Anda di halaman 1dari 28

MATA KULIAH: PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERMASALAHAN LINGKUNGAN
GLOBAL
DOSEN:
Dr. Ir. Erwinsyah, M.Sc.
Kuliah Kesebelas
DISKUSI JURNAL KELAS 2E

Strategi NGO Lingkungan Dalam


UPAYA MENGATASI SAMPAH
Menangani Polusi Udara di Jakarta
PLASTIK DI LAUT
(Greenpeace Indonesia)
PENYAJI: Reza Gangga Kurnia
PENYAJI: Nila Agustina

ISU LINGKUNGAN HIDUP GLOBAL:


GLOBAL WARMING SEBAGAI
TANTANGAN KEBIJAKAN LUAR
PERMASALAHAN LINGKUNGAN
NEGERI DAN NEGOSIASI
GLOBAL
INTERNASIONAL
PENYAJI: Yosphin Karunia
PENYAJI: Sri Wahyuni
KTT BUMI DAN KEPENDUDUKAN GLOBAL

❑ Kehidupan manusia: topik utama pembangunan berkelanjutan


❑ KTT Bumi (The Earth Summit) Konferensi tentang Lingkungan dan
Pembangunan (United Nations Conference on Environment and
Development/UNCED) tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasil: “Manusia
berhak hidup sehat dan produktif selaras dengan alam" sebagaimana
Deklarasi Rio, Prinsip 1 dan Program Aksi Konferensi Internasional
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD), yang diselenggarakan di
Kairo, Mesir tahun 1994
❑ Kedua deklarasi menyatakan pentingnya mempromosikan kesejahteraan
manusia dan standar hidup yang lebih tinggi, selaras dengan alam
PERSOALAN PENDUDUK GLOBAL

❑ Pertumbuhan penduduk memberikan tekanan pada lingkungan:


Persoalan kemiskinan, rawan pangan, rumah kumuh,
pengangguran dan persoalan upah yang layak.
❑ Menurut perkiraan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO),
dunia pertanian perlu tumbuh tidak kurang 70 persen untuk
menyediakan makan 9 miliar penduduk dunia sebelum 2050.
DINAMIKA KEPENDUDUKAN
❑ Dinamika kependudukan tidak saja mempengaruhi tujuan pembangunan
IMPLIKASINYA
untuk mengurangi kemiskinan dan kesejahteraan manusia serta standar
hidup, juga berdampak pada sosial, ekonomi dan lingkungan dalam
dimensi pembangunan berkelanjutan, termasuk:

✓ Menghilangkan kerawanan pangan


✓ Memastikan pemanfaatan lahan, hutan, lautan & tanah
✓ Menjamin akses energi bersih, aman dan terjangkau
✓ Menciptakan pembangunan kota layak huni serta masyarakatnya
✓ Mengurangi bencana karena faktor alam dan manusia
(WEF dan UNFPA, 2012).
NEGARA DAN DINAMIKA
KEPENDUDUKAN
❑ Menghadapi dinamika populasi & pembangunan berkelanjutan, negara perlu memiliki
instrumen yang kuat, saling menghormati dan memperkuat hak asasi manusia,
kebebasan dan dukungan pembangunan manusia, sehingga perlu melakukan:
✓ Setiap negara dapat melakukan pilihan menerapkan insentif dibading kontrol, mengatasi persoalan
dinamika populasi, bukan membatasi pilihan individu dan peluang.
✓ Negara harus memberdayakan perempuan tidak sebatas jumlah anak dan waktu bagi anak, juga
akses perawatan kesehatan dan reproduksi, mempromosikan partisipasi aktif bidang ekonomi, sosial
dan politik
✓ Negara harus mengakui, mengelola & memanfaatkan pddk usia remaja
✓ Kemiskinan membatasi pilihan dan peluang masyarakat, negara perlu mengambil langkah aktif
memerangi kemiskinan & mengembangkan kemampuan dan peran masyarakat
✓ Negara perlu proaktif membahas dinamika populasi sebelum persoalan muncul dan masyarakat
bereaksi
KOMITMEN DUNIA UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Penyempurnaan:
MDGs
Lebih Komprehensif → Melibatkan lebih
8 Goal, 18 Target,
banyak negara dengan tujuan universal
67 Indikator
(49 tercapai, 18 belum tercapai)
Memperluas Sumber Pendanaan
(Pemerintah, Swasta, dan Sumber Lain)
SDGs Menekankan pada hak asasi manusia dalam
17 Goal, 169 Target, penanggulangan kemiskinan
241 Indikator
Inklusif → no one left behind

Melibatkan Seluruh Pemangku


lingkungan Kepentingan: Pemerintah; OMS & Media;
sosial Filantropi & Bisnis; serta Pakar & Akademisi

”Zero Goals” → Menargetkan untuk


ekonomi menuntaskan seluruh indikator

Cara Pelaksanaan (Means of


Implementation)

8
Sumber: Bappenas, 2017
SDGs
17 Goal, 169 Target, 241 Indikator
PILAR PEMBANGUNAN PILAR PEMBANGUNAN HUKUM &
PILAR PEMBANGUNAN SOSIAL PILAR PEMBANGUNAN EKONOMI
LINGKUNGAN TATA KELOLA
5 Goal, 47 Target,77 Indikator 5 Goal, 54 Target, 71 Indikator
6 Goal, 56 Target, 70 Indikator 1 Goal, 12 Target, 23 Indikator

Goal 1: Tanpa Goal 7: Energi Bersih & Goal 6: Air Bersih & Goal 16: Perdamaian,
Kemisikinan Terjangkau Sanitasi Layak Keadilan &
Goal 8: Pekerjaan Kelembagaan yang
Goal 2: Tanpa Goal 11: Kota & Tangguh
Layak & Pertumbuhan Permukiman yang
Kelaparan Ekonomi Berkelanjutan
Goal 3: Kehidupan Sehat Goal 9: Industri, Goal 12: Konsumsi &
& Sejahtera Inovasi & Infrastruktur Produksi yg
Bertanggung Jawab
Goal 4: Pendidikan
Berkualitas Goal 10: Berkurangnya Goal 13: Penanganan
Kesenjangan Perubahan Iklim
Goal 5: Kesetaraan Goal 17: Kemitraan
Gender untuk Mencapai Goal 14: Ekosistem
Tujuan Lautan
Goal 15: Ekosistem
Daratan;

9
Sumber: Bappenas, 2017
MASALAH LINGKUNGAN
GLOBAL
KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN
KONVENSI INTERNASIONAL
❑ Sumberdaya biologi bumi :
✓ sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial bagi manusia
✓ keanekaragaman hayati aset global bernilai sangat besar untuk generasi sekarang dan masa
depan.

❑ Ancaman terhadap spesies dan ekosistem begitu besar disebabkan aktivitas manusia. United
Nations Environment Programme (UNEP) menyelenggarakan pertemuan Kelompok Kerja Ad Hoc
Ahli Keanekaragaman Hayati November 1988 dan melihat pentingnya konvensi internasional
tentang keanekaragaman hayati.

❑ Mei 1989 didirikan Kelompok Kerja Ad Hoc Ahli Teknis dan Hukum (Ad Hoc Working Group of
Technical and Legal Experts) untuk mempersiapkan instrumen hukum internasional konservasi dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati berkelanjutan.
KONVENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI
UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
❑ Februari 1991, Kelompok Kerja Ad Hoc dikenal sebagai Komite Negosiasi Intergovernmental.
Pada 22 Mei 1992 Konferensi Nairobi mengadopsi teks, menyetujui Konvensi Keanekaragaman
Hayati.
❑ Konvensi dibuka untuk ditandatangani 5 Juni 1992 pada Konferensi PBB tentang Lingkungan
dan Pembangunan (Rio "Earth Summit"), terbuka penandatanganan sampai 4 Juni 1993, 168 tanda
tangan.
❑ Konvensi mulai 29 Desember 1993. Sesi pertama Konferensi Para Pihak 28 November - 9
Desember 1994 di Bahama.
❑ Konvensi Keanekaragaman Hayati terinspirasi oleh tumbuhnya komitmen masyarakat dunia untuk
pembangunan berkelanjutan. Merupakan langkah maju konservasi keanekaragaman hayati,
pemanfaatan berkelanjutan komponen-komponennya, dan pembagian adil dan merata keuntungan
pemanfaatan sumber daya genetik.
PEMBAHASAN KONVENSI
KENEKARAGAMAN HAYATI
❑ Pertemuan kesepuluh Konferensi Para Pihak, 18-29 Oktober 2010, di Nagoya-
Prefektur Aichi-Jepang, mengadopsi revisi Rencana Strategis Keanekaragaman
Hayati, termasuk Target Aichi biodiversity periode 2011-2020

❑ Target Aichi Biodiversity


✓ Sasaran Tujuan A: menyampaikan penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dg
mengarusutamakan keanekaragaman hayati di pemerintah dan masyarakat
✓ Strategis Tujuan B: Mengurangi tekanan langsung pada keanekaragaman hayati dan
mempromosikan pemanfaatan berkelanjutan
✓ Strategis Tujuan C: Untuk meningkatkan status keanekaragaman hayati dengan menjaga
ekosistem, spesies dan keragaman genetik
✓ Sasaran Tujuan D: Meningkatkan manfaat untuk semua pihak dari keanekaragaman hayati dan
layanan ekosistem
✓ Strategis Tujuan E: Meningkatkan pelaksanaan melalui perencanaan partisipatif, pengelolaan
pengetahuan dan pengembangan kapasitas
Target Kesadaran & peran serta berbagai pihak melalui program pendidikan formal & informal
Renaksi-4
Nasional
Pengelolaan Pengelolaan SD hayati berkelanjutan dlm perencanaan &pelaksanaan pembangunan nasional & daerah utk meningkatkan
ekonomi masyarakat
Renaksi-4
Keanekaragaman
Hayati Sistem insentif & disinsentif dalam usaha & pengelolaan SD hayati berkelanjutan
Renaksi-4

RENCANA Peningkatan ketersediaan & penerapan kebijakan pendukung pola produksi dan konsumsi berkelanjutan dlm pemanfaatan SD
hayati berkelanjutan
Renaksi-2
AKSI IBSAP
2015-2020 Pengembangan kawasan konservasi ex-situ utk melindungi jenis lokal
Renaksi-3:
Renaksi-1: Penelitian, pengelolaan data &
dokumentasi kehati & pengelolaan Kebijakan utk pengelolaan & pemanenan berkelanjutan
kepemilikan Renaksi-3:

Renaksi-2: Pengembangan manfaat kehati Peningkatan luas areal pertanian, perkebunan & peternakan yg dikelola secara berkelanjutan
utk mendukung pertumbuhan ekonomi,
daya saing nasional & kesejahteraan Renaksi-3:
masyarakat

Penurunan tingkat pencemaran yg merusak SD hayati & fungsi ekosistem

Renaksi-3: Pemeliharaan & pelestarian Renaksi-3:


kehati utk menjaga keberadaannya
Pencegahan & pemberantasan jenis asing invasif
Renaksi-3:
Renaksi-4: Peningkatan kapasitas
pengelolaan kehati secara partisipatif &
Penurunan tingkat tekanan antropogenik pada terumbu karang & ekosistem rentan lainnya yg terkena dampak perubahan iklim
terpadu Renaksi-3:
Target Pemeliharaan yg berkelanjutan & peningkatan luas kawasan konservasi

Nasional Renaksi-3:

Pengelolaan Upaya mempertahankan populasi jenis yg terancam punah sebagai jenis prioritas konservasi nasional
Renaksi-3:
Keanekaragaman Pengembangan sistem pembibitan, pemuliaan genetika dan domestifikasi hidupan liar serta perkembangbiakan jenis satwa liar

Hayati Renaksi-3:
Peningkatan fungsi ekosistem terpadu utk menjamin peningkatan layanan penting (air, kesehatan, mata pencaharian, wisata)

RENCANA Renaksi-2

AKSI IBSAP Konservasi & restorasi ekosistem di kawasan terdegradasi


Renaksi-2
2015-2020
Penetapan Protokol Nagoya & instrumen turunannya melalui peraturan perundangan & dibentuk kelembagaan pelaksana dari
pusat & daerah
Renaksi-2
Renaksi-1: Penelitian, pengelolaan data &
dokumentasi kehati & pengelolaan
Implementasi IBSAP baru di berbagai tataran
kepemilikan
Renaksi-4
Pengembangan inovasi kearifan lokal & peningkatan kapasitas bioprospeksi utk konservasi & pemanfaatan SD hayati
Renaksi-2: Pengembangan manfaat kehati berkelanjutan
utk mendukung pertumbuhan ekonomi, Renaksi-2
daya saing nasional & kesejahteraan
masyarakat Peningkatan kapasitas IPTEK utk pengelolaan SD hayati berkelanjutan
Renaksi-1 ,2,4

Renaksi-3: Pemeliharaan & pelestarian Identifikasi SD & pengefektifan anggaran dlm implementasi pengelolaan kehati berkelanjutan
kehati utk menjaga keberadaannya
Renaksi-2 & 4
Pemetaan data & informasi kehati secara menyeluruh & terpadu
Renaksi-1
Renaksi-4: Peningkatan kapasitas
pengelolaan kehati secara partisipatif &
terpadu Penyelesaian konflik terkait pengelolaan kehati secara komprehensif
Renaksi-4
Sumber: Bappenas, 2017
STRATEGI DAN RENCANA AKSI
NASIONAL KEANEKARAGAMAN HAYATI
❑ Strategi dan Rencana Aksi Nasional Keanekaragaman Hayati adalah instrumen utama untuk melaksanakan
Konvensi Keanekaragaman Hayati di tingkat nasional.
❑ Konvensi mengharuskan negara menyiapkan strategi keanekaragaman hayati nasional (instrumen setara)
dan untuk memastikan bahwa strategi ini diarusutamakan ke dalam perencanaan dan kegiatan semua
sektor, yang kegiatannya dapat memiliki dampak (positif dan negatif) terhadap keanekaragaman hayati
❑ Indonesia memiliki Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman hayati Tahun 2015-2020, yang berisikan
informasi mengenai:
✓ Kekinian Keanekaragaman Hayati
✓ Pemanfaatan dan Kontribusi Ekonomi Keanekaragaman Hayati
✓ Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
✓ Kelembagaan dan Sumberdaya Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
✓ Kebijakan, Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
✓ Dukungan Pelaksanaan IBSAP 2015-2020
LINGKUP DAN PROSES UNFCCC
KONVENSI PERUBAHAN IKLIM
❑ UNFCCC (UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE)
didirikan 21 Maret 1994, 197 negara telah meratifikasi Konvensi (disebut”Parties to the
Convention”).
❑ UNFCCC "Konvensi Rio", satu dari tiga "Rio Earth Summit" tahun 1992, dua lainnya yaitu:
✓ Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati dan
✓ Konvensi PBB tentang Memerangi Penggurunan (Desertifikasi), dimana ketiganya terkait.
Kemudian dibentuk “Liaison Group” u/ meningkatkan kerjasama antara tiga konvensi, pengembangan
sinergi isu-isu yang menjadi perhatian bersama. Saat ini menggabungkan Konvensi Ramsar di Lahan
Basah.
❑ Pada 1994 awal UNFCCC, tidak seilmiah saat ini. Salah satu perjanjian lingkungan
multilateral paling sukses dlm sejarah (Protokol Montreal, tahun 1987), mengikat negara
anggota untuk kepentingan keselamatan manusia, blm didukung kepastian ilmiah.
❑ Tujuan utama Konvensi: menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca "pada tingkat yang akan
PANEL PERUBAHAN IKLIM
mencegah akibat gangguan antropogenik (disebabkan oleh manusia) yang berbahaya sistem iklim".
❑ Gangguan antropogenik dinyatakan dalam dokumen laporan IPPC (Intergovernmental Panel on
Climate Change). IPCC adalah:
✓ Badan internasional terkemuka untuk penilaian perubahan iklim
✓ Didirikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)
pada tahun 1988 untuk memberikan dunia dengan pandangan ilmiah yang jelas tentang keadaan saat ini
pengetahuan dalam perubahan iklim dan potensi dampak lingkungan dan sosial-ekonomi.
❑ Pada tahun yang sama, Majelis Umum PBB mengesahkan kesepakatan WMO dan UNEP,
mendirikan IPCC.
❑ Tugas IPCC mereview dan menilai informasi ilmiah, teknis dan sosial-ekonomi terbaru yang
diproduksi di seluruh dunia untuk memahami perubahan iklim.
❑ Keanggotaan IPCC terbuka bagi negara anggota PBB dan WMO, 195 negara Anggota,
berpartisipasi dalam proses review dan diskusi pleno.
❑ Keputusan utama program kerja IPCC diambil, laporan diterima, diadopsi dan disetujui. Anggota Biro
IPCC, termasuk Ketua, dipilih pada diskusi pleno.
❑ Negera-negara
KEWAJIBAN
industri: NEGARA MAJU SEBAGAI
✓ Penghasil emisi gas rumah kaca, diharapkan menurunkan emisi di negaranya
NEGARA ANNEX I
✓ Disebut negara Annex I, anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), termasuk
12 negara "ekonomi transisi" dari Eropa Tengah dan Timur.
✓ Diharapkan tahun 2000 mengurangi emisi ke tingkat tahun 1990. Beberapa telah berhasil.
❑ Protokol Kyoto, diadopsi di Kyoto, Jepang, 11 Desember 1997. berlaku 16 Februari 2005.
Protokol Kyoto adalah yg "mengoperasionalisasi" Konvensi. Komitmen negara industri
menstabilkan emisi gas rumah kaca berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi.
❑ Protokol Kyoto mengikat target pengurangan emisi 37 negara-negara industri dan
masyarakat Eropa di periode komitmen pertama. Target ini bertambah hingga pengurangan
emisi rata-rata lima persen dibandingkan tingkat tahun 1990 selama periode lima tahun
2008-2012 (periode komitmen pertama). Ini mengikat negara-negara maju karena
bertanggung jawab untuk emisi gas rumah kaca yang tinggi di atmosfer, hasil lebih 150
tahun kegiatan industri.
❑ Protokol Kyoto menempatkan beban lebih pada negara-negara maju di bawah prinsip
"common but differentiated responsibility”.
❑ Di Doha, Qatar, tanggal 8 Desember 2012, dihasilkan Perubahan Protokol Kyoto,
meluncurkan komitmen kedua, dimulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 2020.
LAPORAN
❑ Negara-negara industri PERUBAHAN
mendukung kegiatan perubahan iklim IKLIM
negara berkembang dg
bantuan keuangan. Sistem hibah dan pinjaman dibentuk dan dikelola Global Environment
ANNEX
Facility (GEF), dan negara-negara I &setuju
industri NON ANNEX
berbagi teknologi kepada negara-negara
kurang maju.
❑ Negara-negara industri (Annex I) melaporkan secara berkala kebijakan perubahan iklim dan
langkah-langkahnya, termasuk isu-isu diatur Protokol Kyoto (untuk negara-negara yang
telah meratifikasinya). Juga harus menyerahkan inventarisasi tahunan emisi gas rumah
kaca, termasuk data tahun dasar (1990) dan tahun-tahun selanjutnya.
❑ Negara-negara berkembang (Non-Annex I) melaporkan lebih umum kegiatan di negaranya
masing-masing untuk mengatasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap dampak - tidak
berkala seperti negara Annex I, dan pelaporan negara berkembang bergantung
ketersediaan dana untuk persiapan laporan, khusunya pada negara Least Developed
Countries.
❑ Laporan negara Annex I tersebut meliputi National Communications (NCs), Biennial report
BRs) dan GHG Inventories, dan Accouting, Reporting, and Review. Laporan negara Non
Annex meliputi National Communications (NCs), Biennial Update Reports BURs), dan
National Adaptation Program of Actions (NAPAs) dan Measuring, Reporting, and Verification
(MRV).
❑ Pembangunan ekonomi sgt penting bagi negara-negara miskin. Konvensi mempertimbangkan
CDM DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
menerima emisi gas rumah kaca yg dihasilkan negara-negara berkembang, tidak menghambat
kemajuan ekonomi melalui Clean Development Mechanism (CDM) Protokol Kyoto.
❑ Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Pasal 12 Protokol Kyoto memungkinkan negara maju
mengurangi emisi atau komitmen emisi-di bawah Protokol Kyoto (Annex B Party) dengan
melaksanakan proyek pengurangan emisi di negara berkembang. Proyek-proyek tsb bersertifikat
emisi (CER) kredit. Proyek CDM misalnya proyek listrik pedesaan panel surya atau energi pemanas
efisien.
❑ Konvensi mengakui kerentanan negara terhadap dampak perubahan iklim, dan menyerukan upaya
meringankan dampak, terutama di negara berkembang yang tidak memiliki sumberdaya melakukan
sendiri.
❑ Pada tahun awal Konvensi, adaptasi kurang mendapat perhatian dibanding mitigasi. Parapihak
menginginkan kepastian dampak dan kerentanan terhadap perubahan iklim. Parapihak menyepakati
proses menangani efek samping dan membentuk pengaturan pendanaan untuk adaptasi.
❑ Adaptasi dibawah Komite Adaptasi Konvensi, langkah besar menuju kohesif pendekatan berbasis
Konvensi untuk adaptasi.
❑ Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (DJPPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan
INDONESIA DAN PERUBAHAN IKLIM
Kehutanan adalah National Focal Point untuk Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim-Persatuan
Bangsa-bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), berfungsi
memfasilitasi program dan proses terkait perubahan iklim yang telah dijalankan pemerintah dan
pemangku kepentingan.
❑ Perubahan iklim memiliki dimensi lokal dan internasional, koordinasi dan sinergi akan terus diperkuat
antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Badan Pembangunan Nasional serta
Kementerian Keuangan dalam konteks perubahan iklim.
❑ Tahun 2010, Pemerintah Indonesia mencanangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% di
tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional, dibandingkan
terhadap skenario business as usual di tahun 2020.
❑ Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai
Perubahan Iklim menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
❑ Mengacu kajian terbaru tingkat emisi GRK, Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar
29% dan target conditional sampai 41% dibandingkan skenario business as usual di tahun 2030.
MITIGASI PERUBAHAN IKLIM:
❑ Menurut Dokumen Second National Communication tahun 2010, emisi
gas rumah kaca (GRK) Indonesia 1.8 GtCO2e (2005). Meningkat 0.4
GtCO2e dibandingkan tahun 2000.SEKTOR LAHAN
✓ Sumber emisi paling besar (63%) berasal dari kegiatan alih guna lahan serta
kebakaran hutan dan lahan,
✓ Konsumsi bahan bakar minyak menyumbangkan emisi GRK sebesar 19%
dari total emisi.
❑ Berdasarkan dokumen First Biennial Update Report (BUR) yang telah
disampaikan kepada UNFCCC pada bulan Januari 2016, emisi GRK
nasional 1.453 GtCO2e (2012) menunjukkan peningkatan sebesar
0.452 GtCO2e dari tahun 2000
✓ Sektor utama, sektor LUCF termasuk kebakaran gambut (47.8%)
✓ Sektor energi (34.9%).

❑ Sejak Indonesia mencanangkan penurunan emisi GRK secara sukarela 26% (upaya
sendiri) dan sampai dengan 41% (dukungan internasional), dibandingkan skenario
business as usual 2020, Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum
dan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana
dituangkan dalam PERPRES No. 61/2011
MITIGASI
❑ Indonesia menentukan PERUBAHAN
kebijakan bauran energi. Telah ditetapkan IKLIM:
kebijakan nasional pengembangan
sumber energi bersih. Kebijakan menempatkan Indonesia ke arah jalur dekarbonisasi. Peraturan
SEKTOR ENERGI DAN LIMBAH
Pemerintah Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan ambisi untuk melakukan
transformasi di tahun 2025 dan 2050, bauran penyediaan energi utama sbb:
1. Energi baru terbarukan sebesar 23% tahun 2025 dan sebesar 31% tahun 2050;
2. Minyak harus lebih kecil dari 25% tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% tahun 2050;
3. Batubara paling sedikit 30% tahun 2025 dan paling sedikit 25% tahun 2050;
4. Gas setidaknya paling sedikit 22% tahun 2025 dan paling sedikit 24% tahun 2050
❑ Di sektor pengelolaan limbah, Pemerintah Indonesia berkomitmen:
✓ Mengembangkan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di
tingkat lokal
✓ Meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan
✓ Mengurangi limbah yang dibuang ke landfill melalui pendekatan “Reduce, Reuse, Recycle”, dan pemanfaatan
sampah dan limbah untuk energi.
✓ Menurunkan emisi GRK sektor pengelolaan limbah di tahun 2030 dan seterusnya melalui pengembangan
kebijakan yang komprehensif dan koheren, penguatan institusi, peningkatan mekanisme keuangan dan
pendanaan, inovasi teknologi, dan pendekatan sosial-budaya.
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

❑ Pemerintah Indonesia menganggap upaya mitgasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep
terintegrasi yang penting dalam membangun ketahanan sumber daya pangan, air dan energi.
❑ Pemerintah telah melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi
Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RANAPI) yang menyediakan kerangka untuk berbagai inisiatif
adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional.
KOMITMEN INDONESIA TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM
LINGKUP DAN PROSES UNFCCC
BONN CHALLENGE
❑ Target restorasi (2020) disampaikan di Bonn (2011: ❑ Target Bonn Challenge bagi Indonesia:
German bersama IUCN, dan kemudian di endorse
(1) Kontribusi u/ target restorasi dunia (2020 & 2030)
diperpanjang (2030) dengan “New York Declaration on
Forests of the 2014 UN Climate Summit” (2) Dukungan pendanaan u/ Bonn Challenge
❑ Bonn Challenge: untuk “restore” 150 juta Ha (2020) (3) Pelaksanaan di tingkat local (Sumatera Selatan)
hutan yang hilang (deforested) dan lahan terdegradasi)
dan 350 Juta Ha (2030).
❑ Potensi restorasi Indonesia 7 jt Ha (hutan tanaman,
pertanian dan daerah eks tambang)
❑ Bonn Challenge untuk merealisasikan 3 commitments:
❑ Ada inisiasi swasta, tetapi pemerintah Indonesia masih
1) CBD Aichi target 15 (2020): restorasi ecosystem & focus ke pemerintah
dukungan “carbon biodiversity” u/ meningkatkan
cadangan carbon.
❑ Blm ada metoda yg disepakati (Brazil commit 12 Jt Ha,
India 36 Jt Ha, dg masing2 metoda
2) Rio+20: Kebutuhan Aksi cepat u/ merestorasi lahan
rusak u/ pembangungan berkelanjutan
❑ Belum ada kejelasan dukungan pendanaan

3) UN FCCC REDD+ Goal: Upaya penurunan ❑ Di Sumatra Selatan (2017) diumumkan commitment
(pledges) Bangladesh (0.75 jt Ha, Mongolia (0.6 Jt Ha),
deforestasi dan degradasi
Pakistan (0.1 million Jt Ha) dan Sri Lanka (0.2 Jt Ha)
MATA KULIAH: PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERMASALAHAN LINGKUNGAN
GLOBAL
DOSEN:
Dr. Ir. Erwinsyah, M.Sc.
Kuliah Kesebelas

Anda mungkin juga menyukai