oleh sel-sel spesial di jantung. Sel-sel dengan kemampuan
yang sangat unik dan luar biasa. Aktivitas listrik ini menghasilkan medan listrik jantung (cardiac
electrical field) dijantung untuk kemudian diteruskan ke seluruh tubuh. Medan listrik ini dapat
direkam dengan menaruh beberapa elektroda (sadapan) di permukaan tubuh yang dihubungkan
dengan sebuah mesin. Sebagai hasilnya tampak sebuah grafik sesuai interpretasi masing-masing
sadapan. Dengan kata lain, EKG merupakan sebuah grafik aktivitas listrik jantung yang direkam
di permukaan tubuh.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM KONDUKSI JANTUNG


Konduksi listrik di jantung merupakan proses yang berurutan (Gambar 1). Denyut
jantung yang normal dimulai dari nodus sinotrialdi junction atrium kanan dan vena kava
superior. Gelombang depolarisasi dengan cepat menyebar melalui atrium kanan dan kiri,
mencapai nodus AV dan akan mengalami perlambatan. Setelahnya, impuls akan
menyebar melalui bundle of his dan terbagi menjadi right bundle branches dan left bundle
branches. Keduanya kemudian akan bercabang menjadi serat Purkinje yang akan masuk
ke dalam serat otot jantung dan merangsang kontraksi.7

Gambar 1. Sistem Konduksi Jantung

Setiap denyut jantung digambarkan dengan 3 defleksi utama pada rekaman EKG yang
menggambarkan urutan propagasi listrik (Gambar 4). Gelombang P menggambarkan
depolarisasi atrium. Selama perlambatan konduksi di AV node, gambaran akan kembali
ke garis datar. Defleksi kedua adalah kompleks QRS yang menggambarkan proses
depolarisasi sel otot ventrikel. Setelahnya, gambaran EKG akan kembali ke garis datar dan
segera diikuti repolarisasi sel yang digambarkan dengan defleksi ketiga, gelombang T. Ada
kalanya setelah gelombang T dapat ditemukan gelombang U yang merupakan gambaran fase
lambat repolarisasi ventrikel.8
B. SANDAPAN ELEKTROKARDIOGRAFI
Elektrokardiogram standar telah mengalami perubahan mulai dari rekaman 3 sandapan
yang diperkenalkan oleh Einthoven sampai rekaman dengan 15 sandapan yang digunakan saat
ini pada penderita pediatrik. Secara garis besar, sandapat yang digunakan terbagi menjadi 2 tipe:
ekstremitas (bidang frontal) dan sandapan prekordial (bidang sandapan horizontal).
Sandapan ekstremitas dapat dibagi lagi menjadi Einthoven’s standard bipolar system
(sandapan I, II, dan III) dan augmented variation of Wilson’s unipolar lead system (aVR,
aVL, dan aVF). Sandapan Einthoven merekam potensial listrik antara pasangan elektroda positif
dan negatif di ekstremitas, sedangkan sandapan Wilson merekam potensial listrik
dari satu ekstremitas terhadap terminal sentral potensial nol (zero potential central terminal)
(Gambar 5). Gelombang listrik yang bergerak mendekati kutub positif sandapan ini akan
menghasilkan gelombang positif pada EKG. 1-3
Sandapan prekordial (V4R sampai V7) menggambarkan aktivitas listrik di bidang
horizontal (Gambar 6). Sandapan ini merupakan sandapan unipolar (positif) dengan
terminal sentral potensial nol tanpa augmentasi. 1-3,7
Susunan sandapan demikian menghasilkan hubungan anatomis sebagai berikut:
sandapan II, III, dan aVF mencerminkan keadaan permukaan inferior jantung; sandapan V1
sampai V4 mencerminkan keadaan permukaan anterior; sandapan I, aVL, V5, dan V6
mencerminkan keadaan permukaan lateral; dan sandapan V1 serta aVR menggambarkan
keadaan atrium kanan dan didalam rongga ventrikel kiri.7 (Gambar 2)

Gambar 2. Perspektif Frontal dan Horizontal Sandapan Ekstremitas dan Precordial


C. CARA PENYADAPAN EKG
Teknik penyandapan EKG dilakukan dengan posisi penderita berbaring tenang
karena gerakan tubuh dan kontraksi otot mempengaruhi hasil rekaman. Perlekatan
elektroda pada kulit harus baik, yaitu dengan mengoleskan jelly pada kulit yang akan
disandap. Elektroda harus diletakkan ditempat yang tepat seperti tampak pada gambar.1-3,7
Elektroda diletakkan di berbagai posisi di dinding dada. Pada sandapan V1,
elektroda diletakkan di interkostal empat garis parasternal kanan. Pada sandapan V2,
elektroda diletakkan di interkostal empat garis parasternal kiri, sedangkan pada sandapan
V4, elektroda diletakkan di interkostal lima garis midklavikular kiri. Pada sandapan V3,
elektroda diletakkan antara V2 dan V4. Pada sandapan V5 dan V6, elektroda diletakkan
sejajar dengan elektroda V4. Untuk sandapan V5, elektroda diletakkan di garis aksilaris
anterior, sedangkan sandapan V6 di garisaksilaris media (Gambar 3). 1-3,7

Gambar 3. Letak Elektroda

Hal-hal yang harus diperhatikan agar mendapatkan rekaman EKG yang baik antara
lain:
1. Dilakukan penjelasan terlebih dahulu kepada anak atau orangtua penderita, tentang
prosedur dan tujuan pemeriksaan EKG. Pemeriksaan EKG dilakukan di tempat tidur
yang cukup besar untuk menyangga seluruh tubuh penderita, sehingga memungkinkan
penderita cukup tenang untuk dilakukan pemeriksaan. Selama pemeriksaan EKG
anak atau bayi tidak boleh bergerak, karena pergerakan otot atau twitching dapat
mempengaruhi hasil rekaman EKG. Pada anak atau bayi yang rewel dapat digunakan
sedasi yaitu dengan pemberian diazepam per rektal atau kloral hidrat peroral.
2. Kulit dan permukaan elektroda kontak dengan baik. Kontak yang tidak baik
akan memberikan hasil yang tidak diharapkan. Tidak boleh ada luka pada kulit
yang kontak dengan elektroda.
3. Dilakukan standardisasi alat rekam EKG sehingga tegangan 1 mV akan
menghasilkan defleksi 10 mm. Jika tidak dilakukan standardisasi atau kalibrasi
akan menyebabkan kesalahan pengukuran voltase kompleks gelombang dan
interpretasi EKG.
4. Bayi/anak dan alat perekam EKG harus dihubungkan dengan ground untuk
menghindari pengaruh arus listrik bolak-balik.
5. Hindari terdapatnya perlengkapan elektronik pada bayi/anak, juga area disekitar
tempat tidur pemeriksaan karena dapat menyebabkan timbulnya artefak pada rekaman
EKG.
6. Untuk mendapatkan rekaman EKG yang baik pada anak diperlukan kesabaran.
Elektroda ekstremitas sebaiknya dipasang di daerah lebih proksimal untuk mengurangi
artefak akibat pergerakan tubuh.
7. Posisi standar elektroda yang dipergunakan sama dengan orang dewasa, hanya
ditambah dengan sandapan V3R atau V4R untuk mendeteksi terdapatnya hipertrofi
ventrikel atau atrium kanan.9

D. GELOMBANG, SEGMEN DAN INTERVAL PADA EKG

Gambar 4. Gelombang, segmen dan interval pada EKG. 1

1. Gelombang P merekam peristiwa depolarisasi dan kontraksi atrium bagian pertama


gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, bagian kedua mencerminkan
aktivitas atrium kiri.(1,6,10)
2. Sewaktu aliran listrik sampai pada nodus AV, akan timbul masa istirahat yang singkat,
dan gambaran EKG akan menghilang.
3. Gelombang depolarisasi menyebar sepanjang sistem konduksi ventrikel dan keluar
menuju ke miokardium ventrikel. Bagian ventrikel yang pertama kali terdepolarisasi
adalah septum interventrikuler dan proses depolarisasi ventrikel inilah yang
menimbulkan gelombang QRS.
4. Gelombang T merekam repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium tidak tampak dalam
rekaman EKG.
5. Berbagai segmen dan interval menyatakan jarak dan waktu antara peristiwa berikut
ini :
a. Interval PR mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai pada saat
mulainya depolarisasi ventrikel.
b. Segmen ST merekam waktu dari akhir depolarisasi ventrikel sampai mulainya
repolarisasi ventrikel.
c. Interval QT mengukur waktu dari mulainya depolarisasi ventrikel sampai pada
akhir repolarisasi ventrikel.

E. NILAI NORMAL GELOMBANG EKG


1. Gelombang P (P Wave)
P wave merupakan suatu gelombang kecil yang terekam sewaktu atrium
mengadakan depolarisasi.(1,6) Karena SA node terletak pada atrium kanan maka atrium
kanan akan memulai dan mengakhiri repolarisasi lebih dulu daripada atrium kiri.
Setengah bagian pertama gelombang P mewakili depolarisasi atrium kanan dan
setengah bagian lainnya mewakili depolarisasi atrium kiri. Setelah kedua atrium
mengalami depolarisasi, pada saat tersebut tidak ada aktivitas bioelektrik di jantung
dan EKG akan mencatat sebuah garis lurus yang disebut garis isoelektrik.
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi
atrium berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan
eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam
keadaan yang normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan
hantaran. Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang
P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah
konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat
menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik
Gelombang P yang normal dapat berupa :
a. Defleksi positif pada sadapan lateral (L1, aVL, V5, V6) dan sadapan inferior (aVF)
b. Defleksi negatif pada sadapan Avr
c. Bervariasi pada sadapan (L III, V2-V4)
d. Tingginya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )
e. Lebarnya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )
2. Interval PR
Interval PR menggambarkan waktu dari saat mulainya depolarisasi atrium
sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Interval ini juga menggambarkan
perlambatan penjalaran yang terjadi di nodus AV. Interval PR ini normalnya antara
0.12 – 0.2 detik ( 3 – 5 kotak kecil ).(6,11)
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam
interval ini tercakup juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls
pada nodus AV. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandai adanya gangguan
hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.
3. Kompleks QRS
Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh gambaran EKG
karena kompleks ini mewakili depolarisasi ventrikel atau penyebaran impuls di
seluruh ventrikel.(10,11)
Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini:
a. Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif
b. Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau tanpa
gelombang Q
c. Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R
Pada keadaan normal gelombang R berdefleksi positif pada semua sadapan
ekstremitas kecuali pada aVR. Pada sadapan prekordial dikenal istilah R-wave
progression yaitu defleksi positif gelombang R yang semakin membesar dari sadapan
V1-V6. (3,8) Interval QRS normalnya kurang dari 3 kotak kecil atau 0.12 detik.
Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan
memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang
mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas. Hipertropi ventrikel akan
meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut
akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.
4. Segmen ST
Segmen ST normalnya pada seluruh sadapan berbentuk horizontal dan
isoelektrik atau sedikit menanjak landai.(6) Segmen ini menggambarkan waktu antara
akhir depolarisasi ventrikel sampai pada permulaan repolarisasi ventrikel.
Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium
sedangkan penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan
menurungkan segmen ST.
5. Gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel. Gelombang ini
muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST. Ada dua hal yang harus diperhatikan
pada gelombang T yaitu arah defleksi dan bentuk gelombang T. Pada keadaan normal
gelombang T ditemukan positif pada sadapan I, II dan sadapan prekordial yang
terletak di atas ventrikel kiri ( V3 – V6), negatif pada sadapan aVR, sedangkan
arahnya bervariasi pada sadapan lain.(10)
Tinggi gelombang T minimum adalah 1 mm, dan bila kurang dari 1 mm
dianggap gelombang T tidak ada (Flat T). Gelombang T pada sadapan prekordial tidak
boleh melebihi 10 mm (1 mV), sedangkan pada ekstremitas tidak boleh melebihi 5
mm (0.5 mV). Bentuk gelombang T yang berbentuk sedikit asimetris, di mana defleksi
positif terjadi secara perlahan sampai mencapai titik puncak dan kemudian menurun
secara curam. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti
kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).(1)

F. SISTIMATIKA INTERPRETASI EKG


1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak berarti irama asinus.(1,6)
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat
dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus laju QRS normal berkisar antara 60 – 100 kali/menit, kurang
dari 60 kali disebut sinus bradikardi, sedangkan lebih dari 100 kali disebut sinus
takikardi.(1,6,11)
3. Regularitas
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak reguler ditemukan pada fibrilasi
atrium atau pada keadaan banyak ditemukan ekstrasistol. Regularitas ditentukan
dengan kesamaan jarak antara puncak R ke R’ gelombang selanjutnya.
4. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30 disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180
disebut aksis superior.(1,11) Kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
underterminable, misalnya pada EKG di mana defleksi porsitif dan negatif pada
kompleks QRS di semua sadapan sama besarnya.
5. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Normalnya 2.5 mm
x 2.5 mm (2.5 kotak kecil x 2.5 kotak kecil). Perhatikan apakah kontur gelombang P
normal atau tidak. Apakah ada P pulmonal atau P-mitral.
6. Interval PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0.2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut
AV blok derajat satu. Kurang dari 0.1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolf-Parkinson-White Syndrome.
7. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction.
Gelombang R yang tinggi di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel
kanan atau infrak dinding posterior. Gelombang R yang tinggi di sadapan V5 dan V6
dengan gelombang S yang dalam di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri.(1,10,11) Interval QRS yang lebih dari 0.1 detik harus dicari apakah adalah
right branch bundle block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
8. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian jantung
sesuai hasil bacaan tiap sadapan). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
9. Gelombang T
Gelombang T yang datar (Flat T) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik
(T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang
runcing menandakan hiperkalemia.(6,11)
10. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi.
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.(7)

Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit


1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada
irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan
gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P
lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis
mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi,
runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik
pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung
kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa
kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan
pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan
kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya
fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada
infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang
P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal
premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal,
dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel
pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang
timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH).
Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya
kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada
PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
a) Hipertrofi Atrium Kanan (RAH)
Kelainan gel P akibat depolarisasi atrium kanan yang lebih besar dari normal.
P yang lancip dan tinggi, paling jelas terlihat di lead I dan II biasanya disebut P-
Pulmonal.
• Etiologi : setiap tekanan atau overload volume di sisi kanan jantung
• Paling banyak disebabkan oleh regurgitasi tricuspid, stenosis trikuspid ,
regurgitasi pulmonal, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, PPOK, RVH
Kriteria EKG untuk Abnormalitas Atrium Kanan
• Gel P tinggi dan lancip di II, III dan aVF : tinggi > atau sama dengan 2,5 mm
dan interval > atau sama dengan 0,11 detik
• Defleksi awal di V1 > atau = 1,5 mm
• P pulmonal
• Rasio P/segmen PR < 1

Gambar 5. EKG pada RAH 1

b) Hipertrofi Atrium Kiri (LAH)


Ditandai dengan adanya :
 gelombang P yang lebar dan berlekuk
 paling terlihat jelas pada lead I dan II biasa disebut gelombang P Mitral.
Tanda khas dari pembesaran atrium kiri . Arus depolarisasi lebih besar
sehingga waktu depolarisasi lebih lama. Sering ditemukan pada penyakit katup
mitral dan aorta (Stenosis Mitral), kmd stenosis aorta, regurgitasi aorta, LVH
Gambar 6. EKG pada LVH 1

c) Hipertrofi Ventrikel Kanan (RVH)


Ditandai dengan :
 Gelombang R lebih besar dari gelombang S pd Lead Prekordial Ka
 VAT > 0,03 detik di VI
 Gelombang menetap di V5/ V6
 Depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di VI – V3 (ST Depress + T
inversi.)
 Perubahan EKG baru tampak bila ada pembesaran yang nyata
 Etiologi : tekanan tinggi yang terus menerus di ventrikel kanan
 Rasio R/S yang terbalik :
R/S di V1 > 1
R/S di V6 < 1
 Perubahan bentuk kompleks QRS :
Gelombang R yang besar
Terdapat kompleks R’

Gambar 7. EKG pada RVH 1


d) Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH)
Ditandai dengan :
• Gelombang R pada V5/ V6 lebih dari 27 mm atau gel S di V1 + gel R di V5
lebih dar 35 mm.
• VAT > 0,05 detik di V5/ V6
• Depresi segmen ST dan gel T terbalik di V5/ V6
• LAD.
• Peningkatan voltage QRS
• Hipertrofi ventrikel dengan dinding yang tebal serta permukaan yang lebih luas
menyebabkan potensial listrik yg lebih besar
• Letak lebih dekat pada dinding dada sehingga potensial yang dicatat lebih besar
• Etiologi : pressure overload pada ventrikel kiri

Gambar 8. EKG pada LVH 1

2. Kelainan interval P-R


Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blokkonduksi
AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22
detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi
digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan
kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan
QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau
memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2
P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena
Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan
kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-
40 kali permenit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan
ventrikel. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa
kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2
mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu
gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan
ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung
bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya
“ left axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).
Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan
R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6
menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan
atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK,
PJR (Penyakit Jantung Rematik).
Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit
terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu
pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung
Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
Irama QRS tidak tetap. Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari
biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan
pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur
yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard
dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1
mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar.
Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya
disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark
miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior
dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF.
Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak
elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada
infark ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
 Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R
menyolok.
 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan
seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar
perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris,
runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada
keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T
pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam
pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi.
Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan
adanya infark dinding posterior.

 HIPERKALEMIA
T tinggi dan lancip
R pendek
 QRS melebar
 QRS bersatu dengan T sehingga segmen ST hilang
P mengecil akhirnya menghilang
 HIPOKALEMIA
U menjadi Prominen
T makin mendatar
 Deprasi ST
 Interval PR memanjang

Gambar 9. Gambaran EKG pada hipokalemia 1

8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada
sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.(7)
BAB III

KESIMPULAN

Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang
merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Elektrokardiogram (EKG) tidak
menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh
atas naik-turunya kontraktilitas jantung.

Irama jantung dipengaruhi oleh sistem elektrofisiologi jantung dan vektor sistem
kelistrikan jantung yang dimulai dari nodus SA yang terletak pada atrium kanan menuju nodus
AV dan berakhir pada serat-serat purkinje pada bagian ventrikel. Setiap aliran listrik di jantung
dipengaruhi oleh fase depolarisasi dan repolarisasi. Fase depolarisasi dan repolarisasi ini yang
dapat terekam oleh EKG dan yang nantinya akan dapat diinterpretasikan untuk menegakkan
diagnosa.

Pada interpretasi EKG abnormal didapatkan gelombang P, interval PR, laju QRS,
kompleks QRS, segmen ST, dan Gelombang T yang tidak sesuai denganmorfologinya dan
dapat mendeteksi kelainan atau penyakit yang berkaitan dengan morfologi abnormalitas ekg.
Pada ekg abnormal dapat mendeteksi beberapa penyakit yaitu kelainan-kelainan irama jantung
(aritmia), kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel), pengaruh
atau efek obat-obat jantung, adanya gangguan elektrolit, adanya gangguan perikarditis (6)

Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruang-ruang jantung, IMA, iskemik
miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis,
kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale,
emboli paru, mixedema.(7). Salah satunya adanya aritmia dapat terjadi akibat gangguan pada
pembentukan impuls dan gangguan pada konduksinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran


Universitas Indonesia; 2012; 1-2
2. Surya D. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010;
3-5 12-16 19-25
3. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Jakarta : Hipokrates; 2000 ; 8-
15 33-38
4. Elektrokardiografi. [cited 2012 November 25]. Available from :
http://www.scribd.com/doc/57184194/ELEKTRO-KARDIOGRAFI
5. Karo, Santoso, Rahajo A, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia; 2008
6. Alim AM. Pocket ECG. Yogyakarta : Penerbit Intan Cendikia Anggota IKAPI; 2009; 6-8 51-62 77-109
7. Price, Wilson. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Edisi Elsevier
Science; 2002
8. Muchtar, Suyatna. Obat Antiaritmia. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2007
9. The Heart. [cited 2012 November 25]. Available from :
http://www.bem.fi/book/06/06.htm
10. Elektrokardiogram. [cited 2012 November 25]. Available from :
http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram
11. EKG normal. [cited 2012 November 25]. Available from :
http://www.ecglibrary.com/norm.html
12. Brown, Kennedy. Heart Disease and Abnormal Heart Rhythm (Arrhythmia) [cited 2012
November 25]. Available from :
http://www.medicinenet.com/arrhythmia_irregular_heartbeat/article.htm
13. Management of Arrhythmias. [cited 2012 November 25]. Available from :
http://my.clevelandclinic.org/heart/disorders/electric/arrhythmia.aspx
14. Jones, Edward. Electrocardiogaph [cited 2012 November 25]. Available from
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13134-Abstract_id.pdf

Anda mungkin juga menyukai