Referat Bedah Akut Skrotum
Referat Bedah Akut Skrotum
PENDAHULUAN
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik.1 Gejala
nyeri ini dapat semakin menghebat atau malah hilang perlahan-lahan seiring dengan berjalannya
waktu. Gejala nyeri pada skrotum yang menetap, semakin menghebat, dan disertai dengan mual
dan muntah merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan medis secepatnya.2
Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan hal yang
memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis karena skrotum dan testis
merupakan glandula reproduksi dari seorang pria yang menghasilkan sperma sehingga kesalahan
penanganan akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidup seorang lelaki. Bila keadaan
ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi ereksi,
bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk
selamanya.2
Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi, non infeksi,
trauma, dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.2 Proses
infeksi yang sering menimbulkan keluhan akut skrotum adalah epididimitis. Menurut laporan
jurnal di Amerika, epididimitis merupakan keluhan kelima terbanyak di bidang urologi yang
dikeluhkan oleh laki-laki berusia 18-50 tahun dan 70% menjadi penyebab keluhan nyeri akut
pada skrotum. Sekitar 40% epididimitis terbanyak terjadi pada laki-laki usia 20-39 tahun dan
sekitar 29% terjadi pada laki-laki usia 40-59 tahun. Epididimitis jarang terjadi pada anak-anak
prepubertas.3
Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah
torsio testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena torsio
testis menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis
dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. Keadaan ini diderita 1 diantara
1
4000npria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa
pubertas (12-20 tahun).4
Faktor lain yang dapat menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah trauma.
Jumlah trauma pada skrotum yang murni berdiri sendiri yang terjadi di Amerika hanya sekitar
1%. Rentang usia berkisar antara 10-30 tahun. Testis kanan lebih sering terkena trauma
dibandingkan dengan testis kiri karena kemungkinan besar dapat terbentur saat mengenai os
pubis.5
Hernia inguinalis inkarserata sebagai salah satu diagnosa banding dari nyeri akut pada
skrotum banyak dikeluhkan oleh laki-laki. Hernia inguinalis yang sering mengalami inkarserta
adalah hernia inguinalis lateralis dan 75% lebih sering terjadi pada laki-laki.6
Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga lebih mudah dalam menegakkan
diagnosis. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah suatu hal yang mudah karena akut
skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan yang lunak
membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Akut skrotum merupakan suatu gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya
yang bersifat mendadak serta menimbulkan gejala lokal dan sistemik.1
2.2 Etiologi
A. Tumor testis
B. Hernia inguinalis inkarserata
C. Kerusakan Nervus Pudendus (bicycle seat neuropathy), akibat lomba balap sepeda, lomba
pacu kuda, konstipasi berkepanjangan, dll
D. Tindakan Pembedahan, seperti pada post operasi hernia, post operasi vasektomi
E. Batu Ginjal
F. Benjolan yang disertai dengan rasa tidak nyaman, berupa hidrokel, varikokel, spermatokel,
dll.
3
2.3 Diagnosis
1. Anamnesa
Usia pasien
Torsio testis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak laki-laki post pubertas. Henoch-
scchonlein purpura dan torsio appendiks testis terjadi pada anak laki-laki prepubertas
dan epididimitis dapat dijumpai pada anak laki-laki postpubertas. Henoch-schonlein
purpura sebagai bagian dari proses infeksi sistemik yang menimbulkan vaskulitis sering
menyebabkan epididimitis dimana 38% anak-anak yang menderita Henoch-scchonlein
purpura juga mengalami nyeri pada skrotumnya.
Onset dan durasi nyeri
Torsio testis biasanya dimulai dengan nyeri yang mendadak seolah-olah ada tombol
yang terlempar dimana hal ini disebabkan oleh puntiran pada funikulus spermatikus
yang terjadi tiba-tiba sehingga membuat testis terangkat mendadak, nyeri semakin
memberat dan pasien merasa sangat tidak nyaman. Bila terdapat nyeri yang tidak terlalu
berat dan tidak terlalu ringan (menengah) dan terjadi dalam beberapa hari cenderung
mengarahkan kepada epididimitis ataupun torsio appendiks testis.
Riwayat trauma
Adanya riwayat trauma tidak mengesampingkan diagnosis torsio testis. Terjadinya
trauma pada skrotum saat berolahraga sering menimbulkan nyeri dalam waktu singkat.
Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila didapatkan adanya nyeri menetap setelah
satu jam dari terjadinya trauma untuk mengesampingkan diagnosis ruptur testis dan
torsio akut.
Adanya riwayat hidrokel saat lahir serta undescensus testis dapat menjadi predisposisi
terjadinya hernia inguinalis ataupun torsio testis.
Adanya gejala pada infeksi pada traktus urinarius lebih mengarahkan diagnosa kepada
epididimitis ataupun orkhitis. Gejala ini juga diikuti oleh gejala sistemik seperti demam,
4
nyeri perut, mual atau muntah serta adanya riwayat pernah menderita infeksi pada
traktus urinarius, pemasangan alat pada saluran kemih, trauma maupun tindakan
pembedahan. Kebanyakan proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak tidak hanya
berhubungan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tapi juga disebabkan oleh
virus, trauma, atau adanya refluks urin.
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan terhadap abdomen untuk mencari adanya nyeri pada regio flank
dan distensi vesika urinaria.
Pemeriksaan pada region inguinal dilakukan untuk menentukan secara jelas adanya
hernia inguinalis, bengkak maupun eritema.
Pemeriksaan pada genitalia dimulai dengan melakukan inspeksi pada skrotum. Kedua sisi
diperiksa untuk melihat adanya perbedaan ukuran yang nyata, derajat bengkak, eritema,
perbedaan ketebalan kulit dan posisi testis. Terdapatnya bengkak yang unilateral tanpa
diikuti perubahan warna kulit menandakan adanya hernia atau hidrokel. Bila kulit
skrotum terlihat mengkilat, gambaran blue dot sign dari testis ataupun appendiks
epididimis yang infark akan terlihat. Palpasi dimulai dari daerah inguinal untuk
menyingkirkan hernia inguinalis inkarserata. Kemudian dilanjutkan dengan mempalpasi
di daerah funikulus. Adanya funikulus spermatikus yang menebal dan teraba lembut
mendukung torsio testis, sedangkan bila teraba lembut saja mengindikasikan
epididimitis. Anak laki-laki diperiksa sambil berdiri sehingga dapat dilihat posisi testis.
Adanya peninggian dari salah satu testis menandakan adanya torsio testis.
Pemeriksaan refleks kremaster. Refleks kremaster negatif pada torsio testis dan tetap
positif pada torsio appendiks epididimis.
Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hidrokel dengan hernia.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius pada
pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan
5
adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.11,12
4. Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :11,12
• Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
• Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90%
dan spesifitas 100%.
• Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanya
perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.
2. Nuclear Scintigraphy
• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat aliran
darah testis.
• Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang
meragukan dengan memakai ultrasonografi.
• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
6
• Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan
tanda patognomonik terjadinya torsio.
2.4 Penatalaksanaan
EPIDIDIMITIS
1. Definisi
Epididimitis adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi inflamassi
ini dapat terjadi secara akut atau kronis.4
2. Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli, prostat,
atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididmis. Dapat pula terjadi refluks urin melalui
duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis
seperti pada penyebaran kuman tuberculosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (< 35 tahun) yang tersering adalah Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae,sedangkan pada anak-anak dan orang tua yang tersering
adalah E.coli atau Ureaplasma ureaitycum.4
3. Gambaran Klinis
Epididmis akut adlah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan dengan torsio
testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak pada
kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri dirasakan hingga
ke pinggang.4
4. Tanda Klinis
7
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah:8,9,10
Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis membengkak
di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis
tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum
teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat. Funikulus
spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas
karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini
kurang spesifik.
Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya pengeluaran
sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu infeksi
adalah:9,10
Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-
30.000/µl)
Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
8
6. Pemeriksaan Radiologis
• Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak
digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya.
• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti ukuran
bayi berbeda dengan dewasa)
• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.
• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.
• Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai
penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echoyang
heterogen pada ultrasonografi.
2. Nuclear Scintigraphy
• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
9
• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan
interpretasi
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien anak-
anak dengan bakteriuria dan epididimitis.
7. Diagnosis
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah,
berupa :
a. Penatalaksanaan Medis
Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada passion yang
berusia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman penyebabnya adalah Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, antibiotik yang dipilih adalah:4
10
Terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri: memakai celana ketat agar testis terangkat
(terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, atau pemberian anastesi lokal/ topikal.
Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres dengan es.
b. Penatalaksanaan Bedah
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti
abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal
baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
ORCHITIS
11
lobulus testis. Didalam setiap lobules terdapat 1-3 tubuli seminiferi yang berkelok-kelok.
Tubuli seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan epididimis.12
Pengaturan suhu testis didalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos dan cremaster yang
apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Temperatur testis dalam scrotum
selalu dipertahankan dibawah temperature suhu tubuh 2-3 ⁰C untuk kelangsungan
spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian dalam tubulus) melalui
darah, karenaadanya ikatan yang kuat antar sel sertoli yang disebut sawar darah testis. Fungsi
dari sawar darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi
melawan spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar.12
12
Gambar 2: Orchitis
3. Klasifikasi
Menurut Price, 2005 infeksi testis diklasifikasikan sebagai:
1. Orchitis viral
2. Orchitis bacterial piogenik atau orchitis granulomatosa
4. Etiologi14
Virus adalah penyebab orchitis yang paling sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi
virus yang paling sering terlihat, walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada masa
anak-anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa terjadi
bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria dengan orkitis parotiditis.
Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya terdapat kerusakan tubulus seminiferus dengan
resiko infertilitas, dan pada beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang
mengakibatkan hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis jarang terjadi
pada laki-laki prapubertas, namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan yang sempurna
tanpa disfungsi testiskular sesudahnya. Virus lain yang dapat menyababkan orchitis dan
memberikan gambaran klinis yang sama adalah : virus Coxsakie B, Varisela, dan
mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik (malaria, filariasis,
13
skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi riketsia yang ditularkan pada
epididimitis. Seseorang dengan orchitis parotiditis terlihat sakit akut dengan demam tinggi,
edema, peradangan hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke kanalisis
inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit mikrobakterial,
aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis, dan mycobacterium leprae.
Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran selanjutnya
melibatkan epididimis dan testis, kandung kemih, dan ginjal.
5. Patofisiologi
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan
(mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari setelah
pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15
% – 20% pria menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra
pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi
testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dan
pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi
testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis
parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral
pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami
ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis.
Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan
ginjal.14
14
Keadaan ini dapat berakibat steril atau impotensi. Terapi terhadap inflamasi ini dengan
istirahat di tempat tidur, kompres panas atau hangat, dan antibiotik (bila perlu).
7. Komplikasi 14
Komplikasi dari orchitis dapat berupa:
i. Testis yang mengecil (Atrofi)
ii. Abses (Nanah) pada kantong testis
iii. Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada kedua testis.
8. Diagnosis
1. Anamnesis
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
Kelelahan / mialgia
Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
Demam dan menggigil
Mual
Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran testis dan skrotum
Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
Pembengkakan KGB inguinal
Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
15
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.
USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.
9. Tatalaksana14
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk
menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau
azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah
resisten.
Contoh antibiotik:
1. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi
lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa
IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
16
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S
dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan
ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5
mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
3. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran
kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia
dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP,
PO tid / qid selama 14 hari
5. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S
epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas
terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan
bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan
TORSIO TESTIS
1. Definisi
2. Anantomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
17
viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang
menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Pada masa janin dan neonatus lapisan
parietal yang menempel pada muskulus darto masih belum banyak jaringan penyanggahnya
sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan
untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut
torsio testis ekstravaginal.4
3. Etiologi
Anomali kongenital
Undesensus Testis
18
Perubahan suhu yang mendadak
Ketakutan, batuk
4. Patoenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi
rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan system
penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara
berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu antara
lqain adalah perubahan susu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai skrotum.
5. Gejala Klinis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah
sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya
tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui.4
6. Tanda Klinis
Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak tinggi di
skrotum, testis letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral., pada torsi
yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Kulit
skrotum menjadi udem, berwarna merah sehingga menyulitkan palpasi serta hilangnya refleks
kremaster, dan Phren sign positif.9
19
Torsio testis yang terjadi pada masa prenatal memiliki tanda berupa massa di skrotum
yang berbentuk bulat dan keras dan pemeriksaan transiluminasi bernilai negatif.15
7. Pemeriksaan Laboratorium16
Hasil pemeriksaan urinalisis biasanya normal, namun pada 30% kasus, ditemukan adanya
leukosit pada urin.
Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil yang normal, namun pada 60% kasus torsio
terdapat peningkatan leukosit yang menandakan telah terjadi proses infeksi
Pemeriksaan C-Reactive Protein (protein fase akut) dapat digunakan untuk membantu
membedakan inflamasi yang disebabkan oleh epididimitis dan proses noninflamasi yang
disebabkan oleh torsio testis. Peningkatan nilai CRP menunjukkan adanya suatu proses
peradangan akut.
8. Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri yang menuju testis
sehingga dapat diketahu kelainan yang terjadi pada testis dan pembuluh darahnya.
- Gambaran dari terganggunya aliran darah testis saat terjadi torsio testis tergantung dari
durasi terjadinya torsio.
- Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan menunjukkan gambaran
berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit penurunan echogenicity. Setelah 24 jam,
gambaran echogenicity menjadi lebih heterogen, dan hilangnya tanda-tanda viabilitas dari
testis.
20
- Kaput epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang berbeda
serta terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus spermatikus.
- Viabilitas dari testis dapat ditentukan dari echogenicity yang normal, tidak adanya
penebalan dinding skrotum dan ada atau tidaknya hidrokel.
- Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah sangat sulit dilakukan pada anak-anak walaupun
testis mereka dalam keadaan normal.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 86%, spesifitas 100%, dan ketepatan 97% dalam
mendiagnosis torsio testis.
Nuclear Scintigraphy
- Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis
sehingga tidak salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya.
- Gambaran scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan proton pada
testis yang terkena. Gambaran ini menunjukkan tidak adanya aliran darah pada daerah
tersebut.
- Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100% dalam melihat aliran darah testis.
9. Diagnosis
Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik saja
namun bila terdapat keragu-raguan dapat dilakukan konfirmasi diagnosis dengan menggunakan
pemeriksaan penunjang lainnya.16
Diagnosis banding torsio testis adalah semua keadaan darurat dan akut di dalam skrotum
seperti hernia inguinalis inkarserata, epididimitis akut, hidrokel terinfeksi, tumor testis, dan
edema skrotum.4
21
11. Penatalaksanaan
Terapi konservatif berupa Detorsi manual yaitu mengembalikan testis ke posisi awalnya
dengan memutar ke arah beralawanan dengan arah torsi. Tindakan ini cukup menyakitkan
dan memerlukan tindakan bedah definitif lanjutan untuk memfiksasi testis. Hilangnya nyeri
setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil.
Tindakan Operasi
Tindakan operasi dilakukan tergantung dari usia pasien dilakukan orchidopeksi bila testis
masih dapat diselamatkan dan orchidektomi bila testis sudah nekrosis.
12. Komplikasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang
benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio,
mungkin masih viable (hidup) atau sudah ,mengalami nekrosis. Jiak testis masih hidup maka
dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral.
Pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi)
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateralnya. Testis yang mengalami nekrosis jika
dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibody antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. 4
TRAUMA TESTIS
1. Definisi
Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan intratestikular
dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.6
22
2. Etiologi
- Aktivitas berolahraga
3. Patofisiologi
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan cedera
pada skrotum.6
23
4. Gejala Klinis
Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.6,10
5. Tanda Klinis
Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skin avulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.6,10
6. Pemeriksaan Laboratorium
7. Pemeriksaan Radiologis5.6
- Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui organ-organ yang terkena saat trauma tumpul
terjadi, dilihat dari anatomi organ intraskrotum yang abnormal dan aliran darah testis.
- Pemeriksaan ini sangat perlu dilakukan bila didapatkan adanya hematom intratestikular dan
ekstratestikular dengan tunika albuginea yang masih utuh.
- Tidak adanya aliran darah menuju testis mengindikasikan adanya torsio testis, vascular
avulsion, trombosis pada funiculus spermaticus sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.
Retrograde urethrography
24
Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya suatu trauma pada urethra yang dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda trauma pada urethra seperti hematuria dan prostat
yang melayang pada pemeriksaan colok dubur.
CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lokasi testis yang abnormal, struktur anatomi
intratestikular, dan perfusi pada setiap organ. CT scan yang dilakukan adalah CT scan
abdominopelvik.
8. Diagnosis
9. Diagnosis Banding
Dengan ananmnesis yang baik mengenai riwayat trauma, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan ultrasonografi, trauma testis dapat dibedakan dengan torsio testis, tumor testis, epididimitis,
maupun hidrokel.10
10. Penatalaksanaan
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan minimal,
atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif terdiri dari
elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan terutama
pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.6.10
Tindakan Bedah
25
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :15
Bila terjadi ruptur total pada pembuluh darah, dapat dilakukan reanastomosis
mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka perlu
dilakukan mikroreimplantasi.
- Skin avulsion
Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan penutupan
dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan menggunakan jarum
yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka perlu dilakukan skin grafting.
11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat terjadinya trauma pada skrotum adalah :6
Fourniers’s gangren
Atrofi testis
12. Prognosis
Viabilitas dari skrotum sangat tergantung pada devaskularisasi jaringan yang baik.6
26
HERNIA INGUINALIS INKARSERATA
1. Definisi
Hernia inguinalis inkarserata adalah suatu hernia ireponibilis yang sudah mengalami
gangguan vaskularisasi, disertai tanda-tanda ileus obstruktif akibat terjepitnya usus di dalam
anulus inguinalis. Hernia ireponibilis keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis dan tidak dapat kembali ke cavum
abdominalis kecuali dengan bantuan operasi.. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berbentuk
tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut ke dalam skrotum sesaat sebelum
bayi dilahirkan.17
2. Anatomi
3. Etiologi
Terjadinya hernia inguinalis inkarserata disebabkan oleh terjepitnya usus pada kanalis
inguinalis sehingga menyebabkan timbulnya gangguan vaskularisasi dan tanda-tanda ileus
obstruktif.17
27
4. Patofisiologi
Terjepitnya isi hernia pada annulus inguinalis akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau
struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan
serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.17
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus seperti perut kembung, muntah, obstipasi, dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi terjadi
gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius. Penderita
mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneum,
dan pasien menjadi lebih gelisah disertai demam dan menggigil.17
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan suhu
tubuh. Pada inspeksi yang ditemukan adalah benjolan kemerahan yang tidak dapat dimasukkan
lagi, pada palpasi didapatkan nyeri tekan di daerah skrotum dan distensi abdomen, pada perkusi
abdomen didapatkan perut kembung dan hipertimpani, sedangkan pada auskultasi didapatkan
hiperperistaltik usus dan metallic sound. Dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal bila
telah terjadi komplikasi.17
7. Diagnosis
8. Diagnosis Banding
28
Diagnosis banding dari hernia inguinalis inkarserata adalah keluhan akut skrotum lainnya
dan ileus obstruktif.17
9. Penatalaksanaan19,26
• Tidak ada terapi konservatif untuk hernia jenis ini. Yang harus dilakukan adalah operasi
secepatnya untuk menghilangkan ileus.
• Jenis operasi :
a. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong dibuka
dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong
b. Hernioplasti
• Pada hernia inkarserata dapat diperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada isi hernia berdasarkan
perhitungan waktu, yaitu :
29
- kurang dari 24 jam setelah diagnosis, dapat dianggap isi hernia baru saja terjepit
• Selain dengan perhitungan waktu, keadaan isi hernia juga dapat dilihat dari :
- penilaian vaskularisasi
Untuk penilaian vaskularisasi berikan NaCl hangat selama 5 menit pada usus, bila terjadi
perubahan warna dari kebiruan menjadi kemerahan berarti usus masih baik (viable)
bila setelah pemberian NaCl hangat warna usus tetap biru berarti usus telah mengalami
nekrosis (non-viable), harus direseksi secara end to end
bila setelah pemberian NaCl hangat terjadi peristaltik berarti keadaan usus masih baik (viable)
• Bila keadaan umum pasien baik tetapi ususnya non-viable, maka setelah herniotomi dilakukan
reseksi usus non-viable tadi lalu lubang hernia ditutup dengan hernioraphy dan hernioplasty.
• Bila keadaan umum pasien jelek, usus non-viable, maka untuk tahap awal tetap dilakukan
herniotomy kemudian usus yang non-viable tadi dikeluarkan dan diletakkan di atas paha yang
dikenal dengan istilah VORLAGERUNG (letakkan di muka/ di luar). Dibuat lubang pada usus
untuk keluarnya feses. Setelah keadaan umum pasien membaik baru operasi dapat dilanjutkan.
• Indikasi Vorlagerung :
- usus non-viable
30
- KU pasien jelek
Penatalaksanaan hernia inguinalis inkarserata pada anak dilakukan dengan pasien dipuasakan,
dipasang sonde lambung, infus rumatan dan disuntikkan sedatif sampai pasien tertidur dalam
posisi Tredelenberg. Dengan tertidur, diharapkan tekanan intraperitoneal akan normal kembali
dan diharapkan isi kantong hernia akan masuk kembali ke rongga peritoneal. Bila dalam waktu 6
jam setelah pasien tertidur, hernia tidak berhasil direduksi, herniotomi harus dilakukan dengan
segera.27
Pada bayi dan anak yang mempunyai anatomi inguinal yang normal, tindakan herniotomi hanya
terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan annulus inguinalis ke ukuran
yang semestinya.27
10. Komplikasi
11. Prognosis
Prognosis hernia inguinalis inkarserata tergantung dari lamanya isi hernia terjepit dan
penanganan yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perbaikan klasik
memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian.
Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah
diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral.
Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal
kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberkulum
pubikum, dimana tegangazvcn garis jahitan adalah yang terbesar.17
31
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang
memerlukan penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum
bukanlah suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
sebab dan area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit
sehingga perlu diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor
penyebab.
32