Disusun Oleh :
Nama : Ekkyn Hartanta
Npm : 1906200240
Kelas : A2 (sore) Semester Satu
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATRA UTARA
2019/2020
Identitas Buku
ISBN : 978-602-7948-40-2
BAB I
PERANAN BAHASA UNTUK ILMU HUKUM
A. Bahasa Sebagai Alat Untuk Bernalar
Bahasa Indonesia di dalam struktur budaya memiliki kedudukan, fungsi dan peran
ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana
berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan Bahasa
sebagai prasarana berpikir modern.
EraGlobalisasi merupakan tantangan bagi Bahasa Indonesia untuk dapat
mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit.
Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga
menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses berfikir,
Bahasa selalu hadir Bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi dan
simpulan. Segala kegiatan yang menyangkut perhitungan atau kalkulasi, pembahasan
atau analisis, bakan berangan-angan atau berkhayal.
Bahasa indoensia merupakan alat yang digunakan sebagai Bahasa media massa
untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi. Bahasa
Indonesia yang benar adalah Bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran
yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa Bahasa Indonesia sebagai wujud
identitas Bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern.
Ilmu hukum merupakan salah satu ilmu yang mengutamakan bernalar dalam
setiap produknya. Produk hukum dibuat menggunakan Bahasa, baik itu Bahasa secara
lisan maupun Bahasa tulisan. Hukum yang dibuat dalam bentuk lisan adalah kata-kata
atau kalimat yang diucapkan para praktisi hukum, begitu juga dengan tulisan.
B. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi, Bahasa memegang peran yang sangat dominan. Bahasa
adalah suatu sistem lambing bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi adalah :
Untuk bersosialisasi antarsesama agar dapat saling berhubungan satu sama
lain.
Mencerminkan sikap dan perilaku seseoarang.
Sebagai cermin kepribadian bangsa dan negara.
Mencerminkan tingkat Pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat
pendidikannya maka daya nalarnya pun akan semakin tinggi.
Memberi andil dalam mencari dan memahami ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kian berkembang
Sebagai kekuatan hukum
Dapat dijadikan dalam pembelajaran berpolitik
Mencerminkan kedudukan sosial seseorang
Sebagai alat penerang dalam kehidupan agar tidak tersesat
Dapat menghargai sejarah
Bahasa ilmiah tidaklah sama dengan Bahasa sehari-hari yang digunakan
masyarakat pada umunya. Komunikasi yang ilmiah mengantarkan ilmuwan
berbahasa secara ilmiah pula. Bahasa yang ilmiah, berbahasa tidak hanya harus
mengikuti gramtikalnya saja tetapi juga segi semantiknya harus diperhatikan.
C. Bahasa Selingkung
Kaidah Bahasa Indonesia yang masih berlaku sampai sekarang, yaitu kaidah
Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau disingkat dengan EYD. Kaidah ini sudah
dipergunakan sejak mulai bias membaca dan menulis di sekolah yang paling rendah
tingkatannya. Oleh karena itu, kita sudah terbiasa menggunakan Bahasa yang
berkaidah EYD.
Para linguistic pun mengklasifikasikan berbagai Bahasa keilmuan itu kedalam
ragam Bahasa keilmuan atau ragam Bahasa selingkung. Oleh karena itu, sekarang
adanya ragam Bahasa hukum, ragam Bahasa politik, ragam Bahasa komunikasi,
ragam Bahasa ekonomi, ragam Bahasa ITE, ragam Bahasa sastra dan lain-lain.
Semua ragam Bahasa tersebut, baik digunakan secara lisan maupun tertulis harus
tunduk tehadap kaidah pembakuan Bahasa Indonesia, sebagai Bahasa persatuan
bangsa Indonesia.
B. Bahasa Politik
Bahasa politik adalah bahasa yang digunakan oleh para politisi dalam
menjalankan kekuasaannya, baik di pemerintah maupun di partai-partai politik. Bahasa
politik sering juga disebut dengan bahasa kekuasaan karena digunakan sebagai alat
kekuasaan bagi orang-orang yang mempunyai kepentingan seseorang atau sekelompok
orang.
Bahasa politik memang saling memengaruhi. Bahasa politik adalah salah satu ragam
bahasa keilmuan yang mempunyai ciri bersifat retorika, bahasa yang mempunyai
kekuatan (Power) untuk memengaruhi, atau bahasa yang digunakan sebagai kekuasaan.
C. Politik Bahasa
Berbeda dengan bahasa politik, politik bahasa adalah suatu aturan bahasa yang
dikemukakan oleh pakar bahasa yang berwenang untuk mengatur bagaimana cara
berbahasa yang disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Politik
bahasa digunakan untuk membatasi penggunaan bahasa yang beragam dalam
kehidupan social politik di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bagi
bangsa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan ejaan. Perubahan tersebut
dilakukan atas dasar perkembangan bahasa Indonesia berdasarkan masanya. Ejaan
yang masih berlaku samapi sekarang adalah ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan (EYD). Ejaan ini masih tetap berlaku karena EYD bersifat dinamis.
Fungsi dan peran EYD digunakan sebagai keperluan ilmiah atau segala sesuatu
yang bersifat formal. Upaya standardisasi bahasa, sejak EYD diberlakukan, menjadi
sia-sia karena semakin lama bahasa Indonesia menjadi carut-marut dan sering tidak
beraturan.
Tiga hal yang mungkin menyebabkan kondisi bahasa Indonesia seperti itu, yaitu :
Perangkat pembakuan/standardisasi bahasa yang tidak tegas dan
konsisten.
Manusia yang memang enggan berurusan dengan perangkat
pembakuan/standardisasi tersebut.
Perangkat pembakuan yang lemah dan manusia yang malas.
1. Bahasa Baku
Bahasa baku adalah bahasa yang pemakaiannya berterima karena telah
mengikuti aturan dalam kaidah pembakuan bahasa. Oleh karena itu, bahasa bahasa
baku harus selalu digunakan dalam situasi resmi. Bidang-bidang yang dilakukan
adalah tulisan, ejaan, kosa kata, tata bahasa, dan lafal. Pembakuan dibidang tata
bahasa juga terus dilakukan pusat bahasa. Pembakuan dalam bidang ini berhubungan
dengan pembendaharaan kosa kata bahasa Indonesia. Pembakuan dalam bidang tata
bahasa ini melibatkan penggunaan secara tepat dan jelas.
2. Bahasa NonBaku
Bahasa nonbaku adalah bahasa yang dipergunakan dalam kegiatan yang tidak
formal, sehingga bahasa nonbaku disebut juga bahasa yang tidak resmi. Sebaliknya
dari bahasa baku, bahasa nonbaku tidak diperkenankan digunakan dalam situasi resmi,
baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tertulis. Bahasa nonbaku bahasa yang tidak
taat asas atau konsisten sehingga pemakaiannya pun tidak terikat oleh kaidah
pembakuan bahasa. Bahasa nonbaku perkembangannya lebih cepat dibandingkan
dengan bahasa yang baku.
BAB IV
PENGGUNAAN BAHASA DALAM PRAKTIK HUKUM
A. Kekeliruan Penggunaan Bahasa Dalam Praktik Hukum
1. Bentukan di dengan di-
a. Kata Tugas di
dalam bahasa Indonesia dikenal empat kelas kata, yaitu nomina, verba,
adjectiva dan adverbial.
b. Imbuhan di- Sebagai Kata Kerja Pasif
Proses imbuhan atau afiksasi adalah proses perubahan leksem menjadi kata
kompleks.
2. Cara Menguji Perbedaan di Sebagai Kata Depan Dengan di- Sebagai Kata
Berimbuhan
KATA DEPAN di
AWALAN di-
B. Semiotika
Kata semiotika diturunkan dari bahasa inggris semiotics. Nama lain semiotika
adalah semiology, keduanya memiliki pengertian yang sama yaitu, ilmu tentang tanda.
Baik seiotika maupun semiology berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion, yang
berarti tanda.
D. Hermaneutik
1. Definisi Hermaneutik
Hermaneutik (dalam artikel saleh lapadi, 2012) memiliki beragam definisi
antara lain dikemukakan oleh :
a. John Martin (1710-1759)
Menganggap bahwa ilmu-ilmu Hermaneutik berlandaskan seni tafsir dan
Hermaneutik adalah nama lainnya.
b. Frederick August Wolf
Ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat memaknai symbol-simbol.
2. Hukum dan Hermaneutika
Interpretasi atau penafsiran meruapakan salah satu metode penemuan hukum
yang memberi penjelasan mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah
dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
3. Sulitnya bagi Bahasa Hukum untuk Monotafsir
Sebagai metode, semiotika berfungsi sebagai pisau analisis suatu dialog guna
mengungkap pesan-pesan yang tengah di imbalbalikan oleh subjek yang terlibat dalam
dialog itu.
3. Sulitnya bagi Bahasa Hukum untuk Monotafsir
Sebagai metode, semiotika berfungsi sebagai pisau analisis suatu dialog guna
mengungkap pesan-pesan yang tengah di imbalbalikan oleh subjek yang terlibat dalam
dialog itu.
BAB VI
STRUKTUR BAHASA HUKUM
Menjelaskan
Menjelaskan adalah menerangkan atau menguraikan secara gambling. Dalam
hukum proses menjelaskan sangat penting agar kalimat-kalimat hukum menjadi
jelas karena hukum berhubungan dengan kenyataan yang berdasarkan pada
fakta
Daur dan reaksi berantai
Daur sama dengan siklus, yaitu peristiwa yang terjadi secara berulang.
Sedangkan reaksi terjadi karena sebelumnya ada aksi yang dilakukan
seseorang, jadi reaksi berantai adalah tindakan berkesinambungan dilakukan
atas dasar suatu peristiwa yang terjadi.
Analogi
Analogi adalah mebandingkan dua hal atau dua benda yang tidak identic atau
tidak sama benar.
Prediksi
Prediksi sama dengan ramalan atau perkiraan. Seseorang pakar hukum selalu
membuat prediksi karena masalah-masalah selalu timbul pada masa yang akan
datang.
Definisi
Definisi sama dengan batasan, dalam kitab perundang-undangan kita sering
temukan definisi. Definisi diperlukan untuk memberi batasan-batasan dalam
hukum agar dapat dipahami degan jelas.
Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara. Hipotesis selalu digunakan dalam bidang
hukum. Hipotesis, praktiknya digunakan di siding pengadilan (diucapkan
secara lisan) dan dalam undang-undang tertulis.
Pendapat pribadi
Dalam kehidupan bermasyarakat perbedaan pendapat itu sering terjadi. Begitu
juga dalam bidang hukum. Oleh karena itu, jika ada dua orang ahli hukum
bertemu maka akan bermunculan sebagai pendapat yang berbeda.
Penolakan
Penolakan sering juga disebut bantahan atau sanggahan. Pada dasarnya,
pengertian ketiga bentuk sama ini, yaitu tidak menerima atay menyangkal
pendapat orang lain. Penolakan adalah perbuatan menolak, bantahan atau
sanggahan. Adapaun sanggahan adalah penentangan atau protes.