SEJARAH
PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah
dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk
akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan
Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi sebagai berikut:
1. 16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan.
2. 15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain.
3. 25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B. Perubahan ini
merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah. Perubahan ini
berlaku efektif 1 Januari 2017.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah (selanjutnya disebut
PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan
ini mengatur persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi
laporan keuangan atas transaksi syariah.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah, antara lain terkait:
· Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK;
· Dasar akrual;
· Materialitas dan penggabungan;
· Saling hapus;
· Frekuensi pelaporan;
· Informasi komparatif; dan
· Konsistensi Penyajian
PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan syariah, mencakup:
1. · Laporan Posisi Keuangan
2. · Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
3. · Laporan Perubahan Ekuitas
4. · Laporan Arus Kas
5. · Catatan atas Laporan Keuangan
Untuk memudahkan pengguna dalam menerapkan ketentuan penyajian laporan keuangan syariah berdasarkan
PSAK 101, PSAK 101 dilengkapi dengan contoh ilustrasi laporan keuangan bank syariah, entitas asuransi
syariah, dan amil. Lampiran yang terdapat pada PSAK 101 tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari
PSAK 101.
PSAK 102: Akuntansi Murabahah
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi Murabahah (PSAK 102) dikeluarkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 102
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi murabahah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/ XI/2013 maka seluruh
produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada
Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai berikut:
1. 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/ XII/2012 tentang Metode Pengakuan
Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan
Syariah.
2. 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68:
Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan dan Biaya Terkait
Murabahah.
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 102: Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi murabahah.
a. Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik
sebagai penjual maupun pembeli; dan
b. Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah atau
koperasi syariah.
Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang (contra account) piutang murabahah. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang (contra account) utang murabahah.
PSAK NO: 103 Akuntansi Salam
PSAK No 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari
2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai
Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual
atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang pesanan
(muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.
Akuntansi untuk Pembeli
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang
diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
a. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara bersama-sama dengan pihak lain
b. jenis dan kuantitas barang pesanan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Akuntansi untuk Penjual
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha
salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
a. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubunga
istimewa
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
PSAK 104 : AKUNTANSI ISTISHNA’
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 104 : AKUNTANSI ISTISHNA’
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104 : Akuntansi Istishna’ (PSAK 104) dikeluarkan
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni
2007. PSAK 104 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi istishna dalam PSAK 59 :
Akunatnsi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
PSAK 104 mengalami penyesuaian pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar yang
disesuaikan dengan PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar.
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 104 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
istishna’. Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat,shani’).
PSAK ini juga memberikan pengungkapan minimum bagi penjual dan pembeli, termasuk
metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan akuntansi ostishna’. Selain mengatur
akuntansi istishna’, PSAK ini mengatur ketentuan akuntansi transaksi istishna’ paralel.
PSAK NO : 105 Akutansi Mudharobah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105)
pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei
2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823 - B/DPN/IAI/
XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI
dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 105 belum ada perubahan atau revisi
apapun. PSAK 105 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah
baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana
dan pengelola dana mudharabah.
PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 106: AKUNTANSI MUSYARAKAH
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK 106) pertama kali
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27
Juni 2007. PSAK ini mengubah situasi terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59:
Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh
produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya
kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 106 belum ada perubahan atau revisi apapun.
IKHTISAR RINGKAS
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar biaya bagi hasil, maka
mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang
terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi
kas atau aset nonkas yang diperbolehkan oleh syariah.
PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif, pada
saat akad, selama akad, dan saat akhir akad.
Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra pasif. Untuk
transparansi mendukung pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi
musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola usaha, dan pengungkapan
sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.
PSAK 107
AKUNTAS IJARAH
Pengertian Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir
(penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Sedangkan arti
Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi
perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Menurut Kamus
Istilah Keuangan dan Perbankan Indonesia (Bank Indonesia), Ijarah (sewa menyewa) adalah
akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa pengertian yang dipergunakan
dalam transaksi Ijarah sebagai berikut:
Aset Ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya
disewakan.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
dengan wajar (arms length transaction).
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.
Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara subtansial seluruh risiko dan
manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah
produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari asset
1. Musta’jir / penyewa
5. Ijab Qabul
Salah satu perbedaan akuntansi Ijarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah pencatatan
obyek ijarah yang dilakukan oleh lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang dipergunakan
dalam akuntansi ijarah pada pemilik obyek ijarah. Selain itu akan dibahas pengadaan obyek
ijarah, perhitungan harga sewa, pemeliharaan dan perbaikan obyek ijarah, pengalihan
kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
1. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Beberapa akun dipergunakan dalam pencatatan
taransaksi Ijarah yang diperlukan dalam Laporan Posisi Keuangan (neraca) antara lain:
a. Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat obyek Ijarah, baik atas aset berwujud maupun
aset tidak berwujud.
ini dipergunakan untuk mencatat penyusutan obyek Ijarah aset berwujud dengan
mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait
Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah untuk kepentingan
pembuatan Laporan Posisi Keuangan antara lain:
a. Biaya Penyusutan Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya penyusutan
yang dilakukan atas obyek ijarah atas aset berwujud, baik ijarah maupun IMBT. Akun ini
disajikan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah (tidak
diperenankan disajikan sebagai beban operasional)
b. Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya pemeliharaan
obyeki jarah yang menjadi tanggung jawab pemilik obyek ijarah (lessor) atas aset berwujud.
Akun ini disajikan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah
(tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional)
c. c. Biaya Amortisasi Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untun mencatat beban amortisasi
yang telah dilakukan atas obyek ijarah aset tidak berwujud
d. Pendapatan Sewa Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar
oleh penyewa (lessee). Akun ini dikredit pada saat diterima harga sewa sebesar harga sewa
yang disepakati dan didebet pada akhir tahun dipindahkan atau diperhitungkan sebagai
Pendapatan Utama
OBYEK IJARAH
Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan aset
tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
A. Pengadaan Aset Ijarah Pengadaan Obyek Ijarah merupakan tanggung jawab lessor atau
pemilik obyek Ijarah (dalam hal ini tanggung jawab LKS Barokah). Salah satu cara untuk
memperoleh obyek ijarah adalah dengan melakukan pembelian Aset Ijarah (obyek ijarah).
B. Pengeluaran Biaya Lain Aset Ijarah Pengertian harga perolehan adalah seluruh kas dan
setara kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi siap
untuk dipergunakan atau dijual.
HARGA SEWA
Dalam Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan kedua, butir 7 dijelaskan bahwa:
“... sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah”.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam jual beli terkandung harga pokok atau harga
perolehan dan harga jual dimana selisih harga jual dan harga perolehan merupakan HARGA
SEWA keuntungan yang diperoleh sewa dan harga sewa yang merupakan harag jual yaitu
harga yang harus dibayar oleh penyewa.
A. Penghitungan Harga Sewa Harga sewa ijarah dipengaruhi oleh biaya penyusutan dan biaya
pemeliharaan obyek ijarah
Obyek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis
selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi
yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur
ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis.
Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16
Aset Tetap dan amortisasi aset tidakberwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak
Berwuud.
METODE PENYUSUTAN
A. Metode penyusutan harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa
depan dari aset oleh entitas (paragraf 63).
B. Metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahu
buku dan, apabilaterjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat
ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk
mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan
sebagai perubahan akuntansi sesuai dengan PSAK 25 (paragraf 64).
C. Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan
secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode
garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method) dan
metode jumlah unit (sum of the unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan
yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah.
PENGHENTIAN PENGAKUAN
1. Dilepaskan; atau
2. Tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau
pelepasannya (paragraf 69)
B. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan
berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasan aset,
entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23:
Biaya penyusutan merupakan harga pokok ijarah oleh karena itu berikut diberikan gambaran
perhitungan penyusutan yang dilakukan pada obyek ijarah dan IMBT dengan mempergunakan
metode garis lurus.
1. Perhitungan penyusutan untuk Ijarah Dalam perhitungan penyusutan obyek ijarah sangat
terkait dengan umur ekonomis atau masa penyusutan. Dalam PSAK 107 tentang ijarah,
penyusutan dilakukan sesuai kebijakan pemilik obyek ijarah untuk transaksi ijarah tanpa opsi
pemindahan kepemilikan.
PENDAPATAN IJARAH
Harga sewa adalah suatu jumlah yang harus dibayar oleh penyewa kepada pemilik obyek ijarah.
Oleh pemilik obyek ijarah harga sewa ini diakui sebagai pendapatan. Dalam PSAK 23 tentang
Pendapatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal (paragraf 06).
Dalam kerangka dasar penyusunan penyajian laporan keuangan syariah (KDPPLKS) dijelaskan
yang dimaksud dengan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal
(paragraf 97.a) devinisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gains)
Psak 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
Akuntansi asuransi syariah memiliki prinsip utama yaitu tolong menolong (ta’awum) dan
saling menanggung (takafuli) yang dilakukan dengan sesama peserta asuransi. Dua akan yang
digunakan dalam akuntansi syariah adalah tabarru’ dan tijari. Peserta asuransi menggunakan
akad tabarru’ sedangkan untuk pengelola (perusahaan asuransi) menggunakan akad tijarah.
PSAK 108 melakukan beberapa hal tentang transaksi asuransi syariah, yaitu:
Standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan olehOPZ sebagai
pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalahPSAK No. 109 yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) padatahun 2010. Penerbitan PSAK ini
telah mengalami proses yang cukup lamakurang lebih empat tahun dari waktu
penyusunannya, dimulai dengandisusunnya Eksposure Draft-nya (ED) yang diterbitkan sejak
tahun 2008.Namun, saat ini tidak semua OPZ yang ada di Indonesia dapat
menerapkanPSAK no. 109. Hal tersebut karena sebagian OPZ mengalami beberapakendala
dalam penerapannya. Salah satu faktor kendalanya adalah adanyakesulitan dalam sumber
daya manusia yang dimiliki OPZ.
SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK 110)
pertamakali dikeluarkanoleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAS IAI) pada26 Oktober 2011.
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24Februari 2015 terutama
terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu padarevisi atas International Financial
Reporting Standards 9: FinancialInstruments.
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 110 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
sukuk ijarah dansukuk mudharabah.
Pernyataan iniditerapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk
mudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.
Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas:
b. Manfaat atas asetberwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
Pengakuan awal
Akuntansi Penerbit
Sukuk ijarah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat dengan ketentuan penerbitan
sukuk ijarah. Sukuk ijarah diakui sebesar nilai nominal, disesuaikan dengan premium atau
diskonto, dan biaya transaksi terkait dengan penerbitannya.
Akuntansi Investor
Entitas mengakui investas pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah sebesar biaya perolehan.
Penyajian
Akuntansi Penerbit
Akuntansi Investor
Pendapatan investasi dan beban amortisasi disajikan secara neto dalam laba rugi.
Pengungkapan
Akuntansi Penerbit
v. Jangka waktu;
b) Penjelasan mengenai aset atau manfaat yang mendasari penerbitan sukuk ijarah, termasuk
jenis dan umur ekonomik dan lain-lain
Akuntansi Investor
d) Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan; dan
e) Lain-lain.
Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110 (revisi
2015) memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan investor.Investasi
sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus kaskontraktual.
Pada sisi investor,investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika:
a. investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kaskontraktual; dan
Berdasarkan rapat pleno tanggal 31 Mei 2017, Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAS IAI) mengesahkan Draf Eksposur (DE) PSAK 111: Akuntansi Wa'd untuk disebarluaskan
ke publik dan diberikan tanggapan lebih lanjut. Pernyataan ini bertujuan mengatur akuntansi atas wa'd,
khususnya terkait pengakuan.
RINGKASAN
Beberapa pengaturan yang diatur dalam PSAK 111 tentang Akuntansi Wa'd adalah:
Wa'd adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu. DSAS-IAI memutuskan
wa'd belum memenuhi kriteria aset atau liabilitas sehingga tidak diakui dalam laporan keuangan ketika
entitas memberi atau menerima wa'd dari pihak lain. DSAS-IAI juga mempertimbangkan konsistensi
perlakuan akuntansi atas wa'd dengan pengaturan dalam PSAK lain, seperti wa'd dalam murabahah dan
ijarah yang diatur dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah dan PSAK 107: Akuntansi Ijarah.
Pada 2 April 2014 DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No. 94/DSN-MUI/ IV/2014 tentang Repo Surat
Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah. Repo syariah harus dilakukan melalui jual beli yang
sesungguhnya. Berdasarkan Lampiran A paragraf A17, dalam periode di antara jual beli pertama dan jual
beli kedua, pihak kedua mengukur SBS pada:
a) biaya perolehan yang diamortisasi secara garis lurus, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada
biaya perolehan.
b) nilai wajar dan perubahan nilai wajarnya diakui di penghasilan komprehensif lain, jika SBS
diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain.
c) nilai wajar dan perubahan nilai wajarnya diakui di laba rugi, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi.
Berdasarkan Lampiran B paragraf B18, jika item yang dilindung nilai dalam suatu lindung nilai yang
memenuhi syarat akuntansi lindung nilai merupakan aset dan liabilitas yang diakui (termasuk investasi
neto pada kegiatan usaha luar negeri), maka bagian dari keuntungan atau kerugian selisih kurs atas item
yang dilindung nilai tersebut diakui di penghasilan komprehensif lain hingga saat pelaksanaan wa'd.
Perlakuan akuntansi tersebut merupakan pilihan bukan keharusan.
PSAK 111 ini berlaku efektif pada untuk periode tahun buku yang dimulai pada 1 Januari 2018.
Ketentuan transisi yang diatur dalam PSAK 111 adalah prospektif dengan ketentuan entitas melakukan
penyesuaian atas transaksi repo syariah, lindung nilai syariah, dan transaksi lain yang ada pada saat
tanggal awal penerapan PSAK 111 (prospective catch-up).
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 112
AKUNTANSI WAKAF
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 112: Akuntansi Wakaf terdiri atas paragraf 01-57.
Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf
yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini
harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan pada unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi wakaf.
Ruang Lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi wakaf yang dilakukan oleh:
a. Nazhir organisasi dan badan hukum;
b. Wakif organisasi dan badan hukum.
03. Transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dimaksud dalam Pernyataan ini meliputi
penerimaan, pengelolaan, dan pengembangan aset wakaf, serta penyaluran manfaat dari aset
wakaf yang dilakukan oleh nazhir, dan penyerahan aset wakaf yang dilakukan oleh wakif.
04. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dilakukan
oleh nazhir dan wakif berbentuk organisasi dan badan hukum. Pernyataan ini tidak berlaku pada
nazhir dan wakif perseorangan.
05. Aset wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Aset wakaf
yang dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu (wakaf temporer) yang diatur dalam Pernyataan
ini adalah wakaf uang.
06. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk
tujuan khusus (statutory), misalnya untuk regulator atau otoritas wakaf.
Definisi
07. Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Aset wakaf adalah harta benda wakaf baik berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak.
Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan
kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta
benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Karakteristik
Unsur wakaf
08. Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrar wakaf, peruntukan aset wakaf,
dan jangka waktu wakaf.
09. Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi, dan badan hukum.
10. Aset yang diwakafkan melalui ikrar wakaf yang akan dituangkan dalam akta ikrar wakaf
tidak dapat dibatalkan.
11. Aset yang diwakafkan dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas tanah,
tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan lainnya.
b. Aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa, dan lainnya.
12. Aset wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh nazhir sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukannya.
13. Aset wakaf tidak dapat dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar,
atau dialihkan melalui pengalihan hak lainnya, kecuali digunakan untuk kepentingan sesuai
rencana umum tata ruang.
Tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf
14. Tujuan dari wakaf adalah untuk memanfaatkan aset wakaf sesuai dengan fungsinya.
15. Fungsi dari wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis aset tersebut
untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.
16. Wakaf diperuntukan untuk:
a sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan
Tujuan dari DE PSAK 112 adalah untuk memberikan pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan atas transaksi wakaf yang dilakukan baik oleh entitas nazhir dan wakif
yang berbentuk organisasi dan badan hukum.
Aset wakaf berupa aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas
tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan aset bergerak, seperti
uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa.
DE PSAK 112 mengatur bahwa aset wakaf diakui saat telah terjadi pengalihan secara hukum dan
manfaat ekonomis dari aset wakaf. Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset wakaf harus diakui
sebagai tambahan aset wakaf. Basis imbalan nazhir adalah hasil pengelolaan dan pengembangan yang
sudah terealisasi (cash basis).
Laporan aktivitas;
Tanggapan atas atas DE PSAK 112 dapat disampaikan paling lambat 31 Juli 2018. File DE PSAK 112 dapat
diunduh di bawah ini.