Anda di halaman 1dari 9

PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah

SEJARAH
PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan
terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi
sebagai berikut:
1.    16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian
Laporan Keuangan.
2.    15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian
laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
3.    25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B.
Perubahan ini merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi
Asuransi Syariah. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah (selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan
bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian
laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan
atas transaksi syariah.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah,
antara lain terkait:
 ·         Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK;
 ·         Dasar akrual;
 ·         Materialitas dan penggabungan;
 ·         Saling hapus;
 ·         Frekuensi pelaporan;
 ·         Informasi komparatif; dan
 ·         Konsistensi Penyajian
PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan syariah,
mencakup:
1. ·         Laporan Posisi Keuangan
2. ·         Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
3. ·         Laporan Perubahan Ekuitas
4. ·         Laporan Arus Kas
5. ·         Catatan atas Laporan Keuangan
Untuk memudahkan pengguna dalam menerapkan ketentuan penyajian laporan keuangan
syariah berdasarkan PSAK 101, PSAK 101 dilengkapi dengan contoh ilustrasi laporan
keuangan bank syariah, entitas asuransi syariah, dan amil. Lampiran yang terdapat pada
PSAK 101 tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari PSAK 101.

PSAK 102: Akuntansi Murabahah 


SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi Murabahah (PSAK
102) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 102 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi
murabahah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei
2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/ XI/2013
maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI
dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai berikut:
1.    13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/ XII/2012 tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di
Lembaga Keuangan Syariah.
2.    06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan  PSAK
68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara
retrospektif.
Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan dan Biaya Terkait
Murabahah.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 102: Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi murabahah.
PSAK 102 diterapkan untuk:
a)    Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi
murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
b)    Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah
atau koperasi syariah.
 
Akuntansi untuk Penjual
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
 
Akuntansi untuk Pembeli Akhir
Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah
tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai
beban murabahah tangguhan.
Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang
murabahah.
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah.

 PSAK 103: Akuntansi Salam 


SEJARAH
PSAK 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari
2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan  PSAK 68: Pengukuran
Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
 
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual
atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang pesanan
(muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.
Akuntansi untuk Pembeli
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang
diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
a.     besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b.    jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c.     pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
Akuntansi untuk Penjual
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha
salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
a.     piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki
hubungan
istimewa;
b.    jenis dan kuantitas barang pesan

PSAK 104: Akuntansi Istishna’ 


SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104: Akuntansi Istishna’ (PSAK 104) dikeluarkan
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27
Juni 2007. PSAK 104 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi istishna’ dalam PSAK
59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
PSAK 104 mengalami penyesuaian pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar yang
disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 104 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi istishna’. Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi
syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’  adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat, shani’).
Akuntansi untuk Penjual
Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau
metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan
diserahkan kepada pembeli.
Penjual menyajikan:
a.     Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b.    Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
Akuntansi untuk Pembeli
Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh
penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan
diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.
Pembeli menyajikan:
a.     Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b.    Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

i.    persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada


pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau
                                         ii.    kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’
(bukan istishna’ paralel).
PSAK ini juga memberikan pengungkapan minimum bagi penjual dan pembeli, termasuk
metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan akuntansi istishna’.

Selain mengatur transaksi istishna’, PSAK ini mengatur ketentuan akuntansi


transaksi istishna’  paralel.

PSAK 105: Akuntansi Mudharabah


SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105) pertama
kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1
Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 105 belum ada perubahan atau revisi apapun.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 105 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah 
baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak
kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
pengelola dana.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana dan
pengelola dana mudharabah.

PSAK 106: Akuntansi Musyarakah 


SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK 106) pertama
kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1
Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 106 belum ada perubahan atau revisi apapun.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 106 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah, tetapi tidak me tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi
hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan
akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di
mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi
dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra
pasif, pada saat akad, selama akad, dan saat akhir akad.
Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra
pasif. Untuk mendukung transparansi pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-hal yang
terkait transaksi musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola
usaha, dan pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.

PSAK 107: Akuntansi Ijarah 


SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah (PSAK 107) pertama kali
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
pada 21 April 2009. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan
syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 107 mengalami penyesuaian pada 06 Januari
2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
Perubahan tersebut berlaku efektif secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2017.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 107 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan. Aset ijarah adalah aset
baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
PSAK 107 memberikan pengaturan akuntansi baik dari sisi pemilik (mu’jir) dan penyewa
(Musta’jir).

  Akuntansi Pemilik (Mu’jir) Akuntansi Penyewa


(Musta’jir)

Biaya Perolehan Objek ijarah diakui pada  


saat objek ijarah diperoleh
sebesar biaya perolehan.

Penyusutan dan Amortisasi Objek ijarah disusutkan atau  


diamortisasi, jika berupa
aset yang dapat disusutkan
atau diamortisasi, sesuai
dengan kebijakan
penyusutan atau amortisasi
untuk aset sejenis selama
umur manfaatnya (umur
ekonomis).

Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama Beban sewa diakui selama
masa akad diakui pada saat masa akad pada saat manfaat
manfaat atas aset telah atas aset telah diterima.
diserahkan kepada penyewa.

 
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
 
PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah 
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK
108) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 28 April 2009.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2009, PSAK 108 mengalami revisi pada 25 Mei 2016
terkait kontribusi peserta, dana investasi wakalah, dan penyisihan teknis.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 108 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi asuransi syariah.
Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam Pernyataan ini adalah transaksi yang terkait
dengan kontribusi peserta, surplus dan defisit underwriting, penyisihan teknis, dan saldo dana
tabarru’.
Berbeda dengan PSAK 108 yang disahkan di tahun 2009, PSAK 108 (revisi 2016)
memberikan definisi asuransi jangka pendek dan jangka panjang. Klasifikasi tersebut
mengacu ke PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi
Kontrak Asuransi Jiwa.
Akad asuransi syariah jangka pendek adalah akad asuransi syariah yang memberi proteksi
untuk periode sampai dengan dua belas bulan, atau memberi proteksi untuk periode lebih dari
dua belas bulan dan memungkinkan penyesuaian persyaratan akad pada ulang tahun polis.
Akad asuransi syariah jangka panjang adalah akad asuransi syariah selain akad asuransi
syariah jangka pendek.
Dalam hal pengakuan awal, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dari dana tabarru’
dengan ketentuan sebagai berikut:
a)    untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ sesuai periode akad asuransi;
b)    untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.
Penyisihan Teknis
Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:
a)    Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap
pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan
jumlah proteksi yang diberikan.
b)    Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran
seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta di masa
mendatang, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana
tabbaru’.
c)    Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih
dalam proses oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi
untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir
periode pelaporan.
d)    Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim
yang akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa
lalu yang terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan.
e)    Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian reasuransi atas klaim.
Dari sisi pengungkapan, revisi PSAK 108 menambah persyaratan pengungkapan yang
mengacu ke PSAK 36.

Anda mungkin juga menyukai