Anda di halaman 1dari 11

Perjalanan Roti dan Anggur

Oleh : Fr. Yohanes Aditya Raga Prakasa

1. Pengantar
Perjamuan Ekaristi identik dengan makanan berupa roti dan anggur. Dalam Ekaristi,
khususnya selama liturgi ekaristi hingga ritus penutup, biasanya roti dan anggur banyak
disinggung dalam doa-doa persembahan yang diucapkan oleh imam. Hal itu dimulai dari doa
“Terpujilah Engkau” yang langsung menunjuk bahan persembahan berupa roti dan anggur
sebagai sebuah hasil usaha manusia yang berkenan kepada Bapa. Selanjutnya kata roti dan
anggur diulang lagi dalam doa persiapan persembahan. Dalam doa persembahan ini imam
mengajak umat, supaya bersama-sama memohon kepada Bapa agar bahan persembahan yang
tersedia dapat diterima dengan layak. Selanjutnya kata roti dan anggur akan terus ada di
dalam Doa Syukur Agung (DSA) hingga doa sesudah komuni. Meskipun dalam beberapa doa
penyebutannya tidak secara langsung mengatakan kata roti dan anggur, tetapi secara simbolik
merujuk pada hal tersebut.
Oleh karena identik dengan makanan, ekaristi kerap kali juga disebut sebagai sebuah
perjamuan makan. Inspirasinya terletak dari kisah institusi, yakni sewaktu Yesus dan bersama
para murid-Nya melakukan makan malam terakhir (Mat 26:17-29 ;Mrk 14:12-25 ;Luk 22:7-
20). Uniknya dalam kisah institusi itu hanya ada satu jenis makanan dan satu jenis minuman,
yaitu roti tidak beragi dan anggur saja. Meskipun kisah institusi dirayakan dalam koridor hari
roti tidak beragi atau salah satu hari dari rangakaian perayaan paskah Yahudi, dalam
perjamuan tersebut Yesus dan para murid-Nya hanya menampilkan roti dan anggur sebagai
bahan makanan yang digunakan dalam perjamuan makan tersebut.
Dalam kisah-kisah pasca kebangkitan Yesus, selain kisah penampakan Yesus yang
menjadi topik utama, seringkali diselipkan adegan Yesus makan bersama para murid-Nya.
Dalam kisah ini anggur tidak menonjol dan mulai muncul bahan makanan lain, seperti ikan.
Oleh sebab itu, biasanya hanya ada roti dan ikan saja yang dihidangkan dalam perjamuan
makan atau lebih sederhana lagi dalam kegiatan makan bersama (Yoh 21:5-13). Namun,
kenangan para murid akan diri Yesus baru bisa terbuka ketika Yesus melakukan adegan
mengucap berkat dan memecah roti (Luk 24: 30-31, 35). Dalam kisah pasca kebangkitan,
rupa-rupanya roti mempunyai legitimasi yang kuat dalam membawa kenangan Yesus kepada
para murid.
Fakta lain dalam sejarah seputar ekaristi pernah ditemukan beberapa bahan jamuan
lain. Misalnya saja madu, susu, keju, minyak, garam, ikan, buah dan sayuran. Bahan-bahan
jamuan ini secara tidak langsung menyertai sejarah ekaristi, terutama dalam komunitas-
:

komunitas tertentu. Oleh sebab itu, selama masa awal kekristenan bahan-bahan jamuan ini
mengalami perdebatan oleh para rahib dan bapa-bapa Gereja. Setidaknya hal ini menimbulkan
pertanyaan, mengapa pada akhirnya Gereja, secara spesifik memilih roti (tak beragi) dan
anggur sebagai persembahan yang dapat mengidentikan dengan pribadi Kristus. Oleh sebab
itulah tulisan memaparkan jawaban argumentasi atas pertanyaan di atas dan sekaligus
meninjaunya kembali dari kitab suci dan teologi simbol mengenai roti, anggur serta minyak.

2. Konteks Biblis
Secara geografis, ada dua daerah yang di tinggali oleh bangsa Isreal, yakni tanah-tanah
berbatu (Mat 13:5) dan tanah subur. Tanah berbatu biasanya letaknya di lereng gunung dan
sedangkan tanah yang mengandung banyak air biasanya berada di pinggiran sungai. Tanaman
Gandum biasanya ditanam di tanah-tanah subur. Bangsa Israel biasanya memulai masa
menanam gandum pada bulan sesudah hari Paskah. 1 Hal itu dilakukan untuk menghindari
angin kencang, hujan deras, burung dan parasit yang menggangu pertumbuhannya.
Sedangkan, anggur di tanam di lereng pegunungan dan jaraknya masa panennya lebih lama
dibanding tanaman lainnya. Selain itu, ada pula pohon zaitun dan pohon ara yang di tanam di
ladang orang Israel. Kedua tanaman ini menghasilkan minyak dan bumbu dapur.

a) Roti
Roti merupakan makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh bangsa Israel. Setidaknya
ada empat pembagian kebiasaan makan dalam masyarakat Israel pada waktu itu, yakni waktu
makan pagi (sarapan), waktu makan malam, pesta dan kesediaan menerima tamu. Masing-
masing dari keempat kebiasaan makan itu memiliki menu makan yang berbeda. Akan tetapi,
bahan makanan roti tampil pada keempat kebiasaan makan tersebut. Roti terbuat dari adonan
tepung jagung atau gandum yang ditambah ragi. 2 Cara membuatnya adalah bulir gandum atau
biji jagung akan digiling pada batu penggilingan. Jika sudah menjadi tepung, langkah
selanjutnya adalah diadon dan dicampur dengan ragi. Kemudian dibakar dan menjadi roti
kering, orang Yahudi akan memakannya dengan menambahkan madu atau gula. 3
Roti rupa-rupanya menjadi makanan sepanjang zaman. Dalam kitab suci kata roti
pertama kali muncul dalam kisah pertemuan Abraham dan Melkisedek (Kej 14: 17-24).
Dalam kisah itu diceritakan bahwa Melkisedek menemui Abraham dengan membawa roti dan
anggur (Kej 14:18). Hal menarik yang dicatat dalam Kitab Kejadian, selain pertemuan

1
Xavier Leon – Dufour,. Ed. Stefan Leks dan A.S. Hadiwiyata, Ensiklopedi Perjanjian Baru (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), 56.
2
Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 474.
3
Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 61.

2
:

Abraham dan Melkisedek adalah kisah mengenai Yusuf sewaktu menjadi wali negeri Mesir.
Setelah mengartikan mimpi Firaun, Yusuf menawarkan sebuah cara untuk menghadapi masa
kekeringan, yakni dengan menimbun bahan makanan dan salah satu yang ditekankan adalah
gandum (Kej 41:26). Selanjutnya dikisahkan Yakub menyuruh anak-anaknya untuk datang ke
Mesir dan membeli gandum. Hal ini membuktikan bahwa gandum sangat diperlukan untuk
membuat olahan roti. Seseorang tidak bisa membuat olahan roti tanpa adanya gandum. Kisah
ini memiliki kaitan pararel dengan kisah Janda di Sarfat yang khawatir kalau persediaan
gandum dan minyaknya habis karena memenuhi permintaan Elia (1 Raj 17: 7-24).
Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, roti tidak hanya dimaknai sebagai makanan saja
melainkan memiliki nilai sejarah yang mengakar dalam tradisi Yahudi. Oleh sebab itu, roti
dalam kitab-kitab Perjanjian Baru berbicara banyak mengenai dimensi anamnesis atau
pengenangan. Dimensi ini kentara sekali dalam beberapa tradisi hari raya orang Yahudi,
antara lain Paskah, Pentakosta, Hari Raya Pondok Daun dan Hari Raya Perdamaian. Perlu
diingat bahwa tradisi ini memiliki latarbelakang budaya pertanian. Maksudnya adalah hari-
hari raya ini menjadi ungkapan sukacita atas panenan pertama gandum dan anggur dari
bangsa Yahudi. Dalam perjalanan waktu, meski dilakukan dengan cara yang sama, tetapi
selalu diperkaya dengan nilai historis yang berbeda, sehingga pemaknaannya semakin
bertambah. Secara eksplisit dalam Injil dan surat-surat Paulus, roti menjadi identitas dari diri
Kristus dan jemaat-Nya.
Roti merupakan makanan pokok umat Israel. Hal yang dimaksud dengan makanan
pokok itu adalah mudah didapatkan dan diusahakan oleh orang Yahudi. Oleh sebab itu, roti
menjadi makanan yang begitu dekat dengan kehidupan orang Yahudi. Sedemikian dekatnya
membuat roti menjadi satu-satunya makanan yang dapat mengungkapkan rangkaian sejarah
yang pernah terjadi pada bangsa Israel. Ketika seseorang membuat roti sama halnya ia sedang
melakukan kegiatan repetisi dari tindakan arketipal. Mereka mengulangi tindakan-tindakan
tertentu, suatu tindakan primordial yang membuat mereka merasa bersatu dengan yang
transenden dan makna tersembunyi dari kosmos. Dengan demikian, membuat roti memang
kebiasaan klasik, tetapi lebih dari itu tidak hanya sekadar memuaskan rasa lapar, membawa
setiap orang pada sebuah tindakan yang kaya makna dan melampaui segala kebutuhan yang
sifatnya mendadak. 4

4
Leonardo Boff, Sakramen-sakramen dari Hidup dan Hidup dari Sakramen-sakramen (Jakarta : Obor, 2007),
35.

3
:

b) Anggur
Anggur merupakan minuman pokok yang istimewa bagi orang-orang Yahudi. Anggur
menjadi minuman khusus, sebab dipandang sebagai minuman yang menyukakan hati. 5
Maksudnya adalah minuman ini dapat membuat seseorang menjadi mabuk, sehingga orang
yang meminumnya dapat melupakan sejenak permasalahan yang ada. Oleh sebab itu, tidak
setiap waktu orang Yahudi mengeluarkan anggur dalam perjamuan makannya. Hanya pada
waktu-waktu tertentu saja orang Yahudi meminum anggur, misalkan pada saat makan malam,
pesta perjamuan dan pada saat menyambut tamu. Anggur yang diminum biasanya berwarna
merah, kadangkala dicampur dengan bumbu lainnya dan diberi dengan madu, agar manis.
Anggur yang dipakai dalam pesta adalah anggur yang sebelumnya sudah disimpan dalam
kirbat atau kantong kulit atau juga bisa dalam guci. Sebelum dihidangkan kepada para tamu
dan diminum, anggur yang disimpan dalam kirbat itu harus disaring dan ditambah air, baru
bisa dihidangkan dalam pesta.6
Selain, itu anggur juga merupakan harta yang berharga, sehingga setiap orang yang
memiliki kebun anggur biasanya akan mendirikan menara jaga di tengah-tengah kebun.
Menara jaga itu berfungsi agar anggur-anggur yang sudah diperas tidak dicuri (Mat 21: 33;
Mrk 12:1). Orang tidak bisa merawat kebun anggur secara sembarang, sehingga perawatannya
pun memerlukan keahlian khusus demi mendapatkan hasil yang terbaik. Misalnya saja dalam
perumpamaan pokok anggur, dianjurkan untuk memotong ranting yang tidak berbuah dan
dibersihkannya dari kotoran ranting yang berbuah, supaya berbuah lebat (Yoh 15:2).

c) Minyak
Dalam tradisi bangsa Israel minyak digunakan untuk berbagai macam hal. Setiap jenis
minyak memiliki fungsinya masing-masing, misalnya saja beberapa minyak yang digunakan
untuk wewangian, ada pula yang digunakan untuk bahan bakar pelita dan digunakan
mengolesi seseorang sebagai tanda berkat. Minyak dalam bahasa Yunani disebut dengan
elaion; elaia, yang artinya merujuk pada pohon zaitun. Kata elaion merupakan terjemahan
dari kata syèmèn (bhs. Ibrani) yang berarti lemak dan terjemahan dari yisyehâr (bhs. Ibrani)
yang berarti sesuatu yang mengkilap. 7 Dari etimologi katanya, setidaknya dapat dilihat ada
dua bahan penghasil minyak, yakni berasal dari lemak hewan dan berasal dari tumbuh-
tumbuhan sejenis damar.
Selain fungsi-fungsi di atas, dalam kitab Sirakh secara tegas penulis kitab
menyebutkan bahwa minyak juga termasuk makanan pokok bangsa Israel. Penulis kitab

5
Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 125.
6
Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 61.
7
Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 399.

4
:

Sirakh selain menyebutkan makanan pokok, juga menuliskan kebutuhan pokok orang Yahudi
berupa : air, api, besi, garam, terigu, susu, madu, air anggur, minyak dan pakaian (Sir 39:26).
Dalam kitab Perjanjian Lama, penggunaan minyak seringkali dicampurkan ke dalam kurban
bakaran atau menjadi bahan campuran dalam mengolah sesuatu menjadi bahan makanan.
Misalkan saja, syarat-syarat pentahbisan Harun dan anak-anaknya, dalam kisah tersebut
minyak menjadi prasyarat khusus dalam pembuatan roti yang layak untuk persembahan (Kel
29:2). Sedangkan dalam kitab Imamat, minyak menjadi tambahan dalam mempersembahkan
korban bakaran. Biasanya minyak dituangkan ke atas korban bakaran, setelah itu baru
kemenyan ditaburkan di atasnya dan dibakar (Im 2:1).
Ide dari penulis kitab Sirakh yang menyebutkan bahwa minyak sebagai makanan,
dipertegas kembali dengan tradisi komunitas kristiani. Secara spesifik memang minyak tidak
ditonjolkan sebagai salah satu bahan makanan, melainkan lebih ditonjolkan sebagai tanda
untuk mengurapi dan sebagai bumbu dapur tambahan. Dalam kitab Rasul Thomas (29),
tertulis demikian : para murid mengambil roti, “minyak, sayur-sayuran dan garam,
memberkatinya dan memberikan itu kepada mereka”, sebagai kelanjutan atas perbuatan
Kristus atau kenangan akan peristiwa pemberian makan ajaib. 8

3. Konteks Sejarah
Pada masa Gereja perdana belum ada kesepakatan mengenai penggunaan roti dan
anggur sebagai lambang tubuh dan darah Kristus. Hal ini disebabkan adanya variasi makanan
yang berkembang sekitar kelompok jemaat perdana. Adanya berbagai macam variasi ini,
menimbulkan perbedaan pendapat diantara jemaat. Hingga akhir abad empat dalam konsili
Hippo (393) dan Kartage (397), para bapa konsili mengungkapkan beberapa makanan yang
dianggap tepat untuk melambangkan sakramen-sakramen Gereja. Misalnya saja dalam
sakramen Ekaristi, bahan makanan yang dianggap tepat untuk melambangkan tubuh dan
darah Kristus adalah roti dan anggur yang sudah dicampur dengan air. Sedangkan bahan
makanan lain yang berupa madu atau susu digunakan dalam perayaan baptisan. 9 Selain itu,
ada usaha untuk menyeragamkan praktek makan Kristiani pada komunitas awal. Faktanya ada
beberapa makanan yang dekat dengan praktek makan komunitas kristiani, antara lain keju,
susu, madu, buah-buahan dan sayuran, minyak, garam, dan beberapa kasus ditemukan ikan. 10
Makanan-makanan ini bukan tanpa arti dapat memiliki kedekatan dengan jemaat perdana,

8
Andrew McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals (New York, Oxford
: Clarendon Press, 1999), 115.
9
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 89.
10
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 91.

5
:

setiap makanan yang erat dengan komunitas kristen perdana memiliki nilai historisnya
masing-masing.

a) Roti dan Anggur


Penggunaan roti dan anggur sebagai bagian ekaristi menimbulkan interpretasi yang
berbeda diantara para sejarahwan. Pertama, roti dan anggur diduga berawal dari tradisi lama
berupa perjamuan paskah orang Yahudi, lalu memperoleh pengokohannya dalam perjamuan
malam terakhir. Interpretasi kedua adalah tradisi ini berasal dari tradisi Paulus dan jemaatnya
atau berupa pengembangan tradisi setelah Yesus yang lebih menekankan kenangan akan
peristiwa tersebut. Interpretasi ini muncul sebab beberapa tradisi ekaristi yang berkembang
menyadari akan perjamuan malam terakhir, tetapi tidak menggunakan minuman anggur
sebagai minuman perjamuannya. Atau malah sebaliknya tradisi ekaristi yang berkembang
tetap memakai anggur, tetapi tidak berkorelasi dengan perjamuan malam terakhir. Didache
menengahi hal ini dengan memberi argumen, bahwa dalam doa ekaristi ada pertalian dengan
piala anggur suci raja Daud.11 Sedangkan, roti merupakan bahan makanan yang tidak bisa
digantikan dengan apapun. Oleh karena roti memiliki nilai historis dan melekat pada tradisi
jemaat kristen, maka keberdaan roti tidak bisa dihindarkan. Para rabinik pada awal
kekristenan, beranggapan bahwa substansi roti mengambil bagian dalam kepenuhan gambaran
eskatologis.12

b) Keju13
Salah satu kelompok yang diduga memakai keju sebagai elemen dalam ekaristi adalah
Artotyritai. Kelompok ini berafiliasi dengan kelompok-kelompok lain, seperti Quintillians,
Pepuzians dan Priscillians. Dalam ritus yang mereka rayakan, kelompok ini memakai roti dan
keju sebagai bahan persembanhannya. Filastrius dari Brescia menduga bahwa kelompok ini
mengikuti ajaran Agustinus mengenai praedestinatus. Atas dasar itu, kelompok ini meyakini
bahwa persembahan pertama yang dipersembahkan kepada Tuhan dipersembahkan oleh
manusia pertama berupa buah dari bumi dan buah dari domba. Hal ini merujuk pada kisah
persembahan Kain dan Habel (Kej 4:3-4) yang belum terimplikasi pada ritus hewan kurban.
Penggunaan keju dalam ekaristi merupakan penolakan konsep akan kurban persembahan atau
korban bakaran yang ada dalam tradisi pagan, sehingga sebagai gantinya kelompok ini lebih
memilih menggunakan keju dari asal yang sama (hewan kurban) sebagai korban
persembahannya.

11
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 92.
12
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 94.
13
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 95-107.

6
:

c) Susu dan Madu14


Susu dan Madu biasanya digunakan dalam ritual makan jemaat kristen perdana,
terutama bertalian dengan baptisan. Meskipun demikian, pada abad pertama hingga awal abad
kedua, tidak ada fakta yang meyakinkan bahwa susu dan madu ada dalam perayaan baptisan.
Dalam kitab perjanjian baru, susu digunakan sebagai perbandingan yang kebanyakan negatif
atau sebgai gambaran keniscayaan. Diskusi Clemen dari Alexandria mengenai susu dalam
Paedagogus berlangsung secara serius, tetapi permasalah utamanya terletak pada kesaksian
yang problematis. Clemen berpendapat dalam substansi susu terdapat metafora darah Kristus,
sehingga substansi susu ini sebenarnya memiliki kesatuan dengan roti yang adalah tubuh
Kristus. Dari sinilah, susu dikaitkan dalam liturgi inisiasi, sebagai kiasan akan pengetahuan
Kristus.

d) Minyak15
Hanya ada sedikit indikasi bahwa minyak digunakan dalam ritual makan Kristiani.
Tentunya yang digunakan adalah minyak zaitun, dalam hal ini digunakan sebagai tambahan
makanan atau bumbu. Minyak juga digunakan sebagai urapan upacara perminyakan dalam
ritual Kristiani. Menurut kitah Rasul Thomas16, minyak sangat erat dengan perjamuan ekaristi.
Dalam injil tersebut digambarkan, “para murid mengambil roti, minyak, sayuran, dan garam,
memberkati semua itu dan dibagi-bagikan diantara mereka”.

e) Ikan
Dalam Injil sinoptik maupun Injil Yohanes, ikan kerap muncul dalam kisah-kisah
perjamuan atau kisah makan bersama. Seperti halnya kisah Yesus memberi makan 4.000 dan
5.000 orang (Mar 6: 30-44; 8:1-10 dan pararelnya) disebuah padang belantara dan juga kisah
sesudah kebangkitan (Luk 24: 41-43, Yoh 21: 9-13). Makan ikan dalam kisah Injil
menunjukan tradisi ritual makan yang terpisah dari pola ekaristi yang berupa roti dan anggur.
ritual makan ikan ini lebih menunjuk pada makanan eskatologis orang Yahudi yang berpusat
pada ikan.17
Meskipun ada berbagai macam praktek makan dalam komuitas perdana, tetap saja
terjadi ambiguitas / kebingungan sejarah. Maksudnya adalah berbagai jenis bahan
persembahan ekaristi berupa keju, susu, madu, minyak, garam, sayuran dan ikan berasal dari

14
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 107-115.
15
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 115-117.
16
Kisah Rasul Thomas merupakan kitab yang tidak masuk dalam daftar kanon atau bisa juga disebut kitab
apokrif.
17
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 128.

7
:

tradisi ekstrem dari aliran kelompok yang menyimpang pada masa kekristenan atau biasa
disebut dengan tradisi bidaah. Selain itu, ritus makan tersebut juga ditulis dalam kitab-kitab
apokrif yang bagi gereja katolik dapat menyesatkan iman. Oleh sebab itu, sebagai catatan
kritis akan hal ini, sebagai sejarah perkembangan ekaristi aneka bahan persembahan tersebut
memang dihidupi dalam komunitas tertentu. Namun, benarkah bahan persembahan itu
menjadi bagian dari ritus ekaristi atau sekedar ritus makan sebagai kenangan akan Yesus
Kristus.

4. Kristus dalam roti dan anggur


Dalam perjamuan Paskah Yahudi setidaknya ada tiga elemen makanan yang
digunakan, yaitu roti, anggur, dan daging domba. Akan tetapi dalam perjamuan Yesus hanya
ada dua elemen saja, yakni roti dan anggur. Rupa-rupanya dalam perjanjian baru, terutama
dalam Injil Yohanes dan kitab Ibrani, Yesus lebih dikaitkan dan bertindak sebagai anak
domba yang dikurbankan. Kristus yang mempersembahkan diri menjadi kurban yang tak
bernoda satu-satunya dan untuk selamanya (Ibr 9: 12; 10:10). 18 Sebab, setiap kali di altar
dirayakan kurban salib, dimana “Anak Domba Paska kita disembelih, yaitu Kristus (1 Kor
5:7), dilaksanakan karya penebusan manusia. 19 Dalam tradisi Gereja, terdapat usulan bahwa
harus dipertahankan bahwa Kristus mengadakan kurban pada saat perjamuan terakhir,
mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya (DS 938/1740 : CT VIII751).20
Lantas, roti dan anggur, dalam perkembangan teologi selanjutnya, terkhusus mengenai
ekaristi merupakan bahan makanan yang cocok untuk mengidentifikasi sakramen Kristus.
Makanan tersebut menjadi unggul, sebab memiliki nilai historis dan textual21 dengan tradisi.
Mulai dari tradisi perjamuan Yahudi, kata-kata institusi Yesus sendiri dalam perjamuan
malam terakhir hingga tradisi makan Paskah dengan menggunakan roti dan anggur. 22 Dalam
perjamuan Yahudi, roti dan anggur berfungsi sebagai “alat penghubung”.23 Maksudnya ialah,
dalam perjamuan tersebut roti dan anggur mempersatukan para hadirin yang hadir dengan
pemimpin pesta. Lebih daripada itu, dalam doa, mereka semua yang hadir dan ikut makan dari
meja yang sama dipersatukan dengan Allah. Dalam kisah Perjamuan Terakhir, waktu Yesus
mengucap “Inilah Tubuhku dan Inilah Darahku”, secara serempak mengangkat roti terlebih

18
Lumen Gentium art. 28.
19
Lumen Gentium art. 3.
20
Tom Jacobs, “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi” dalam buku BAPTIS KRISMA EKARISTI, J.B.
Banawiratma (ed). (Yogyakarta : Kanisius, 1989), 119.
21
Dalam sabda Yesus atas roti dan anggur terungkap 1) kehadiran Yesus dalam roti dan anggur yang diberikan
kepada para rasul; 2) penyerahan Yesus demi keselamatan orang; 3) ajakan Yesus untuk mengambil dalam
kurban-Nya dalam rupa roti dan anggur. (Jacobs. “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi”, 146).
22
McGowan, Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals, 92.
23
Jacobs. “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi”, 142.

8
:

dahulu lalu piala, lalu diberikan kepada para murid. Dengan kata lain, roti yang diberikan
Yesus itu merupakan tubuh-Nya sendiri, begitu pula dengan piala yang berarti darah-Nya.
Keterberian Yesus melalui roti dan anggur mengungkap sebuah kebersatuan-Nya kepada para
rasul, yakni kesatuan rahmat, kesatuan iman dan kesatuan pribadi. 24 Selain itu, sebagai
pengembangan refleksi yang sudah ada, roti dan juga piala menjadi “alat penghubung” antara
Yesus yang memberikan diri dan orang yang menyambut-Nya.25
Dalam konsili Trente, kehadiran Kristus (realis praesentia) secara nyata dalam rupa
tubuh dan darah, setelah roti dan anggur dikonsekrasikan (DS 876/1640). Hal itu terjadi,
supaya orang yang menyantap dan meminum bahan persembahan tersebut dapat berpartisipasi
dalam realitas kehidupan Kristus.

5. Jawaban akhir
Melalui kitab suci dan sejarah perkembangan ekaristi, dapat dimengerti bahwa roti dan
anggur merupakan sajian makanan yang dekat dengan manusia. Selain itu, roti dan anggur
menjadi tanda penyertaan Allah bagi manusia, sebab selalu hadir dan terlibat di dalam sejarah
manusia terutama dalam memberikan kepuasan duniawi, agar manusia tidak kelaparan. Oleh
sebab itu dalam kerangka refleksi iman, bukan Gereja yang dengan berbagai macam
pertimbangan pada akhirnya memilih roti dan anggur sebagai bahan persembahan, melainkan
Allah-lah yang menentukan sejak awal bahwa roti dan anggur akan terus mendampingi
manusia dalam sejarahnya hingga akhir. Dari waktu pertama, Allah sudah memilih kedua
bahan jamuan itu untuk menjadi sarana penghubung kepada manusia, dan hingga masa
kedatangan-Nya kembali bahan jamuan tersebut akan tetap dihidangkan.
Oleh karena hal itu, bahan jamuan ini memiliki dimensi anamnesis. Dimensi ini
mampu memuat ingatan / memoria serta mengungkap realitas manusia yang lain. 26 Roti dan
anggur ini merupakan jamuan sakramental. Bahwa dalam roti itu terdapat kenangan Yusuf
yang berjaya di Mesir (Kej 41), pergolakan orang Israel dalam mempertahankan tanah terjanji
yang sekaligus tanah pertaniannya, Paulus yang menasehatkan kepada jemaatnya bahwa
mereka adalah tubuh Kristus, dan Yesus sendiri yang memberikan diri-Nya dalam perjamuan
terakhir dan akhirnya menderita, wafat, bangkit dan naik ke surga. Sedangkan anggur,
terungkap tradisi kurban silih dan kurban bakaran sebagai pujian kepada Allah. Di dalamnya
juga terdapat usaha para tukang kebun dalam merawat satu-satunya harta paling dijaga, yakni
kebun anggur. Di dalam juga terdapat ungkapan kebahagiaan pada saat menyambut tamu

24
Jacobs. “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi”, 144.
25
Tom Jacobs. “Fenomena Liturgi Ekaristi” dalam buku BAPTIS KRISMA EKARISTI, J.B. Banawiratma (ed).
(Yogyakarta : Kanisius, 1989), 187.
26
Boff, Sakramen-sakramen dari Hidup dan Hidup dari Sakramen-sakramen, 36.

9
:

yang datang maupun pada saat pesta, sehingga ungkapan kebahagiaan itu menjadi tanda
bahwa Tuhan yang senantiasa menyertai perjalanan umat Israel. Dalam anggur pula menjadi
lambang darah bercampur air yang keluar dari tubuh Kristus sesudah ditusuk dengan tombak.
Anamnesis adalah pertama-tama “pengakuan iman Gereja”. Dalam dimensi anamnesis,
setiap orang mempersatukan diri dengan iman Gereja. 27 Konsili Trente melihat bahwa korban
Ekaristi tidak hanya bersifat pengenangan saja, tetapi ada motivasi eskatologis yang
terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, Paulus dalam surat kepada jemaat di Korintus
mengungkapkan bahwa, “setiap kali kamu makan roti ini dan minum piala ini, kamu
memberikan wafat, Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26). Paulus memberikan realita
sakramental bahwa ada harapan eskatologis dalam dimensi anamnesis. Demikianlah,
pengenangan sakramental ini adalah “ungkapan iman Gereja”.
Selain itu, sensus fidei juga menunjukan bahwa roti dan anggur yang hingga hari ini
dipakai sebagai bahan persembahan ekaristi diimani dapat berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus melalui konsekrasi. Sensus fidei lahir dari dalam Gereja, karena tradisi para rasul dan
kitab suci yang diteruskan turun-temurun. Oleh sensus fidei, iman kristiani akhirnya merasa
bahwa kekhasan Ekaristi ialah kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur. 28 Dalam
ekaristi, roti dan anggur “diubah menjadi tubuh dan darah mulia”. 29
Setidaknaya, dalam sensus fidei ini terdapat tiga aspek yang menunjukan iman yang
benar. Ketiga aspek itu adalah imanensi, transparansi dan transendesi.30 Roti dan anggur
mengandung memoria akan sesuatu yang bukan dari keduanya, sesuatu yang melampaui
keduanya. Keduanya merupakan imanen. Maksudnya adalah kehadiran fisiknya, berat dan
bahannya. Tidak hanya berhenti sampai di situ saja, realitas imanen ini melahirkan realitas
transparansi. Dalam roti dan anggur tersingkap realitas manusia yang menganggap keduanya
sebagai santapan, rasa lapar, usaha dan keringat para pembuatnya, kegembiraan ketika
membagi dan saling menerimakan. Seakan-akan seluruh dunia pada masa lampau muncul
kembali dan dihadirkan melalui realitas roti dan anggur. Realitas transparansi ini
menggandeng imanensi dan transendensi, sehingga unsur-unsur dari yang transenden dapat
dikenali dalam wujud yang imanen. Hal ini membuat roti dan anggur melampui dirinya
sendiri dan mengundang realitas transenden untuk benar-benar hadir dalam dunia.

6. Penutup

27
Jacobs. “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi”, 159.
28
Jacobs. “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi”, 161.
29
Gaudium et Spes Art. 38.
30
Boff, Sakramen-sakramen dari Hidup dan Hidup dari Sakramen-sakramen, 41.

10
:

Roti, Anggur dan Minyak merupakan tanda sakramental dari kehadiran Allah di
tengah-tengah dinamika manusia. Melaluinya, Allah dapat intervensi dalam historisitas
manusia, lebih dari itu Allah mendampingi perjalanan sejarah manusia dan turut hadir di
dalamnya. Roti dan anggur yang berupa makanan dan minuman yang mengenyangkan diubah
maknanya sesuatu yang menandakan diri Kristus. Sedangkan minyak menjadi tanda bahwa
wibawa Kristus dapat disalurkan kepada mereka yang menerima urapan dari minyak tersebut.
Oleh sebab itu, roti, anggur dan minyak merupakan substansi nyata yang dapat diindra dan
sifatnya imanen. Akan tetapi dibalik yang imanen itu terungkap sebuah kesungguhan misteri
Kristus. Demikianlah Gereja, dengan sensus fidei-nya, meyakini roti dan anggur menjadi
bahan persembahan dalam ekaristi.

DAFTAR PUSTAKA

Boff, Leonardo., Sakramen-sakramen dari Hidup dan Hidup dari Sakramen-sakramen,


Jakarta : Obor, 2007.
Jacobs, Tom., “Fenomena Liturgi Ekaristi” dalam buku BAPTIS KRISMA EKARISTI, J.B.
Banawiratma (ed)., Yogyakarta : Kanisius, 1989.
Jacobs, Tom., “Refleksi Teologis Tentang Ekaristi” dalam buku BAPTIS KRISMA EKARISTI,
J.B. Banawiratma (ed)., Yogyakarta : Kanisius, 1989.
Konsili Vatikan II, Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II (terjemahan: RP. Hardawiryana,
SJ), Jakarta: Dokpen KWI Obor, 1993.
Leon, Xavier – Dufour (ed). Stefan Leks dan A.S. Hadiwiyata., Ensiklopedi Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
McGowan, Andrew., Ascetics Eucharists : Food and Drink in Early Christian Ritual Meals,
New York, Oxford : Clarendon Press, 1999.

11

Anda mungkin juga menyukai