NIM : F1319004
Akuntansi Syariah
Standar Akuntansi Syariah (SAS) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Syariah yang ditujukan untuk entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga
syariah maupun lembaga non syariah. Pengembangan SAS dilakukan dengan mengikuti model
SAK umum namun berbasis syariah dengan mengacu kepada fatwa MUI. SAS ini terdiri dari
PSAK 101 sampai dengan PSAK 110 yang mencakup kerangka konseptual; penyajian laporan
keuangan syariah; akuntansi murabahah; musyarakah; mudharabah; salam; istishna; ijarah;
transaksi asuransi syariah; zakat dan ifak/sedekah; sukuk.
KDPPLK Syariah merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda dengan Kerangka
Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi
konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah,
dan karakteristik transaksi syariah.
KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini. Berdasarkan surat
Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk
akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya
kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah,
antara lain terkait: penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK; dasar akrual;
materialitas dan penggabungan; saling hapus; frekuensi pelaporan; informasi komparatif; dan
konsistensi penyajian
PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan syariah,
mencakup: Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan Keuangan.
a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah
baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah
atau koperasi syariah.
Akuntansi untuk Penjual
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah
tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai
beban murabahah tangguhan.
Penyajian
- Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang
- Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang
murabahah.
- Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang
murabahah.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual
atau pembeli.
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang
diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
a) besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara
bersama-sama dengan pihak lain;
b) jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c) pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha
salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.
a) piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan
istimewa;
b) jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c) pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Ikhtisar Ringkas PSAK 104
Penjual menyajikan:
a) Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b) Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh
penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan
diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.
Pembeli menyajikan:
a) Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b) Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar: persentase penyelesaian dari nilai kontrak
penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau kapitalisasi biaya
perolehan, jika istishna’ (bukan istishna’ paralel).
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi
hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan
akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra pasif.
Untuk mendukung transparansi pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait
transaksi musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola usaha, dan
pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.
PSAK 107 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
PSAK 107 memberikan pengaturan akuntansi baik dari sisi pemilik (mu’jir) dan penyewa
(Musta’jir).
Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama Beban sewa diakui selama
masa akad diakui pada saat masa akad pada saat manfaat
manfaat atas aset telah atas aset telah diterima.
diserahkan kepada penyewa.
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
Dalam hal pengakuan awal, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dari dana tabarru’
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ sesuai periode akad asuransi;
b) untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.
a) Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap
pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan jumlah
proteksi yang diberikan.
b) Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran
seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta di masa
mendatang, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana
tabbaru’.
c) Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih
dalam proses oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi untuk
mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode
pelaporan.
d) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang
akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang
terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan.
e) Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian reasuransi atas klaim.
Pada sisi investor,investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika:
a) investasi tersebutdimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kaskontraktual; dan
b) persyaratan kontraktualmenentukan tanggal tertentu pembayaran pokok dan/atau
hasilnya.