PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan kerja praktek di PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan pengalaman lingkungan kerja dan mendapat peluang untuk berlatih
menangani permasalahan dalam dunia industri serta melaksanakan studi banding
antara teori yang didapat di kuliah dengan penerapannya di lapangan.
2. Menambah wawasan aplikasi teknik mesin dalam bidang penerbangan.
3. Mengetahui perkembangan teknologi dalam dunia penerbangan.
4. Memperoleh pemahaman yang komprehensif akan dunia kerja melalui learning by
doing.
5. Mengetahui perkembangan teknologi di bidang industri, terutama yang diterapkan di
PT. Dirgantara Indonesia.
6. Untuk memenuhi beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai
persyaratan di Departemen Teknik Mesin FTI-ITS.
7. Meningkatkan pengetahuan mengenai Flight Control Systems pada pesawat N219 dan
menghitung nilai Gearing Ratio pada sistem mekanik Rudder pesawat terbang N219.
2
4. Perhitungan Gearing Ratio Aileron pesawat terbang N219 dengan metode grafik hanya
didasarkan pada data MOCR TEST LOG FN-72 PD1, FN-71 PD1, FN-70 PD1, FN-22 PD2,
FN-23 PD2, dan FN-26 PD2.
3
Tabel 1.1 Realisasi Kegiatan
Minggu Ke-
NO Bentuk Kegiatan
I II III IV V
1. Pemyesuaian Program
4
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
6
NBK117, BN109, SA330 Puma, NAS332 Super Puma dan Nbell412. Hal ini kemudian berlanjut
pada keberhasilan membuat pesawat N250 dan N2130.
Secara resmi PT IPTN yang berlokasi di Kota Bandung, di mulai dengan hanya 500
karyawan pada tahun 1976 kemudian 900 karyawan pada tahun 1983 dan pada akhir tahun 1990
sampai tahun 1997 sudah mencapai kurang lebih 16000 karyawan. Sejak tahun 2003 sampai
sekarang jumlah karyawan kurang lebih 4500 orang.
Selama 24 tahun PT IPTN telah berkembang dengan pesat, untuk itu guna memperluas
bidang usahanya di berbagai jenis bidang maka PT IPTN diubah menjadi PT Dirgantara Indonesia
pada tahun 2000 pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Dengan nama yang
baru, PT Dirgantara Indonesia tidak hanya khusus memproduksi pesawat terbang tetapi juga
berbagai produk, contohnya sistem persenjataan didalam pesawat terbang.
7
karyawan 9.670 sebelumnya, sementara delapan belas unit bisnis, menjadi:
Aircraft (Pesawat & Helikopter).
Aircraft Services (Maintenance, Overhaul, Perbaikan dan Perubahan).
Aerostructure (Parts & Components, Assemblies, Assemblies Tools & Equipment).
Engineering Services (Communication Technology, Simulator Teknologi, Information
Technology Solution, Design Center).
Untuk kedepannya, diharapkan industri pesawat terbang ini akan menjadi efisien dan
beradaptasi institusi bisnis. Dirgantara Indonesia meliputi wilayah 86,98 hektar bangunan.
Kegiatan produksi perusahaan ditopang oleh 232 unit dari berbagai mesin dan peralatan. Selain
ini, ada beberapa peralatan lainnya tersebar di berbagai lini perakitan, laboratorium, dan
pelayanan & pemeliharaan unit.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia (IAe) (PT Dirgantara Indonesia, 2019)
8
PT.DI dipimpin oleh seorang direktur utama yang dibantu oleh sekretaris perusahaan,
asisten direktur utama bagian hubungan pemerintahan, satuan pengawasan intern, divisi
pengamanan dan divisi perencanaan perusahaan. Lalu dibawahnya lagi terdapat beberapa
direktorat yang memiliki macam-macam divisi dibawahnya, yaitu direktorat keuangan, direktorat
umum &sumber daya manusia, direktorat niaga & restrukturisasi, direktorat teknologi &
pengembangan, dan direktorat produksi. Selain itu PT.DI juga memiliki unit bisnis strategis
aircraft services.
10
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Teknologi dan Pengembangan PT. Dirgantara
Indonesia (IAe) (PT Dirgantara Indonesia, 2014)
Pada gambar 2.2 dapat dilihat ada berbagai macam departemen yang terdapat pada suatu
divisi dalam suatu direktorat, yang dimaksud pada gambar 2.2 ini yaitu direktorat teknologi dan
pengembangan divisi pusat teknologi. Divisi pusat teknologi memiliki 5 departemen yang
memiliki fungsi masing-masing. Tiap departemen memiliki kode tersendiri untuk mempermudah
dalam pemberian nama. Departemen yang ada tersebut adalah departemen pengembangan
teknologi & produk baru, aerodinamika, analisa struktur, analisa sistem, dan rekayasa industri &
perangkat lunak.
11
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
N219 adalah pesawat terbang multifungsi generasi baru yang dirancang oleh PT.
Dirgantara Indonesia dengan desain yang cocok untuk menjangkau tujuan dengan landasan pacu
yang pendek maupun daerah terpencil. N219 di desain untuk dapat membawa hingga 19
penumpang. Pesawat terbang N219 memiliki bagian kabin terbesar di kelasnya, mesin yang
terbukti dan efisien, system avionik yang canggih, landing gear dengan roda tiga yang tetap, serta
pintu kargo yang lebar untuk mendukung kemampuan multifungsi dan perubahan konfigurasi
yang cepat. Dengan demikian, pesawat terbang N219 dirancang untuk memberikan keuntungan
kepada pengguna dari aspek teknis dan ekonomi. Selain konfigurasi angkutan penumpang,
pesawat terbang N219 juga dapat dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk memenuhi
berbagai persyaratan misi seperti transportasi pasukan, transportasi kargo atau logistik,
pengamatan dan patroli, evakuasi medis, serta misi pencarian dan penyelamatan.
3.1.1 Fitur
Mesin : Dua buah Limited PT6A-42 Turboprop Pratt Whitney Aircraft of Canada
dengan masing-masing 850 SHP
Baling-baling : Hartzell 4-Blade Metal Propeller
3.1.3 Performa
3.1.4 Berat
Wing atau sayap pada pesawat ini memiliki daya angkat yang di sebabkan oleh perbedaan
tekanan antara sayap sisi bagian bawah mempunyai tekanan yang lebih besar daripada sayap
bagian atas sehingga sayap dapat memiliki daya angkat (Thrust) jika melewati aliran udara
dengan kecepatan tertentu. Karena sayap pesawat di sambung dengan badan pesawat (fuselage)
maka badan pesawat dapat terangkat bersama dengan sayap. Sayap pesawat N219 ini
menggunakan profil High Wing dimana letak sayap berada di atas fuselage
Flight control system digunakan mengendalikan pesawat terbang secara aman pada saat
melakukan take-off, landing, maupun arah dan ketinggian saat penerbangan. Masing-masing
pesawat terbang memiliki tipe flight control system yang berbeda-beda tergantung dari arsitektur
dan cara terbang pesawat. Terdapat berbagai jenis flight control system, diantaranya adalah
manual flight control system. Desain flight control system yang paling dasar adalah dibuat secara
mekanik dan sesuai dengan konsep awal dari sebuah pesawat terbang. System control mekanik
dikendalikan secara manual oleh pilot, oleh sebab itu dapat disebut juga manual flight control
system.
Flight control system yang digunakan pada pesawat terbang N219 adalah manual flight
control system. Sistem yang digunakan pada pesawat terbang N219 merupakan single channel
system yang dirancang dengan mekanisme sederhana untuk mencapai biaya yang rendah dalam
manufaktur dan produksi serta perawatan yang mudah . Flight control system secara mekanik
15
dioperasikan dengan control wheel, yoke column, pedals, bell-crank, lever, push-pull rods,
quadrants, pulleys, torque tube dan rangkaian kabel loop tertutup konvensional yang dapat
dioperasikan dari bagian pilot dan co-pilot
Gambar 3.2 Bagian Flight Control System Pada Pesawat Terbang N219
Primary flight control system merupakan sebuah sistem pada pesawat terbang yang
digunakan untuk melakukan control terhadap gerakan pitch, yaw, dan roll pada saat pesawat
melakukan penerbangan. Primary flight control system pada pesawat terbang N219 meliputi :
16
Gambar 3.3 Primary Flight Control Systems
17
Tabel 3.1 Komponen Aileron Control System
No. Deskripsi
1 Control Wheel (include trim switch)
2 Shaft
3 Universal Joint
4 Bevel Gear
5 Forward Control Rod
6 Rod End
7 Forward Bell-crank Assy
8 Forward Quadrant
9 Aft Quadrant
10 Aft Interconnect Rod
11 Aft Control Rod
12 Aft Bell-crank Assy
13 Control Cable
14 Pulley
15 Turnbuckle
Sistem mekanik pada Aileron dapat berfungsi diawali dengan pergerakan pada control
wheel yang di transmisikan oleh shaft, universal joint, bevel gear, yang terhubung ke fore cable
quadrant melalui lever dan bell-crank.
18
Gambar 3.5 Elevator Control System Pesawat Terbang N219
No. Deskripsi
1 Yoke Column
2 Forward Quadrant
3 Control Cable
4 Forward Control Rod
5 Aft Control Rod
6 Torque Tube
7 Rod End
8 Aft Quadrant
9 Control Cable
10 Pulley
11 Turnbuckle
19
Gamber 3.6 Rudder Control System Pesawat Terbang N219
Rudder dikendalikan dengan menggunakan system mekanik pedal. Terdapat dua pedal
kanan dan kiri yang masing-masing untuk pergerakan yaw ke kiri dan ke kanan. Pergerakan ini
digunakan untuk menstabilkan pesawat secara direksional atau arah, dengan demikian
pergerakan rudder berdefleksi ke kiri atau kanan.
No. Deskripsi
1 Pedal Assembly
2 Pedal Control Rod
3 Interconnecting Control Rod
4 End Rod
5 Forward Quadrant
6 Aft Quadrant
7 Torque Tube
8 Control Tube
9 Pulley
10 Turnbuckle
Flaps System
Flight Director / Autopilot
Trim Tab
Balance Tab
20
Ground Gust Lock System
21
Gambar 3.8 Trim Tab
22
Gambar 3.10 Ground Gust Lock System
23
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
24
BAB IV
ANALISISA GEARING RATIO PADA SISTEM MEKANIK AILERON PESAWAT TERBANG N219
Gearing Ratio adalah sebuah nilai perbandingan dari pergerakan kendali pesawat pada
kokpit terhadap pergerakan komponen Primary Flight Control Systems (Aileron, Elevator, dan
Rudder). Kendali pesawat yang dimaksud yaitu Wheel, Column, dan Pedal dimana Wheel bertugas
mengendalikan Aileron, Column mengendalikan Elevator, dan Pedal mengendalikan Rudder. Nilai
Gearing Ratio pada Flight Control System diperoleh dengan memperoleh nilai perbandingan yang
dihasilkan dari setiap komponen yang menghubungkan kendali pesawat dengan Primary Flight
Control Systems. Selisih antara tiap komponen yang memiliki radius akan diinterpretasikan
nilainya terhadap pergerakan sistem kendali pesawat.
Sistem mekanik Aileron pada pesawat terbang N219 membutuhkan beberapa komponen seperti
pada gambar 3.4. Beberapa komponen memiliki nilai radius tertentu yang dibutuhkan untuk
melakukan analisa gearing ratio adalah sebagai berikut :
a. Steering Wheel
b. Bevel Gear
c. Forward Quadrant
d. Lever
e. Aft Quadrant Center Wing
f. Aft Quadrant Outer WIng
g. Bell-Crank
h. Aileron Hinge
Perhitungan dilakukan dengan dua metode. Pertama menggunakan metode rasio defleksi dan
kedua menggunakan metode mekanikal atau analisa perbandingan radius setiap komponen. Pada
metode Rasio Defleksi memperhatikan perbandingan defleksi sudut alat dan primary control
system. Untuk Aileron yang diperhatikan adalah perbandingan defleksi sudut steering wheel
dengan defleksi sudut yang terjadi pada Aileron. Sedangkan pada metode mekanikal
menggunakan analisa perbandingan radius setiap komponen pada sistem kontrol Aileron.
25
𝜃𝑎
𝐹𝑤 = 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝑙𝑤 𝑥 𝜃𝑤
𝑭𝒘 = 𝑮 𝒙 𝑯𝒎𝒂
Sehingga,
𝜽𝒂
𝑮=
𝒍𝒘 𝒙 𝜽𝒘
Keterangan :
Fw = Gaya Pilot pada wheel ( Newton )
Hma = Hinge Moment yang bekerja pada Aileron ( Nm )
G = Gearing Ratio ( 1/m atau rad/m )
𝛉a = Defleksi Aileron ( deg atau rad )
𝛉w = Defleksi wheel ( deg atau rad )
lw = Radius steering wheel ( meter )
Maka, nilai Gearing Ratio pada Aileron berdasarkan metode rasio defleksi adalah sebagai berikut:
𝜃𝑤 𝑥 𝑙𝑤
𝐻𝑚𝑎 = 𝑥 𝐹𝑤
𝜃𝑎
76,5° + 76,5° 1
𝐻𝑚𝑎 = 𝑥 𝑥 0,29542 𝑥 𝐹𝑤
20° + 20° 2
26
𝑯𝒎𝒂 = 𝟎, 𝟓𝟔𝟒 𝒙 𝑭𝒘
Maka,
𝟏 𝟏
𝑮= = 𝟏, 𝟕𝟕 ( )
𝟎, 𝟓𝟔𝟒 𝒎
Nilai Gearing Ratio Aileron berdasarkan metode rasio defleksi sebesar 1,77
AILERON
No Komponen Radius ( mm )
1 Wheel 147.71
2 Bevel Gear 1 15.00
3 Bevel Gear 1 30.00
4 Bevel Gear 2 20.00
5 Bevel Gear 2 30.00
6 Forward Quadrant 78.80
7 Aft Quadrant Center Wing 75.00
8 Aft Quadrant Outer Wing 75.00
9 Lever 70.00
10 Bell Crank 69.987
11 Aileron Hinge 96.55
Sehingga perhitungan nilai gearing ratio aileron menggunakan metode mekanikal adalah sebagai
berikut :
𝐹1 𝑥 𝑅1 = 𝐹2 𝑥 𝑅2
𝑀1 = 𝐹2 𝑥 𝑅2
𝐹3 𝑥 𝑅3 = 𝐹4 𝑥 𝑅4
𝑅4
𝐹3 = 𝐹4 𝑥 ( )
𝑅3
Karena F2 = F3 maka,
𝑅4
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( ) 𝑥 𝐹4
𝑅3
27
Analisa Gear 2 dan Forward Quadrant ( 5 dan 6 ) :
𝐹5 𝑥 𝑅5 = 𝐹6 𝑥 𝑅6
𝑅6
𝐹5 = 𝐹6 𝑥 ( )
𝑅5
Karena F4 = F5 maka,
𝑅4 𝑅6
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹6
𝑅3 𝑅5
Anlisa Aft Quadrant Center Wing dan Aft Quadrant Outer Wing ( 7 dan 8 ) :
𝐹7 𝑥 𝑅7 = 𝐹8 𝑥 𝑅8
𝑅8
𝐹7 = ( ) 𝑥 𝐹8
𝑅7
Karena F6 = F7 maka,
𝑅4 𝑅6 𝑅8
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹8
𝑅3 𝑅5 𝑅7
𝐹9 𝑥 𝑅9 = 𝐹10 𝑥 𝑅10
𝑅10
𝐹9 = ( ) 𝑥 𝐹10
𝑅9
Karena F8 = F9 maka,
𝑅4 𝑅6 𝑅8 𝑅10
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹10
𝑅3 𝑅5 𝑅7 𝑅9
Sehingga, diperoleh :
20 78,8 75 69,987 𝐻𝑚𝑎
𝑀1 = 15 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥
30 30 75 70 96,55
28
𝑴𝟏 = 𝟎, 𝟐𝟕𝟎 𝒙 𝑯𝒎𝒂
Karena, M1 = Fw x Rw maka :
0,270 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝐹𝑤 =
𝑅𝑤
0,270 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝐹𝑤 =
0,14771
𝑭𝒘 = 𝟏, 𝟖𝟐 𝒙 𝑯𝒎𝒂
Berarti,
𝟏
𝑮 = 𝟏, 𝟖𝟐 ( )
𝒎
20
Defleksi Wheel ( meter deg )
15 y = 0.6747x
10
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,49
0,6747
Gambar 4.2 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-72 PD1
29
4.4.1.2 Directional Control Evaluation FUP ( DCON )
6
5
4
-2
-3
-4
y = -0.7184x
-5
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,43
0,7184
Gambar 4.3 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi DCON FUP FN-72 PD1
6
Defleksi Wheel ( meter deg )
4
y = 0.5439x
2
0
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
-2
-4
-6
-8
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,85
0,5439
Gambar 4.4 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FN-72 PD1
30
4.4.1.4 General Handling Evaluation ( GLHQ )
2.5
0.5
0
-3 -2 -1 0 1 2
-0.5
-1
-1.5
-2
y = -0.332x
-2.5
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 3,01
0,332
Gambar 4.5 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi GLHQ FN-72 PD1
20
15 y = 0.6823x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,6823
Gambar 4.6 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FTO FN-71 PD1
31
4.4.2.2 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP
20
15 y = 0.6858x
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,46
0,6858
Gambar 4.7 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-71 PD1
20
Defleksi Wheel ( meter deg )
15 y = 0.6806x
10
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,49
0,6806
Gambar 4.8 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-70 PD1
32
4.4.3.2 General Handling Evaluation ( GLHQ ) FAP
0
-10 -8 -6 -4 -2 0
-1
-2
y = 0.3522x
-3
-4
-5
-6
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,83
0,3522
Gambar 4.9 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi GLHQ FAP FN-70 PD1
4
Defleksi Wheel ( meter deg )
0
-8 -6 -4 -2 0 2 4
-1
y = -0.5333x
-2
-3
-4
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,85
0,5333
Gambar 4.10 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi WIUT LH FN-70 PD1
33
4.4.3.4 Wind Up Turn RH ( WIUT RH )
4
3
2
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,54
0,6556
Gambar 4.11 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi WIUT RH FN-70 PD1
20
15 y = 0.6802x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,6802
Gambar 4.12 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-70 PD1
34
4.4.4 Flight Number-22 PD2
4.4.4.1 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP
20
15 y = 0.7128x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,42
0,7128
Gambar 4.13 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-22 PD2
6
Defleksi Wheel ( meter deg )
4
y = 0.4354x
2
0
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
-2
-4
-6
-8
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,32
0,4354
Gambar 4.14 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FUP FN-22 PD2
35
4.4.4.3 OEI Trimmability Check FTO
y = 0.3525x 0
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
-1
-2
-3
-4
-5
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,70
0,3525
Gambar 4.15 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi OEI Trimmability Check FTO FN-22 PD2
20
15
Defleksi Wheel ( meter deg )
y = 0.718x
10
0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,42
0,7180
Gambar 4.16 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FAP FN-22 PD2
36
4.4.5 Flight Number-23 PD2
4.4.5.1 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP Awal
20
15 y = 0.675x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,675
Gambar 4.17 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP Awal FN-23 PD2
2
Defleksi Wheel ( meter deg )
0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0
y = 0.2287x
-1
-2
-3
-4
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 4,34
0,2287
Gambar 4.18 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi RH Engine Idle FN-23 PD2
37
4.4.5.3 Propeller Unfeather Response Check ( LH Engine Idle )
3
Defleksi Wheel ( meter deg )
2
1
y = -0.2332x
0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1
-1
-2
-3
-4
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 4,28
0,2332
Gambar 4.19 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi LH Engine Idle FN-23 PD2
20
15 y = 0.7191x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,43
0,7191
Gambar 4.20 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-23 PD2
38
4.4.6 Flight Number-26 PD2
4.4.6.1 Flight Control Sweep ( CSWP )
20
15 y = 0.7022x
Defleksi Wheel ( meter deg )
10
0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5
-10
-15
-20
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,44
0,7022
Gambar 4.21 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-26 PD2
6
Defleksi Wheel ( meter deg )
2
y = 0.4075x
0
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4
-2
-4
-6
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,50
0,4075
Gambar 4.22 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FN-26 PD2
39
4.4.6.3 DUTC
2
y = -0.2872x
1
0
-10 -8 -6 -4 -2 0 2
-1
-2
-3
-4
-5
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 3,48
0,2872
Gambar 4.23 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi DUTC FN-26 PD2
y = 0.3783x 1.5
Defleksi Wheel ( meter deg )
0.5
0
-5 -4.5 -4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0
-0.5
-1
-1.5
-2
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,70
0,3783
Gambar 4.24 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi PUPO FUP FN-26 PD2
40
4.4.6.5 Push Up Pull Over ( PUPO ) FTO
2.5
1.5
Defleksi Wheel ( meter deg )
1
y = 0.3842x
0.5
0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0
-0.5
-1
-1.5
-2
-2.5
-3
Defleksi Aileron ( deg )
1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,60
0,3842
Gambar 4.25 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi PUPO FTO FN-26 PD2
Perhitungan Gaya Pilot dapat dilakukan apabila diketahui Hinge Moment Aileron dan Gearing
Ratio Aileron berdasarkan persamaan :
𝑭𝒘 = 𝑮 𝒙 𝑯𝒎𝒂
41
Keterangan :
Fw = Gaya Pilot pada wheel ( Newton )
Hma = Hinge Moment yang bekerja pada Aileron ( Nm )
G = Gearing Ratio ( 1/m atau rad/m )
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai Gaya Pilot diperoleh dari perkalian Gearing Ratio Aileron
dan Hinge Moment yang bekerja pada Aileron. Besar Hinge Moment yang bekerja pada Aileron
dibedakan berdasarkan Load Set 1 dan Load Set 2.
Tabel 4.2 Load Set 1 dan Load Set 2 untuk Aileron
AILERON
42
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Gaya Pilot untuk Aileron Berdasarkan Load Set 1 dan Load Set 2
AILERON
: tidak memenuhi
43
4.6 Analisa Kegagalan Perhitungan Menggunakan Load Set
Berdasarkan tabel perhitungan Gaya Pilot ( Fwheel ) untuk Aileron menggunakan Load Set 1,
terdapat beberapa kondisi dimana besar Gaya Pilot melebihi 50 lbs ( regulasi CASR 23.143 )
diantaranya :
Karena Fw berbanding lurus dengan nilai Gearing Ratio, maka semakin besar nilai Gearing Ratio
akan menyebabkan nilai Fw semakin besar pula. Idealnya nilai Gearing Ratio teoritis ( Rasio
Defleksi dan Mekanikal ) tidak jauh berbeda dengan nilai Gearing Ratio kondisi CSWP karena pada
kondisi tersebut pesawat belum melakukan take-off.
Namun, ketika pesawat sudah melakukan take-off dan mulai melakukan manuver sesuai kondisi
terbang tertentu misalnya SHSS,GLHQ, WIUT RH, WIUT LH dan sebagainya nilai Gearing Ratio
Aileron cenderung lebih besar daripada kondisi CSWP.
Penyebab bertambahnya nilai Gearing Ratio Aileron pada kondisi terbang tertentu diantaranya :
44
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Gearing Ratio Aileron adalah rasio Gaya Pilot untuk memutar steering wheel terhadap
hinge moment Aileron. Sehingga besarnya Gaya Pilot untuk memutar steering wheel (Fw)
dapat dinyatakan dalam fungsi Hinge Moment Aileron ( Hma ).
b. Gearing Ratio Aileron pesawat N219 berdasarkan metode rasio defleksi bernilai 1,77
sedangkan berdasarkan analisa mekanikal komponen-komponen penyusun Aileron
diperoleh nilai Gearing Ratio 1,82.
c. Menggunakan metode grafik, terdapat beberapa kondisi terbang dimana besar Gaya Pilot
(Fw) melebihi 50 lbs ( tidak sesuai dengan CASR 23.143 ) diantaranya :
1. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FTO dengan nilai F = 53,03 lbs
2. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FLD dengan nilai F = 61,49 lbs
3. FN-23 PD2 kondisi PROP RH IDLE dengan nilai F = 69,32 lbs
4. FN-23 PD2 kondisi PROP LH IDLE dengan nilai F = 68,36 lbs
5. FN-26 PD2 kondisi DUTC dengan nilai F = 55,58 lbs
d. Gearing Ratio Aileron untuk semua kondisi CSWP tidak berbeda jauh dengan nilai Gearing
Ratio Aileron berdasarkan metode rasio defleksi maupun metode mekanikal .
5.2 Saran
47
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
48
DAFTAR PUSTAKA
49