Diajukan kepada:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Disusun oleh:
Olivia Safitri 1910221023
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh:
Pembimbing,
I. IDENTITAS
Nama : Tn. T
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Klapagading Kulon, Wangon
Tanggal Masuk RSMS : 07 November 2019
Tanggal Periksa : 07 November 2019
Nomor Rekam Medik : 02118283
II. ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama
Sesak napas
b. Lokasi
Dada
c. Onset
2 bulan SMRS
d. Kuantitas
Hilang timbul hingga mengganggu aktivitas
e. Kualitas
Terdengar seperti bunyi ngik-ngik dan mengganggu
aktivitas
f. Faktor Memperberat
Saat beraktivitas
g. Faktor Memperingan
Istirahat dengan posisi berbaring dan sedikit
menggerakan tangan
h. Keluhan Tambahan
Batuk berdahak kurang lebih sudah 3 bulan SMRS,
dahak awalnya berwarna putih lama kelamaan
menjadi kental berwarna kuning kehijauan.
Demam naik turun sudah dirasakan 1 bulan
Penurunan BB sebanyak 12-15 kg dalam 3 bulan
terakhir.
Lemas
i. Kronologi
Pasien Tn. T datang ke IGD RSMS dengan keluhan
sesak nafas disertai dengan demam yang tinggi. Keluhan
sesak nafas ini dirasakan semakin parah dalam 2 minggu
terakhir SMRS sedangkan keluhan demam naik turun
sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Sebelum sesak
pasien lebih dahulu merasakan batuk berdahak (3 bulan
SMRS) yang lama kelamaan dahak kental berwarna
kuning kehijauan. Pasien merasakan penurunan berat
badan sekitar 12-15 kg dalam 3 bulan terakhir ini.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat konsumsi OAT : disangkal
Riwayat Penyakit Hati : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
V. DIAGNOSIS
1. TB Paru TCM (+) High Riffampisin Sensitif Kasus Baru dalam
Terapi OAT Kategori I Bulan I, Status HIV Negative
2. Pneumonia Komuniti ec. Infeksi Bakteri Acinetobacter baumannii
complex
3. Anemia
4. Malnutrisi
VI. PENATALAKSANAAN
1. OAT 4FDC 3X1 tab
2. Ciprofloxacin 2x500 mg tab
3. Vit. B6 1x 10 mg tab
4. Curcuma 3x1 tab
5. N Acetyl Cysteine 200 mg 3x1 kaps
6. Paracetamol 3x500 mg
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri
Mycobacterium tuberculosis complex (World Health Organization, 2004),
sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018,
tuberculosis adalah penyakit yang ditularkan langsung oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis).
II. Etiologi
Disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman tuberkulosis
bersifat aerob. Karena itu kuman lebih senang pada jaringan yang tinggi akan
kandungan oksigennya sehingga pada bagian apikal paru, yang memiliki tekanan
oksigennya lebih tinggi dari bagian lainnya, merupakan tempat predileksi dari
penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron
dan lebar 0,2 – 0,6 mikron. Pada pemeriksaan mikroskop akan terlihat berbentuk
batang berwarna merah dalam pewarnaan Ziehl Neelsen dan membutuhkan media
khusus untuk biakan seperti Lowenstein Jensen.
Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin bahkan dapat bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangun kembali dan
menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif kembali.
III. Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis setiap tahunnya menginfeksi sekitar 9.000.000 orang
dan membunuh hamper 1.400.000 orang diseluruh dunia (WHO, 2011). Negara-
negara bagian Asia Tenggara merupakan penyumbang terbesar insidens TB
sebanyak 45% dari jumlah kasus yang ada (Global Tuberculosis Report, 2017).
Menurut World Health Organization pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan
ke-8 untuk kasus MDR-TB. Kasus MDR-TB diperkirakan setiap tahunnya akan
terus meningkat. Sebanyak 2% dari kasus TB Baru dan 12% dari kasus TB dengan
pengobatan ulang merupakan kasus TB MDR (Kemenkes RI, 2011; Reviono,
2014).
IV. Patogenesis
Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan
pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman
tuberkulosis untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran
pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini
disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan
komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi
kuman dengan jaringan pengikat.
Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau
“dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi
penderita tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini
biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya
batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun
lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat
sangat menular. Infeksi pasca primer terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun setelah infeksi primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura. Risiko terinfeksi
tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah
faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan kumuh.
Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah faktor
internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya
sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi
HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.
V. Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif.
VII. Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Obat yang dipakai biasanya atau merupakan obat
lini pertama yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
Obat lini pertama selanjutnya adalah isoniazid dengan jumlah dosis harian 5
mg/kgBB dengan dosis maksimal 300mg dan dosis maksimal untuk tiga kali
seminggu adalah 900mg. Efek samping ringan yang terjadi akibat isoniazid dapat
berupa tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan
nyeri otot. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya konsumsi piridoksin atau vitamin
B6 sehingga efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosisi
100mg/hari atau pemberian vitamin B kompleks. Efek samping berat yang dapat
terjadi berupa hepatitis imbas obat.
Dosis harian pirazinamid 20-40 mg/kgBB dengan dosis maksimal 3 gram dan
dibagi menjadi tiga kali seminggu. Efek samping utama yang terjadi adalah
hepatitis imbas obat, nyeris sendi juga dapat terjadi dan bias diberikan dengan
aspirin, dan juga dapat terjadi arthritis gout yang kemungkinan disebabkan karena
kurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang juga terjadi reaksi seperti
demam, mual, dan muntah.
Obat anti tuberkulosis lini pertama yang terakhir adalah streptomisin dengan
dosis harian yang diberikan adalah 15 mg/kgBB/hari dan dosis maksimal adalah
1000 mg. Efek samping yang terjadi adalah kerusakan nervus VIII yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejala yang terlihat berupa tinitus, pusing,
dan kehilangan keseimbangan. Gejala ini akan menghilang bila obat dihentikan atau
diturunkan dosis sebanyak 0,25gram. Efek samping lain yang dapat terjadi yaitu
reaksi hipersensitivitas berupa demam disertai sakit kepala, muntah, dan eritema
pada kulit. Obat ini dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak dapat diberikan
pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin.
OAT adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB
yang adekuat harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat.
3) Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh Pengawas Menelan
Obat (PMO) sampai selesai pengobatan.
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam
dua tahap yaitu:
a. Tahap Awal (Intensif)
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal harus diberikan selama
2 bulan. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2
bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan
WHO dan IUATLD merekomendasikan paduan OAT standar yaitu:
1. Kategori 1
a. 2HRZE/4H3R (3)
b. 2HRZE/4HR
c. 2HRZE/6HE
2. Kategori 2
a. 2HRZES/HRZE/5H3R3E (3)
b. 2HRZES/HRZE/5HRE (3)
3. Kategori 3
a. 2HRZ/4H3R3
b. 2HRZ/4HR
c. 2HRZ/6HE
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggualangan TB di
Indonesia
3. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisisn, Kapreomisin , Levofloxacin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1 yaitu pirazinamid dan etambutol.
Dosis panduan OAT Resisten Obat