Anda di halaman 1dari 14

A.

Definisi
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda
penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu
saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat
kurus ( menurut BB terhadap TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor
(Supriyatno Edi, 2012)

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama


akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama
tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.
(Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).

B. Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi
MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) ditetapkan dengan patokan
perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema: kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmus kwashiorkor

C. Etiologi
Menurut Behrman (1999) etiologi marasmus antara lain:
1. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan
dalam susunan makanan.
2. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada
hubungan orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan
metabolisme atau malformasi bawaan.
3. Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan
terjadinya malnutrisi.
Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan
budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya,
keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare
kronik malabsorpsi protein, hilangnya protein air kemih ( sindrom
neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati.

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari marasmus adalah:
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar dan dalam.
4. Akral dingin dan tampak sianosis.
5. Wajah seperti orang tua.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor
kulit jelek..
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun besar cekung.
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering bangun malam.

E. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan
keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai
memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168)
defisiensi Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis,
bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan
perkembangan mental dan psikomotor.
1. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang
terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita
malnurtrisi, sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi
saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam
lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan gangguan
absorbsi.
2. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi
infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang
gizi investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada
anak dengan gizi kurang.
3. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan
membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah
pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang
terletak dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran
menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya
tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru,
yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya
menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini.
Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat
memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan
mengakibatkan penyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan
kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan
kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan
baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering
menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil
tersebar di paru (bronkopneumonia).
5. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan
kalori-protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat
destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak
maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah
bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau
diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi
jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan
terlihat lubang kecil dan berbau busuk.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan :
1. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
a. kadar albumin serum rendah
b. kadar globumin normal atau sedikit tinggi
c. peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
d. kadar globumin beta rendah
e. kadar globumin alfa 2 menetap
f. kadar kolesterol serum menurun
g. uji turbiditas timol meninggi
2. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian
hebatnya sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak
besar. Sering juga ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel
mononukleus.
3. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan
hampir semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot
jantung, osteoporosis tulang dan sebagainya.
Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan
1. Laboratorium menunjukan
a. Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
b. Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga
perbandingan albumin dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
c. Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah
daripada asam amino non esensial.
d. Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.
e. Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
f. Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
g. Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi
hidroksiprolin dan adanya aminoasi dunia.
2. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis,
nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir
semua selhati mengandung vakual lemak yang besar.
3. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ
tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus
usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
4. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar
lengan di bawah 14 cm.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal
35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah
kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <>oC\
a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup
kepala.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan
pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun
kadar natrium plasma rendah.
a. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk
cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml
larutan pada 1 liter formula.
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
a. Tambahkan multivitamin
b. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
c. Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
d. Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
e. Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
f. Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat
dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan
protein untuk memenuhi metabolisme basal.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis, U.N.http:
//www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat
dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan
kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6
tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan.
.4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
A. Konsep Medis
A. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang,
anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak
kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau
timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh
b. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan
lain-lain.
c. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor adalah :
1) Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan
pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari
akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti
anak gemuk (sugar baby).
2) Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.
4) Status cairan dan elektrolit
5) Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut,
rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah
warna menjadi putih.
6) Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena habisnya cadangan
energi maupun protein.
7) Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderita.
8) Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi
hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
9) Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.
10) Pankreas
Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan
produksi enzim pankreas terutama lipase.
11) Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung.
12) Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga
dibakar untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
13) Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi
glomerulus sehingga GFR menurun.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
(a) Mata : agak menonjol
(b) Wajah : membulat dan sembab
(c) Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
(d) Abdomen : perut terlihat buncit
(e) Kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor
kulit,
odema
2) Palpasi
Pembesaran hsti ± 1 inchi
3) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau
status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.
C. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Gangguan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari  Nutritional Status  Nutrition Management
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : Food And  Nutrition Monitoring
berhubungan Fluid Intake
dengan intake  Nutritional Status : Nutrient 1. Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
2. Timbang BB tiap hari
makanan tidak Intake
adekuat (nafsu  Weight Control 3. Berikan makanan dalam keadaan hangat

4. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi


makan
berkurang). Kriteria Hasil : seringsajikan makanan dalam bentuk
yang menarik
 Adanya peningkatan berat badan 5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat
sesuai dengan tujuan maka
 Berat badan ideal sesuai dengan 6. Kolaborasi pemberian vitamin penambah
tinggi badan nafsu makan
 Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

2 Defisit volume NOC : NIC :


cairan kurang  Fluid Balance  Fluid Management
dari kebutuhan  Hydration  Fluid Monitoring
tubuh  Nutritional Status : Food and
berhubungan Fluid Intake Intervensi Keperawatan :
dengan diare. 1. Monitor keseimbangan cairan
Kriteria Hasil: 2. Mencegah komplikasi akibat kadar
 Mempertahankan cairan yang abnormal
 Bunyi nurine output sesuai 3. Periksa order untuk terapi intravena
dengan usia dan BB, BJ urine 4. Pilih dan siapkan intravena infusion
normal, HT normal pump sesuai indikasi

 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 5. Monitor TTV


dalam batas normal
 Tidak ada tanda- tanda
dehidrasi,elatisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
berlebihan
3 Gangguan NOC : NIC :
integritas kulit  Tissue Integrity : Skin And  Pressure Management
berhubungan Mucous Membranes  Insision Site Care
dengan gangguan  Hemodyalis Akses
nutrisi atau status
metabolik. Kriteria Hasil : Aktivitas Keperawatan:
 Integritas kulit yang baik bisa 1. Anjurkan pasien untuk memakai
dipertahankan (sensasi, pakaian yang longgar
elastisitas, temperatur, hidrasi, 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
pigmentasi) 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
 Tidak ada luka/lesi pada kulit dan kering
 Perfusi jaringan baik 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

 Menunjukkan pemahaman setiap dua jam sekali

dalam proses perbaikan kulit dan 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan

mencegah terjadinya cedera 6. Oleskan lotion atau minyak/ baby oil

berulang pada daerah yang tertekan

 Mampu melindungi kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

mempertahankan kelembaban 8. Monitor status nutrisi pasien

kulit dan perawatan alami 9. Memandikan pasien dengan sabun dan


air hangat
4 Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi  Immune Status  Infection Control
berhubungan  Knowledge : Infection Control
dengan kerusakan  Risk Control
pertahanan tubuh.
Aktivitas Keperawatan :
Kriteria Hasil :

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai


 Klien bebas dari tanda dan gejala
pasien lain
infeksi
2. Pertahankan teknik isolasi
 Mendeskripsikan proses
3. Batasi pengunjung bila perlu
penularan penyakit, faktor yang
4. Instruksi pada pengunjung untuk
mempengaruhi penularan serta
mencuci tangan saat berkunjung dan
penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk setelah berkunjung meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi 5. Gunakan baju dan masker sebagai alat
 Jumlah leukosit dalam batas pelindung diri
normal 6. Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci
 Menunjukkan perilaku hidup tangan
sehat 7. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan

5 Kurang  Coping NIC :


pengetahuan Kriteria Hasil :  Anxiety Reduction
berhubungan  Klien mampu mengidentifkasi Aktivitas Keperawatan:
dengan kurang dan mengungkapkan gejala 1. Tenangkan klien
nya informasi. cemas 2. Berusaha memahami keadaan klien
 Mengidentifikasi, 3. Sediakan aktivitas untuk menurunkan
mengungkapkan dan ketegangan
menunjukkan teknik untuk 4. Berikan pengobatan untuk menurunkan
mengontrol cemas cemas dengan cara yang tepat
 Vital sign dalam batas normal 5. Monitor TTV
Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Hargai pemahaman pasien tentang proses
bahasa tubuh dan tingkat penyakit
aktivitas menunjukkan 7. Tentukan kemampuan klien untuk
berkurangnya cemas mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC


Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.


http://www.cerminduniakedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi,
Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai