Asuhan Keperawatan Pada Klien Kritis
Asuhan Keperawatan Pada Klien Kritis
Disusun oleh:
Kelompok 2
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2015
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dirawat di unit perawatan kritis (CCU) dapat menandakan adanya ancaman terhadap
kehidupan dan kesejahteraan pasien yang dirawat di unit tersebut. Perawat perawatan kritis
menganggap unit perawatan kritis sebagai tempat kehidupan yang rapuh, diawasi dengan
cermat, dirawat dan dipelihara. Akan tetapi pasien dan keluarganya seringkali menganggap
perawatan di CCU adalah suatu tanda kematian yang akan terjadi. Berdasarkan pada
pengalaman mereka atau pengalaman orang lain. Pemahaman terhadap makna perawatan
kritis bagi pasien dapat membantu perawat dalam merawat pasien mereka. Akan tetapi
komunikasi yang efektif dengan pasien yang sakit kritis sering kali menimbulkan tantangan
dan rasa frustasi. Hambatan komunikasi dapat berhubungan dengan status fisiologis pasien
; terpasangnya slang endotrakheal, yang menghambat komunikasi verbal ; obat-obatan atau
kondiei lain yang menganggu fungsi kognitif.
Beberapa penulis telah mencoba menulis meneliti dan menjelaskan pengalaman pasien
terkait dengan masa rawat pasien di ICU. Dalam sebuah tinjauan dari 26 studi, Stein-
Parbury and McKinkley mencatat bahwa antara 30 % -- 100% pasien yang diteliti dapat
mengingat semua atau sebagian masa rawat mereka di ICU. Meskipun banyak pasien dapat
mengingat perasaan yang negatif, mereka juga dapat mengingat pengalaman yang netral
dan positif. Pengalaman negatif dihubungkan dengan rasa takut, kecemasan dan gangguan
tidur, kerusakan kognitif, dan nyeri atau ketidaknyamanan. Pengalaman positif
dihubungkan dengan perasaaan aman dan keamanan. Seringkali, perasaan positif ini
dihubungkan dengan perawatan yang diberikan oleh perawat. Kebutuhan untuk merasa
aman dan kebutuhan akan informasi adalah judul utama dalam studi Kompetensi teknis
perawat dan keterampilan interpersonal yang efektif disebutkan oleh pasien sebagai
peningkat rasa aman dan percaya mereka. (Patricia Gonce Morton, et al. 2011,
Keperawatan Kritis Vol. 1)
B. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang perawatan pasien kritis.
2. Menyususn intervensi keperawatan untuk membantu pasien dalam adaptasi mereka
terhadap sakit kritis.
3. Agar mengetahui teknik yang dapat dipelajari pasien dan keluarga dalam upaya
mengelola stress dan kecemasan pada pasien kritis.
4. Menjelaskan dampak sakit kritis dan lingkungan perawatan pada keluarga.
5. Menjelaskan perilaku keperawatan yang membantu mengatasi pasien kritis
6. Menjelaskan peran perawat dalam mengendalikan lingkungan untuk meningkatkan
kesembuhan.
BAB II
KONSEP DASAR
Intensive care unit atau unit perawatan intensif adalah salah satu bagian dari unit ruang
perawatan pasien yang ada di Rumah Sakit yang khusus merawat pasien dengan kondisi
kritis. Hal ini sesuai dengan konsep definisi dari University of California Davis Health
System (2009) bahwa ICU merupakan unit yang merawat pasien dengan penyakit kritis
yang mengalami kegagalan akut satu atau lebih organ vital yang dapat mengancam jiwa
dalam waktu dekat dan pasien dengan post operasi mayor yang memerlukan propilaksis
monitoring ketat, sehingga memerlukan staff khusus dan peralatan khusus. Penggunaan
staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien kritis yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa juga tertera dalam Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit
Kep.Menkes RI nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010.
Menurut Hyzy (2010) karakteristik pelayanan keperawatan kritis di unit perawatan
intensif adalah kecepatan respon pelayanan terhadap pasien dengan kondisi kritis dan
ketenagaan yang terdiri dari interdisiplin keilmuan kesehatan dengan kualifikasi dan
pelatihan khusus perawatan intensif.
B. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS
1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis, aktifitasnya terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan.
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga /
kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti :
panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berfikir
efisiek sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
tubuh sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional (body image) peran serta
identitasnya. Hal ini akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri menjadi
rendah.
8. kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
1. Tingkat nol, dimana kebutuhan pasien dapat terpenuhi dengan perawatan dalam
ruang perawatan normal di Rumah Sakit yang menangani kondisi akut.
2. Tingkat pertama, untuk pasien beresiko memburuk kondisinya atau yang baru
dipindahkan dari tingkat perawatan level diatasnya yang kebutuhannya dapat
dipenuhi di ruang perawatan akut dengan bantuan perawat kritis.
3. Tingkat kedua, untuk pasien yang membutuhkan monitoring dan intervensi yang
lebih kompleks seperti halnya pasien dengan kegagalan salah satu sistem organ
atau lebih atau pascaoperasi.
4. Tingkat ketiga untuk pasien dengan kegagalan multi organ dengan bantuan
kompleks termasuk bantuan pernapasan.
Golongan ini merupakan pasien kritis yang tidak stabil memerlukan terapi intensif
dan tertitrasi seperti alat bantu ventilasi, alat penunjang fungsi organ atau sistem
lain, infuse obat-obat vasoaktif/inotropik serta pengobatan lainnya secara kontinyu
tertitrasi.
Pasien golongan ini adalah pasien kritis yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya atau penyakit
akutnya secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuhnya kecil
D. PSIKODINAMIKA PENYAKIT KRITIS
1. DINAMIKA INDIVIDU
Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan.
Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien
dalam keadaan stress tetapi Setelah keadaan ini berlalu klien mulai masuk kedalam
fase berikutnya.
b. Depresi cemas dan marah
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi, cemas dan marah muncul
ketika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya.
“bagaimana mengatasi masalah ini?”
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung ketergantungan,
tidak dapat mengambil keputusan, tidak punya harapan.
Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan
pada diri sendiri, keluarga dan petugas.
c. pelepasan dan reinvestasi
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan cemas, depresi dan perasaan
marahnya. Klien mulai mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi
respon yang memperberat keadaan stress, apabila penyakit ini terjadi progressif fase
ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai ada kerja sama. Klien mulai
melepaskan dari obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian diri
terhadap realita.
2. DINAMIKA KELUARGA
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ; pengingkaran, marah, cemas
dan depresi.
3. DINAMIKA LINGKUNGAN
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien STIGMA SOSIAL
ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam kelompok
sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal.
RESPON PERAWAT
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus menunjukkan sikap
professional dan tulus dengan pendekatan yang baik pada saat pasien mengalami fase
pengingkaran perawat harus dapat menghadirkan fakta.
E. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN BUDAYA
Meskipun pasien yang sakit kritis dapat dirawat di unit perawatan kritis dengan
memprioritaskan kebutuhan fisiologis untuk mempertahankan kehidupan,
pertimbangan harus dilakukan untuk merencanakan dan mengimplementasikan
perawatan yang sensitif secara budaya. Pedoman ini dapat menyediakan pengkajia
awal kepada perawat tentang pengaruh budaya pasien terhadap kesehatan dan
praktik kesehatan. Pedoman ini bukan dimaksudkan sebagai instrumen pengkajian
budaya yang komprehensif. Informasi didalamnya dapat digunakan untuk memulai
rencana perawatan yang sensitif terhadap kebutuhan pasien dan keluarga dari
berbagai populasi budaya.
Perawat dapat mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut dalam
merencanakan perawatan yang kompeten secara budaya untuk pasien yang sakit
kritis dan keluarga, contoh :
Anda lebih suka dipanggil apa ?
Apa yang boleh kami ketahui tentang anda :
Tradisi dan keyakinan anda tentang kesehatan dan praktik perawatan
kesehatan
Sanksi atau larangan budaya yang ingin anda lakukan ?
Pilihan atau larangan untuk menyentuh, melakukan kontak mata, atau
perilaku lain ketika berkomunikasi?
Benda spesifik yang ingin anda pakai atau berada di dekat anda ?
Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
Cara menghormati atau tidak hormat yang ada pada budaya anda?
2. PENGKAJIAN KELUARGA
Memahami keluarga pasien yang sakit kritis dan memenuhi kebutuhan mereka
sangat penting untuk perawatan holistik pasien. Meskipun kebutuhan keluarga dapat
mengubah pengalaman perawatan kritis secara keseluruhan, perawat dapat
mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut untuk memahami penyakit
pasien, mekanisme koping, dan sistem pendukung :
Berapa jumlah anggota keluarga anda?
Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga anda?
Siapa juru bicara yang ditunjuk dalam keluarga anda?
Apakah anda anggota keluarga anda yang pernah dirawat di unit
perawatan kritis?
Apa yang anda pahami tentang penyakit saudara anda?
Bagaimana anda melakukan koping terhadap situasi yang menimbulkan
stres di masa lalu?
Apakah memiliki masalah keuangan, transportasi, maupun tempat
tinggal?
3. PEMERIKSAAN FISIK
Ketika pasien yang sakit kritis masuk ke unit perawatan kritis, pengkajian rutin harus
dilakukan dan diulangi minimal setiap 4 jam berikutnya. Pengkajian yang lebih
sering dan lebih selektif atau terperinci mungkin diperlukan, bergantung pada
gangguan klinis pasien atau perubahan kondisi pasien atau keduanya. Perubahan
fisiologis yang biasanya terjadi sesuai dengan perubahan usia (Urden LD,Stacy KM,
Lough ME: Thelan’s critical care nursing: diagnosis and management, ed 4, St.
Louis, 2002, Mosby)
Otak : penurunan ukuran otak dan jumlah neuron, perubahan pergantian
neurotransmiter.
Mata : penurunan ketajaman
Telinga : penurunan pendengaran
Arkus aorta dan arteri : penurunan sensitivitas baroreseptor, penurunan komplian
arteri
Jantung : penurunan komplians ventrikel, kecepatan relaksasi memanjang.
Paru-paru : penurunan komplians dinding dada, peningkatan komplians paru,
penurunan bersihan mukosiliari.
Hati : penurunan aktivitas MEOS, Penurunan aliran hati darah total.
Ginjal : penurunan GFR, penurunan aliran darah ginjal.
Sistem saraf perifer : peningkatan tremor, penurunan ketrampilan motorik halus.
GI : kelambatan pengosongan cairan, penurunan waktu defekasi, penurunan sekresi
asam pepsin.
Integumen : penurunan jaringan subkutan, penurunan jumlah kelenjar dan jaringan
penyambung, penurunan turgor.
Muskuloskeletal : penurunan massa tubuh bebas lemak, penurunan mobilitas sendi
rangka, penipisan kartilago vertebra, demineralisasi tulang.
4. PENGKAJIAN NEUROLOGIS
TINGKAT KESADARAN
Perhatikan status kewaspadaan dan kesadaran pasien. Pertama, amati aktivitas
spontan pasien; jika tidak ada aktivitas spontan, lakukan stimulus verbal pada pasien,
jika pasien tidak responsif terhadap stimulus verbal, gunakan stimulus yang lebih
keras seperti menekan dasar kuku, mencubit otot trapezius, atau mencubit bagian
dalam lengan/paha. Hindarkan menggosok sternum dengan buku jari tangan,
menekan supraorbital, dan mencubit puting atau testis.
Stupor: membuka mata terhadap stimulus nyeri ; respon verbal tidak tepat.
Semikoma: gerakan mata yang tidak bertujuan atau refleksif terhadap stimulus verbal
ataustimulus yang lebih keras; tidak ada respon terhadap perintah verbal.
Koma: tidak ada respon terhadap stimulus
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah instrumen untuk mengkaji kesadaran.
REAKSI PUPIL DAN REFLEKS
Periksa posisi, ukuran, bentuk dan respon pupil. Fotofobia dapat dikaitkan dengan
peningkatan tekanan intrakranial atau iritasi meningeal. Respon pupil lansung tidak
terjadi pada m.ata yang buta ; akan tetapi respon konsensual dapat terjadi pada mata
yang buta ketika cahaya diarahkan ke mata yang normal. Pupil pinpoint dapat terjadi
akibat obat-obatan miotik, obat-obtan opiat, atau hemoragi pontin. Dilatasi pupil
dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan cycloplegic (atropin) atau tekanan pada
saraf kranial III (misal ; akibat tumor atau bekuan darah). Yang harus diperhatikan
adalah posisi pupil, ukuran, bentuk, refleks cahaya langsung, refleks cahaya
konsensual, akomodasi, refleks kornea (tidak ada kedipan atau penutupan kelopak
mata).
FUNGSI MOTORIK
Observasi postur istirahat pasien dan catat setiap gerakan spontan atau gerakan
involunter; juga catat setiap rigiditas, spastisitas, dan flaksiditas. Periksa kekuatan
otot kasar dengan mengkaji genggaman tangan dan memeriksa dorsofleksi serta
plantar fleksi ekstremitas bawah. Bandingkan antara kedua sisi tubuh.
FUNGSI SENSORIK
Evaluasi fungsi sensorik secara kasar meliputi sentuhan ringan pada dahi, pipi,
tangan, lengan bawah, abdomen, tungkai bawah dan kaki. Tipe sensasi lain dapat
digunakan (misal; nyeri, panas, dan dingin, getaran, perubahan posisi, nteri tekan
dalam) . bandingkan antara kedua sisi tubuh.
REFLEKS
Refleks abnormal merupakan tanda awal penyakit neuron motorik atas, penyakit
neuron motorik bawah, atau penyakit komponen sensorik aferen pada otot.
Refleks tendon dalam: refleks rahang, biseps, brakioradialis, triseps, patela dan
refleks achilles.
Refleks patologis: tanda babinski positif – jari jempol kaki menghadap ke atas
(ekstensi) dan jari kaki lainnya terbuka seperti kipas. Refleks mengenggam ; pasien
tidak melepaskan benda yang diletakkan di tangannya. Refleks snout – mengerutkan
bibir ketika mulut dibuka ke atas / ke bawah dari garis tengah.
PENENTUAN INTRAKRANIAL
Ukur TIK dan hitung tekanan perfusi serebral
5. PENGKAJIAN PULMONER
PENGKAJIAN
Tentukan frekuensi dan irama pernapasan. Kaji dada untuk mengetahui kedalaman
pernapasan, gerakan paradoksial dan kesimetrisan pernapasan. Catat penggunaan
otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, dan batuk. Palpasi dada untuk
mengetahui krepitus atau nyeri.
SUARA PERNAPASAN
Suara bronkial :nada tinggi dan normalnta terdengar diatas trakea. Fase inspirasi
lebih singkat daripada fase ekspirasi.
Suara vesikular :nada rendah dan normalnya terdengar di perifer paru-paru. Fase
inspirasi lebih lama dari fase ekspirasi.
Suara bronkovesikular : nada sedang, kualitas suara yang kurang terdengar. Lama
fase inspirasi sama dengan fase ekspirasi.
SUARA TAMBAHAN
Kaji suara pernapsan dan suara ketika berbicara ; krekels, mengi, pleural friction rub,
bronkofoni, whispered pectoriloquy, egofoni
OKSIGENASI/VENTILASI
Periksa sistem pemberian oksigen, set ventilator, dan alarm. Dapatkan hasil
pemeriksaan saturasi dan karbondioksida.
DRAINASE DADA
Kaji apakah sistem berfungsi dengan tepat dan catat jumlah, warna, dan karakter
drainase dada.
PENGHITUNGAN OKSIGENASI
Pantau parameter yang relevan,
RADIOGRAF DADA
Radiograf dada digunakan untuk memberi informasi tentang proporsi anatomi secara
kasar dan letak struktur jantung, termasuk pembuluh darah besar ; untuk
mengevaluasi lapang paru dan untuk memeriksa letak jalan napas, kateter vena
sentral, kateter arteri pulmonalis, slang dada, dan transvenous pacemaker lead.
6. PENGKAJIAN KARDIVASKULER
IRAMA DAN FREKUENSI JANTUNG
Catat pemasangan lead dan dapatkan setrip irama untuk menentukan irama dan
frekuensi jantung.
INTEGUMEN
Catat warna, suhu, dan kelembaban. Periksa dinding dada anterior untuk mengetahui
pengisian kapiler (> dari 3 detik menandakan perfusi jaringan, evaluasi derajat
edema (dengan memeberikan tekanan selama 10 detik dan catat kedalaman jari)
DENYUT NADI
Periksa denyut nadi secara bilateral kecuali arteri karotis. Catat frekuensi, irama,
kesamaan, dan amplitudo.
BUNYI JANTUNG
Auskultasi setiap area perikordium secara sistematis. Bel stetoskop menekankan
pada bunyi frekuensi rendah (misal S3, S4), pada bunyi nada tinggi (S1, S2)
MURMUR JANTUNG
Identifikasi murmur sesuai dengan lokasi (misal; jarak dari midsternal, midklavicula,
atau aksila)
TEKANAN DARAH
Periksa TD pada kedua lengan. Perbedaan tekanan kurang dari 10 mmHg tidak
signifikan kecuali intensitas atau kualitas denyut arteri radialis tidak sama. Jika
ada perbedaan gunakan lengan yang tekanan darahnya lebih tinggi.
GAP AUSKULTASI
Tentukan adanya gap auskultasi, suatu temuan umum pada pasien yang mengalami
hipertensi atau stenosis aorta.
PULSUS PARADOKSUS
Tentukan adanya pulsus paradoksus. Kempiskan manset TD secara perlahan
(1mmHg persiklus pernapasan) dan catat ketika bunyi pertama terdengar. Bunyi
terdengar secara intemiten bersamaan dengan ekspirasi. Pulsus paradoksus dapat
ditemukan pada efusi perikardium, tamponade jantung, embolus paru, dan
penyakit jalan napas obstruktif berat.
PEMANTAUAN HEMODINAMIK
Dapatkan hasil pemeriksaan dan hitung parameter kardiopulmoner.
ABDOMEN
Catat ukuran, bentuk, dan kesimetrisan. Ukur lingkar perut yang sejajar dengan
umbilikus. Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
ELIMINASI USUS
Catat karateristik feces ; periksa feces untuk mengetahui adanya darah tersamar.
DRAIN
Catat tipe dan lokasi drain. Periksa ketepatan fungsi sistem drainase dan karakteristik
serta jumlah drainase. Kaji kondisi kulit.
8. PENGKAJIAN GENITOURINARI
GENITALIA
Periksa genitalia eksternal untuk mengetahui adanya drainase, inflamasi, atau lesi.
STATUS CAIRAN
Timbang BB setiap hari. Peningkatan 0,5 kg/hari menunjukkan retensi cairan. Ukur
asupan dan haluaran. 1 liter cairan kira-kira sama dengan 1 kg BB.
KANDUNG KEMIH
Lakukan perkusi abdomen untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
URINE
Identifikasi tipe slang drainase urine dan kaji ketepatan fungsinya, ukur haluaran
urine. Catat warna dan konsistensi.
Anuria: <100 ml/24 jam
Oliguria: 100 – 400 ml/24 jam
(Susan B. Stillwell, 2011, Pedoman Keperawatan Kritis Ed.3, Hal. 1 – 30)
Dari kasus diatas kelompok kami menyimpulkan klien TN. A termasuk kategori pasien dengan
penyakit kritis.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Aspek Biologi
GCS : E : 4, V : 6, M : 5
Kesadaran Compos Mentis
Tanda- tanda vital :
TD : 150/90 mmHg
HR : 90 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 36 °C
Pemeriksaan fisik
- Kepala : Bentuk mesochepal, rambut beruban sedikit, tidak rontok,
tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik pupil isokor,
diameter kanan dan kiri 3, reflek cahaya mata kanan dan kiri positif
- Hidung : Simetris, tidak terdapat sekret, tidak epistaksis, tidak ada
luka
- Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak keluar darah, tidak ada
luka
- Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi belum tanggal, klien bicara
artikulasi baik, tidak keluar darah, tidak keluar sekret, tidak ada
sariawan.
- Leher : Tak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada
peningkatan JVP, kaku kuduk ( - ), tidak ada luka
- Paru- paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan dada simetris kiri dan
kanan, Nampak adanya retraksi pada dinding dada.
Palpasi : getaran dada kanan kiri simetris
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler tidak ada ronchi, tidak ada
whesing.
- jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di intercostal V, terdapat nyeri di
dada kiri
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung S3, S4 terdengar bunyi murmur.
- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : dbn
- Genetalia : keadaan bersih, tidak keluar darah , tidak keluar
lender.
6. Pengkajian Keluarga
Penanggung jawab pasien Tn. Albert Hindom adalah istrinya Ny. Wilma Woretma,
mereka berdua menikah dan dikaruniai 2 orang anak 1 putra berusia 23 tahun dan
putri berusia 19 tahun, Ny woretma mengatakan sedih dan cemas terhadap penyakit
yang diderita oleh suaminya, Ny. Wilma merasa belum siap jika harus kehilangan
Tn. Albert. Dalam keluarga Tn. Albert tidak pernah ada yang dirawat di HCU
sebelumnya.
B. SARAN
Sebagai respon terhadap sistem pemberian perawatan kesehatan yang selalu
berubah, perawat perawatan kritis memperjuangkan kebutuhan pasien dan keluarga
, atau orang terdekat, perawat perawatan kritis telah menjalani langsung apa yang
perawat telah tunjukkan secara konsisten, oleh sebab itu perawat harus bisa
mengaplikasikan dan memberikan perawatan pada pasien kritis yang tidak hanya
pemenuhan kebutuhan fisiologis tetapi juga proses psikososial, perkembangan dan
spiritual. sakit kritis juga merupakan ancaman terhadap individu dan kelompok
keluarganya. Sejajar dengan peningkatan pemanfaatan teknologi oleh perawat
kesehatan, kebutuhan “humabisasi” perawatan kesehatan selaras dengan kebutuhan
untuk memberikan intervensi efektif berbasis bukti daripada semakin tercebur
dalam tradisi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Brenda jones , jones janice, Perawatan Kritis ; seri panduan klinis. Erlangga. 2012
5. Brockopp, dorothy young, Marie , dorothy, Hasting – Tosma, Ed.2, Jakarta: EGC,
1999.
6. Jevon, P & Ewens, B. 2009. Pemantuan Pasien Kritis. Edisi Kedua. Alih Bahasa: Vidhia
7. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
9. University of California Davis Health System. 2009. Critical Care Service. California.