Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian yang paling banyak di dunia.


Salah satu penyakit kardiovaskuler yang sering dijumpai adalah kelainan katup jantung.
Secara anatomis, jantung memiliki empat buah katup, yakni katup aorta, katup mitral, katup
pulmonal, dan katup trikuspidalis.
Penyakit katup jantung merupakan kelainan aliran darah yang melintasi katup
jantung. Katup jantung yang normal seharusnya memiliki aliran yang searah dan tidak
terhambat. Katup jantung akan membuka dan menutup karena adanya perbedaan tekanan
antara atrium dengan ventrikel jantung, atau karena perbedaan tekanan antara ventrikel
jantung dengan lumen pembuluh darah.
Penyakit kelainan katup jantung paling banyak terjadi pada katup aorta yang
mengatur aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dan pada katup mitral yang mengatur aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Terdapat dua jenis gangguan fungsional yang
disebabkan oleh kelainan katup jantung, yakni stenosis katup dan insufisiensi katup. Stenosis
katup terjadi bila lumen katup mengalami retriksi sehingga menghalangi aliran dan
menyebabkan peningkatan beban kerja karena ruang jantung perlu meningkatkan tekanan
untuk mengatasi peningkatan resistensi terhadap aliran darah. Insufesiensi katup terjadi bila
daun katup gagal menutup dengan sempurna sehingga memungkinkan aliran balik darah yang
dapat menyebabkan peningkatan volume kerja jantung karena jantung perlu memompa
volume untuk mengganti darah yang mengalir balik.
BAB II
PEMBAHASAN

1. ANATOMI NORMAL JANTUNG


2. GAMBARAN RADIOLOGI NORMAL JANTUNG
Radiologi adalah suatu ilmu tentang penggunaan sumber sinar pengion dan bukan
pengion, gelombang suara dan magnet untuk imaging diagnostic serta terapi yang
bertujuan untuk menegakkan diagnosis melalui pembuatan foto dari bagian tubuh
manusia, dengan cara berkas sinar-X ditembuskan melalui pasien mencapai plat fotografi.
Aplikasi pemanfaatan sinar-X untuk pemeriksaan bagian tubuh manusia sangat beragam,
diantaranya untuk pemeriksaan toraks (Sutton, 1995).
Foto toraks adalah pemeriksaan radiologi yang paling sering dilakukan. Untuk
pemeriksaan rutin dilakukan foto proyeksi posterio-anterior (PA) dan bila perlu dapat
dilakukan foto proyeksi lateral, karena pada foto proyeksi anterio-posterior (AP),
bayangan cor akan termagnifikasi dan menutupi sebagian pulmo karena letak cor jauh
dari film. Itulah sebabnya dipilih foto proyeksi PA. Foto proyeksi AP diambil jika pasien
tidak dapat turun dari tempat tidur sehingga pasien difoto di tempat tidur sambil
terlentang. Karena pasien terlentang, pada foto proyeksi AP, costae bagian posterior
tampak lebih mendatar, diafragma tampak lebih tinggi dan volume pulmo tampak lebih
kecil jika dibandingkan pada pasien dengan posisi berdiri. Pada foto proyeksi PA jarak
antara tabung dan film (FFD/film-focus distance) sekitar 1,8 m, biasanya digunakan
tegangan 60-90 kV. Tegangan yang tinggi 120-150 kV dapat digunakan untuk
memperjelas tanda-tanda yang ada di jaringan pulmo (Forrest & Feigin, 1992).
Foto thoraks dada memberikan informasi tentang ukuran dan konfigurasi jantung
dan pembuluh darah besar. Untuk menilai jantung proyeksi yang dipakai adalah proyeksi
foto posteroanterior (PA) dan lateral.
Secara normal gambaran katup jantung secara radiologis dapat dilihat pada gambar
berikut.
3. INSUFISIENSI AORTA
A. Definisi
Insufisiensi katup aorta adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta
selama diastol. Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran
balik) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi (Noer, 1996).
B. Etiologi
Insufisiensi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam
kelainan, yaitu:
 Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada
- Penyakit kolagen
- Aortis sifilitika
- Diseksi aorta
 Penyakit katup artifisial
- Penyakit jantung reumatik
- Endokarditis bakterialis
- Aorta artficial congenital
- Ventrikel septal defect
- Ruptur traumatik
 Genetik
- Sindrom marfan
- Mukopalisakaridosis
(Braunwald, 1995)
C. Patogenesis
Insufisiensi aorta mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume
akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan
penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup
ventrikel kiri juga meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri
yang dapat menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada tahap kronik, faktor miokard
primer atau lesi sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas
miokard ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta
penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan
hipertensi vena pulmonal (Sarano ME, 2004).
D. Manifestasi Klinik
Insufisiensi aorta biasanya terdeteksi oleh pemeriksaan klinis. Pada
insufisiensi aorta ringan atau akut, jantung berukuran normal, namun pada insufisiensi
aorta berat dapat ditemukan jantung yang tampak membesar serta impuls apeks
bergeser ke infero lateral. Karakteristik bising diastolik insufisiensi aorta adalah bunyi
bernada tinggi. Bising ini terdengar paling jelas di perbatasan sternum kiri. Juga
ditemukan bising diastolik murmur di apeks (austin flint murmur). Dan apabila,
keadaan ini berlangsung terus menerus gejala sesak napas dan nyeri dada pun akan
semakin meningkat (Sarano ME, 2004).
E. Diagnosis
 Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan adanya pulsasi arteri karotis
yang nyata serta denyut pada apeks saat penderita berbaring ke sisi kiri. Selain
itu bisa timbul denyut jantung prematur , oleh karena curah sekuncup yang
besar setelah diastolik yang panjang. Pada penderita kronis bisa timbul gejala
gagal jantung, termasuk dispneu saat aktivitas, edema paru dan kelelahan.
Angina cenderung timbul saat istirahat saat timbulnya bradikardi dan lebih
lama menghilang dibandingkan angina karena penyakit jantung koroner.
 Pemeriksaan Fisik :
- Inspeksi: Normal/ aktivitas jantung kiri meningkat
- Palpasi : Normal/ iktus kordis bergeser kelateral bawah, thrill diastolik di
apex
- Perkusi : Normal/ pinggang jantung merata, iktus kordis bergeser ke lateral
bawah
- Auskultasi : Intensitas bunyi jantung normal atau menurun, early diastolik
murmur di LSB III-IV, mid diastolik murmur di apex (austin flint murmur)
 Foto rontgen : terlihat ventrikel kiri membesar, atrium kiri membesar, dilatasi
aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah pada insufisiensi akut, tapi
terlihat edema paru.
Gambar Insufisiensi Aorta dengan edema pulmo

 Elektrokardiogram : Terlihat gambaran hipertrofi ventrikel kiri, amplitudo


QRS meningkat, ST-T berbentuk tipe diastolik-overload, interval P-R
memanjang.
 Ekokardiogram : memberikan gambaran anatomi pangkal aorta dan
katup aorta, fungsi ventrikel juga dapat dinilai. Peningkatan dimensi aorta
menyokong kearah insufisiensi kronik (Purnomo, et all, 2003).
F. Terapi
 Pengobatan medikamentosa
- Vasodilator hidralazin
Yaitu melebarkan pembuluh darah sehingga mengurangi beban kerja
jantung.
- Ace-inhibitor
Yaitu dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan
mengurangi beban di ventrikel kiri, sehingga dapat memperlambat
progresifitas dari disfungsi miokardium.
-Diureetika
Yaitu untuk mengurangi retensi cairan
- Beta bloker
- Antibiotik preventif (penisilin).
 Pengobatan pembedahan
Pembedahan dilakukan hanya pada insufisiensi aorta akibat dari diseksi aorta, reparasi
katup aorta bisa dipertimbangkan. Sedangkan pada insufisiensi aorta akibat penyakit
lainnya, katup aorta umumnya harus diganti dengan katup artifisial.
G. Prognosis
Tujuh puluh persen penderita dengan insufisiensi aorta kronis mampu bertahan
5 tahun, sedangkan tiga puluh persen mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis
ditegakan. Penderita dengan insufisiensi aorta lebih mudah terkena endokarditis
infeksi. Namun pada penderita insufisiensi aorta akut dan edema paru memiliki
prognosis buruk, biasanya harus dilakukan operasi (Purnomo, 2003).

4. STENOSIS AORTA
A. Definisi
Stenosis aorta adalah kekakuan pada katup aorta. Katup aorta yang seharusnya
berfungsi dengan baik saat sistolik maupun diastolik mengalami kekakuan sehingga
aliran darah tidak dapat masuk ke aorta secara sempurna (Price dan Wilson, 2005).

B. Etiologi
Stenosis aorta dapat terjadi pada supravalvular, valvular, dan subvalvular.
Lokasi pada supravalvular jarang ditemukan dan biasanya terkait dengan William’s
syndrome (hyperkalemia, facies Elin, stenosis pulmonal, hipoplasia aorta, dan
stenosis pada arteri renalis, arteri coeliaca, dan arteri mesenterika superior).
Lokasi valvular lebih sering ditemukan dibandingkan lokasi supravalvular.
Biasanya Stenosis aorta valvular dikaitkan dengan proses lanjut dari degenerasi katup
bicuspid. Sedangkan aorta stenosis subvalvular terkait dengan kardiomiopati
hipertrofi dan membrane fibrosa subaortik. Ketiga lokasi yang disebutkan di atas
semuanya merupakan jenis stenosis aorta tipe kongenital. Sementara stenosis aorta
tipe didapat disebabkan dari rheumatic valvulitis dan degeneratif (fibrocalsific senile
aorta stenosis) (Braunwald, 2003).
C. Patogenesis
Stenosis aorta akan menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada
waktu sistolik. Meningkatnya resistensi pada ejeksi ventrikel menyebabkan beban
tekanan ventrikel kiri meningkat. Kondisi yang terus menerus seperti ini akan
menyebabkan ventrikel kiri memompa lebih kuat dan terjadilah hipertrofi ventrikel
kiri.
Ventrikel kiri sebenarnya memiliki kemampuan kompensasi yang cukup besar.
Pada awal stenosis maka bentrikel kiri akan memperbesar tekanan dan
memperpanjang waktu ejeksi. Namun kompensasi yang telah terlampaui akan
menimbulkan titik kritis pada stenosis aorta. Titik kritis terjadi bila lumen katup aorta
mengecil dari ukuran 3-4 cm2 menjadi kurang dari 0,8 cm2. Biasanya tidak terdapat
perbedaan tekanan antar dua sisi katup sampai ukuran lumen berkurang menjadi 50 %
(Price dan Wilson, 2005).
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada stenosis aorta antara lain:
1. Angina
Angina ditimbulkan karena ketidakseimbangan persediaan oksigen dan kebutuhan
oksigen untuk miokard
2. Sinkop
3. Kegagalan ventrikel kiri
Kondisi ini merupakan kompensasi dari stenosis pada aorta
E. Diagnosis
Tanda yang ditemukan pada stenosis aorta antara lain:
1. Pada auskultasi terdengar bising ejeksi sistolik dan pemisahan bunyi jantung 2
yang paradoksal
2. Pada ekokardiografi tampak kalsifikasi katup jantung
3. Pada elektrokardiografi tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
4. Pada foto thoraks PA/ Lateral tampak dialatasi pasca stenosis pada aorta
ascendens dan kalsifikasi katup
5. Pada temuan hemodinamim menunjukkan perbedaan tekanan aorta yang
bermakna (50-10 mmHg), peningkatan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan
pengisian karotis yang tertunda.
Apabila gejala-gejala tersebut diabaikan, maka prognosis akan semakin
memburuk. Kemungkinan hidup rata-rata kurang dari lima tahun (Panggabean, 2009).
Gambaran Radiologis
Stenosis aorta akan dapat memberikan gambaran radilogis jantung
normal pada awalnya, namun semakin lama dengan bertambahnya pressure load akan
terjadi peningkatan CTR sampai pada kondisi kardiomegali (CTR > 50%).
Fluoroscopy pada aorta akan menunjukkan gambaran kalsifikasi katup aorta. Pada

kasus Stenosis aorta murni tanpa disertai dengan insufisiensi aorta, gambaran
silhouette akan tampak normal karena kondisi yang terjadi hanyalah hipertofi
ventrikel kiri.
Stenosis aorta dengan pembesaran aorta ascenden, LVH, dan kalsifikasi pada katup mitral
(Webb dan Higins, 2005).
F. Terapi
1. Aktifitas fisik dihentikan pada pasien stenosis aorta berat (<0,5 cm2).
2. Nitrogliserin diberikan pada stenosis aorta dengan manifestasi angina
3. Operasi dianjurkan bila area katup <1 cm2, disfungsi ventrikel kiri, dilatasi pasca
stenosis aorta. Operasi dilakukan dnegan bedah thoraks kardiovaskuler untuk
mengganti katupyang rusak dengan katup prosthetic. Untuk pasien yang tidak
dapat dioperasi karena berbagai pertimbangan, dapat dilakukan Transcatheter
Aortic Valve Replacement (TAVR) (Braunwald et al, 2005).

3. INSUFISIENSI MITRAL
A. Definisi
Insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refruks darah dari ventrikel
kiri ke atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup dengan
sempurna. Pada insufisiensi katup mitral terjadi penurunan kontraktilitas yang
biasanya bersifat irreversibel dan disertai dengan terjadinya kongesti vena pulmonalis
yang berat dan edema pulmonal (Braunwald et al., 2005).
B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi
menjadi reumatik dan non reumatik. Untuk non reumatik disebabkan oleh proses
degeneratif, endocarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma
dan sebagainya. Insufisiensi mitral sering timbul pada pasien penyakit jantung kronik.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Insufisiensi
mitral murni agak jarang terjadi, lebih sering terjadi adalah insufisiensi mitral yang
dikombinasi dengan stenosis mitral. Riwayat penyakit jantung rematik ditemukan
pada 75% pasien, dan ternyata kasus-kasus fatal yang memerlukan tindakan operasi
sekitar 50% didasarkan atas penyakit jantung rematik ini (Sanjaya, et al., 2008).
C. Patogenesis
Katup mitral pada insufisiensi mitral, tidak dapat menutup secara sempurna
pada saat fase sistolik. Hal ini dapat diakibatkan adanya kalsifikasi, penebalan dan
distorsi daun katup. Selama fase sistolik terjadi aliran balik ke atrium kiri, sedangkan
aliran ke aorta berkurang. Walaupun demikian output ventrikel kiri ke aorta harus
dipertahankan secara optimal dengan mekanisme kompensasi, ventrikel kiri
berkontraksi lebih kuat, sampai timbul dekompensasi. Akhirnya ventrikel kiri akan
berdilatasi juga sebagai akibat volume darah banyak masuk dari atrium kiri pada saat
sistolik. Pada saat diastolik darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Darah
atrium kiri tersebut berasal dari paru-paru melalui vena-vena pulmonalis dan juga
darah dari insufisiensi yang berasal dari ventrikel kiri pada waktu sistolik
sebelumnya. Selanjutnya akan timbul dilatasi dari atrium kiri, dimana dilatasi ini akan
menyebabbkan insufisiensi semakin banyak, timbul hipertensi pulmonan seperti yang
terjadi pada stenosis mitral, walau terjadinya jarang dan secara klinis lebih ringan
dibandingkan dengan stenosis mitral (Braundwald, et al., 2005).
Hipertensi pulmonal akan menimbulkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
pada beberapa kasus. Edema pulmoner akut jarang timbul pada insufisiensi mitral.
Fibrilasi atrium dapat terjadi pada insufisiensi yang sudah lama dan biasanya secara
klinis ringan (Luc, et al., 2004).
Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibagi kedalam fase akut, fase kronik
yang terkompensasi dan fase kronik dekompensasi. Pada fase akut sering disebabkan
adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel kiri. Ventrikel kiri menjadi overload
oleh karena tiap kontraksi tidak hanya memompa darah menuju aorta (cardiac output
atau stroke volume kedepan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium kiri (regurgitasi
volume). Kombinasi stroke volume kedepan dan regurgitasi volume dikenal sebagai
total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel kiri meningkat (ejeksi
fraksi meningkat) tetapi cardiac output menurun. Volume regurgitasi akan
menimbulkan overload volume dan overload tekanan pada atrium kiri dan
peningkatan tekanan di atrium kiri akan menghambat aliran darah dari paru yang
melalui vena pulmonalis (Amal, 2014).
Pada fase kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara perlahan-
lahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase akut diobati
dengan medikamentosa maka pasien akan memasuki fase terkompensasi. Pada fase
ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan volume diastolik yang
bertujuan untuk meningkatkan stroke volume agar mendekati nilai normal. Pada
atrium kiri, akan terjadi kelebihan volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri
dan tekanan pada atrium akan berkurang. Hal ini akan memperbaiki drainase dari
vena pulmonalis sehingga gejala dan tanda kongesti pulmonal akan berkurang (Amal,
2014).
Pada fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium ventrikel
kiri yang inadekuat untuk mengkompensasi kelebihan volume dan stroke volume
ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke volume menyebabkan penurunan
cardiac output dan peningkatan end-systolic volume. Peningkatan endsystolic volume
akan meningkatkan tekanan pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis sehingga
akan timbul gejala gagal jantung kongestif. Pada fase lebih lanjut akan terjadi cairan
ekstravaskular pulmonal (pulmonary ekstravaskular fluid). Ketika regurgitasi
meningkat secara tiba-tiba, akan mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dan
akan diarahkan balik ke sirkulasi pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema
pulmonal (Sanjaya, 2008).
D. Manifestasi Klinis
Selain dilatasi atrium kiri juga ventrikel kiri, insufisiensi mitral juga akan
menyebabkan terjadinya edema paru pada pasien dengan insufisiensi mitral yang
kronik, dimana daerah lubang regurgitasi akan dapat berubah secara dinamis dan
bertanggung jawab terhadap kondisi kapasitas perubahan daun katup mitral dan
ukuran ventrikel kiri serta akan menurunkan kekuatan menutup dari katup mitral. Dari
beberapa penelitian dikatakan bahwa pasien yang mengalami disfungsi sistolik
ventrikel kiri, edema pulmonal akut mempunyai hubungan yang erat dengan
perubahan dinamik pada regurgitasi mitral iskemi dan menghasilkan peningkatan
tekanan pembuluh darah pulmonal (Amal, 2014).
Edema pulmonal akut merupakan proses yang dramatis dan merupakan
manifestasi dari gagal jantung. Patogenesisnya belum diketahui sepenuhnya dan
penyebabnya dapat berupa sindrom koroner akut, takiaritmia, lesi valvular, disfungsi
diastolik dengan eksaserbasi akut pada hipertensi. Edema pulmonal pada insufisiensi
mitral terjadi ketika cairan dari pembuluh darah pulmonal ke interstitial meningkat.
Hukum starling akan menentukan keseimbangan cairan antara alveoli pulmonal
dengan pembuluh darah. Edema pulmonal disebabkan karena peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler paru yang menyebabkan transudasi cairan ke interstitial dan
alveoli. Peningkatan tekanan atrium kiri juga akan meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan tekanan di pembuluh darah kecil paru sehingga timbul edema paru
(Manurung, 2001).
Adanya tanda gagal jantung kanan dengan nyeri hepar akibat kongesti, edema
tungkai, vena leher distensi, asites, sering terjadi pada pasien insufisiensi mitral yang
dihubungkan dengan hipertensi pulmonal. Pada pasien dengan regurgitasi mitral akut
dan berat sering disertai dengan gagal ventrikel kiri dan edema pulmonal akut.
Fibrilasi atrium dapat terjadi sebagaimana biasanya terdapat pada insufisiensi yang
lama (Amal, 2014).
E. Diagnosis
 Anamnesis
Sebagaimana pada stenosis mitral sebagian besar penderita insufisiensi mitral
menyangkal adanya riwayat demam reumatik sebelumnya. Regurgitasi mitral dapat
ditolelir dalam jangka waktu yang lama tanpa keluhan jantung, baik sewaktu istirahat
maupun saat melakukan kerja sehari-hari. Sering keluhan sesak nafas dan lekas capek
merupakan keluhan awal yang secara berangsur-angsur berkembang menjadi
ortopneu, paroksismal dispneu nocturnal dan edema perifer (Yusak, 2003).
 Pemeriksaan Fisik
Fasies mitral lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan stenosis mitral
karena tekanan paru akan lebih rendah. Pada palpasi, tergantung derajat
regurgitasinya, mungkin didapatkan aktivitas jantung kiri meningkat. Pada auskultasi
terdengar bising pansistolik yang bersifa meniup (blowing) di apeks menjalar ke
aksila, dan mengeras pada ekspirasi. Bunyi jantung I melemah. Terdengar bunyi
jantung III sebagai akibat pengisian cepat ke ventrikel kiri pada awal distol dan diikuti
diastolic flow murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri
(Yusak, 2003).
– Inspeks : Normal/aktifitas jantung kiri meningkat.
– Palpasi : Normal/iktus kordis bergeser ke lateral bawah, thrill sistolik di apex.
– Perkusi : Normal/pinggang jantung menghilang, iktus kordis bergeser ke
lateral bawah.
– Auskultasi : Intensitas bunyi jantung 1 melemah, bunyi jantung II
N/meningkat, pan sistolik murmur di apex menjalar ke aksila. Tanda
dekompensasi kordis kiri.
 Elektrokardiogram : LAH, LVH, atrial fibrilasi
 Foto thoraks
Akibat adanya insufisiensi, pada tiap-tiap sistolik ada darah yang mengalir
kembali dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Darah yang kembali ini disebut sebagai
regurgitasi. Regurgitasi ini akan menyebabkan dilatasi atrium kiri. Pada diastolik
ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dengan jumlah yang lebih dari biasa,
sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri yang kemudian akan disusul oleh dilatasi
Perubahan pada jantung pada insusifiensi mitral murni yang penting dilihat
adalah melihat tanda pembesaran kiri dan ventrikel kiri.
a. Proyeksi Posteroanterior
- Dilatasi atrium kiri yang mendorong esophagus ke sisi kanan.
- Adanya batas kembar (“double contour”) pada sisi kanan bawah.
- Aurikel atrium kiri tampak menonjol di pinggang jantung.
- Bronkus utama kiri terdorong ke atas.
- Jantung membesar ke kiri dengan apeks jantung tertaman di bawah
diafragma kiri.
- Segmen pulmonalis tak terlalu menonjol.
- Bila insufisiensi lanjut, tampak pelebaran vena-vena suprahiler.

Gambar 2 Foto Thoraks PA dengan LVH

Gambar 3 Foto Thoraks Jantung dengan gambarang double contour

b. Proyeksi Lateral
- Atrium kiri mendorong esophagus ke belakang
- Ventrikel kiri membesar ke belakang dan melewati vena cava inferior.
Gambar 4 Foto Thoraks Lateral dengan LVH

 Ekokardiogram : LAH, LVH, fungsi LV normal/menurun, aliran regurgitan pada


saat sistol di ruang LA/derajat MR.
 Laboratorium : tidak memberikan gambaran khas.
F. Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien insufisiensi mitral bertujuan untuk
memperbaiki curah jantung, mengurangi regurgitasi, dan memperbaiki edema
pulmonal. Pada mitral regurgitasi akut, dapat diberikan:
 Diuretik IV, memperbaiki edema pulmonal
 Vasodilator (Na nitroprusida, memperbaiki curah jantung
 Warfarin, memperbaiki fibrilasi atrial
 Pengobatan untuk menangani gagal jantung, seperti diuretic, beta blocker, ACE-I,
dan digitalis, dapat menangani MR yang terdapat kardiomyopati.
Sedangkan, pemberian vasodilator pada insufisiensi mitral kronik tidak
disarankan karena tidak memberikan prognosis yang boik. Karena insufisiensi mitral
kronik dapat menyebabkan gangguan fungsi kontraktilitas jantung dan gagal jantung,
disarankan penangan dengan pembedahan katup mitral.
G. Prognosis
Apabila LVF timbul, keadaan umum penderita merosot cepat, pasien akan
lebih bebas keluhan daripada mitral stenosis.

4. STENOSIS MITRAL
A. Definisi
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah
yang melintasi katup-katup tersebut. Katup normal memiliki dua ciri aliran yang kritis
yaitu aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi.
Katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di proksimal katup lebih
besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah distal katup. Daun katup
sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang kecil (kurang dari 1
mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan menutup daun katup
tersebut. Jantung terletak dalam mediastinum dirongga dada, yaitu diantara kedua
paru-paru.
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup
mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol (Sudoyo B et al., 2007).
Stenosis mitral merupakan kasus yang sudah jarang ditemukan dalam praktek
sehari-hari terutama diluar negeri. Sebagaimana diketahui stenosis mitral paling
sering disebabkan oleh penyakit jantung reumatik yang menggambarkan tingkat sosial
ekonomi yang rendah.
Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang
menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan
memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi
kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat.
Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak
dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru
dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru.
Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral
menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini
menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya
(Asdie, 2001)..
B. Etiologi
Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif
dari demam reumatik oleh infeksi steptokokus. Penyebab lain walaupun jarang dapat
juga stenosis mitral kongenital, vegestasi systemic lupus erythematosus (SLE),
deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phenteramin, Rhematoid arthritis (RA), serta
kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif
(Asdie, 2001).
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel
kiri seperti cor iriatrium,miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis
mitral. Dari pasien dengan penyakit jantungkatup ini 60% dengan riwayat demam
reumatik,sisanya menyangkal.selain daripada itu 50% pasien dengan karditis reumatik
akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik (Aru et al., 2007).
C. Patogenesis
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fungsi komisura katup mitral
pada waktu fase penyembuhan demam rematik.terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal (Lili
et al., 1996).
Stenosis mitral murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita
penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih,
setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi
onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya (Asdie, 2001).
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir
katup mitral.hal ini akan meningkatan tekanan diruang atrium kiri,sehingga timbul
perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik.
Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan
selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.bendungan ini akan
menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian akan terjadi sembab
alveolar.pecahan vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,kemudian
terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub trikuspid atu
pulmonal.akhirnya vena sistemik akan mengalami pembendungan pula.bendungan
hati yang berlangsung lama akn mendapatkan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardi.tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada
tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik.rengangan otot-otot atrium
dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium.hal ini dapat
menganggu penggisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus
di atrium kiri.
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien
transmitral,dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral,serta hubungan antara
lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.Berdasarkan
luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut (Aru, 2000) :
1. Minimal : bila area >2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1-1,4 cm2
4. Berat : bila area <1,0 cm2
5. Reaktif : bila area <1,0 cm2
D. Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai 1/2 normal (<2-2,5 cm2) (Aru et al., 2007). Sebagian besar
pasien menyangkal riwayat demam reumatik sebelumnya keluhan berkaitan dengan
tingkat aktifitas fisik dan tidak hanya ditemukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya:
wanita hamil.keluhan dapat betupa takikardi, dispnea, takipnea, atau ortopnea, dan
denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung, batuk darah, atau
tromboemboli cerebral maupun perifer (Lily et al., 1996).
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri
pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan
atrium kiri,vena pulmonal dan interstisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu
mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih kearah bendunga
vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa
fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat
kasar,bising menggerendang (rumble), aksentuasi peristolik, dan mengerasnya bunyi
jantung satu. Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai
bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Pada fase lanjutan, ketika sudah
terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru,akan terdengar ronki basah atau mengi
pada pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan.keluhan dan
tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda-tanda
bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites dan edema tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal
hati akan mencolok, seperti ikterus, menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi
kulit (fase mitral), dan sebagainya.
E. Diagnosis
 Foto thorak
Gambaran foto torak pada stenosis mitral dapat berupa pembesaran atrium
kiri,pelebaran arteri pulmonal (karena peninggian tekanan), aorta yang relatif kecil
(pada penderita dewasa dan fase lanjut penyakit), dan pembesaran ventrikel kanan.
Terkadang terlihat perkapuran didaerah katup mitral atau perikard. paling terlihat tanda-
tanda bendungan vena.
Stenosis mitral menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-
perubahan pembuluh darah paru-paru. Perubahan pembuluh darah paru ini tergantung
pada beratnya stenosis mitral dan kondisi dari jantung. Konveksitas dari batas kiri
jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat
dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, dimana salah satunya
menonjol. Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat secara
signifikan (Asdie, 2000).
Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan stenosis mitral yaitu adanya
double contour yang mengarah pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-
garis septa yang terlokalisasi (Asdie, 2000).
 Ekokardiogram
Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-doppler sangat penting
peranannya dalam diagnostik. Teknik ini mampu menentukan derajat stenosis katup
mitral,dimensi ruang2 jantung,ada tidaknya kelainan penyerta terutama insufisiensi
mitral, stenosis atau insufisiensi aorta, ada tidaknya trombus pada atrium kiri.
Untuk menentukan morfologi dan dinamika katup mitral dan struktur subvalvar
dapat dilakukan dengan cara gerald 1 oleh wilkins dengan melihat mobilitas katup,
penebalan dinding, kalsifikasi, dan keterlibatan sub valbilar.

F. Terapi
Diuretik dapat menurunkan preload dan kongesti vena pulmonal.
G. Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi. Gangguan dapat saja ringan, tanpa gejala, atau
menjadi berat. Riwayat yang banyak terjadi pada stenosis mitral adalah:
1. Timbulnya murmur 10 tahun setelah masa demam rematik
2. 10 tahun berikutnya gejala berkembang
3. 10 tahun berikutnya sebelum penderita mengalami sakit serius.
Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Stenosis mitral biasanya dapat
dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan.
Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral
valve replacement adalah 2-5% (Sudoyo, et al., 2007).
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas,dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran balik) darah dari
aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Gambaran radiologis insufisiensi aorta
adalah tampak ventrikel kiri membesar, atrium kiri membesar, dilatasi aorta.
2. Stenosis aorta adalah kekakuan pada katup aorta sehingga aliran darah tidak dapat masuk
ke aorta secara sempurna. Gambaran radiologis menunjukkan terjadi peningkatan CTR
sampai pada kondisi kardiomegali (CTR>50%) dan dengan fluoroscopy pada aorta akan
menunjukkan gambaran kalsifikasi katup aorta
3. Insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke
atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup dengan sempurna.
Gambaran radiologis tampak hipertrofi ventrikel kiri yang kemudian akan disusul oleh
dilatasi.
4. Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari
atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Gambaran
foto torak pada stenosis mitral dapat berupa pembesaran atrium kiri,pelebaran arteri
pulmonal (karena peninggian tekanan), aorta yang relatif kecil (pada penderita dewasa
dan fase lanjut penyakit), dan pembesaran ventrikel kanan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H.Asdie. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 13,Volume


3,EGC,Jakarta hal 1185-1190

Amal M. Pulmonary edema. Available at: URL: http:// www. emedicine. com/med/topic
1955.html. 2014; Accessed May 16, 2014

Aru W Sudoyo,Bambang setiyohadi,Idrus Alwi,Narcellus Simadibrata K,Siti Setiati. 2007.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI.
hal 1581-1586.

Braunwald E, Valvular heart disease. In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD,

Braunwald et al (2005). Congenital aortic stenosis i: clinical and hemodynamic findings in


100 patients; ii. surgical treatment and the results of operation. Journal of The
American Heart Association.

Braunwald Eugene (2003). Harrison’s Advanced in Cardiology. Philadelphia: McGrawHill


Professional
Forrest, J.V., Feigin, D.S. 1992. Radiologi Thorax: Interpretasi Hasil. Jogjakarta: Widya
Medika, PP.21-42

Lily, ismudianti rilantono, Faisal baraas, Santoso karo-karo, Poppy surwianti roebiono. 1996.
Buku Ajar KARDIOLOGI. Jakarta : FKUI. hal135-139.

Luc AP, Patricio L. The role of ischemic mitral regurgitation in the pathogenesis of acut
pulmonary edema. N Engl J Med 2004;351:1627-34.

Martin JD, Kasper DL, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York:
Mc Graw Hill; 2005.p.1390-7.

Mansjoer, Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi,Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwiek.
2001. Kardiologi Dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid satu. Jakarta :
Media Aesc lapius. hal 443-444.

Manurung D. Regurgitasi mitral. In: Aru W, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, Siti S, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2001.p.1587-90.

Noer S, Waspadji, et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Ketiga . FKUI:
Jakarta, 1996

Panggabean MM (2009). Stenosis aorta. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta :
Interna Publishing.

Price SA, Wilson LM (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Purnomo H. Insufisiensi Aorta dalam Rilanto L, Baraas F, Karo S, Roebiono PS. Buku Ajar
Kardiologi.

Sarano ME, Tajik AJ, et all. Aortic Regurgitation. N Engl J Med 2004; 351:1539-1546
Sutton, D. 1995. Buku Ajar Radiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. Jakarta: EGC

Webb WR, Higgins CB (2005). Thoracic Imaging, Pulmonary And Cardiovascular


Radiology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Yusak, Mitral Insufisiensi dalam Rilantono, LI, Baraas, F, Karo, SK, Roebiono PS., 2003
Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI.

Anda mungkin juga menyukai