Anda di halaman 1dari 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila mempunyai kebiasaan makan dan beraktivitas pada siang hari. Hal
unik dari kebiasaan makan ikan nila yaitu selalu terlihat kelaparan atau mencari-
cari pakan yang menempel dipermukaan dinding pematang atau jaring. Hal ini
terlihat seperti ikan masih lapar, padahal hanya sebatas untuk keperluan biologinya
saja (Sucipto dan Prihartono, 2005).
Ikan nila memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh
tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu, ikan
nila digolongkan ke dalam omnivora. Budidaya ikan nila tumbuh lebih cepat hanya
dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Dari penelitian lebih
lanjut kebiasaan makan ikan nila berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan
nila ternyata lebih suka mengkomsumsi zooplankton, seperti rototaria, copepoda
dan cladocera (Ghuffran dan Kordi, 2010). Ikan nila ternyata tidak hanya
mengkonsumsi jenis makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis makanan
tambahan yang biasa diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas
kelapa dan sebagainya. Ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang
disukai oleh ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein
terutama dari pakan buatan yang berupa pelet (Ghuffran dan Kordi, 2010).

2.4. Teknologi Bioflok


Teknologi bioflok adalah suatu teknologi yang digunakan dalam sistem
budidaya, yang memanfaatkan dan memanipulasi komunitas mikroba aerobik yang
padat dan aktif, sehingga dapat mengontrol kualitas air dengan cara imobilisasi
ammonium menjadi protein mikroba dan mengubah limbah pakan dan
meningkatkan efisiensi pakan (Avnimelech, 2009).
Prinsip dasar teknologi bioflok adalah retensi limbah dan konversinya
menjadi bakteri floc (biofloc). Menurut Hargreaves (2006), menyatakan bahwa
sistem biofloc pada budidaya ikan dilakukan dengan aerasi secara konstan dan
agitasi kolom air media serta penambahan bahan sumber carbon sebagai substrat
bahan organik dalam pembentukan baktri floc dan mempertahannkannya dalam
konsentrasi tinggi. Aerasi dan agitasi kolom air ditujukan untuk memberikan
kemungkinan terjadinya dekomposisi bahan organik secara aerobik. Secara teoritis,
peningkatan C:N ratio melalui penambahan carbon meningkatkan koversi nitrogen
anorganik yang bersifat toksik menjadi biomassa mikroba. Biomassa mikroba yang
membentuk floc bersama-sama dengan organisme renik lainnya bermanfaat sebagai
sumber makanan bagi ikan budidaya. Rasio C:N sebesar > 10:1 dalam sistem
budidaya ikan merupakan rasio optimum dalam mengoptimalkan produksi biofloc
serta meminimalkan regenerasi ammonia (Hargreaves, 2006).
Teknologi bioflok pada budidaya ikan dapat dilakukan dengan sistem intensif
yaitu dengan padat tebar tinggi.Padat tebar merupakan salah satu variabel yang
sangat penting dalam bidang budidaya karena berpengaruh secara langsung
terhadap sintasan, pertumbuhan, tingkah laku, kesehatan, dan kualitas air
(Priyadi et al., 2010). Penerapan teknologi bioflok pada padat tebar ikan lele yang
diterapkan pada umumnya lebih tinggi yaitu sebesar 1000-2500 ekor/m2 dibanding
dengan sistem konvensional yang diterapkan para pembudidaya.
Pemanfaatan teknologi bioflok telah banyak dikaji dan diaplikasikan pada
budidaya udang, ikan lele dan ikan nila yang menunjukkan hasil pertumbuhan dan
kelangsungan hidup serta nilai rasio konversi pakan yang lebih baik dibandingkan
dengan pemeliharaan yang umum digunakan (Hermawan et al., 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Avnimelech, Y., 2009. Biofloc Technology – A Practical Guide Book. The World
Aquaculture Society, Baton Rounge, Lousiana, United State.
Ghuffran, M.H., dan Kordi, K., 2010. Pintar Budidaya Ikan di Tambak Secara
Intensif (Bandeng, Beronang, Kakap, Kerapu, Nila) Edisi 1. Yogyakarta :
ANDI.
Hargreaves, J.A. 2006. Photosynthetic suspended-growth systems in aquaculture.
Aquaculture engineering. (34): 344-363.
Hermawan, T.E.S.A., Agus, S., dan Slamet, B.P., 2014. Pengaruh Padat Tebar
Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Benih Lele (Clarias
gariepinus) dalam Media Bioflok. Journal Aquaculture Management and
Technology. 3(3): 35-42.
Priyadi, A., Ginanjar R., Permana, A., dan Slembrouck, J., 2010. Tingkat densitas
larva botia (Chromobotia macracanthus) dalam satuan volume air pada
akuarium sistem resirkulasi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. 439-446.
Sucipto., dan Prihartono., 2005. Protein Production by Heterotrophic Bacteria
Using Carbon Supplemented Fish Waste. Paper Presented In World
Aquaculture 2005. Bali. Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai