Anda di halaman 1dari 25

MODUL 2

FARMAKOKINETIKA SEDIAAN INTRAVENA


(MONO KOMPARTEMEN DAN MULTI KOMPARTEMEN)

I. Tujuan Percobaan
Mengetahui prinsip dan perhitungan parameter-parameter farmakokinetik
model mono kompartemen dan model multi kompartemen dari sediaan intravena.
II. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan parameter farmakokinetik dan
menentukan permodelan farmakokinetik mono kompartemen dan multi kompartemen
yang dapat dilihat dari kurva antara sumbu x dan sumbu y.
III. Teori Dasar
3.1. Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek
tubuh terhadap obat (Setiawati, 2008). Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya
mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam
darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2007).
Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk
aktif, merupakan proses eliminasi obat (Setiawati, 2008).
3.1.1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain (Setiawati, 2008).
Laju dan jumlah absorpsi obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan
saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi. Laju absorpsi obat ini dapat
digambarkan secara matematik sebagai suatu proses order kesatu atau order nol. Dalam
model farmakokinetik ini sebagian besar menganggap bahwa absorpsi obat mengikuti
order kesatu, kecuali apabila anggapan absorbsi order nol memperbaiki model secara
bermakna atau telah teruji dengan percobaan (Shargel dan Yu, 2005).
3.1.2. Distribusi
Obat yang telah melalui hati bersamaan dengan metabolitnya disebarkan secara
merata ke seluruh jaringan tubuh, khusunya melalui peredaran darah. Lewat kapiler
dan cairan ekstra sel (yang mengelilingi jaringan) obat diangkut ke tempat kerjanya di
dalam sel (cairan intra sel), yaitu organ atau otot yang sakit. Tempat kerja ini
hendaknya memiliki penyaluran darah yang baik, karena obat hanya dapat melakukan
aktivitasnya bila konsentrasi setempatnya cukup tinggi selama waktu yang cukup lama
(Tjay dan rahardja, 2007).
3.1.3. Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati. Tempat metabolisme yang lain
adalah dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora
usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar menjadi polar
agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif
umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang
aktif, atau menjadi toksik (Setiawati, 2008). Reaksi metabolisme terjadi dari rekasi fase
I dan rekasi fase II. Reaksi fase I berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi
molekul yang lebih polar. Metabolisme fase I bisa meningkatkan, mengurangi, atau
tidak mengubah aktivitas farmakologik obat (Mycek et al, 2001). Sedangkan, pada
rekasi fase II terjadi reaksi penggabungan (konjugasi). Disini molekul obat bergabung
dengan suatu molkeul yang terdapat didalam tubuh sambil mengeluarkan air, misalnya
dengan zat-zat alamiah seperti asetilasi, sulfatasi, glukuronidasi, dan metilasi (Tjay dan
Rahardja, 2007).
3.1.4. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat di ekskresi melalui
ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan
reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus (Anief, 2007). Selain itu ada pula beberapa cara
lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru, empedu, air susu, dan usus (Tjay
dan Rahardja, 2007).
3.2. Permodelan Farmakokinetik
Tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan atau sistem dari kompartemen-
kompartemen yang berhubungan secara timbal balik satu dengan yang lain. Suatu
kompartemen bukan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata tetapi dianggap
sebagai suatu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran darah dan
afinitas obat yang sama (Shargel dan Yu , 2005).
Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan
kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat
dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap
jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu (Shargel dan Yu, 2005).
Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam
dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral,
meliputi darah, cairan ekstraselular, dan jaringanjaringan dengan perfusi tinggi,
kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua
merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang
berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat
dieliminasi dari kompartemen sentral (Shargel dan Yu, 2005)
3.3. Parameter Farmakokinetik
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis
dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam
darah, urin atau cairan hayati lainnya. Fungsi dari penetapan parameter farmakokinetik
suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi didalam
tubuh (Shargel dan Yu, 2005).
Secara umum parameter farmakokinetika digolongkan menjadi parameter
primer, sekunder dan turunan. Parameter primer adalah parameter farmakokinetika
yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel biologis. Contoh dari
parameter primer adalah volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorpsi
(Ka). Volume distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd
adalah salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat
dalam tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah relatif
obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan (Shargel dan Yu, 2005).
Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi
obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan
dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Eliminasi tersebut tidak
dipermasalahkan bagaimanakah prosesnya. Secara umum eliminasi obat terjadi pada
ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah
dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1999).
Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika yang harganya
bergantung pada parameter primer. Contoh dari parameter sekunder adalah waktu
paruh eliminasi (t1/2 eliminasi) dan Kecepatan eliminasi (Kel). Waktu paruh eliminasi
adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi menjadi separuh dari harga
awal. Besar kecilnya waktu paruh eliminasi sangat menentukan lama kerja obat dan
menjadi acuan untuk menentukan dosis pada pemakaian berulang dalam terapi jangka
panjang (Mutschler, 1999).
Sedangkan contoh dari parameter turunan adalah waktu mencapai kadar puncak
(tmaks), kadar puncak (cpmaks) dan area under curve (AUC). Kadar puncak adalah
kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau plasma. AUC adalah
permukaan dibawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma
sebagai fungsi waktu. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-
masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan
(Tjay dan Rahardja, 2007).
IV. Prosedur Percobaan
4.1. Tahapan Mono Kompartemen
Seorang wanita dengan berat badan 50 kg, diberi suntikan obat secara intravena
dosis tunggal 5 mg/kg berat badan. Sampel darah diambil secara serial untuk
menetapkan kadar obat dalam darah (Ct). Dari hasil penetapan kadar, ditemukan data
sebagai berikut:
Tabel 4.1. Konsentrasi obat dalam darah pada waktu t

Pertama-tama Ln Cp ditentukan dengan rumus excel (=Ln(kolom angka yang


ingin di Ln kan)). Kemudian model kompartemen ditentukan dengan grafik yang
dibuat dari regresi antara waktu dengan Ln Cp, setelah itu nilai R dilihat dan didapatkan
persamaan regresi. Setelah didapat persamaan regresi y = bx + a pada rumus umumnya,
persamaan diubah menjadi LnCt = Ke.x + LnC0. Kemudian ditentukan parameter
farmakokinetiknya seperti yang terlampir pada table berikut:
Tabel 4.1. Parameter Farmakokinetik

4.2. Tahapan Multi Kompartemen


Suatu obat diberikan dengan suntikan intravena bolus, Div 50 mg, kepada
subjek dengan berat badan 60 kg. kemudian sampel darah diambil secara periodie
selama 7 jam, dan hasil analisa disajikan pada table berikut:
Tabel 4.2. Konsentrasi dalam Darah pada Waktu t

Waktu (jam) Cp (µg/mL) LnCp LnC’ C’ Cr LnCr


0,25 53,8 X X X X
0,5 43,3 X X X X
0,75 35 X X X X
1 29,1 X X X X
1,5 21,2
2 17
3 12,6
4 10,5
5 9
6 8
7 7

Setelah diketahui bahwa obat tersebut termasuk kedalam multikompartemen,


kemudian dibuat kurva kalibrasi Post Distribusi yang diperoleh dari regresi antara
waktu dengan LnCp (ditentukan fase distribusi & fase eliminasi). Kemudian dari
kurva Post Distribusi diperoleh persamaan regresi y = bx + a, yang diubah menjadi
LnCt = β.x + LnB. Setelah itu waktu dari fase distribusi dimasukkan kedalam
persamaan regresi dari Post Distribusisebagai nilai (x) sehingga diperoleh LnC’
(Ln C Extrapolasi). Ln C’ diubah menjadi C’ dengan rumus excel (=EXP(kolom
Ln)), kemudian Cr dicari dengan cara│Cp distribusi (Cp) – Cp extrapolasi
(C’)│dengan rumus excel (=ABS(kolom Cp – kolom C’)). Kemudian Cr diubah
menjadi LnCr dengan rumus excel (=Ln(kolom Cr)). Setelah itu kurva Distribusi
dibuat antara waktu dengan LnCr (dari fase distribusi). Dari kurva Distribusi
diperoleh persamaan regresi y = bx + a, yang diubah menjadi LnCt = α.x + LnA.
Kemudian ditentukan parameter farmakokinetiknya seperti yang terlampir pada
table berikut:
Tabel 4.2. Persamaan Farmakokinetik
Tabel 4.2. Parameter Farmakokinetik

V. Data Pengamatan
5.1. Hasil Pengamatan
5.1.1. Obat Mono Kompartemen
Tabel 5.1.1. Obat mono kompartemen

Waktu (Jam) Ct (mg/mL ) Ln Cp

0,25 8,21 2,10535


0,5 7,87 2,06306
1 7,23 1,97824
3 5,15 1,639
6 3,09 1,12817
12 1,11 0,10436
18 0,4 -0,91629

Tabel 5.1.1. Parameter Farmakokinetik mono kompartemen

Parameter Farkin Hasil

Ke (/ jam) 0,1703
t 1/2 ( jam ) 4,069289489
Ln Co 2,1487
Co 8,573705332
Dosis i.v (mg) 250
Vd (mL) 29,15892141
Cl (mL/jam) 4,965764317
AUCo~(mg/mL.jam) 50,34471716
Gambar 5.1.1. Kurva obat mono kompartemen
5.1.2. Obat Muti Kompartemen
Tabel 5.1.2. Obat Multi Kompartemen
Tabel 5.1.2. Persamaan Farmakokinetik multi kompartemen

Tabel 5.1.2. Parameter Farmakokinetik multi kompartemen

Parameter Farkin Hasil

K (/ jam) 0,39377608
K12 (/ jam ) 0,61149562
K21 (/ jam ) 0,412428302
t 1/2 ( jam ) 5,513126492
Vd (mL) 0,72677849
AUCo~(mg/mL.jam) 174,7103389
Cl (mL/jam) 0,2861879
Gambar 5.1.2. Kurva obat multi kompartemen
5.2. Perhitungan
5.2.1. Obat Mono Kompartemen
a. Perhitungan LnCp
 Ln 8,21 = 2,10535
 Ln 7,87 = 2,06306
 Ln 7,23 = 1,97824
 Ln 5,15 = 1,639
 Ln 3,09 = 1,12817
 Ln 1,11 = 0,10436
 Ln 0,4 = -0,91629
b. Regresi Mono Kompartemen
Dilakukan Regresi Linear antara lnCp dengan t (waktu) didapatkan persamaan:
y = bx + a  y = -0,1703x + 2,1487
R2 = 1
bila dimasukan kedalam persamaan farmkokinetika :
Ct = Cp0. e-Kt  Ln Cp = Ln C0 . e-k.t
Ln Cp = 2,1487 – (0,1703) t
Cp = C0 . e-k.t
Cp = anti Ln C0 . e-k.t
Cp = 8,573705332 mg/mL
Diperoleh nilai : Ln Cp0= 2,1487 mg/mL dan Ke = 0,1703/jam atau menit
c. Parameter Farmakokinetika
 Ke (Kecepatan Eliminasi) = b = 0,1703/ jam
𝐿𝑛 2 0,693
 t ½ (Waktu Paruh) = = = 4,069289489 𝑗𝑎𝑚 atau menit
𝐾𝑒 0,1703/ 𝑗𝑎𝑚

 Ln C0 = a = 2,1487
 C0 = 8,573705332
 Dosis i.v (mg) = 50 𝑘𝑔 𝑥 5 𝑚𝑔/𝑘𝑔 = 250𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 250 mg
 Vd (Volume Distribusi ) = = mg
Cp0 8,573705332
mL

= 29,15892141 mL

0,1703
 Cl (Klirens) = 𝑉𝑑 𝑥 𝐾𝑒 = 29,15892141𝑚𝐿 𝑥 𝑗𝑎𝑚

= 4,965764317 mL/Jam
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 250 mg
 AUCO~= = 0,1703
𝐾𝑒 𝑥 𝑉𝑑 x 29,15892141 mL
jam

= 50,3447171656 mg/mL . jam


5.2.2. Obat Multi Kompartemen
a. Perhitungan LnCp
 Ln 53,8 = 3,985273467
 Ln 43,3 = 3,768152635
 Ln 35,0 = 3,555348061
 Ln 29,1 = 3,370738174
 Ln 21,2 = 3,054001182
 Ln 17,0 = 2,833213344
 Ln 12,6 = 2,533696814
 Ln 10,5 = 2,351375257
 Ln 9,0 = 2,197224577
 Ln 8,0 = 2,079441542
 Ln 7,0 = 1,945910149
b. Persamaan Regresi Obat Multi Kompartemen antara waktu (t) dengan Ln
Cp di mulai dari 0,25 - 7 jam :
y = -0,2871x + 3,6886
R² = 0,8978  Tidak mendekati 1 (Multi Kompartemen)
c. Persamaan Regresi untuk Eliminasi (Post Distribusi) antara waktu (t)
dengan LnCp dimulai dari 0,25 –0,75 jam :
y = -0,1257x + 2,8281
R² = 0,9987  Post Distribusi atau Fase Eleminasi
d. Perhitungan LnC’ dan C’
Didapat dari persamaan y = -0,1257x + 2,8281
dimana nilai x sebagai nilai waktu 0,25; 0,50; dan 0, 75 sehingga didapatkan
nilai LnC’ dan C’ persamaan sebagai berikut :
 LnC’ = -0,1257 x (0,25) + 2,8281 = 2,79668
 C’ = AntiLn 2,79668 = 16,3901
 LnC’ = -0,1257 x (0,50) + 2,8281 = 2,76525
 C’ = AntiLn 2,76525 = 15,883
 LnC’ = -0,1257 x (0,75) + 2,8281 = 2,73383
 C’ = AntiLn 2,73383 = 15,3916
e. Cr dan Ln Cr

Rumus Cr = 𝑪𝒑 − 𝑪′

 𝐶𝑟(𝑡 = 0,25) = 53,8 μg/mL − 16,3901 = 37,4099 μg/mL


 𝐿𝑛 37,4099 = 3,62194
 𝐶𝑟(𝑡 = 0,50) = 43,3 μg/mL − 15,883 = 27,417 μg/mL
 𝐿𝑛 27,417 = 3,31116
 𝐶𝑟(𝑡 = 0,75) = 35 μg/mL − 15,3916 = 19,6084 μg/mL
 𝐿𝑛 19,60835238 = 2,97596
f. Persamaan Regresi untuk Distribusi antara waktu dengan Ln Cr dimulai
dari waktu ke 0,25-0,75 jam:
y = -1,292x + 3,949
R2 = 0,9995  Fase Distribusi
g. Fase Distribusi dan Fase Eliminasi
1) Fase Distribusi ( α )
y = bx + a
y = -1,292x + 3,949
R2 = 0,9995  Fase Distribusi

 α=b = 1,292
 Ln A = a = 3,949
 A = anti Ln A = 51,883457
2) Fase Eliminasi ( β )
y = bx + a
y = -0,1257x + 2,8281
R² = 0,9987  Post Distribusi atau Fase Eleminasi
 β=b = 0,1257
 Ln B = a = 2,8281
 B = anti Ln a = 16,913295
3) Dosis
5 mg/kgBB
h. Parameter Farmakokinetika
αβ (A + B) 1,292 . 0,1257 ( 51,88345743+16,91329502)
 K (/jam) = =
(Aβ+Bα) (51,88345743 x 0,1257+ 16,91329502 x 1,292)
=
0,1624044 (68,79675245) 11,1728953
(6,521750599+21,85197717)
= = 0,39377608/jam
28,37372777

AB(β−α)2
 K12 (/jam) = (A+B)(Aβ+Bα)

51,88345743 x 16,91329502 (0,1257 − 1,292)2


=
(51,88345743 + 16,91329502)(51,88345743 x 0,1257 + 16,91329502 x 1,292)
877,520222171201 (1,36025569) 1193,651875
= =
(68,79675245 x 142,5131452) 9804,441571
= 0,611495618/jam
Aβ+Bα (51,88345743 x 0,1257 +16,91329502 x 1,292)
 K21 (/jam) = =
A+B 51,88345743+16,91329502

142,5131452
= = 0,412428302/jam
68,79675245
0,693 0,693
 t ½ eliminasi (Jam) = = = 5,513126492/ jam
β 0,1257
Do 50 50
 Vp (mL) = (A+B) = 51,88345743+16,91329502 = 268,79675245

= 0,726778492 mL
Do 50 mg
 AUC0~= K x Vp = 0,39377608
x 0,726778492 mLl
jam

50 mg
=
mL
0,2861879856 jam

= 174,7103389 mg/mL . jam


0,39377608
 Cl ( mL/jam) = Vp x K = 0,726778492 mL x jam

= 0,286187986ml/jam
VI. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan suatu perhitungan menggunakan komputer
dengan aplikasi software microsoft excel untuk menetukan parameter-parameter
farmakokinetik dari sediaan intravena. Sediaan intravena tersebut termasuk ke dalam
pemodelan kompartemen berupa mono kompartemen dan muti kompartemen. Hal ini
bertujuan untuk menggambarkan dan memprediksikan disposisi obat di dalam tubuh.
Dimana suatu sistem biologis yang kompleks berkaitan dengan nasib obat di dalam
tubuh, pemodelan ini menganggap bahwa konsentrasi suatu obat dalam plasma
menggambarkan konsentrasi obat yang ada di dalam tubuh.
Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu dapat memperkirakan kadar obat
dalam berbagai macam dosis, karena apabila pengaturan dosis yang digunakan berbeda
tetapi bentuk sediaan yang digunakan sama kemungkinan kadar obat yang ada di dalam
plasma, jaringan dan urin pun akan berbeda, memperkirakan akumulasi obat atau
metabolit, dapat mengetahui hubungan antara konsentrasi obat dengan aktivitas
farmakologi, menentukan bioekivalensi antar formula, dapat menggambarkan
pengaruh suatu penyakit terhadap proses absorpsi, distribusi, metabolisme, eliminasi
(ADME) dan menentukan interaksi setiap obat di dalam tubuh.
Sediaan intravena merupakan obat yang digunakan secara parenteral tidak
melalui saluran pencernaan melainkan dengan cara disuntikkan melalui jalur lain yang
dapat masuk langsung ke dalam peredaran darah tanpa adanya barier yang menjadi
penghalang masuknya suatu obat. Obat-obat ini harus memenuhi stancdar sterilisasi
dan osmolaritas yang sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan, karena ketika setiap
kesalahan yang terjadi dalam perhitungan dapat menyebabkan efek samping yang
mempengaruhi nyawa setiap individu (Ansel, 2006). Keuntungan dari sediaan ini
adalah (Lukas, 2006):
a. Memiliki onset (mula kerja) yang cepat
b. Efek obat yang diperoleh sesuai dengan dosis obat yang diberikan
c. Biovaibilitas sempurna atau hampir sempurna
d. Proses First Past Effect dapat dihindari
e. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma.
Analisis farmakokinetik suatu zat aktif merupakan identifikasi dan penetapan
konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu sehingga dapat menggambarkan
model farmakokinetik yang khas. Obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengikuti
suatu model farmakokinetik yang khas. Model tersebut dapat berupa model satu
kompartemen atau multi kompartemen yang sangat tergantung pada proses yang
dialami zat aktif selama dalam tubuh. Pemodelan farmakokinetik ini untuk mengetahui
atau menggambarkan disposisi obat di dalam tubuh (Shargel, 2005).
Penetapan kompartemen farmakokinetik dari obat pada setiap tahap perlu
ditetapkan secara kuantitatif dan dijelaskan dengan bantuan parameter farmakokinetik.
Parameter farmakokinetik ditentukan dengan perhitungan matematika dari data
kinetika obat di dalam plasma atau di dalam urin yang diperoleh setelah pemberian
obat melalui berbagai rute pemberian, baik secara intravaskular atau ekstravaskular.
Parameter farmakokinetik dapat digunakan sebagai klasifikasi farmakokinetik dari
obat-obatan yang digunakan dimana akhirnya akan berguna dalam penggunaannya
dalam terapi pengobatan (Shargel, 2005).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat farmakokinetik dan
farmakodinamik suatu obat dalam tubuh yaitu keturunan, jenis kelamin, umur,
lingkungan, kondisi menopause, suhu, aliran darah, keadaan gizi, keadaan patologi,
efek non spesifik, dan kehamilan (Shargel, 2005).
Model kompartemen merupakan penyederhanaan dari kompleksitas tubuh,
digambarkan sebagai satu atau lebih kompartemen yang berhubungan secara reversibel
antara satu dengan yang lainnya. Kompartemen dianggap sebagai suatu jaringan atau
kelompok jaringan yang mempuyai aliran darah yang sama, pada kompartemen ini
tubuh dianggap satu ruangan. Obat yang masuk ke dalam kompartemen akan berjalan
cepat dan homogen, sehingga konsentrasi obat disamakan dengan konsentrasi rata-rata
dan setiap obat mempunyai tetapan kecepatan masuk dan keluar kompartemen yang
sama. Kompartemen disebut juga sistem karena obat dapat dieliminasi keluar dari
dalam tubuh (Asyarie, 2009: 7).
Pada kasus model satu kompartemen terbuka atau sering disebut dengan mono
kompartemen, obat hanya dapat memasuki darah dan mempunyai volume distribusi
kecil, atau juga dapat memasuki cairan ekstra sel atau bahkan menembus sehingga
menghasilkan volume distribusi yang besar. Dimana seorang wanita memiliki berat
badan 50 kg yang diberi sediaan intravena sebanyak 5 mg/kgBB, sehingga diperoleh
dosis yang disuntikkan sebanyak 250 mg/50 kg. Kemudian sampel darahnya diambil
untuk dilakukan penetapan kadar obat di dalam darah (Ct). Lalu dilakukan perhitungan
secara matematis hingga diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut:

Obat monokompartemen
2.5 Ln Ct = Ke.t + Ln Co
2
1.5
konsentrasi

1 Obat
0.5 monokompartemen
0 Linear (Obat
monokompartemen)
-0.5 0 5 10 15 20
y = -0.1703x + 2.1487
-1 R² = 1
-1.5
waktu

Gambar 6.1. Model satu kompartemen

Ln Cp = Ln Cpo – Kt
Ln Cp = 2,1487 – (0,1703) t
Dengan demikian, kurva yang diperoleh dari hasil perhitungan parameter
farmakokinetik menunjukkan bahwa garis kurva tersebut linier dan terlihat seolah-olah
tidak ada fase distribusi, hal ini disebabkan karena distribusinya berlangsung sangat
cepat. Namun pada hal ini tidak terjadi proses absorpsi karena sediaan yang digunakan
merupakan sediaan injeksi intravena yang 100% kadar obat yang masuk langsung
menembus ke peredaran darah dan proses eliminasi segera terjadi setelah dilakukan
penyuntikan.
Parameter farmakokinetik yang digunakan yaitu klirens (Cl) yang merupakan
suatu volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat per satuan waktu, hal ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah obat yang dapat dieliminasikan dari dalam tubuh.
Volume distribusi (Vd) merupakan volume yang menunjukkan distribusi obat, dimana
hal ini bukan volume cairan tubuh sebenarnya melainkan volume cairan fiktif murni
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya tempat ruangan obat yang terdistribusi.
Waktu paruh eliminasi (t1/2) meruapakn waktu yang dibutuhkan untuk mengubah
jumlah obat di dalam tubuh menjadi setengah dari kadar awal selama eliminasi (Neal,
2006). Tetapan kecepatan eliminasi (Ke) merupakan fraksi obat yang ada pada suatu
waktu yang akan tereliminasi dalam satuan waktu, hal ini menunjukkan laju penurunan
kadar obat setelah proses kinetik mencapai keseimbangan. Selain itu luas daerah di
bawah kurva antara kadar obat dalam sirkulasi sistemik dan waktu (AUC) merupakan
nilai yang menggambarkan derajat absorbsi, seberapa banyak obat yang dapat
diabsorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi obat-
waktu (AUC) sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah ketika
mencapai sirkulasi sistemik (Shargel, 2005).
Parameter farmakokinetik yang diperoleh pada sediaan yang diberikan secara
intravena menunjukkan persamaan yang mengikuti orde 1. Dimana laju eliminasi yang
diperoleh sebesar 0,1703/ jam, t1/2 atau waktu paruh yang dibutuhkan yaitu 4,0692
jam. Sedangkan volume distribusi (vd) yang dihaslkan sebesar 29,1589 mL, obat yang
dieliminasi dari tubuh (Cl) sebesar 4,9657 mL/jam dan kadar obat dalam plasma
(AUC0̃) yaitu 50,3447 µg/mL.jam. Semakin banyak jumlah obat yang dieliminasi (Cl
>), maka semakin cepat waktu paruh eliminasi (t1/2).
Setelah dilakukan pemodelan terhadap suatu obat yang memiliki model mono
kompartemen, selanjutnya yaitu dilakukan pemodelan untuk suatu obat yang memiliki
model multi kompartemen. Berdasarkan data suatu obat (waktu & kadar obat dalam
darah) yang diberikan secara injeksi intravena bolus dengan dosis 50 mg kepada
seseorang dengan berat badan 60 kg. Maka tahap selanjutnya yaitu menentukan nilai
Ln dari data kadar obat dalam darah (Cp), kemudian dilakukan penentuan model
kompartemen terhadap kurva yang diperoleh dari hasil regresi antara waktu dan Ln Cp,
dimana dilihat dari kurva obat bekerja pada multi kompartemen, hal ini didasarkan
dari kurva turun yang terbentuk tidak linier dan nilai r yang diperoleh < 1 atau sebesar
0,9987 dengan persamaan farmakokinetik LnCp = (3,949 - 1,292t) + (2,8281 -
0,1257t).

Kurva Obat Multi Kompartemen


4.5
4 y = -0,2871x + 3,6886 Obat Multi
3.5 R² = 0,8978 Kompartemen
Concentration

3 Post Distribusi (Fase


2.5 Eleminasi)
2 y = -1,292x + 3,949
Fase Distribusi
1.5 R² = 0,9995
y = -0,1257x + 2,8281
1 R² = 0,9987
0.5 Linear (Obat Multi
0 Kompartemen)
0 2 4 6 8 Linear (Post Distribusi
Time (Fase Eleminasi))
LnCt = α.t + Ln A LnCt = β.t + Ln B
Gambar 6.2. Model multi kompartemen

Multi kompartemen dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua


kompartemen. Dua kompartemen tersebut merupakan kompartemen sentral dan
kompartemen perifer. Kompartemen sentral yaitu darah, cairan ekstraseluler dan
jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen sentral secara cepat terdifusi
oleh obat. Sedangkan kompartemen perifer yang berisi jaringan-jaringan yang
berkesetimbangan lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap bahwa obat
dieleminasi dari kompartemen sentral. Pada multi kompartemen obat tidak langsung
tereleminasi. Akan tetapi ada fase terdistribusi dan tereleminasi, sehingga kurva turun
yang terbentuk tidak linier. (Shargel, 2005).
Model multi kompartemen beranggapan bahwa pada t=0 tidak ada obat dalam
kompartemen jaringan. Konsentrasi obat dalam plasma dan dalam jaringan-jaringan
dengan perfusi tinggi yang merupakan kompartemen sentral setelah diinjeksi IV
menurun secara cepat karena obat didistribusi ke jaringan lain, yaitu jaringan-jaringan
yang diperfusi secara lebih lambat. Penurunan awal yang cepat dari konsentrasi obat
dalam kompartemen sentral dikenal sebagai fase distribusi dari kurva. Pada suatu
waktu, obat mencapai keadaan kesetimbangan antara kompartemen sentral dan
kompartemen jaringan yang diperfusi lebih kecil. Setelah kesetimbangan dicapai,
hilangnya obat dari kompartemen sentral merupakan suatu proses tunggal dari order
kesatu sebagai keseluruhan proses eliminasi obat dari tubuh. Proses kedua ini laju
prosesnya lebih lambat dan dikenal sebagai fase eliminasi. Konsentrasi obat dalam
kompartemen jaringan merupakan konsentrasi obat rata-rata dalam suatu kelompok
jaringan, dan bukan merupakan konsentrasi obat yang sebenarnya dalam tiap jaringan
anatomik. Konsentrasi obat yang sebenarnya dalam jaringan kadang-kadang dapat
dihitung dengan penambahan kompartemen-kompartemen ke dalam model
sampai diperoleh suatu kompartemen yang menyerupai konsentrasi jaringan
percobaan.
Setelah diketahui pemodelannya maka selanjutnya yaitu menentukan fase
distribusi dan fase eleminasinya. Fase distribusi ditentukan dengan menetukan terlebih
dahulu nilai Ln C’, C’, Cr’, Ln Cr yang diambil data dari waktu 0,25; 0,5; 0,75; dan 1,
kemudian dibuat kurva distribusi antara waktu dan Ln Cr. Sementara fase eliminasi
ditentukan dengan dengan membuat kurva dari hasil regregsi antara waktu dan Ln Cp
yang diambil dari waktu 5; 6; dan 7. Dari kurva distribusi maka diperoleh persamaan
LnCt = 1,292t + 3,949, sementara dari kurva eliminasi diperoleh persamaan LnCt =
0,1257t + 2,8281. Setelah diketahui fase distribusi dan fase eliminasi maka dilakukan
perhitungan parameter-parameter farmakokinetika untuk multi kompartemen yang
meliputi : K (/jam), K12 (/jam), K21 (/jam), t1/2 (jam), Vd (ml), AUC0~ (mg/mL.jam),
dan Cl (ml/jam).
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai K yaitu sebesar 0,393776 /jam. Tetapan
eliminasi (K) adalah parameter yang gambarkan laju eliminasi suatu obat tubuh.
Dengan ekskresinya obat dan metabolit obat, aktivitas dan keberadaan obat dalam
tubuh dapat dikatakan berakhir. Dalam model kompartemen dua (pemberian IV)
tetapan laju eliminasi K menyatakan eliminasi obat dari komparteme n
sentral (Shargel, 2005).
Kemudian didapatkan nilai K12 yaitu sebesar 0,611496 /jam. Nilai K12 ini
menunjukan jumlah obat yang masuk kedalam kompartemen perifer dari kompartemen
sentral. Kemudian didapatkan nilai K21 yaitu sebesar 0,412428 /jam. Nilai K21 ini
menunjukan jumlah obat yang masuk kedalam kompartemen sentral dari kompartemen
perifer. Kemudian didapatkan nilai t1/2 yaitu sebesar 5,513126 jam. Nilai t1/2 ini
menunjukan jangka waktu sampai kadar obat dalam darah menurun menjadi
setengahnya. Jika terjadi gangguan pada ginjal yang menyebabkan clearance terganggu
maka waktu paruh juga terpengaruh. Jika Clearance naik maka t1/2 turun, karena obat
akan cepet dieksresi. Jika Clearance turun maka t1/2 naik, karena obat lama dieksresi
(Shargel, 2005).
Kemudian didapatkan nilai Vd yaitu sebesar 0,726778 mL. Nilai Vd ini
menunjukan bersarnya ruangan tempat senyawa didistribusi. Volume distribusi adalah
suatu parameter farmakokinetik yang menggambarkan luas dan intensitas distribusi
obat dalam tubuh. Volume distribusi bukan merupakan vilume yang sesungguhnya dari
ruang yang ditempati obat dalam tubuh, tetapi hanya volume tubuh. Besarnya volume
distribusi dapat digunakan sebagai gambaran, tingkat distribusi obat dalam darah
(Ganiswarna, 2005)..
Kemudian didapatkan nilai AUC0~ yaitu sebesar 174,710339 µg/mL.jam. Nilai
AUC0~ ini menunjukan jumlah obat di dalam plasma. AUC0~ adalah integritasi batas
obat di dalam darah dari waktu t = o hingga t, dimana besar AUC0~ berbanding lurus
dengan jumlah total obat yang diabsorbsi. AUC merupakan salah satu parameter untuk
menentukan bioavabilitas (Ganiswarna, 2005).
Kemudian didapatkan nilai Cl yaitu sebesar 0,286188 mL/jam. Nilai klirens
atau bersihan ini menunjukan suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mengidentifikasi mekanisme atau prosesnya, dengan menganggap keseluruhan tubuh
sebagai suatu sistem eliminasi obat dimana berbagai proses eliminasi terjadi dan
dinyatakan sebagai volume/waktu (Shargel, 2012).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa sediaan intravena dapat
termasuk ke dalam mono kompartemen ataupun multi kompartemen. Dimana pada
mono kompartemen, kurva yang diperoleh memiliki garis yang linier dan menunjukkan
obat tersebut mengikuti orde ke 1 dengan proses distribusi dan eliminasi yang sangat
cepat. Dimana laju eliminasi yang diperoleh sebesar 0,1703/ jam, t1/2 atau waktu paruh
yang dibutuhkan yaitu 4,0692 jam. Sedangkan volume distribusi (vd) sebesar 29,1589
mL, obat yang dieliminasi dari tubuh (Cl) sebesar 4,9657 mL/jam dan kadar obat dalam
plasma (AUC0̃) sebesar 50,3447 µg/mL.jam. Sedangkan pada multi kompartemen
kurva yang diperoleh memiliki garis yang tidak linier karena adanya fase distribusi dan
eliminasi yang lebih lambat. Dimana laju eliminasi yang diperoleh sebesar 0,393776/
jam dan waktu paruh yang diperoleh sebesar 5,513126 jam. Sedangkan volume
distribusi (vd) yang diperoleh sebesar 0,726778 mL, K12 diperoleh sebesar 0,611496,
K21 diperoleh sebesar 0,412428, klirens (Cl) diperoleh sebesar 0,286188 mL/jam,
kadar obat dalam plasma (AUC∞) diperoleh sebesar 174,710339 µg/mL.jam.
DAFTAR PUSTAKA
Anief M.,. (2007). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H. C., & Prince, S. J. (2006). Kalkulasi Farmasetik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Asyarie, Sukmadjaja. (2009). Peran Teori Farmakokinetika dalam Meningkatkan
Kualitas Kesehatan Masyarakat. Bandung: Majelis Guru Besar ITB.
Ganiswarna., (2005). Farmakologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lukas, Stefanus. (2006). Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mutschler, E. (1999). Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi,
diterjemahkan oleh Widianto, M.B., dan Ranti, A.S., Edisi Kelima. Bandung:
Penerbit ITB.
Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar
2nd ed. H. Hartanto, ed.,. Jakarta: Widya Medika.
Neal, M. J. (2005). Medical Pharmacology at a Glance, Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Setiawati, S. (2008). Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta :
Trans Info Media.
Shargel, L., dan Yu, AB., (1988). Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan,
Airlangga University Press: Surabaya.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Shargel, L., Wu, S., Yu, A. (2012). Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan.
Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai