NIM : 20110034
PSAK 101
SEJARAH
PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan
terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah
yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi
sebagai berikut:
1. 16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian
Laporan Keuangan.
2. 15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian
laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
3. 25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B.
Perubahan ini merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi
Asuransi Syariah. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan bertujuan
umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian laporan
keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan atas
transaksi syariah.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah,
antara lain terkait:
PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan syariah,
mencakup:
PSAK 102
SEJARAH
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/ XI/2013
maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI
dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai berikut:
1. 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/ XII/2012 tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di
Lembaga Keuangan Syariah.
2. 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK
68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara
retrospektif.
Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan dan Biaya Terkait
Murabahah.
IKHTISAR RINGKAS
a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi
murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah
atau koperasi syariah.
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah.
PSAK 103
SEJARAH
PSAK 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari
2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai
Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual
atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang pesanan
(muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang
diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
a. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha
salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.
a. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki
hubungan
istimewa;
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
PSAK 104
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104: Akuntansi Istishna’ (PSAK 104) dikeluarkan
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27
Juni 2007. PSAK 104 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi istishna’ dalam PSAK
59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
PSAK 104 mengalami penyesuaian pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar yang
disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
IKHTISAR RINGKAS
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat, shani’).
Penjual menyajikan:
a. Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang
belum dilunasi oleh pembeli akhir.
b. Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan
termin penjual kepada pembeli akhir.
Pembeli menyajikan:
a. Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi.
b. Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
i. persentase penyelesaian dari nilai kontrak
penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau
ii. kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’
(bukan istishna’ paralel).
PSAK ini juga memberikan pengungkapan minimum bagi penjual dan pembeli, termasuk
metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan akuntansi istishna’.
PSAK 105
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105) pertama
kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1
Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 105 belum ada perubahan atau revisi apapun.
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 105 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah
baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak
kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana dan
pengelola dana mudharabah.
PSAK 106
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah (PSAK 107) pertama kali
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
pada 21 April 2009. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan
syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 107 mengalami penyesuaian pada 06 Januari
2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
Perubahan tersebut berlaku efektif secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2017.
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 107 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan. Aset ijarah adalah aset
baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
PSAK 107 memberikan pengaturan akuntansi baik dari sisi pemilik (mu’jir) dan penyewa
(Musta’jir).
Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama Beban sewa diakui selama
masa akad diakui pada saat masa akad pada saat manfaat
manfaat atas aset telah atas aset telah diterima.
diserahkan kepada penyewa.
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
PSAK 108
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK
108) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 28 April 2009.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2009, PSAK 108 mengalami revisi pada 25 Mei 2016
terkait kontribusi peserta, dana investasi wakalah, dan penyisihan teknis.
IKHTISAR RINGKAS
Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam Pernyataan ini adalah transaksi yang terkait
dengan kontribusi peserta, surplus dan defisit underwriting, penyisihan teknis, dan saldo dana
tabarru’.
Berbeda dengan PSAK 108 yang disahkan di tahun 2009, PSAK 108 (revisi 2016)
memberikan definisi asuransi jangka pendek dan jangka panjang. Klasifikasi tersebut
mengacu ke PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi
Kontrak Asuransi Jiwa.
Akad asuransi syariah jangka pendek adalah akad asuransi syariah yang memberi proteksi
untuk periode sampai dengan dua belas bulan, atau memberi proteksi untuk periode lebih dari
dua belas bulan dan memungkinkan penyesuaian persyaratan akad pada ulang tahun polis.
Akad asuransi syariah jangka panjang adalah akad asuransi syariah selain akad asuransi
syariah jangka pendek.
Dalam hal pengakuan awal, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dari dana tabarru’
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ sesuai periode akad asuransi;
b) untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.
Penyisihan Teknis
a) Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap
pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan
jumlah proteksi yang diberikan.
b) Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran
seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta di masa
mendatang, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana
tabbaru’.
c) Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih
dalam proses oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi
untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir
periode pelaporan.
d) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim
yang akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa
lalu yang terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan.
e) Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian reasuransi atas klaim.
Dari sisi pengungkapan, revisi PSAK 108 menambah persyaratan pengungkapan yang
mengacu ke PSAK 36
PSAK 109
Pernyataan Standar Akuntansi 109 (PSAK 109) tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
menyatakan bahwa Infak/sedekah menurut PSAK 109 adalah harta yang diberikan secara
sukarela oleh pemiliknya, baik yang peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak
dibatasi.
Akuntansi zakat merupakan alat informasi antara lembaga pengelola zakat sebagai
manajemen dengan pihak- pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang
dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang
memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS)
pada tingkat nasional.
PSAK 110
SEJARAH
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24Februari 2015
terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu padarevisi atas International
Financial Reporting Standards 9: FinancialInstruments.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan iniditerapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan
sukukmudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.
Sukuk adalah efek syariahberupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagianyang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas:
Pengakuan awal Sukuk ijarah diakui pada saat entitas Entitas mengakui
menjadi pihak yang terikat dengan investas pada sukuk
ketentuan penerbitan sukuk ijarah. Sukuk ijarah dan sukuk
ijarah diakui sebesar nilai nominal, mudharabah sebesar
disesuaikan dengan premium atau biaya perolehan.
diskonto, dan biaya transaksi terkait
dengan penerbitannya.
Berbeda dengan PSAK 110yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110 (revisi
2015)memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan
investor.Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus
kaskontraktual.
Pada sisi investor,investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika:
a. investasi tersebutdimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama
untuk memperoleh arus kaskontraktual; dan
DSN MUI mengesahkan lima fatwa mengenai keuangan syariah sehingga total fatwa yang sudah
disahkan sebanyak 143 fatwa.
Kelima fatwa tersebut yaitu fatwa Pemasaran Produk Asuransi Berdasarkan Prinsip Syariah, Pedoman
Pendirian Dan Operasional Koperasi Syariah, dan Penawaran Efek Syariah Melalui Layanan Urun
Dana Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, Pembiayaan Personal (at-tamwil
asy-syakhsi/personal financing), dan Pendapatan Lembaga Keuangan Syariah Selama Konstruksi.
Pengesahan tersebut dilakukan pada Rapat Pleno Badan Pengurus DSN-MUI yang
dilaksanakan 19 dan 24 Agustus 2021 lalu. Lima fatwa baru itu juga turut menambah total
jumlah fatwa yang disahkan DSN-MUI sebanyak 143 fatwa yang sebelumnya berjumlah 138
fatwa.
Pertama, telah disahkannya Peraturan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Nomor : 11/Po-
MUI/VIII/2021 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga DSN-MUI oleh
Dewan Pimpinan MUI pada 3 Agustus 2021.