Anda di halaman 1dari 49

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN


DIAGNOSA MEDIS STROKE YANG
MENJALANI TERAPI OKSIGEN
HIPERBARIK KE-46
DI LAKESLA Drs. Med R. Rijadi S, Phys
SURABAYA

Disusun oleh: Kelompok 3


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Fitriana Nur Aidah, S.Kep (131813143026)


Pratama Sholdy Izzulhaq, S.Kep (131813143056)
Prasetiya Wahyuni, S.Kep (131813143099)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa medis stroke


iskemik yang menjalani terapi oksigen hiperbarik ke-33 di LAKESLA Drs. Med
R. Rijadi S, Phys Surabaya yang telah dilaksanakan mulai tanggal 8-13 Oktober
2018 dalam rangka pelaksanaan praktek profesi keperawatan medikal bedah di
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) Drs. Med R. Rijadi
S, Phys Surabaya.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar kasus di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) Drs. Med R. Rijadi S, Phys Surabaya
pada hari Kamis, 11 Oktober 2018.

Disusun oleh:
(1) Fitriana Nur Aidah, S.Kep
(2) Pratama Sholdy Izzulhaq, S.Kep
(3) Prasetiya Wahyuni, S.Kep

Disahkan, 18 Oktober 2018


Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Program Studi Pendidikan LAKESLA Drs. Med R.
Profesi Rijadi S, Phys Surabaya
Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga

Taukhid, S.Pd.
Lingga Curnia Dewi, Serka Rum NRP. 69686
S.Kep.,Ns.,M.Kep
199012162018083201

Mengetahui,
Kepala Ruangan
LAKESLA Drs. Med R. Rijadi S, Phys Surabaya

Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP. 14608/P
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. dengan berkat, rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Asuhan
keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis stroke yang menjalani terapi
oksigen hiperbarik ke-46 di LAKESLA Drs. Med R. Rijadi S, Phys Surabaya”
dengan baik. Tidak lupa kami ucapka terima kasih kepada:
1. Kolonel Laut (K) dr. Herjunianto, Sp.PD., MMRS. Selaku Kalakesla Drs. Med
R. Rijadi S, Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta fasilitas
kepada kami untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik.
2. Prof. Nursalam, M.Nurs (Hons). selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
kami untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto S.Kp., M.Kes. selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada kami untuk menyelesaikan laporan ini.
4. Letkol Laut (K) Maedi S.Kep. selaku Kepala Ruangan di LAKESLA Drs. Med
R. Rijadi S, Phys Surabaya yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingan selama penyelesaian lapopran ini.
5. Serka Taukhid, S.Pd. selaku Pembimbing Klinik di LAKESLA Drs. Med R.
Rijadi S, Phys Surabaya yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan motivasi, dukungan dan arahan selama penyusunan dan
penyelesaian laporan ini.
6. Dr. Makhfudli, S.Kep. Ns., M.Ked, Trop. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program profesi ners.
7. Lingga Curnia Dewi, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Pembimbing Akademik Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberika bimbingan,
masukan dan arahan sehingga laporan ini dapat terelesaikan dengan baik.

iii
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam
penyusunan laporan senjutnya menjadi ebih baik. Akhirnya penyusun berharap
semoga laporan ini bermanfaat bagi kami dan yang membaca.

Surabaya, 18 Oktober 2018

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Rumusan Masalah .................................................................................... 3
Tujuan ....................................................................................................... 3
Tujuan umum ................................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus ................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
Pengertian Stroke Iskemik ........................................................................ 4
Etiologi Stroke Iskemik ............................................................................ 4
Patofisiologi Stroke Iskemik .................................................................... 4
Manifestasi Klinik Stroke Iskemik ........................................................... 5
Pemeriksaan Penunjang Stroke Iskemik .................................................. 6
Penatalaksanaan Stroke Iskemik .............................................................. 7
Komplikasi Stroke Iskemik ...................................................................... 8
WOC Stroke Iskemik ............................................................................... 8
Pengertian Terapi Oksigen Hiperbarik ..................................................... 8
Dasar Fisiologis Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................ 8
Administrasi Oksigen Hiperbarik ........................................................... 10
Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ....................................................... 10
Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................ 11
Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ................................................. 11
Rasionalitas Penggunaan Terapi Hiperbarik Pada Stroke Iskemik ........ 12
2.14 Mekanisme Terapi Hiperbarik Pada Stroke Iskemik.............................. 13
BAB 3 LAPORAN KASUS.................................................................................. 16
Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik .................... 16
Kasus ...................................................................................................... 22
BAB 4 PENUTUP................................................................................................. 38
Kesimpulan ............................................................................................. 38
Saran ....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
Lampiran 1 ............................................................................................................ 40
Lampiran 2 ............................................................................................................ 40

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun general


secara akut yang berasal dari gangguan sirkulasi serebral. Stroke menjadi
salah satu perhatian World Health Organization dalam mencapai Sustainable
Development Goals (SDG’s) atau tujuan pembangunan berkesinambungan
terkait kesehatan hingga tahun 2030(WHO, 2015). Stroke merupakan salah
satu dari beberapa jenis penyakit tidak menular yang dapat mengakibatkan
kematian selain penyakit diabetes, jantung, paru-paru dan kanker (WHO,
2016). Selain itu, stroke merupakan penyebab kecacatan kronik tertinggi pada
kelompok usia diatas 45 tahun.
Di dunia, angka kematian akibat penyakit stroke mencapai 6,7 juta setiap
tahunnya (WHO, 2016). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007),
prevalensi stroke di Indonesia adalah delapan per seribu penduduk. Kejadian
stroke mengalami peningkatan dari 8,3 per mil menjadi 12,1 per mil
(Riskesdas, 2013). Total penderita stroke di Indonesia diperkirakan mencapai
500.000 orang setiap tahunnya dimana sebagian besar meninggal dunia. Di
samping itu, sebagian dari pasien yang mengalami stroke akan berakhir
dengan kecacatan. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan tingkat
kecacatan yang diakibatkan oleh stroke prevalensinya mencapai 65%.
Berdasarkan usia harapan hidupnya, penderita stroke di Indonesia mencapai
70,7% pada tahun 2008 dan jumlah populasi usia lanjut diperkirakan mencapai
38% dari jumlah penduduk pada tahun 2025. Kondisi ini akan diikuti oleh
proses penuaan atau aging process pada otak dan jaringan saraf yang bila tidak
dirawat sejak dini, akan memicu beberapa masalah, yaitu gangguan fungsi
kognisi, gangguan gerak, gangguan keseimbangan, dan lain-lain (Depkes,
2014).
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran menghasilkan
sejumlah metode-metode baru dalam upaya penyembuhan penyakit. Salah satu
diantaranya adalah terapi terapi hiperbarik oksigen (TOHB). Sejarah awal
terapi oksigen hiperbarik berkaitan dengan dunia penyelaman (diving), seperti
diketahui bahwa manusia telah mengenal aktivitas menyelam sejak zaman
dahulu, oleh karena itu konsep pemikiran terapi oksigen hiperbarik dapat
dikatakan sudah memiliki usia yang tua. Hiperbarik berasal dari kata hyper
berarti tinggi, bar berarti tekanan. Dengan kata lain terapi oksigen hiperbarik
adalah terapi dengan menggunakan tekanan yang tinggi. Pada awalnya terapi
oksigen hiperbarik hanya digunakan untuk mengobati decompression sickness,
yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan tekanan lingkungan
secara mendadak sehingga menimbulkan sejumlah gelembung nitrogen dalam
cairan tubuh baik dalam sel maupun di luar sel, dan hal ini dapat menimbulkan
kerusakan di setiap organ dalam tubuh, dari derajat ringan sampai berat
bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk. Seiring dengan
berjalannya waktu, terapi oksigen hiperbarik berkembang fungsinya untuk
terapi bermacam-macam penyakit, salah satunya stroke.
Mengetahui besarnya manfaat terapi hiperbarik oksigen (TOHB) dalam
penyembuhan berbagai penyakit, sudah selayaknya terapi hiperbarik dijadikan
salah satu terapi pendukung yang diberikan pada penderita stroke. Dengan
menerapkan terapi hiperbarik, akan menurunkan tada dan gejala terjadinya
stroke. Sehingga hal ini yang membuat penulis tertarik untuk membahas
tentang manfaat terapi hiperbarik pada penyakit stroke.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh terapi hiperbarik oksigen terhadap penyakit
stroke pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Stroke di LAKESLA Drs. Med.
R. Rijadi S., Phys Surabaya ?
1.3 Tujuan Penulisan

Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan


Terapi Hiperbarik Oksigen terhadap penyakit stroke pada klien Tn. S dengn
diagnosa medis post stroke di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys.
1.4 Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa Mampu memahami konsep stroke.


2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Terapi Hiperbarik Oksigen
(TOHB).
3. Mahasiswa dapat memahami manfaat terapi hiperbarik oksigen (TOHB)
terhadap stroke.
4. Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan
terapi hiperbarik oksigen (TOHB) pada pasien stroke.
BAB 2
TINAJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stroke


Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke
adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
.
2.2 Etiologi Stroke

Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat


thrombus (bekuan darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke
otak dari tempat lain ditubuh).
a. Stroke trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat. Sering kali,
individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (transient ischemic attack,
TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA biasanya berlangsung kurang
dari 24 jam. Apabila TIA sering terjadi maka menunjukkan kemungkinan terjadinya stroke
trombotik yang sebenarnya yang biasanya berkembang dalam periode 24 jam (Corwin,
2009).
b. Strok embolik
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar otak.
Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke

4
4

adalah jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009). Beberapa faktor resiko
terjadinya stroke iskemik adalah usia dan jenis kelamin, genetic, ras, mendengkur
dan sleep apnea, inaktivitas fisik, hipertensi, meroko, diabetes mellitus, penyakit
jantung, aterosklerosis, dislipidemia, alkohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta
obesitas (Dewanto. et al, 2009).

2.3 Patofisiologi Stroke


Iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya
ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan kemudian dapat terlepas sebagai
emboli (Harsono, 2007:87).
Trombus, emboli yang terjadi mengakibatkan terjadinya iskemik, sel otak
kehilangan kemampuan menghasilkan energi terutama adenosin trifosfat (ATP),
pompa Natrium Kalium ATPase gagal sehingga terjadi depolarisasi (Natrium berada
dalam sel dan Kalium diluar sel) dan permukaan sel menjadi lebih negatif, kanal
Kalsium terbuka dan influk Kalsium kedalam sel. keadaan depolarisasi ini
merangsang pelepasan neurotransmitter eksitatorik yaitu glutamate yang juga
menyebabkan influk kalsium kedalam sel, Sehingga terjadi peningkatan Kalsium
dalam sel. Glutamat yang dibebaskan akan merangsang aktivitas kimiawi dan listrik
di sel otak lain dengan melekatkan ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N metil
D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida
sintase (NOS) yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, Nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO yang terjadi dengan cepat dan dalam jumlah besar
melemahkan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, dan mengaktifkan enzim, Poli
(adenozin difosfat-[ADP] ribosa) polimerase (PARP). Enzim ini menyebabkan dan
mempercepat eksitotoksitas setelah iskhemik serebrum sehingga terjadi deplesi
energi sel yang hebat dan kematian sel. Peningkatan Kalsium intra sel mengaktifkan
protease (enzim yang mencerna protein sel),
5

Lipase (enzim yang mencerna membran sel) dan radikal bebas yang terbentuk akibat
jenjang sistemik. Sel-sel otak mengalami infark, jaringan otak mengalami odema,
sehingga perfusi jaringan cerebral terganggu. Sawar otak mengalami kerusakan akibat
terpajan terhadap zatzat toksik, kehilangan autoregulasi otak sehingga Cerebral Blood
Flow (CBF) menjadi tidak responsif terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan
metabolik. Kehilangan autoregulasi adalah penyulit stroke yang berbahaya dan dapat
memicu lingkaran setan berupa peningkatan odema otak dan peningkatan tekanan
intrakranial dan semakin luas kerusakan neuron. Odema otak juga akan menekan
struktur-struktur saraf di dalam otak sehingga timbul gejala sesuai dengan lokasi lesi
(Price & Wilson, 2006:1116).
Infark otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan
fungsi dan struktur otak yang ireversibel. Gangguan aliran darah otak akan timbul
perbedaan daerah jaringan otak : (a) Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul
edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark,
(b) Daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi
tidak berfungsi, (c) Daerah diluar penumbra akan timbul edema local atau daerah
hiperemisis berarti sel masih hidup dan berfungsi (Harsono, 2007:86).
2.4 Klasifikasi Stroke
1. Patologi serangan stroke.
a. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ;
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan Sub Araknoid
b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
6

Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan
beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk
dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Stroke Iskemik


Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau
CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik
serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa (kecurigaan stroke luas).
Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling mungkin bila CT scan tidak
menunjukkan perdarahan, tumor, atau infeksi fokal, dan bila temuan klinis tidak
menunjukkan migren, hipoglikemia, ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid
(Goldszmidt, et al., 2009).
Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnose yang
sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke
yang diderita oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu
sebelum dilakukan terapi dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet.
CT scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT scan non kontras yang digunakan
untuk membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik yang harus
dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penyebab lain yang
7

memberikan gambaran klinis menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak,


misalnya adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah CT scan kontras yang
digunakan untuk mendeteksi malformasi vascular dan aneurisme
(Lumbantobing, 2001).

2.6 Penatalaksanaan Stroke


Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(2011:39) adalah :
2.6.1 Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia,
pemberian terapi trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian
antiplatelet dal lain-lain tergantung kondisi klinis pasien.
2.6.2 Pemberian cairan, pada umumnya kebutuhan cairan 30
ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral), cairan parenteral yang diberikan
adalah yang isotonis seperti 0,9% salin.
2.6.3 Pemberian Nutrisi, Nutrisi enteral paling lambat sudah harus
diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
2.6.4 Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian
dini untuk mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia,
thrombosis vena dalam, emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.
2.6.5 Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini
setelah kondisi medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi
ditingkatkan sesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari
rumah sakit direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan
berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke.
2.6.6 Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah
lakukan terapi psikologi, analgesik, terapi muntah dan pemberian H2
antagonis sesuai indikasi, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien stabil,
kontrol buang air besar dan kecil, pemeriksaan penunjang lain, edukasi
keluarga dan discharge planning.
8

2.7 Komplikasi Stroke

1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme

2.8 WOC Stroke


Terlampir

2.9 Terapi Osigen Hiperbarik atau HBOT

Terapi oksigen hiperbarik adalah pernafasan dengan oksigen 100% pada

tekanan atmosfer yang meningkat. Terapi ini ditemukan tahun 1600-an. Ruang

HBOT yang pertama kali dibangun dan dioperasikan oleh pendeta Inggris

benrnama Henshaw. Dia membangun sebuah struktur yang disebut dengan

domicilium, yang digunakan untuk mengobati penyakit banyak orang. Ruangan

diberi tekanan dengan udara maupun tanpa diberi tekanan dan akan dijelaskan di

bawah ini. Ide mengobati pasien dalam kondisi peningkatan tekanan di lanjutkan

oleh ahli bedah Perancis Fontaine, yang membangun ruangan operasi bertekanan

pada tahun 1879 (Latham,2016).


9

Saat pasien diberi tekanan oksigen sebesar 100%, haemoglobin akan

tersaturasi, namun darah mengalami hiperoksigenasi akibat larutnya oksigen di

dalam plasma. Pasien dapat diberi oksigen sistemik melalui dua ruang dasar: Tipe

A, Multiplace dan tipe B Monoplace. Kedua jenis ruang tersebut dapat dipakai

untuk perawatan luka rutin, penanganan sebagai besar trauma saat menyelam dan

penanganan pasien yang memakai ventilator atau dalam perawatan intensif karena

kondisi kritis (Latham, 2016).

2.10 Jenis Ruang Terapi Oksigen Hiperbarik

Ruang udara bertekanan tinggi merupoakan tabung yang terbuat dari plat

baja yang dibuat sedemikian rupoa sehingga mampu diisi udara tekan mulai dari 1

Atmosfer Absolut (ATA) sampai beberapa ATA, tergantung dari jenis

penggunaannya. Jenis RUBT antara lain: Ruang Udara Bertekanan Tinggi ruang

tunggal (monoplace), Large multi compartement chamber, Large multi

compartement for treatment, Portable high pressure multi man chamber, Portable

one man high or low pressure chamber (Latham,2016).

a. Ruang terapi oksigen hiperbarik tunggal (monoplace)

Ruang tunggal digunakan untuk penanganan satu pasien dalam satu waktu,

biasanya dalam posisi berbaring. Gas digunakan untuk member tekanan

pembuluh darah biasanya 100% oksigen. Beberapa ruang terdapat masker

untuk menyediakan gas secara bergantian. Petugas menunggu dari luar

ruangan namun peralatan tetap berada di luar ruangan (Latham,2016).

b. Large multi compartment chamber

Dipakai untuk pengobatamn, mampu diisi tekanan lebih dari 5 ATA, dapat

menampung beberapa orang (Latham,2016).


10

c. Large multi compartement for treatment

Dipakai dipindah-pindah, mampu diisi tekanan 2-3 ATA, dipakai dalam

pengobatan untuk penyelaman dan dapat menamopung beberapa orang

(Latham,2016).

d. Portable one man high or low pressure chamber

Dipakai untuk pengobatan atau transport, mampu diisi tekanan 2-3 ATA,

hanya untuk 1 orang saja (Jan,2017).

Hiperoksigen pada jaringan normal menyebabkan vasokonstriksi, namun hal

ini dikompensasi oleh peningkatan kandungan oksigen plasma dan aliran

darah mikrovaskuler. Efek vasokonstriksi ini akan muncul, namun akan

mengurangi edema jaringan pasca trauma dimana hal ini berperan pada

tatalaksana crush injuries, sindrom kompartemen dan luka bakar (Latham,

2016).

2.11 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi untuk dilakukan terapi oksigen hiperbarik terutama untuk kasus

cedera kompresi, namun dapat juga untuk mempercepat proses penyembuhan

penyakit, luka akibat radiasi, luka pasca operasi, osteomylitis, intoksikasi

karbonmonoksida, emboli udara, luka pada penderita diabetes mellitus (Gangren,

infeksi jaringan lunak yang sudah mengalami nekrotik), abses intracranial dan

anemia. Saat ini terapi oksigen hiperbarik mulai digunakan pada penyakit-

penyakit degenerative kronis, rehabilitasi pasca stroke, tuli mendadak dan untuk

kebugaran serta kecantikan (Latham, 2016).

Kontraindikasi dari HBOT dibagi menjadi 2 yaitu kontraindikasi absolute

dan relative dimana kontraindikasi absolute HBOT yaitu tension pneumothorax


11

yang tidak diobati sedangkan kontraindikasi relative dari HBOT yaitu infeksi

saluran pernafasan atas, enfisema dengan retensi CO2, kista atau bleb udara pada

paru-paru yang asimtomatis dan terlihat pada rontgen toraks, riwayat operasi

toraks atau telinga, demam tinggi yang tidak terkontrol, kehamilan, dan

klaustrofobik. Kontraindikasi ocular untuk terapi HBO yaitu adanya protease

orbita yang berongga dan adanya gas intraocular baik pada bilik mata depan atau

pada kavum vitrous (Jain 2017).

2.12 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada terapi HBO yaitu

barotraumas telinga tengah, nyeri sinus, komplikasi oftalmologi (seperti

keratoconus, katarak, myopia, toksisitas oksigen retina, retrolental fibroplasias),

barotraumas pulmoner oxygen seizures, decompression sickness, efek genetika,

dan klaustrofobia.

a. Barotrauma telinga tengah

Merupaklan komplikasi yang paling sering dilaporkan dari terapi HBO,

namun insidensi berbeda-beda pada seri yang berbeda. Penderita dapat

harus dipindahkan dari RUBT saat terapi HBO dikarenakan

ketidakmampuan untuk menyeimbangkan tekanan pada telinga tengah,

sesi terapi dapat dilanjutkan setelah terapi pada dan latihan (Commons,

Blaake & Brown 2013).

b. Nyeri Sinus

Pembuntuan sinus saat tekanan udara berubah dapat mengakibatkan nyeri

hebat, terutama pada sinus frontal. Jika penderita memiliki infeksi saluran

nafas atas, maka terapi HBO sebaiknya ditunda, jika darurat maka
12

penderita dapat diberikan obat obatan dekongestan dan kompresi

dilakukan perlahan-lahan (Jain, 2017).

c. Komplikasi oftalmologi

Komplikasi oftalmologi yang dapat terjadi seperti keratoconus, katarak,

myopia, toksisitas oksigen retina, retrolental fibroplasias. Miopia

merupakan komplikasi reversible dari paparan akut HBO, dan katarak

merupakan komplikasi pada paparan kronis jangka panjang.

d. Barotrauma pulmuner

Insiden dari barotraumas pulmoner cukup rendah dan pada seri terapi

dengan menggunakan tekanan dibawah 2 ATA tidak pernah dilaporkan

adanya komplikasi ini. Pneumotoraks pada penderita yang sedang

menjalani terapi HBOL adalah komplikasi yang serius. Pada RUBT

multiplace, tenaga medis dapat melakukan pemeriksaan bila terdapat

keluhan seperti nyeri tusuk mendadak pada dada dan distress nafas

(Jane,2017).

e. Decompression sickness

Komplikasi ini terjadi hanya jika tekanan yang sangat tinggi digunakan

dan dikompresi dilakukan dengan cepat. Laporan pertama terjadinya

kecelakaan datal terkait decompression sickness terjadi di jerman pada

tahun 1978 dimana 20 penderita usia tua mendapatkan terapi HBO pada

RUBT multiplace dengan tekanan 4 ATA. Satu penderita mengalami

embolisasi udara setelah satu jam ketika dekompresi dimulai pada

penyelam pertama. Pada penyelaman kedua sekitar 5 jam, pintu RUBT

dibuka yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan secara mendadak


13

dan eksplosif. Lima orang meninggak akibat hal ini. Pada saat ini tidak

pernah ada laporan komplikasi ini lagi (Jain, 2017).

2.14 Dosis

Dosis terapi HBO yang digunakan pada Lakesla Drs Med R. Rijadi

Sastropanoelar, Phys. Surabaya yaitu berdasarkan table Kindwall modifikasi

Guritno. Pelaksanaan terapi HBO diawali dengan dilakukannya kompresi sampai

kedalaman 50 feet of seawater (fsw), kecepatan kompresi disesuaikan dengan

kondisi penderita. Setibanya di 50 fsw segera dipasang masker, penderita bernafas

dengan O2 murni selama 30 menit, dilanjutkan dengan udara selama 5 menit, lalu

O2 murni 30 menit, udara 5 menit dan terahir O2 30 menit. Kemudian dilakukan

dekompresi dari 50 fsw ke permukaan dengan kecepatan 1 feet/ menit, selama

dekompresi penderita bernafas dengan O2 murni. Keluarkan penderita dari RUBT

dan terapi HBO selesei. Total waktu yang dibutuhkan untuk terapi ini adalah 128

menit (Widodo, Hisnindarsyah & Harnanik, 2016).


14

2.15 Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Stroke

Stroke iskemik terjadi pada daerah distal dari lokasi oklusi arteri. Inti dari

daerah iskemik mengacu pada daerah yang aliran darahnya terancam sehingga

akan terjadi cedera seluler yang ireversibel dan jaringan yang iskemik tidak

dapat diselamatkan. Di daerah tersebut, kematian sel biasanya terjadi dalam

beberapa menit. Diseputaran daerah 'inti' terdapat area yang berkurang aliran

darahnya namun masih mendapat aliran darah dari pembuluh darah kolateral,

daerah tersebut merupakan jaringan yang berisiko terjadi infark tapi masih dapat

diselamatkan. Jaringan ini disebut sebagai 'penumbra iskemik' dan merupakan

target terapi neuroprotektif (Singhal AB, 2007).

Pada manusia, dari hasil pemeriksaan dengan Positron emissin

tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan

bahwa daerah penumbra iskemik ada selama beberapa jam atau lebih setelah

onset gejala. Dengan berlalunya waktu, terjadi pengurangan volume daerah

penumbra iskemik dan mulai munculnya inti infark. Diyakini bahwa hiperoksia

dapat meningkatkan pO2 jaringan penumbra iskemik sehingga mengurangi

volume daerah infark dan defisit neurologis yang ditimbulkannya. Selain itu,

penerapan HBO pada stroke diyakini dapat meningkatkan hasil pemulihan pasca

stroke (Singhal AB, 2007).

Hiperoksia merupakan pilihan terapi yang menarik untuk stroke akut

karena memiliki beberapa sifat ideal dari neuroprotektif. Tidak seperti

kebanyakan neuroprotektif, HBO mudah berdifusi melintasi sawar darah otak

untuk mencapai jaringan target, mudah dilakukan, ditoleransi dengan baik, dapat

diberikan dalam konsentrasi 100% tanpa efek samping yang signifikan, dan
15

secara teoritis dapat dikombinasikan dengan terapi stroke akut lainnya seperti

tPA (Singhal AB, 2007).

Selanjutnya, diketahui bahwa HBO bekerja di beberapa jalur kematian

sel dan memiliki manfaat efek hemodinamik. Terapi HBO telah banyak diteliti

karena merupakan metode yang paling efektif untuk meningkatkan oksigenasi

jaringan otak. Metode lain yang digunakan untuk meningkatkan pengiriman

oksigen (saat ini sedang dikembangkan) adalah penggunaan perfluorocarbons.

Baru-baru ini juga telah dilakukan peneltian tentang efek terapi NBO atau

pemberian oksigen melalui sungkup. Untuk menentukan terapi oksigen manakah

yang lebih baik dibandingkan dengan terapi oksigen lainnya masih perlu

dilakukan penelitian. Namun saat ini telah diketahui bahwa waktu pemberian

terapi sangat menentukan hasil terapi, dan sampai saat ini terapi HBO mungkin

yang paling ampuh (Singhal AB, 2007).

Vasokonstriksi dan pen urunan aliran darah serebri tidak menimbulkan

efek klinis yang terlihat pada dewasa muda ketika tekanan besar 1,5-2,5 ATA

yang digunakan. Tekanan yang melebihi 3 ATA untuk periode lama dapat

menyebabkan oxygen convulsion sebagai hasil dari toksisitas oksigen. Efek dari

HBO lebih terlihat pada kondisi otak hipoksia atau iskemik. HBO menurunkan

edema serebri dan memperbaiki fungsi dari neuron yang menjadi inaktif oleh

karena iskemia/hipoksia. Perbaikan dari fungsi otak ini terlihat dari perbaikan

aktivitas elektrik dari otak (Jain,2017).


16

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik


1. Pengkajian
a. Pre HBO

1) Observasi TTV
2) Ambang demam
3) Evaluasi tanda-tanda flu
4) Auskultasi paru
5) Observasi cedera ortopedik dalam luka trauma
6) Tes pada toksiskasi karbondioksida/oksigen
7) Uji ketajaman penglihatan
8) Mengkaji tingkat nyeri
9) Penilaian status nutrisi
Zat yang benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan:

1) Semua zat yang mengandung minyak dan alcohol (parfum,


hairspray, deodorant, dsb)
2) Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung, dan jam
tangan
3) Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk
gelembung antara kornea dengan lensa
4) Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik
dalam chamber
5) Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan
terjadinya proses luka bakar apabila terjadi kebakaran didalam
chamber
6) Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia
(diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO)
b. Intra HBO

1) Mengamati tanda-tanda dan gejala barotraumas, keracunan oksigen


dan komplikasi/efek samping yang ditemukan saat terapi HBO
2) Mendorong pasien untuk menggunakan kombinasi teknik valsavah
maneuver yang paling efektif dan aman
17

3) Pasien perlu diingatkan bahwa valsavah maneuver hanya untuk


digunakan selama dekompresi dan mereka perlu bernafas secara
normal selama terapi
4) Jika pasien mengalami nyeri ringan hingga sedang, hentikan
dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri tidak kunjung reda, pasien
harus dikeluarkan dari chamber dan diperika oleh dokter THT
5) Untuk mencegah barotraumas GI, ajarkan pasien bernafas normal
(jangan menelan udara) dan menghindari makanan yang
memproduksi gas
6) Pantau adanya klaustrofobia, ajak ngobrol agar pasien terdistraksi
7) Monitor pasien selama dekompresi darurat untuk tanda-tanda
pneumonia
8) Segera cek gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia
c. Post HBO

1) Untuk pasien dengan tanda barotraumas, uji ontologism harus


dilakukan
2) Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom kompartemen, nekrosis
dan paska implant harus dilakukan penilaian status neurovascular
dan luka
3) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerlukan tes psikometri
atau tingkat karboxi hemoglobin
4) Pasien dengan insufisiensi arteri akut retina memerlukan hasil
pemeriksaan pandangan yang luas
5) Pasien dirawat karena dekompresi sickness, emboli gas arteri atau
edema cerebral harus dilakukan penilaian neurologis
6) Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas dilarang menggunakan
kendaraan
2. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan terapi HBO

1) Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol

2) perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak.

Oedem otak

3) Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik

4) Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik

5) Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer


18

6) Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksiegn hiperbarik

dan prosedur keperawatan, ruang HBO yang tertutup

7) Defisit pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan untuk

manajemen luka kronis, pembatasan penyakit dekompresi lebih

lanjut, melaporkan gejala setelah keracunan CO

8) Nyeri akut b/d masalah medis klinis

9) Risiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas

embolik cerebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO

3. Intervensi Kepetrawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
kriteria Hasil

Kerusakan NOC : NIC :


mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan
fisik b.d normal Mobilitas sendi
penurunan
kekuatan
dipertahankan.
Setelah 1) Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan
otot
dilakukan pergerakan sendi.
tindakan 2) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
keperawatan latihan
1x24 jam 3) Gunakan pakaian yang longgar
KH: 4) Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan
5) Encourage ROM aktif
1. 1. Sendi tidak 6) Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga.
kaku 7) Ubah posisi klien tiap 2 jam.
2. 2. Tidak terjadi 8) Kaji perkembangan/kemajuan latihan
atropi otot
2. Self care Assistance

1) Monitor kemandirian klien


2) bantu perawatan diri klien dalam hal:
makan,mandi, toileting.
3) Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan
diri klien.

Risiko Pasien tidak 1. Membantu transportasi pasien dari ruangan


cedera Mengalami chamber
cidera
b/d pasien tambahan 2. Mengamankan peralatan didalam chamber sesuai
protap
transfer
3. Memantau peralatan saat terjadi perubahan
19

in/out dari tekanan dan volume


ruangan; 4. Mengikuti prosedur pencegahan
ledakan; Pemadam kebakaran sesuai protap
peralatan; 5. Memonitor adanya udara diIV dan tekanan tubing
line invasive (udara harus dikeluarkan dari
tabung)
6. Dokumentasikan saat mengoperasikan
HBO chamber pra-intra-post

Kurang NOC : Self Care NIC : Self Care


Assistance (
perawatan mandi, 1) Observasi kemampuan klien untuk mandi,
berpakaian, berpakaian dan makan.
diri b.d 2) Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan
makan, toileting.
Setelah kepala dan bahu tegak selama makan dan 1
kelemahan
dilakukan jam setelah makan
fisik tindakan 3) Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan
keperawatan berpakaian
selama 1 x 24 4) Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi
jam Klien dapat sering
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
KH:
-Klien terbebas
dari bau, dapat
makan sendiri,
dan berpakaian
sendiri

Resiko NOC: NIC: Berikan manajemen tekanan


kerusakan mempertahanka1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari dan
intagritas n integritas kulit tempatkan kasur yang sesuai
kulit b.d 2. Monitor kulit adanya area kemerahan/pecah2
faktor
Setelah
3. monitor area yang tertekan
mekanik dilakukan
4. berikan masage pada punggung/daerah yang tertekan
perawatan 1 x serta berikan pelembab pad area yang pecah2
24 jam integritas5. monitor status nutrisi
kulit tetap
adekuat dengan
indikator :
Tidak terjadi
kerusakan kulit
ditandai dengan
tidak adanya
20

kemerahan, luka
dekubitus

Resiko NOC : Risk NIC : Cegah infeksi


infeksi b.d Control Setelah1. Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala infeksi,
penurunan dilakukan seperti kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu
pertahan badan
primer
tindakan
2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam,
keperawatan
melaporkan jika temperature lebih dari 380C
selama 1 x 24 3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri
jam klien tidak untuk mengkaji suhu
mengalami 4. Catat dan laporkan nilai laboratorium
infeksi 5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor
KH: lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
o Klien bebas dari6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan
tanda-tanda pada protein untuk pembentukan system imun
infeksi
o Klien mampu
menjelaskan
tanda&gejala
infeksi

Kecemasan Pasien dan/atau 1) Dokumentasikan pemahaman pasien/keluarga


keluarga akan tentang pemikiran dan tujuan terapi HBO,
b/d defisit menyatakan: 1. prosedur yang terlibat dan potensi bahaya terapi
pengetahua Alasan untuk HBO
terapi oksigen 2) Mengidentifikasi hambatan pembelajaran
n tentang hiperbarik 2. 3) Mengidentifikasi kebutuhan belajar termasuk
terapi Tujuan terapi informasi mengenai hal-hal berikut
3. Prosedur 4) Memberikan kesempatan terus untuk diskusi dan
oksiegn yang terlibat intruksi
hiperbarik dengan terapi 5) Menyediakan pasien dan atau keluarga dengan
oksigen brosur informasi mengenai terapi HBO
dan hiperbarik 4. 6) Menjaga pasien /keluarga diberitahu tentang
prosedur Potensi bahaya semua prosedur.
dari terapi 7) Dokumentasikan pasien/keluarga terhadap
keperawata oksigen lingkungan serta terapi HBO
hiperbarik
n, ruang
HBO yang
tertutup
21

Kasus Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 17 Oktober 2018
Jam Pengkajian : 06.45 WIB
No. RM : 02xx
Diagnosa Masuk : Post Stroke
Nama Pasien : Tn.S
Usia : 51 Tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : TNI AL
Alamat : Surabaya
Keluhan Utama
Pasien mengatakan sulit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang
Rabu, 17 Oktober 2018 Tn. S datang bersama istrinya untuk menjalani Terapi
Hiperbarik Oksigen pada pukul 07.00 WIB dengan diagnosa Post Stroke sejak 2
Tahun yang lalu dengan mengeluh sulit untuk menelan. Tn. S sudah
mendapatkan 45 sesi terapi HBO kemudian pada hari Rabu 18 Oktober 2018
merupakan terapi HBO sesi ke 46. Setelah mendapatkan terapi yang ke 10 kali
klien mengatakan bahwa tenggorokannya sudah bisa untu menelan sedikit demi
sedikit. Saat ini klien sudah bisa menggerakkan tangan dan kakinya seperti
sebelum sakit dan klien melanjutkan terapi HBO yang ke 46.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Pernah dirawat : ya tidak kapan : 2
Tahun yang lalu
diagnosa: DM

2. Riwayat penyt kronik dan menular ya tidak


22

Riwayat kontrol : Stroke dan terapi hiperbarik oksigen di Lakesla


Riwayat penggunaan obat :
3. Riwayat alergi :

Obat ya tidak jenis :


Makanan ya tidak jenis :
Lain-lain ya tidak jenis :
4. Riwayat operasi ya tidak

Kapan :
Jenis operasi :
5. Lain-lain :-

Riwayat Penyakit Keluarga

tidak ya
`Jenis : -

Riwayat Yang Mempengaruhi Kesehatan


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan :
Alkohol ya tidak keterangan : Masalah Keperawatan :
Merokok ya tidak keterangan : Tidak ditemukan masalah
Obat : ya tidak keperawatan
Olahraga : ya tidak
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
S : 36, 7 oC N : 94 x/menit T :125/60 mmHg RR:20 x/menit
Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor
Koma

2. Sistem Pernafasan
a. RR : 20 x/menit
b. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas orthopnea Batuk :
produktif tidak produktif
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
c. Penggunaan otot bantu nafas :
d. PCH ya tidak
e. Irama nafas teratur t tidak teratur
f. Friction rub : -
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
23

h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler


Tracheal Bronkhial
Ronkhi Wheezing Crackles
i. Alat bantu nafas ya tidak
Jenis : - Flow : -
j. Penggunaan WSD
Masalah Keperawatan :
- Jenis :- Tidak ditemukan masalah
- Jumlah caira : - keperawatan

- Undulasi :-
- Tekanan :-
k. Tracheostomy ya tidak
l. Lain-lain : pergerakan dada simetris, dan suara perkusi sonor

3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 125/60 mmHg
b. N : 94 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : ya tidak
d. Irama jantung : regular ireguler
e. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : -
g. CRT : <2 detik
h. Akral : hangat kering merah basah pucat panas dingin
i. Sirkulasi perifer normal
Masalah Keperawatan :
j. JVP : - Tidak ditemukan masalah
k. CVP : - keperawatan
l. CTR : -
m. ECG & Interpretasi: -

4. Sistem Persyarafan
a. S: 36, 7 oC
b. GCS : E 4 V 5 M 6
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
24

d. Refleks
patologis :
babinsky
brudzinsky
kering

e. Keluhan ya
pusing :
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak dikaji
g. Pupil anisokor isokor Diameter :3mm/3mm
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 6-7 Jam/Hari Gangguan tidur : -
k. IVD : -
Masalah Keperawatan :
l. EVD : -
Tidak ditemukan MK
m. ICP : -
n. Lain-lain : -

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genitalia : tidak dikaji
b. Sekret : tidak dikaji
c. Kebersihan meatus uretra :tidak dikaji
d. Keluhan kencing : ada tidak Bila ada,jelaskan :
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu Jenis :-
Ukuran:- Hari ke:-
f. Produksi urine : cc/hari
Warna : kuning Bau : khas urin
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : liter /hari Masalah Keperawatan :
j. Lain-lain : - Tidak ditemukan MK

6. Sistem Pencernaan
a. TB : 170 cm BB : 65 kg
b. IMT : 25,2 Interpretasi : Normal (18,5-25,5)
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
25

e. Tenggorokan :tidak ada masalah pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan sakit
menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi : ada tidak Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi :-
i. Peristaltik : 8 x/menit
j. BAB : 1 x/ hari
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. diet khusus : rendah gula
Masalah Keperawatan :
n. Nafsu makan : baik menurun Tidak ditemukan MK
o. Porsi makan : habis tidak
p. lain : klien makan sesuai dengan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3x dalam 1 hari)
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior : normal
26

b. Keluhan nyeri : ya tidak


P:-
Q:-
R:-
S:-
T:-
c. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : - Jenis operasi : -
Lokasi :-
Keadaan :- Masalah Keperawatan :
d. Pemeriksaan penunjang lain : - Tidak ditemukan MK
e. Lain-lain : -
8. Sisitem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 4 5
4 5
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak Frankel :
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. Traksi : ya tidak Jenis :
Beban :
Lama pemasangan :
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
27

Drain :- ada tidak


- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi: -
n. ROM : aktif
Masalah Keperawatan :
o. POD : - Resiko Cedera
p. Cardinal sign : -
9. Sistem Integumen
a. Penilaian risiko decubitus : tidak ada masalah

b. Warna : -
c. Pitting edema : +/- grade :
d. Ekskoriasis : ya tidak
e. Psoriasis : ya tidak Masalah Keperawatan :
Tidak ditemukan MK
f. Pruritus : ya tidak
g. Urtikaria : ya tidak
h. Lain-lain : -

10. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid : ya tidak
28

b. Pembesaran kelenjar getah bening : ya tidak


c. Hipoglikemia : ya tidak
d. Hiperglikemia : ya tidak
e. Kondisi kaki DM :
- Luka gangrene ya tidak Jenis :
- Lama luka :
- Warna :
- Luas luka :
- Kedalaman :
- Kulit kaki :
- Kuku kaki
- Telapak kaki :
- Jari kaki :
- Infeksi ya tidak
- Riwayat luka sebelumnya ya tidak Jika ya :
- Tahun :-
- Jenis luka :-
- Lokasi :-
- Riwayat amputasi sebelumnya ya tidak Jika ya :
- Tahun :
- Lokasi : Masalah Keperawatan :
f. ABI : Tidak ditemukan MK
g. Nyeri
-P :
-Q :
-R :
-S :
-T :
29

Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : klien mengatakan jika sakit yang klien
alami saat ini merupakan cobaan dari Tuhan.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : menerima dan siap untuk apapun
kondisi yang terjadi
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri : tidak ada gangguan konsep diri
e. Lain-lain :

Personal Hygiene & Kebiasaan Masalah Keperawatan :


Tidak ditemukan MK
a. Kebersihan diri : tidak dikaji
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebetuhan :
- Mandi : di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Ganti pakaian :
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Keramas : bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Sikat gigi : bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Memotong kuku :
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Berhias bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Makan bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri

Masalah Keperawatan :
Pengkajian Spiritual Tidak ditemukan MK

a. Kebiasaan beribadah :
- Sebelum sakit : sering kadang-kadang tidak perna h
- Selama sakit : sering kadang-kadang tidak pernah

b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : -


30

Terapi HBOT (TABEL KINDWALL)

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) : -

Analisa Data
Tanggal Data Etiologi Masalah

17-10-2018 Ds : Stroke

klien mengatakan Resiko Cedera


tangan dan kaki
terasa kesemutan
Kelemahan otot

Do :

- Kekuatan otot
Hiperbarik Oksigen
klien :
Terapi

4 5
RUBT dengan ruang
4 5 terbatas

- cara berjalan pasien


nampak tidak
Transfer in and out
normal
- pintu masuk
chamber memiliki
ruang gerak
terbatas
Resiko cedera

17-10-2018 Ds: - Terapi Hiperbarik Resiko keracunan


Oksigen oksigen
31

Do :

- Klien mengikuti
THBO selama 128
menit Peningkatan tekanan
udara 2,4 ATA

Pemberian oksigen
100%

Resiko keracunan
oksigen

17-10-2018 Ds: Terapi hiperbarik Resiko barotrauma


oksigen
- Pasien mengatakan
dapat melakukan
valsava manuver

Ruang udara
Do : bertekanan tinggi

- Klien mengikuti
THBO yang ke 46

valsava manuver

Resiko barotrauma

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan transfer pasien in and out chamber, ledakan peralatan, kebakaran,
dan/atau peralatan dukungan medis.
2. Reiko keracunan oksigen berhubungan dengan pemberian oksigen 100%.
3. Reisko barotrauma berhubungan dengan perubahan tekanan udara dalam chamber.
32

Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Intervensi
(Tujuan, Kriterian Hasil)

1. Resiko cedera berhubungan dengan Pre HBO


transfer pasien in and out chamber,
ledakan peralatan, kebakaran, dan/atau 1. Bina Hubungan Saling
peralatan dukungan medis. Percaya antara petugas dan
Pasien.
Tujuan :
2. Periksa Vital Sign pasien,
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dan kondisi klinis.
dengan terapi HBO selama 2 jam,
diharapkan tidak terjadi cedera. 3. Bantu pasien masuk ke
ruang Chamber dengan tepat
Kriteria Hasil : dan hati – hati.

1) Pasien keluar chamber dengan 4. Ingatkan barang-barang


kondisi aman yang tidak boleh dibawa.

2) Tidak terjadi kebakaran 5. Ikuti prosedur pencegahan


kebakaran sesuai kebijakan
3) Tidak ditemukan cidera pada tubuh yang ditentukan dan prosedur.
pasien 4) Tidak ada barang-barang
kontraindikasi THBO yang terbawa
masuk chamber
Intra HBO

1. Amankan peralatan di dalam


ruang sesuai dengan kebijakan
dan prosedur pelaksanaan
terapi HBO.

2. Observasi kondisi pasien


selama pemberian terapi HBO
di dalam Chamber

3. Bantu pasien memenuhi


kebutuhan selama di dalam
chamber dan posisikan pasien
dengan nyaman di kursi.

Post HBO

1. Bantu pasien keluar


ruangan/ chamber

2. Periksa kondisi pasien dan


33

pastikan tidak ada cedera pada


pasien.

2. Risiko keracunan oksigen berhubungan Pre HBO


dengan pemberian oksigen 100%.
1. Catat hasil pengkajian
Tujuan: pasien dari dokter hiperbarik :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Peningkatan Suhu tubuh


dengan terapi HBO selama 2 jam,
diharapkan tidak terjadi keracunan b. Riwayat kejang
oksigen c. Hasil tekanan darah
Kriteria Hasil: d. Status perfusi jaringan
1. Pasien tidak mengeluh pusing. perifer
2. Tidak ditemukan tanda-tanda e. Faktor risiko tinggi
keracunan oksigen berupa:
lainnya
a. Mati rasa dan berkedut

b. Vertigo
Intra HBO
c. Penglihatan kabur
1. Monitor kondisi pasien saat
d. Mual terapi berlangsung dan
dokumentasikan tanda dan
gejala dari keracunan oksigen
pada sistem saraf pusat :

a. mati rasa dan berkedut

b. Telinga berdenging atau

halusinasi pendengaran

c. Vertigo

d. penglihatan kabur e.

gelisah dan mudah

tersinggung

f. mual (Catatan: Toksisitas

oksigen pada SSP dapat

mengakibatkan kejang)
34

2.Laporkan pada operator


untuk mengubah sumber
oksigen 100% untuk pasien
jika tanda-tanda dan gejala
muncul, dan beritahukan
kepada dokter hiperbarik.

3. Monitor pasien selama


terapi oksigen hiperbarik dan
dokumentasikan tanda dan
gejala keracunan oksigen paru,
termasuk:

a. Nyeri dan rasa terbakar di

dada

b. sesak di dada

c. batuk kering (terhenti-henti)


d. kesulitan menghirup napas
penuh

e. Dispneu saat bergerak

Post HBO

1. Kaji kondisi klinis pasien


dan pastikan tidak ada tanda–
tanda keracunan oksigen.

2. Beritahukan dokter
hiperbarik jika tandatanda dan
gejala keracunan oksigen paru
muncul.

3. Risiko barotraumaberhubungan Pre HBO


denganperubahan tekanan udara
didalam ruangan oksigen hiperbarik 1. Periksa Vital sign dan
kondisi kesehatan pasien
Tujuan:
2. Sebelum perawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan instruksikan pada pasien
dengan terapi HBO selama 2 jam, tentang teknik pengosongan
diharapkan tidak terjadi barotrauma. telinga, dengan cara menelan,
mengunyah, menguap
Kriteria Hasil: modifikasi manuver valsava.
1. Pasien tidak mengeluh nyeri pada
telinga, sinus gigi dan paru-paru
35

2. Tidak ditemukan tanda-tanda Intra HBO


barotrauma berupa:
1. Kaji kemampuan pasien
a. Ketidakmampuan untuk melakukan teknik
menyamakan telinga, nyeri telinga, dan pengosongan telinga saat
telinga berdarah. tekanan dilakukan dengan
valsava.

2. Lakukan tindakan
keperawatan :

a. Ingatkan pasien untuk

bernapas dengan normal

selama perubahan

tekanan,

b. Beritahukan operator
ruang multiplace jika
pasien tidak dapat
menyesuaikan persamaan
tekanan.

3. Monitor secara
berkelanjutan untuk
mengetahui tanda-tanda dan
gejala barotrauma termasuk:

a. Ketidakmampuan untuk
menyamakan telinga, atau
sakit di telinga dan / atau
sinus (terutama setelah
pengobatan awal, dan
setelah perawatan
berikutnya).

b. Peningkatan kecepatan dan


/ atau kedalaman
pernafasan c. Tanda dan
gejala dari pneumotoraks,
termasuk:

1) Tiba-tiba nyeri dada tajam

2) Kesulitan, bernafas cepat

3) Gerakan dada abnormal


pada sisi yang terkena, dan

4) Takikardi dan / atau


36

kecemasa

Post HBO

1. Kaji kondisi pasien dan


pastikan tidak ada tanda –
tanda Barotrauma.

2. Dokumentasi kegiatan

Implementasi Keperawatan
Hari, tanggal. No. diagnosa Jam Implementasi

17-10-2018 1,2,3 1. Membina hubungan


saling percaya dengan
pasien

2. Melakukan
pengkajian pada pasien
3. Melakukan
observasi TTV,
Tekanan Darah: 125/60
mmHg, Nadi:
94x/menit, RR:
20x/menit.

4. Mengkaji
kemampuan klien
melakukan teknik
valsava dengan benar
5. Mengingatkan
kembali pada pasien
3 tentang barang-barang
yang tidak boleh
dibawa kedalam
chamber

1 6. Membantu klien
memasuki ruang
chamber dan
mengantarkan ke kursi
yang telah disediakan

Intra HBO
37

1. Mengatur dan
menginstruksikan klien
posisi yang paling
nyaman

2. Mengecek kembali
barang-barang yang tak
boleh dibawa masuk ke
dalam chamber

3. Mengingatkan
kembali untuk
melaksanakan valsava
manuver ketika
tekanan chamber
dinaikkan
1,2,3
4. Membantu
memasangkan oksigen
masker pada klien

5. Memonitor kondisi
pasien saat
terapiberlangsung, cek
adanya tanda-tanda
barotrauma dan
keracunan oksigen

Post HBO

1. Membantu pasien
keluar chamber

2. Mengevaluasi
keluhan pasien setelah
melakukan terapi HBO
3. Mengevaluasi tanda-
tanda barotrauma:
Tidak ditemukan
adanya nyeri telinga,
perdarahan pada
telinga,mimisan

4. Mengevaluasi gejala
3 dari keracunan oksigen
pada sistem saraf pusat
:
38

a. Mati rasa dan


berkedut

b. Telinga berdenging
c. Vertigo

d. Penglihatan kabur

e. Gelisah dan mudah


1,3 tersinggung

f. Mual

5. Menganjurkan untuk
sering berlatih
menggerak gerakkan
sisi yang lemah.

6. Merapikan dan
membersihkan
chamber

7.Mendokumentasikan
tindakan keperawatan
yang telah dilakukan
pada catatan
keperawatan hiperbarik
2

Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Evaluasi

1. Risiko cidera yang b/d pasien transfer in/out S: Klien mengatakan baik
dari ruang (chamber), ledakan peralatan, baik saja dan tidak
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan mengalami cedera saat
medis masuk, di dalam, dan
keluar dari chamber

O: Pasien masuk dan


keluar chamber dengan
berjalan, kegiatan THBO
berjalan lancar dan sesuai
prosedur, tidak terjadi
kebakaran maupun
ledakkan.

A: Masalah cidera tidak


39

terjadi

P: Lanjutkan terapi
HBO ke 47

2. Risiko barotrauma berhubungan dengan S: Klien mengatakan


perubahan tekanan udara. tidak mengalami keluhan
nyeri pada telinga dan
kepala dan tidak terdapat
pengeluaran darah dari
hidung atau telinga

O: Klien mampu
melakukan valsava
manuver

dengan menutup hidung


dan dibantu dengan
mengunyah permen serta
minum, tidak ada tanda
barotrauma seperti nyeri
telinga, sakit kepala, tuli
ringan, bercak darah di
hidung A: Masalah
barotrauma tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO
ke 47

3. Risiko keracunan oksigen berhubungan S: Klien mengatakan


dengan pemberian oksigen 100%. tidak mengeluh, sesak,
vertigo, mual, maupun
penglihatan kabur. Klien
merasa lebih segar

O: RR : 19x/menit, klien
tampak tenang, tidak
muncul tanda keracunan.
Seperti:

a. Mati rasa dan berkedut


b. Telinga berdenging

c. Vertigo

d. Penglihatan kabur

e. Gelisah dan mudah


tersinggung

f. Mual
40

A: Masalah keracunan
oksigen tidak terjadi

P: Lanjutkan terapi HBO


ke 47
BAB 4

PENUTUP

Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling
serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat
setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga
orang-orang muda pada usia produktif.
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum
memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak
meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini
seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan pengenalan
dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komjunitas dalam masyarakat.

Saran

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di
kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus
kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur.
Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit

38
39

DAFTAR PUSTAKA

Atri, A., Milligan, TA., Maas, MB., dan Safdieh, JE. 2009. Ischemic Stroke:
Patophysiology and Principles of Localization. USA: Turner White.
Bell, C.N.A, Gill. 2004. Hyperbaric Oxygen: Its Uses, Mechanisms of Action and
Outcomes. Oxford Journals, no 397, pp.385-395
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan
Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia..

Departemen Kesehatan RI. 2014. Diakses melalui www.depkes.go.id pada 17 Oktober


2018

pukul 14.00

Kustiowati, E. 2003. Trombosis Di Bidang Neurologi: Stroke Iskemik. Semarang:


Bagian Neurologi Universitas Diponegoro.

Kemenkes RI. 2013. Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 1. Retrieved from
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=riskesdas+2013&btnG=

LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya: Lembaga


Kesehatan Kelautan TNI AL
Mu J, Krafft PR, dan Zhang JH. 2011. Hyperbaric Oxygen Therapy Promotos
Neurogenesis: Where Do We Stand?. USA: Medical Gas Research
Oktaria, S. 2016. Terapi Oksigen Hiperbarik. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik
Indonesia. Jakarta
Sahni T, Singh P, John MJ. 2003. Hyperbaric Oxygen Therapy: Current Trends and
Applications. New Delhi: JAPI
Singhal, AB. 2007. A Review of Oxygen Therapy in Ischemic Stroke. USA:
Department of Neurology, Massachusetts General Hospital.
Zamboni, William A. 2003. Hyperbaric Oxygen and Wound Healing. 30: 67-75.
Las Vegas: Elsevier Science.

WHO. 2015. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia Report, 2014.
Retrieved from
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Global+Youth+
Tobacco+Survey+%28GYTS%29+Indonesia+Report%2C+2014&btnG=
40

WHO. 2016. World health statistics 2016: Monitoring Health For The SDGs
Sustainable Development Goals. World Health Organization. Retrieved from
https://scholar.google.co.id/scholar?q=world+health+statistics+-
+World+Health+Organization+2016&hl=id&as_sdt=0,5

Setyopranoto, I. 2011. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Yogyakarta: Cermin


Dunia Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai