SPOROTRIKOSIS
Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sporotrikosis” ini dengan tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah mikologi yaitu Ibu dr. Ety Apriliana, M. Biomed. yang telah
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini dan juga kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah mikologi dengan pokok bahasan Sporotrikosis .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis ucapkan mohon maaf atas segala
kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….…….…..1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………..….....…………………………………….………......3
1.2. Rumusan Masalah…………………………………….....………...…….........3
1.3. Tujuan Penulisan……..…………………………………….……………..…...3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Macam-Macam Mikosis............................................................4
2.2 Pengertian, Epidemiologi dan Patogenesis Sporotrikosis..................................6
2.3 Deteksi Sampel dan Penanganan Sporotrichosis................................................8
2.4 Kasus Sporotrichosis..........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Mereka memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang
terlarut, mereka disebut sporofit. Fungi memiliki berbagai macam penampilan tergatung
pada spesiesnya.
Dalam Campbell (2003), fungi adalah eukariota dan sebagian besar adalah
eukariota multiseluler. Meskipun fungi pernah dikelompokkan kedalam kingdom
tumbuhan, fungi adalah organisme yang terpisah dari tumbuhan, fungi adalah organisme
unik yang umumnya berbeda dari eukariota lainnya ditinjau dari cara memperoleh
makanan, organisasi struktural serta pertumbuhan dan reproduksi.
Jamur sering dianggap sebagai organisme yang tergolong dalam tumbuhan,
tetapi adapula yang menganggap jamur sebagai golongan organisme yang terpisah dari
tumbuhan. Dengan demikian terdapat pula perbedaan dalam klasifikasinya, tetapi
perbedaan tadi terletak pada taksa yang lebih tinggi dari kelas, sedangkan taksa dari kelas
kebawah tidak terdapat perbedaan.
4
BAB II
ISI
Mikosis adalah infeksi jamur yang bisa mengenai manusia dan juga hewan. Infeksi ini
biasanya timbul dari spora -spora jamur yang terhirup sehingga menjadi infeksi jamur pada
paru ataupun pada kulit. Seperti telah diketahui, mikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh
jamur, pada umumnya bersifat kronis dapat ringan pada permukaan kulit, dapat pula
menembus kulit
Mikosis dikelompokkan atas dasar tempat infeksinya pada tubuh manusia, yaitu
mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik (profunda). Infeksi
yang diakibatkan oleh jamur dapat terjadi secara kompleks dalam skala ringan atau berat.
Pada kasus-kasus tertentu juga dijumpai adanya makanisme infeksi skunder akibat mikosis.
Reaksi imun sangat berperan penting sebagai pertahanan dari mikosis.
1) Mikosis Superfisial
Mikosis superfisial adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi
jamur atau ragi. Infeksi jamur yang termasuk mikosis superfisial adalah piedra hitam
(disebabkan oleh Piedraia hortae), piedra putih (disebabkan oleh Trichosporon
beigelii), pityriasis versicolor (disebabkan oleh Malassezia furfur), and tinea nigra
(disebabkan oleh Phaeoannellomyces werneckii).
2) Mikosis Kutan
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial
yang terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke jaringan yang lebih dalam.
Tinea pedis (kaki atlet)
Infeksi menyerang jaringan antara jari-jari kaki dan berkembang menjadi vesikel-
vesikel kecil yang pecah dan mengeluarkan cairan encer, disebabkan oleh
Trichophyton rubrum, T. Mentagrophytes, Epidemirmophyton floccosum.
Tinea Korporis, Tinea Kurtis (Kurap)
Menyerang kulit tubuh yang tidak berambut, disebabkan oleh serangan jamur T.
Rubrum, T metagrophytes, E. floccosum. Hifa tumbuh aktif ke arah pinggir
cincin stratum korneum yan belum terserang.
5
3) Mikosis Subkutan
Infeksi oleh jamur yang mengenai kulit, mengenai lapisan bawah kulit meliputi otot
dan jaringan konektif (jaringan subkutis) dan tulang.
Sporotrichosis
Akibat infeksi Sporothrix schenckii, yang merupakan jamur degan habitat pada
tumbuh-tumbuhan atau kayu. Invasi terjadi ke dalam kulit melalui trauma,
kemudian menyebar melalui aliran getah bening.
Kromoblastosis
Infeksi kulit granulomatosa progresif lambat yang disebabkan oleh Fonsecaea
pedrosoi, Fronsecaea compacta, Phialophora verrucosa, Cladosporium carrionii.
Habitat jamur ini adalah di daerah tropik, terdapat di dalam tumbuhan atau tanah,
di alam berada dalam keadaan saprofit.
Mycetoma (madura foot) : Infeksi pada jaringan subkutan yang disebabkan oleh
jamur Eumycotic mycetoma dan atau kuman (mikroorganisme) mirip jamur yang
disebut Actinomycotic mycetoma.
6
2.2 Pengertian, Epidemiologi dan Patogenesis Sporotrikosis
A. Pengertian Sporotrichosis
Sporotrichosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dismorfik
Sporothrix schenkii. Umumnya jamur ini menginfeksi dermis dan subkutis. Selain itu,
jamur ini dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan gangguan paru-paru, arthritis
hingga meningitis. Dengan kata lain, jamur ini dapat menyebabkan infeksi lokal
(subkutan) maupun sistemik. Lesi biasanya terletak pada ekstremitas, yang dimulai
dengan bentuk nodul. Kemudian nodul tumbuh, saluran limfe menjadi keras seperti
kawat dan membentuk rangkaian nodul, nodul ini menjadi lunak dan membentuk ulkus.
Kadang-kadang di dalam jaringan, sel jamur dikelilingi sebuah rumbai refraktil
eosinofil, badan asteroid, yang merupakan karakteristik organisme, walaupun gambaran
yang sama dapat ditemukan pada infeksi organisme lain (misalnya telur Schistosoma).
Sporotrikosis memiliki sinonim sebagai rose gardener’s disease. Hal ini disebabkan
oleh adanya kontaminasi dari duri mawar sebagai faktor penting infeksi dari
sporotrikosis.
B. Epidemiologi Sporotrichosis
7
hutan, dan pelancong yang menyebabkan kontak dengan tumpukan tanaman
penginfeksi. Organisme ini masuk ke dalam kulit sebagai luka setempat.
Sporotrikosis dapat menyerang semua usia dan jumlah penderita laki-laki dan
perempuan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Umumnya infeksi
terjadi akibat inokulasi jamur melalui duri tanaman, goresan, dan trauma kecil saat
rekreasi ataupun saat bekerja seperti berkebun, memancing, berburu, bertani dan
beternak, menambang dan memotong kayu. Selain itu, sporotrikosis juga berkaitan
dangan cakaran atau gigitan binatang. Sejak tahun 1984. kucing peliharaan
memmegang peranan yang penting terhadap transmisi mikosis ke manusia. Kasus
sporotrikosis yang disebabkan oleh hewan ini paling banyak terjadi di Brazil, dimana
anatara tahun1998 sampai 2004 didapatkan 1.503 kucing, 64 ekor anjing dan 759
manusia terinfeksi oleh jamur Sporothrix schenkii. Isolasi jamur dari kuku dan rongga
mulut kucing semakin menguatkan bahwa transmisi dapat terjadi melalui cakaran
ataupun gigitan.
C. Patogenesis Sporotrichosis
Sporotrikosis sangat sering didapat dari inokulasi kutaneus, terutama oleh vegetasi
seperti duri dan kayu. Transmisi dari hewan ke manusia jarang ditemukan. Inokulasi
yang multiple diperkirakan terjadi serentak. Hal ini dibingungkan dengan penyebaran
dari lesi primer yang tunggal. Gambaran dan rangkaian dari sporotrikosis bergantung
pada respon imun host serta ukuran dan virulensi inokulum. Pada host yang
sebelumnya tidak terinokulasi, terjadi keterlibatan pembuluh limfe regional. Dalam
kasus dengan host yang pernah terpapar dengan Sporothrix schenkii tidak terjadi
penyebaran pembuluh limfe dan sebuah fixed ulcer berada pada tempat inokulum atau
plaque yang granulomatous (terutama pada wajah).
Pada awalnya, infeksi jamur ini didapat melalui inokulasi kutaneus. Gambaran
awal berupa kemerahan, nekrotik, dan papul noduler dari sporotrikosis kutaneus
biasanya muncul pada minggu 1-10 setelah penetrasi luka di kulit. Lesi ini merupakan
granuloma supuratif yang mengandung histiosit dan giuant cells, dengan netrofil yang
mengumpul di tengah dan dikelilingi oleh limfosit dan sel plasma. Jaringan lain dapat
terlibat melalui perluasan langsung dan melalui hematogen (lebih jarang). Tempat
infeksi ekstrakutaneus yang paling sering adalah tulang, sendi, sarung tendon dan
bursae. Penyebaran secara hematogen-khususnya pada orang yang
8
immunocompromised- menghasilkan infeksi kutaneus dan visceral yang luas, termasuk
meningitis.
9
Gambar 4. Gambar bentuk ragi dari jamur Sporothrix schenkii
Berikut ini adalah kenampakan biakan pada saat diinkubasikan pada suhu 25-37°C
Gambar 5
Tindakan pencegahan
Pada industri pengolahan kayu, kayu hendaknya diberi fungisida didaerah dimana
sporotrochosis sering terjadi. Pakailah sepatu bot, baju lengan panjang jika
10
bekerja mengolah Sphagnum moss (sejenis lumut yang dipakai oleh tukang
bungan untuk menancapkan kembang dalam vas bunga).
Pengobatan
Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga
diberikan kalium-yodida per-oral, tapi tidak efektif dan menimbulkan efek
samping seperti ruam dan peradangan mata, mulut dan tenggorokan. Pengobatan
spesifik: Iodida oral dan itraconazole efektif untuk mengatasi infeksi
limfokutaneus, sedangkan untuk infeksi ekstrakutaneus adalah amphotericin B
(Fungizone , itraconazole juga efektif. Untuk infeksi yang meluas, diberikan
amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah).
Gambar 6
11
Terdapat juga nodul di daerah garis lu-rus dari dorsum manus ke arah daerah ku-
biti sinistra mengikuti aliran limf (nodul limfokutan). Dilakukan biopsi jaringan pa-da
daerah tersebut dan sampel dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi untuk pemeriksaan histopatologi; juga
dilakukan pemerikaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada nodul limfokutan di
daerah lengan bawah
Gambar 7. Biopsi aspirasi jarum halus pada nodul limfokutan di daerah antebrakium
Pada tanggal 4 Mei 2007 hasil diagno-sis histopatologi adalah infeksi jamur Spo-
rothrix schenckii (sporotrikosis). Demikian pula pada tanggal 3 Juni 2007 hasil kultur
jaringan dari Laboratorium Mikrobiologi FK Unsrat menunjukkan adanya jamur Spo-
rothrix schenckii. Pada kasus ini diberikan pengobatan topikal dengan kompres NaCl
0,9% dan asam fusidat serta pengobatan sistemik de-ngan itrakonasol 200 mg selama
12 bulan yang dibagi dengan pengobatan kontinyu 200 mg setiap hari selama 8 bulan.
Setelah mengalami perbaikan dengan delapan bulan pengobatan itrakonazol 200 mg
setiap hari, penderita tidak kembali kontrol selama tiga bulan. Pada kunjungan setelah
tiga bulan, penderita datang dengan keluhan adanya nodul baru dan tim-bul benjolan-
benjolan pada bekas luka dan benjolan lama. Penderita diberikan peng-obatan pulse
therapy dengan itrakonasol 2 x 200 mg sampai empat denyut. Beberapa nodul tampak
membaik dan ulserasi sem-buh, namun beberapa nodul hanya tampak mengecil tetapi
tidak hilang. Setelah tiga bulan tidak datang berobat, timbul lagi benjolan dan luka baru
sama seperti pada kunjungan kedua.
Biopsi aspirasi jarum halus dilakukan pada nodul limfokutan, dibuat beberapa
sedian hapusan yang difiksasi dengan alkohol 95%, kemudian diwarnai dengan
pengecatan Papanicolau. Hasil pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada
nodul limfokutan di daerah antebrakium sinistra tersebut tanggal 26 April 2007
memperlihatkan gambaran mikroskopik sediaan apus yang terdiri dari banyak sel-sel
12
radang yaitu sel-sel limfosit, sel plasma, PMN (netrofil), dengan di antaranya terdapat
granuloma sel-sel epiteloid bercampur dengan sel-sel radang PMN, dan sel plasma.
Tampak juga sel-sel datia dan spora-spora jamur Sporothrix schenckii berbentuk oval
dengan tonjolan/budding; sebagian terlihat seperti ka-rangan bunga, yang terutama
berada dalam histiosit.
Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi kulit pada tanggal 4 Mei 2007:
Makroskopik diterima sepotong jaringan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 cm, warna putih ke-
abuan, berkonsistensi kenyal. Pada pengecatan konvensional menggunakan
hematokslin eosin gambaran mikroskopik memperlihatkan jaringan kulit dilapisi
epidermis dengan hiperplasia dan papilomatous ringan, serta mikroabses
intraepidermal. Sel-sel radang ditemukan sampai pada dermis bagian bawah. Tidak
ditemukan spora jamur dalam potongan jaringan. Secara klinis kasus ini (Gambar 6)
sudah didiagnosis sebagai sportrikosis meskipun pemeriksaan histopatologi jaringan
biopsi dari lesi kulit pada tanggal 4 Mei 2007 hanya menunjukkan reaksi radang.
Sampel biopsi aspirasi jarum halus yang diperoleh dari nodul limfokutan ternyata
dapat mendeteksi adanya spora-spora jamur Sporothrix schenckii, sehingga dengan
demikian sarana pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus dapat digunakan
untuk identifikasi jamur yang pada pemeriksaan histopatologi jaringan tidak terdeteksi.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini pembaca mendapat pengetahuan baru seputar
mikosis subkutan terutama tentang sporotrikosis.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/venny-handayani-078114004-sporothrix-
schenckii3.pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/843/661
https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/viewFile/1571/1219
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/54299523?extension=doc&ft=15309
47509<=1530951119&&user_id=139187551&uahk=7ocfqBTFEu5vaRuwwscgzuJm
MqA
15