Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MIKOLOGI

SPOROTRIKOSIS

Dosen Pengampu : dr. Etty Apriliana, M.Biomed

Disusun Oleh :

1. Kadek Ananda Pratiwi (1613353048)


2. Rima Afriana (1613353018)

Jurusan : Analis Kesehatan

Prodi : DIV Analis Kesehatan

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sporotrikosis” ini dengan tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah mikologi yaitu Ibu dr. Ety Apriliana, M. Biomed. yang telah
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini dan juga kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah mikologi dengan pokok bahasan Sporotrikosis .

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis ucapkan mohon maaf atas segala
kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.

Bandar Lampung, 07 Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….…….…..1

DAFTAR ISI …………………………………………………...............................2

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………..….....…………………………………….………......3
1.2. Rumusan Masalah…………………………………….....………...…….........3
1.3. Tujuan Penulisan……..…………………………………….……………..…...3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Macam-Macam Mikosis............................................................4
2.2 Pengertian, Epidemiologi dan Patogenesis Sporotrikosis..................................6
2.3 Deteksi Sampel dan Penanganan Sporotrichosis................................................8
2.4 Kasus Sporotrichosis..........................................................................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan........................................................................................................13
3.2 Saran.................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Mereka memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang
terlarut, mereka disebut sporofit. Fungi memiliki berbagai macam penampilan tergatung
pada spesiesnya.
Dalam Campbell (2003), fungi adalah eukariota dan sebagian besar adalah
eukariota multiseluler. Meskipun fungi pernah dikelompokkan kedalam kingdom
tumbuhan, fungi adalah organisme yang terpisah dari tumbuhan, fungi adalah organisme
unik yang umumnya berbeda dari eukariota lainnya ditinjau dari cara memperoleh
makanan, organisasi struktural serta pertumbuhan dan reproduksi.
Jamur sering dianggap sebagai organisme yang tergolong dalam tumbuhan,
tetapi adapula yang menganggap jamur sebagai golongan organisme yang terpisah dari
tumbuhan. Dengan demikian terdapat pula perbedaan dalam klasifikasinya, tetapi
perbedaan tadi terletak pada taksa yang lebih tinggi dari kelas, sedangkan taksa dari kelas
kebawah tidak terdapat perbedaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari mikosis dan macam-macam mikosis ?
2. Apa yang dimaksud dengan sporotrikosis, epidemiologi sporotrikosis serta
patogenesisnya?
3. Bagaimana deteksi sampel dan penanganan terhadap sporotrikosis ?
4. Bagaimana kasus dari sporotrikosis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar pembaca mengetahui tentang mikosis dan macam-macam mikosis.
2. Agar pembaca mengetahui tentang sporotrikosis, epidemiolog, serta patogenesis
dan sporotrikosis.
3. Agar pembaca mengetahui tentang bagaimana cara mendeteksi sampel dan
penaganan terhadap sporotrikosis.
4. Agar pembaca dapat mengetahui salah satu contoh kasus sporotriko

4
BAB II

ISI

2.1 Pengertian dan Macam-Macam Mikosis

Mikosis adalah infeksi jamur yang bisa mengenai manusia dan juga hewan. Infeksi ini
biasanya timbul dari spora -spora jamur yang terhirup sehingga menjadi infeksi jamur pada
paru ataupun pada kulit. Seperti telah diketahui, mikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh
jamur, pada umumnya bersifat kronis dapat ringan pada permukaan kulit, dapat pula
menembus kulit
Mikosis dikelompokkan atas dasar tempat infeksinya pada tubuh manusia, yaitu
mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik (profunda). Infeksi
yang diakibatkan oleh jamur dapat terjadi secara kompleks dalam skala ringan atau berat.
Pada kasus-kasus tertentu juga dijumpai adanya makanisme infeksi skunder akibat mikosis.
Reaksi imun sangat berperan penting sebagai pertahanan dari mikosis.
1) Mikosis Superfisial
Mikosis superfisial adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi
jamur atau ragi. Infeksi jamur yang termasuk mikosis superfisial adalah piedra hitam
(disebabkan oleh Piedraia hortae), piedra putih (disebabkan oleh Trichosporon
beigelii), pityriasis versicolor (disebabkan oleh Malassezia furfur), and tinea nigra
(disebabkan oleh Phaeoannellomyces werneckii).

2) Mikosis Kutan
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial
yang terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke jaringan yang lebih dalam.
 Tinea pedis (kaki atlet)
Infeksi menyerang jaringan antara jari-jari kaki dan berkembang menjadi vesikel-
vesikel kecil yang pecah dan mengeluarkan cairan encer, disebabkan oleh
Trichophyton rubrum, T. Mentagrophytes, Epidemirmophyton floccosum.
 Tinea Korporis, Tinea Kurtis (Kurap)
Menyerang kulit tubuh yang tidak berambut, disebabkan oleh serangan jamur T.
Rubrum, T metagrophytes, E. floccosum. Hifa tumbuh aktif ke arah pinggir
cincin stratum korneum yan belum terserang.

5
3) Mikosis Subkutan
Infeksi oleh jamur yang mengenai kulit, mengenai lapisan bawah kulit meliputi otot
dan jaringan konektif (jaringan subkutis) dan tulang.
 Sporotrichosis
Akibat infeksi Sporothrix schenckii, yang merupakan jamur degan habitat pada
tumbuh-tumbuhan atau kayu. Invasi terjadi ke dalam kulit melalui trauma,
kemudian menyebar melalui aliran getah bening.
 Kromoblastosis
Infeksi kulit granulomatosa progresif lambat yang disebabkan oleh Fonsecaea
pedrosoi, Fronsecaea compacta, Phialophora verrucosa, Cladosporium carrionii.
Habitat jamur ini adalah di daerah tropik, terdapat di dalam tumbuhan atau tanah,
di alam berada dalam keadaan saprofit.
 Mycetoma (madura foot) : Infeksi pada jaringan subkutan yang disebabkan oleh
jamur Eumycotic mycetoma dan atau kuman (mikroorganisme) mirip jamur yang
disebut Actinomycotic mycetoma.

4) Mikosis Sistemik (Profunda)


Infeksi jamur yang mengenai organ internal dan jaringan sebelah dalam. Seringkali
tempat infeksi awal adalah paru-paru, kemudian menyebar melalui darah. Masing-
masing jamur cenderung menyerang organ tertentu.
 Blastomikosis
Infeksi yang terjadi melalui saluran pernafasan, menyerang pada kulit, paru-paru,
organ vicera tulang dan sistem syaraf yang diakibatkan oleh jamur Blastomycetes
dermatitidis dan Blastomycetes brasieliensi
 Kokodiodomikosis
Disebabkan oleh Coccidiodes immitis yang hidup di tanah, mikosis ini menyerang
paru-paru.
 Hitoplasmosis
Disebabkan oleh Hitoplasma capsulatum, jamur ini hidup pada tanah dengan
kandungan nitrogen tinggi (tanah yang terkontaminasi dengan kotoran unggas
atau ternak)

6
2.2 Pengertian, Epidemiologi dan Patogenesis Sporotrikosis
A. Pengertian Sporotrichosis
Sporotrichosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dismorfik
Sporothrix schenkii. Umumnya jamur ini menginfeksi dermis dan subkutis. Selain itu,
jamur ini dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan gangguan paru-paru, arthritis
hingga meningitis. Dengan kata lain, jamur ini dapat menyebabkan infeksi lokal
(subkutan) maupun sistemik. Lesi biasanya terletak pada ekstremitas, yang dimulai
dengan bentuk nodul. Kemudian nodul tumbuh, saluran limfe menjadi keras seperti
kawat dan membentuk rangkaian nodul, nodul ini menjadi lunak dan membentuk ulkus.
Kadang-kadang di dalam jaringan, sel jamur dikelilingi sebuah rumbai refraktil
eosinofil, badan asteroid, yang merupakan karakteristik organisme, walaupun gambaran
yang sama dapat ditemukan pada infeksi organisme lain (misalnya telur Schistosoma).
Sporotrikosis memiliki sinonim sebagai rose gardener’s disease. Hal ini disebabkan
oleh adanya kontaminasi dari duri mawar sebagai faktor penting infeksi dari
sporotrikosis.

Gambar 1. Konidiofor dan konidia dari jamur Sporothrix schenkii

B. Epidemiologi Sporotrichosis

Infeksi sporotrikosis terjadi pada negara-negara beriklim sedang dan tropis.


Sporotrikosis dapat ditemukan di negara Amerika Utara, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan, termasuk juga Amerika Serikat bagian selatan dan Meksiko, juga di
negara Afrika, Mesir, Jepang, dan Australia. Negara dengan rasio infeksi tertinggi
antara lain: Meksiko, Brazil, dan Afrika Selatan. Di Eropa, infeksi sporotrikosis ini
sudah jarang terjadi. Di alam, jamur ini tumbuh pada bagian tanaman yang telah
membusuk seperti tumpukan batang tanaman yang telah membusuk. Walaupun infeksi
sporotrikosis ini biasanya sporadis tumbuhan, daun dan, Sporothrix schenkii juga
menyerang para pekerja yang kontak langsung dengan organisme ini seperti mereka
yang menggunakan jerami sebagai bahan penutup tubuh, tukang kebun, pekerja di

7
hutan, dan pelancong yang menyebabkan kontak dengan tumpukan tanaman
penginfeksi. Organisme ini masuk ke dalam kulit sebagai luka setempat.

Sporotrikosis dapat menyerang semua usia dan jumlah penderita laki-laki dan
perempuan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Umumnya infeksi
terjadi akibat inokulasi jamur melalui duri tanaman, goresan, dan trauma kecil saat
rekreasi ataupun saat bekerja seperti berkebun, memancing, berburu, bertani dan
beternak, menambang dan memotong kayu. Selain itu, sporotrikosis juga berkaitan
dangan cakaran atau gigitan binatang. Sejak tahun 1984. kucing peliharaan
memmegang peranan yang penting terhadap transmisi mikosis ke manusia. Kasus
sporotrikosis yang disebabkan oleh hewan ini paling banyak terjadi di Brazil, dimana
anatara tahun1998 sampai 2004 didapatkan 1.503 kucing, 64 ekor anjing dan 759
manusia terinfeksi oleh jamur Sporothrix schenkii. Isolasi jamur dari kuku dan rongga
mulut kucing semakin menguatkan bahwa transmisi dapat terjadi melalui cakaran
ataupun gigitan.

C. Patogenesis Sporotrichosis

Sporotrikosis sangat sering didapat dari inokulasi kutaneus, terutama oleh vegetasi
seperti duri dan kayu. Transmisi dari hewan ke manusia jarang ditemukan. Inokulasi
yang multiple diperkirakan terjadi serentak. Hal ini dibingungkan dengan penyebaran
dari lesi primer yang tunggal. Gambaran dan rangkaian dari sporotrikosis bergantung
pada respon imun host serta ukuran dan virulensi inokulum. Pada host yang
sebelumnya tidak terinokulasi, terjadi keterlibatan pembuluh limfe regional. Dalam
kasus dengan host yang pernah terpapar dengan Sporothrix schenkii tidak terjadi
penyebaran pembuluh limfe dan sebuah fixed ulcer berada pada tempat inokulum atau
plaque yang granulomatous (terutama pada wajah).

Pada awalnya, infeksi jamur ini didapat melalui inokulasi kutaneus. Gambaran
awal berupa kemerahan, nekrotik, dan papul noduler dari sporotrikosis kutaneus
biasanya muncul pada minggu 1-10 setelah penetrasi luka di kulit. Lesi ini merupakan
granuloma supuratif yang mengandung histiosit dan giuant cells, dengan netrofil yang
mengumpul di tengah dan dikelilingi oleh limfosit dan sel plasma. Jaringan lain dapat
terlibat melalui perluasan langsung dan melalui hematogen (lebih jarang). Tempat
infeksi ekstrakutaneus yang paling sering adalah tulang, sendi, sarung tendon dan
bursae. Penyebaran secara hematogen-khususnya pada orang yang

8
immunocompromised- menghasilkan infeksi kutaneus dan visceral yang luas, termasuk
meningitis.

Gambar 2 . Sporotrikosis limfokutaneus, lesi ulserasi spenjang sistem limfe

2.3 Deteksi Sampel dan Penanganan Sporotrichosis


Sumber terbaik dari bahan untuk diagnostik pemeriksaan Sporotrichosis adalah
pulasan eksudat dan biopsi. Sporothrix schenkii sangat jarang terlihat pada
pemeriksaan mikroskopis langsung karena raginya biasanya muncul hanya pada jumlah
kecil; organiseme penyebab dapat diisolasi dengan membacanya pada agar Saboraud’s.
Pada kultur yang pertama kali, jamur tumbuh sekaligus dan berkembang menjadi jamur
dengan kepadatan dan koloni putih yang menggelap sesuai usia. Secara miroskopis,
hifa memproduksi konidia segitiga atau konidia oval yang kecil yang keduanya ada
pada hifa yang khusus pada miselium.

Gambar 3. Jamur Sporothrix schenkii pada media agar Saboraund.

Secara histopatologis, inflamasi supuratif dan granulomatous terlihat di dermis


dan subkutan. Organisme penyebab jarang terlihat.

Pewarnaan antibodi fluoresensi mungkin membantu menggambarkan bentuk cigar


(cigar-shaped) ragi. Atau dapat juga diwarnai dengan metenamin Gomori dan
pewarna jamur lainnya (walau seringkali tidak terlihat).

9
Gambar 4. Gambar bentuk ragi dari jamur Sporothrix schenkii

Tes diagnostik dapat dilakukan di laboratorium sebagai berikut :


Konfirmasi laboratorium dilakukan dengan kultur dan biopsi nanah atau eksudat.
a) Pemeriksaan mikroskopik :
Pada lesi manusia organisme jarang terlihat, sedangkan untuk sel-sel nya yang
bertunas, banyak terdapat pada tikus yang diinfeksi pada laboratorium.
b) Biakan :
Pada agar sabouraud, koloni-koloni tampak khas dengan pengelompokkan
konidia. Jamur ini berubah menjadi morfologi ragi selama inkubasi pada suhu
37◦C.
c) Serologi :
Aglutinasi suspensi sel ragi atau partikel-partikel lateks yang diliputi oleh antigen
timbul dalam titer tinggi pada serum penderita yang terinfeksi, tetapi hal ini tidak
diagnostik.

Berikut ini adalah kenampakan biakan pada saat diinkubasikan pada suhu 25-37°C

Gambar 5

 Tindakan pencegahan
Pada industri pengolahan kayu, kayu hendaknya diberi fungisida didaerah dimana
sporotrochosis sering terjadi. Pakailah sepatu bot, baju lengan panjang jika

10
bekerja mengolah Sphagnum moss (sejenis lumut yang dipakai oleh tukang
bungan untuk menancapkan kembang dalam vas bunga).

 Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan.


Disinfeksi serentak : Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dan pembalut luka.
Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari dan temukan penderita yang belum
terdiagnosa dan yang belum diobati.

 Pengobatan
Pengobatannya bisa dengan itrakonazol per-oral (melalui mulut). Bisa juga
diberikan kalium-yodida per-oral, tapi tidak efektif dan menimbulkan efek
samping seperti ruam dan peradangan mata, mulut dan tenggorokan. Pengobatan
spesifik: Iodida oral dan itraconazole efektif untuk mengatasi infeksi
limfokutaneus, sedangkan untuk infeksi ekstrakutaneus adalah amphotericin B
(Fungizone , itraconazole juga efektif. Untuk infeksi yang meluas, diberikan
amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah).

2.4 Kasus Sporotrichosis


Seorang laki-laki berusia 63 tahun, suku Jawa, pekerjaan tukang bangunan yang
berdomisili di daerah pedesaan datang ke Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin RSU
Prof.Dr.R.D.Kandou pada tanggal 26 April 2007. Sebelum timbul benjolan, penderita
pernah mengalami luka kecil akibat terkena palu saat bekerja. Luka tersebut sembuh,
tetapi kemudian pada bekas luka timbul benjolan yang pertama kali. Benjolan tersebut
membesar dan kemudian pecah. Benjolan juga menyebar membentuk garis lurus. Pada
pemeriksaan klinik status dermatologi pada daerah dorsum manus, ante-brakium, dan
brakium sinistra sinistra ditemukan papul, nodul eritematosa dan multipel, ulkus
berukuran 1-3 cm yang ditutupi dengan krusta coklat kehitaman, sebagian permukaan
tampak basah, terdapat lesi sate-lit berupa papul eritematous mengelilingi ulkus.

Gambar 6

11
Terdapat juga nodul di daerah garis lu-rus dari dorsum manus ke arah daerah ku-
biti sinistra mengikuti aliran limf (nodul limfokutan). Dilakukan biopsi jaringan pa-da
daerah tersebut dan sampel dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi untuk pemeriksaan histopatologi; juga
dilakukan pemerikaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada nodul limfokutan di
daerah lengan bawah

Gambar 7. Biopsi aspirasi jarum halus pada nodul limfokutan di daerah antebrakium

Pada tanggal 4 Mei 2007 hasil diagno-sis histopatologi adalah infeksi jamur Spo-
rothrix schenckii (sporotrikosis). Demikian pula pada tanggal 3 Juni 2007 hasil kultur
jaringan dari Laboratorium Mikrobiologi FK Unsrat menunjukkan adanya jamur Spo-
rothrix schenckii. Pada kasus ini diberikan pengobatan topikal dengan kompres NaCl
0,9% dan asam fusidat serta pengobatan sistemik de-ngan itrakonasol 200 mg selama
12 bulan yang dibagi dengan pengobatan kontinyu 200 mg setiap hari selama 8 bulan.
Setelah mengalami perbaikan dengan delapan bulan pengobatan itrakonazol 200 mg
setiap hari, penderita tidak kembali kontrol selama tiga bulan. Pada kunjungan setelah
tiga bulan, penderita datang dengan keluhan adanya nodul baru dan tim-bul benjolan-
benjolan pada bekas luka dan benjolan lama. Penderita diberikan peng-obatan pulse
therapy dengan itrakonasol 2 x 200 mg sampai empat denyut. Beberapa nodul tampak
membaik dan ulserasi sem-buh, namun beberapa nodul hanya tampak mengecil tetapi
tidak hilang. Setelah tiga bulan tidak datang berobat, timbul lagi benjolan dan luka baru
sama seperti pada kunjungan kedua.

Biopsi aspirasi jarum halus dilakukan pada nodul limfokutan, dibuat beberapa
sedian hapusan yang difiksasi dengan alkohol 95%, kemudian diwarnai dengan
pengecatan Papanicolau. Hasil pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada
nodul limfokutan di daerah antebrakium sinistra tersebut tanggal 26 April 2007
memperlihatkan gambaran mikroskopik sediaan apus yang terdiri dari banyak sel-sel

12
radang yaitu sel-sel limfosit, sel plasma, PMN (netrofil), dengan di antaranya terdapat
granuloma sel-sel epiteloid bercampur dengan sel-sel radang PMN, dan sel plasma.
Tampak juga sel-sel datia dan spora-spora jamur Sporothrix schenckii berbentuk oval
dengan tonjolan/budding; sebagian terlihat seperti ka-rangan bunga, yang terutama
berada dalam histiosit.

Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi kulit pada tanggal 4 Mei 2007:
Makroskopik diterima sepotong jaringan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 cm, warna putih ke-
abuan, berkonsistensi kenyal. Pada pengecatan konvensional menggunakan
hematokslin eosin gambaran mikroskopik memperlihatkan jaringan kulit dilapisi
epidermis dengan hiperplasia dan papilomatous ringan, serta mikroabses
intraepidermal. Sel-sel radang ditemukan sampai pada dermis bagian bawah. Tidak
ditemukan spora jamur dalam potongan jaringan. Secara klinis kasus ini (Gambar 6)
sudah didiagnosis sebagai sportrikosis meskipun pemeriksaan histopatologi jaringan
biopsi dari lesi kulit pada tanggal 4 Mei 2007 hanya menunjukkan reaksi radang.

Hasil pemeriksaan histopatologi dengan pengecatan konvensional (hematoxy-lin


eosin) tidak memperlihatkan adanya spora jamur Sporothrix. Spora jamur tidak mudah
terlihat dengan pewarnaan konven-sional (hematoxylin eosin), tetapi paling baik
ditunjukkan dengan pewarnaan PAS, atau methenamine silver. Dengan menggunakan
kedua pewarnaan khusus di atas dapat meningkatkan frekuensi penemuan spora jamur.
Juga disebutkan bahwa jika spora jamur tidak ditemukan pada potongan jaringan, maka
diagnosis sporotrikosis hanya dapat dicurigai.

Pada kasus-kasus yang meragukan dapat dilakukan tes kulit sporotrikosis.


Pendapat lain menyatakan bahwa hal ini harus dikonfirmasi dengan isolasi dan kultur
mikroorganisme atau pemeriksaan imunohistokimia. Pada penderita ini tidak dilakukan
pewarnaan khusus maupun imunohisto-kimia tetapi telah dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan kultur jamur yang menunjukkan hasil positip, sehingga diagnosis
sporotrikosis tidak diragukan lagi.

Sampel biopsi aspirasi jarum halus yang diperoleh dari nodul limfokutan ternyata
dapat mendeteksi adanya spora-spora jamur Sporothrix schenckii, sehingga dengan
demikian sarana pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus dapat digunakan
untuk identifikasi jamur yang pada pemeriksaan histopatologi jaringan tidak terdeteksi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sporotrichosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dismorfik


Sporothrix schenkii. Umumnya jamur ini menginfeksi dermis dan subkutis. Selain itu,
jamur ini dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan gangguan paru-paru, arthritis
hingga meningitis. Di alam, jamur ini tumbuh pada bagian tanaman yang telah
membusuk seperti tumpukan batang tanaman yang telah membusuk. Walaupun infeksi
sporotrikosis ini biasanya sporadis tumbuhan, daun dan, Sporothrix schenkii juga
menyerang para pekerja yang kontak langsung dengan organisme ini seperti mereka
yang menggunakan jerami sebagai bahan penutup tubuh, tukang kebun, pekerja di
hutan, dan pelancong yang menyebabkan kontak dengan tumpukan tanaman
penginfeksi. Organisme ini masuk ke dalam kulit sebagai luka setempat.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini pembaca mendapat pengetahuan baru seputar
mikosis subkutan terutama tentang sporotrikosis.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/venny-handayani-078114004-sporothrix-
schenckii3.pdf

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/843/661

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/viewFile/1571/1219

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/54299523?extension=doc&ft=15309
47509&lt=1530951119&&user_id=139187551&uahk=7ocfqBTFEu5vaRuwwscgzuJm
MqA

15

Anda mungkin juga menyukai