Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesawat terbang merupakan suatu media atau alat yang beroperasi di udara. Salah satu
jenis pesawat yang sekarang ini banyak dikembangkan adalah pesawat penumpang yang
digunakan sebagai alat transportasi paling efektif untuk saat ini. Oleh karena itu banyak sekali
produsen pesawat terbang yang akhirnya melakukan riset tentang pesawat ini untuk
memaksimalkan efektifitas dari pesawat dengan harga yang murah. Salah satu riset yang
dilakukan ialah mengenai perancangan sayap pesawat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sayap
pesawat merupakan komponen utama yang menyebabkan pesawat tersebut dapat terbang.
PT. Dirgantara Indonesia adalah sebuah industri penerbangan pertama di Indonesia dan di
Asia Tenggara. Perusahaan ini bergerak di bidang dibidang desain, pengembangan, manufaktur
struktur, perakitan dan jasa pesawat militer maupun sipil. Jenis pesawat yang telah diproduksi
oleh PT. Dirgantara Indonesia seperti CN235, NC212-400, NC212i, CN295, N219, Selain itu, PT.
Dirgantara Indonesia juga memproduksi berbagai jenis helikopter seperti NAS-332 CI, AS275-
Cougar, AS365N3.
Saat ini PT. Dirgantara Indonesia sedang memproduksi pesawat N219. N219 adalah
pesawat terbang multifungsi generasi baru yang dirancang oleh PT. Dirgantara Indonesia dengan
desai yang cocok untuk menjangkau ttujuan dengan landasan pacu yang pendek maupun daerah
terpencil. N219 di desain untuk dapat membawa hingga 19 penumpang. Pesawat terbang N219
memiliki bagian kabin terbesar di kelasnya, mesin yang terbukti dan efisien, system avionik yang
canggih, landing gear dengan roda tiga yang tetap, serta pintu kargo yang lebar untuk mendukung
kemampuan multifungsi dan perubahan konfigurasi yang cepat. Dengan demikian, pesawat
terbang N219 dirancang untuk memberikan keuntungan kepada pengguna dari aspek teknis dan
ekonomi. Selain konfigurasi angkutan penumpang, pesawat terbang N219 juga dapat dilengkapi
dengan peralatan yang sesuai untuk memenuhi berbagai persyaratan misi seperti transportasi
pasukan, transportasi kargo atau logistik, pengamatan dan patroli, evakuasi medis, serta misi
pencarian dan penyelamatan.
Flight control system yang digunakan pada pesawat terbang N219 adalah manual flight
control system. Sistem yang digunakan pada pesawat terbang N219 merupakan system single
channel yang dirancang dengan mekanisme sedarhana untuk mencapai biaya rendah dalam
manufaktur dan produksi serta perawatan yang mudah. Flight control system yang digunakan
dioperasikan secara mekanik oleh control wheel, yoke column, pedals, bell-crank, lever, push-pull
rods, quadrants, pulleys, torque tube dan rangkaian kabel loop tertutup konvensional yang dapat
1
dioperasikan dari bagian pilot dan co-pilot. Untuk mempermudah pilot dan co-pilot
mengopersasikan pesawat, maka parameter-parameter yang mendukung juga harus diketahui
nilainya. Gearing Ratio merupakan salah satu parameter yang digunakan. Gearing Ratio adalah
sebuah nilai yang menunjukkan perbandingan gaya pilot pada alat dengan hinge moment pada
flight control surface atau disebut juga keuntungan mekanis untuk menggerakkan flight control
surface (Aileron, Elevator, dan Rudder, dan sebagainya). Oleh karena itu pada kerja praktek ini
dilakukan analisis Gearing Ratio pada system mekanik Aileron pada pesawat terbang N219.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan kerja praktek di PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan pengalaman lingkungan kerja dan mendapat peluang untuk berlatih
menangani permasalahan dalam dunia industri serta melaksanakan studi banding
antara teori yang didapat di kuliah dengan penerapannya di lapangan.
2. Menambah wawasan aplikasi teknik mesin dalam bidang penerbangan.
3. Mengetahui perkembangan teknologi dalam dunia penerbangan.
4. Memperoleh pemahaman yang komprehensif akan dunia kerja melalui learning by
doing.
5. Mengetahui perkembangan teknologi di bidang industri, terutama yang diterapkan di
PT. Dirgantara Indonesia.
6. Untuk memenuhi beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai
persyaratan di Departemen Teknik Mesin FTI-ITS.
7. Meningkatkan pengetahuan mengenai Flight Control Systems pada pesawat N219 dan
menghitung nilai Gearing Ratio pada sistem mekanik Rudder pesawat terbang N219.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam kerja praktek analisa Gearing Ratio Aileron pesawat adalah sebagai
berikut :
1. Obyek pengamatan pada kerja praktek ini hanya berfokus pada flight control system
pesawat terbang N219.
2. Analisa Gearing Ratio hanya dilakukan pada sistem mekanik Aileron pesawat terbang
N219.
3. Perhitungan Gearing Ratio Aileron pesawat terbang N219 dilakukan dengan metode
rasio defleksi, mekanikal, dan grafik.

2
4. Perhitungan Gearing Ratio Aileron pesawat terbang N219 dengan metode grafik hanya
didasarkan pada data MOCR TEST LOG FN-72 PD1, FN-71 PD1, FN-70 PD1, FN-22 PD2,
FN-23 PD2, dan FN-26 PD2.

1.4 Sistematika Penulisan


Laporan ini ditulis dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika laporan.
BAB II PROFIL PERUSAHAAN
Berisi tentang sejarah perusahaan dan juga profil dari PT. Dirgantara Indonesia.
BAB IIIDASAR TEORI
Berisi tentang dasar teori yang menjadi panduan penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
Berisi tentang langkah dan metode dalam penelitian
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang analisa dan pembahasan tentang pemilihan sayap pesawat
BAB IV KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1.5 Realisasi Kegiatan

Pelaksanaan kerja praktek di PT. Dirgantara Indonesia dilaksanakan pada :

Periode : 11 Juli – 15 Agustus 2019

Tempat : PT. Dirgantara Indonesia

Jalan Pajajaran No .154 Bandung 40174, Indonesia

Departemen : Flight Control and Mechanical System TC 4400

Jam Kerja : 10.00 – 16.00 WIB

Jam Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB

Adapun realisasi kegiatan dapat dilihat pada tabel 1.1

3
Tabel 1.1 Realisasi Kegiatan

Minggu Ke-
NO Bentuk Kegiatan
I II III IV V

1. Pemyesuaian Program

Struktur Organisasi pada PT. Dirgantara


2.
Indonesia
3. Study Flight Control System dan Gearing Ratio
Study Gearing Ratio dan komponen-komponen
4.
pada Aileron, Rudder, dan Elevator
Penghitungan Gearing Ratio Aileron berdasarkan
5.
rasio defleksi dan mekanikal pesawat N219
Penghitungan Gearing Ratio Aileron dengan
metode grafik berdasarkan data MOCR TEST LOG
6.
( FN 72 PD1, FN 71 PD 1, FN 70 PD1, FN 22 PD2,
FN 23 PD2, FN26 PD2 )

7. Penyusunan Laporan Kerja Praktek

8. Penyerahan Laporan Kerja Praktek

4
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah PT. Dirgantara Indonesia


Cikal bakal PT Dirgantara Indonesia dimulai sejak masa awal kemerdekaan Indonesia.
Saat itu upaya perintisan dilakukan dengan peralatan dan material yang cukup sederhana.
Tercatat dalam sejarah, pesawat pertama yang diterbangkan tahun 1948 di lapangan udara
Maospati dengan nama RI-X WEL-1 hasil rancangan Wiweko Soepono. Disusul tahun 1954,
Nurtanio Pringgoadisuryo pun berhasil merancang sebuah pesawat dengan nama NU-200. Tidak
hanya itu, badan yang diprakarsai Nurtanio bernama Depot Penyelidikan, Percobaan dan
Pembuatan Pesawat Terbang (DPPP) yang didirikan Agustus 1961 telah mampu membuat
pesawat terbang eksperimental seperti Belalang (pesawat latih), Si Kunang (pesawat olah raga),
Kolintang dan Gelatik.
Pada tahun 1962 nama DPPP diubah menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan
(Lapip) sesuai dengan misi dan sasaran yang ingin dicapainya. Selanjutnya pada tahun 1966
diubah lagi menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur) sebagai penghormatan
jasa-jasa Nurtanio yang meninggal saat uji terbang.
Fase pendahuluan perkembangan industri penerbangan nasional kemudian memasuki
tonggak pertama ketika aset Lipnur (TNI AU) dengan ATTP (Pertamina) dilebur menjadi Industri
Pesawat Terbang Nurtanio, 23 Agustus 1976. Industri ini menjadi salah satu kekuatan dirgantara
nasional sebab dari situlah sejarah industri pesawat terbang modern selanjutnya dibangun untuk
menghadapi tantangan jaman serta dipacu percepatannya.
Pada periode ini juga, segala aspek baik infrastruktur, fasilitas, sumber daya manusia,
hukum dan peraturan, beserta semua yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri
pesawat terbang diatur secara menyeluruh. Tanggal 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat
Terbang Nurtanio diubah menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) setelah
melakukan pembangunan berbagai fasilitas serta sarana dan prasarana yang diperlukan. Industri
ini kemudian mengembangkan teknologi canggih dan konsep transformasi teknologi yang
memberikan hasil yang optimal sebagai upaya untuk menguasai teknologi penerbangan dalam
waktu yang relatif singkat yaitu 20 tahun.
Berpegang pada filsosofi transformasi teknologi “Begin at the End and End at the
Beginning” IPTN telah berhasil mentransfer teknologi penerbangan yang rumit dan terbaru. IPTN
secara khusus telah menguasai desain pesawat terbang, rekayasa pengembangan serta
manufaktur pesawat komuter kecil dan sedang. IPTN bekerja sama dengan pihak pabrikan
melaksanakan pembuatan berbagai jenis pesawat terbang, seperti C212 Aviocar, C235, NBO105,

6
NBK117, BN109, SA330 Puma, NAS332 Super Puma dan Nbell412. Hal ini kemudian berlanjut
pada keberhasilan membuat pesawat N250 dan N2130.
Secara resmi PT IPTN yang berlokasi di Kota Bandung, di mulai dengan hanya 500
karyawan pada tahun 1976 kemudian 900 karyawan pada tahun 1983 dan pada akhir tahun 1990
sampai tahun 1997 sudah mencapai kurang lebih 16000 karyawan. Sejak tahun 2003 sampai
sekarang jumlah karyawan kurang lebih 4500 orang.
Selama 24 tahun PT IPTN telah berkembang dengan pesat, untuk itu guna memperluas
bidang usahanya di berbagai jenis bidang maka PT IPTN diubah menjadi PT Dirgantara Indonesia
pada tahun 2000 pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Dengan nama yang
baru, PT Dirgantara Indonesia tidak hanya khusus memproduksi pesawat terbang tetapi juga
berbagai produk, contohnya sistem persenjataan didalam pesawat terbang.

2.2 Visi dan Misi PT Dirgantara Indonesia


Visi PT Dirgantara Indonesia adalah “Menjadi perusahaan industri kelas dunia dalam
industri dirgantara yang berbasis pada penguasaan teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam
pasar global dengan mengandalkan keunggulan biaya” dengan misi perusahaan adalah:
i. Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan komersial serta
dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan biaya.
ii. Sebagai pusat keuntungan bidang industri dirgantara terutama dalam rekayasa, rancang
bangun manufaktur, produksi dan pemeliharaan untuk kepentingan komersial dan militer
serta untuk aplikasi diluar industri dirgantara.
iii. Mejadikan perusahaan sebagai kelas dunia di industri global yang mampu bersaing dan
mampu melakukan aliansi stategi dengan industri dirgantara lainnya.

2.3 Profil Perusahaan PT Dirgantara Indonesia


PT Dirgantara Indonesia atau Indonesian Aerospace (IAe) adalah salah satu perusahaan
kedirgantaraan pribumi di Asia dengan kompetensi inti di dalam pesawat terbang desain,
pengembangan dan pembuatan sipil dan militer pesawat komuter regional.
Sejak didirikan pada tahun 1976, perusahaan telah berhasil mengeksploitasi
kemampuannya sebagai industri manufaktur dan memiliki diversifikasi produk tidak hanya di
bidang pesawat tetapi juga daerah lain seperti Teknologi Informasi, Otomotif, Maritim, Simulasi
Teknologi, Industri Turbin, dan Rekayasa layanan.
Di lini produksi, Dirgantara Indonesia telah melahirkan lebih dari 300 unit pesawat &
helikopter, sistem pertahanan, komponen pesawat dan layanan lainnya. Melalui pelaksanaan
program restrukturisasi di awal tahun 2004, Dirgantara Indonesia saat ini didukung oleh 3.720

7
karyawan 9.670 sebelumnya, sementara delapan belas unit bisnis, menjadi:
 Aircraft (Pesawat & Helikopter).
 Aircraft Services (Maintenance, Overhaul, Perbaikan dan Perubahan).
 Aerostructure (Parts & Components, Assemblies, Assemblies Tools & Equipment).
 Engineering Services (Communication Technology, Simulator Teknologi, Information
Technology Solution, Design Center).
Untuk kedepannya, diharapkan industri pesawat terbang ini akan menjadi efisien dan
beradaptasi institusi bisnis. Dirgantara Indonesia meliputi wilayah 86,98 hektar bangunan.
Kegiatan produksi perusahaan ditopang oleh 232 unit dari berbagai mesin dan peralatan. Selain
ini, ada beberapa peralatan lainnya tersebar di berbagai lini perakitan, laboratorium, dan
pelayanan & pemeliharaan unit.

2.4 Struktur Organisasi PT. DI


Dalam struktur organisasi PT.DI terdapat berbagai macam bidang. Bidang-bidang
tersebut memiliki berbagai macam bagian yang bergerak guna menunjang jalannya perusahaan.
Berikut struktur organisasi PT.DI pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia (IAe) (PT Dirgantara Indonesia, 2019)

8
PT.DI dipimpin oleh seorang direktur utama yang dibantu oleh sekretaris perusahaan,
asisten direktur utama bagian hubungan pemerintahan, satuan pengawasan intern, divisi
pengamanan dan divisi perencanaan perusahaan. Lalu dibawahnya lagi terdapat beberapa
direktorat yang memiliki macam-macam divisi dibawahnya, yaitu direktorat keuangan, direktorat

umum &sumber daya manusia, direktorat niaga & restrukturisasi, direktorat teknologi &
pengembangan, dan direktorat produksi. Selain itu PT.DI juga memiliki unit bisnis strategis
aircraft services.

2.5 Tata Usaha PT. Dirgantara Indonesia (Organisasi Perusahaan)


Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia terdiri dari tiga bagian penting, yaitu Direksi yang
bertugas sebagai pelakasana Tata Kerja pada Perusahaan, Komisaris bertugas sebagai pengawas
yang mengawasi seluruh Tata Kerja yang berada pada PT. Dirgantara Indonesia, dan kemudian
adalah Pemilik Saham dimana dalam hal ini mereka adalah Pemerintah (sebab PT. Dirgantara
Indonesia merupakan BUMN). Adapun,struktur organisasi PT Dirgantara Indonesia diperlihatkan
oleh Gambar 2.1.
Berikut ini uraian tugas dalam PT. Dirgantara Indonesia :
 Direktur
Direktur disini memegang peranan tertinggi pada PT. Dirgantara indonesia dan dalam
melaksanakan tugasnya, seorang direktur dibantu oleh beberapa unit yakni unit perencanaan,
Sekretariat, SPI (Satuan Pengamanan Inteernal). Direktur membawahi enam direktorat yaitu
Direktorat Niaga, Direktorat Teknologi, Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan SDM,
Direktorat Keuangan, dan Service. Sehingga dapat diamati sesuai dengan bagan, bahwa keenam
bidang Direktorat tersebut bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
 Service
Bidang atau setara dengan direktorat ini mempunyai tugas yang kerap hubungannya dengan
Quality Assurance, orang-orang dalam posisi ini lebih bekerja untuk bidang maintenance
ability. Melakukan perawatan-perawatan pada pesawat yang ingin dilakukan monitoring
mengenai kelayakan terbang dan untuk mengetahui kestabilan dari pesawat sendiri.
 Direktorat Niaga
Direktorat yang satu ini merupakan direktorat yang harus melakukan survey lapangan
mengenai kondisi-kondisi terkini dan mampu membaca pasar mengenai produk yang seperti
apakah yang menjadi tuntutan pasar saat ini.
 Direktorat Teknologi
Sesuai dengan namanya, Direktorat Teknologi bertugas sebagai designer ataupun penerjemah
dari tugas Direktorat Niaga. Setelah studi pasar dilakukukan, Direktorat Teknologi harus
9
mampu menjawab segala tuntutan pasar tersebut menjadi bentuk visual dan dapat
direalisasikan. Output-an dari Direktorat Teknologi ini pastilah berupa bentuk drawing,
dimana dari drawing tersebut nantinya harus dapat dijadikan bentukan nyata yang mampu
memenuhi permintaan pasar. Selain mendesain dari permintaan pasar, Direktorat Teknologi
ini harus mampu mengembangkan Teknologi dari hasil-hasil desain yang telah ada hingga
menjadi suatu inovasi baru untuk dimasukkan dalam dunia luar.
 Direktorat Produksi
Setelah hasil design yang dikeluarkan oleh Direktorat Teknologi mendapatkan kualifikasi
produk, barulah hasil desain tersebut dapat mulai diproduksi dalam Direktorat Produksi.
Direktorat Produksi ini memulai tahap produksinya mulai dari material masih berupa
lembaran-lembaran material hingga proses assembly terakhir, termasuk juga saat flight test.
 Direktorat Umum dan SDM
Direktorat Umum dan SDM ini lebih terpusat untuk menangani persoalan-persoalan yang
berkaitan erat dengan peraturan-peraturan Perusahaan dan masalah mengenai Sumber Daya
Manusia, proses Open Recruitment untuk para karyawan baru hingga masalah pembagian SDM
pada masing-masing bidangnya.
 Direktorat Keuangan
Direktorat Keuangan disini bertugas untuk mengatur segala proses atau alur keluar masuk
keuangan yang ada pada perusahaan, keuangan untuk produksi, pembagian ataupun pemerataan
tunjangan kerja dan hal yang berkeaan dengan gaji para karyawan perusahaan menjadi
tanggungjawab Direktorat Keuangan ini.

2.6 Struktur Organisasi Direktorat Teknologi dan Pengembangan PT. DI


Direktorat Teknologi dan Pengembangan merupakan salah satu bagian direktorat yang
terdapat pada PT Dirgantara Indonesia yang berfungsi sebagai pusat penelitian dan
pengembangan PT Dirgantara Indonesia untuk menghasilkan inovasi-inovasi terbaru. Direktorat
inilah yang menjadi tempat kerja praktik ini dilakukan. Struktur organisasi
Direktorat Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia ini ditunjukkan oleh gambar
berikut:

10
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Teknologi dan Pengembangan PT. Dirgantara
Indonesia (IAe) (PT Dirgantara Indonesia, 2014)

Pada gambar 2.2 dapat dilihat ada berbagai macam departemen yang terdapat pada suatu
divisi dalam suatu direktorat, yang dimaksud pada gambar 2.2 ini yaitu direktorat teknologi dan
pengembangan divisi pusat teknologi. Divisi pusat teknologi memiliki 5 departemen yang
memiliki fungsi masing-masing. Tiap departemen memiliki kode tersendiri untuk mempermudah
dalam pemberian nama. Departemen yang ada tersebut adalah departemen pengembangan
teknologi & produk baru, aerodinamika, analisa struktur, analisa sistem, dan rekayasa industri &
perangkat lunak.

11
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Deskripsi Pesawat Terbang N219

N219 adalah pesawat terbang multifungsi generasi baru yang dirancang oleh PT.
Dirgantara Indonesia dengan desain yang cocok untuk menjangkau tujuan dengan landasan pacu
yang pendek maupun daerah terpencil. N219 di desain untuk dapat membawa hingga 19
penumpang. Pesawat terbang N219 memiliki bagian kabin terbesar di kelasnya, mesin yang
terbukti dan efisien, system avionik yang canggih, landing gear dengan roda tiga yang tetap, serta
pintu kargo yang lebar untuk mendukung kemampuan multifungsi dan perubahan konfigurasi
yang cepat. Dengan demikian, pesawat terbang N219 dirancang untuk memberikan keuntungan
kepada pengguna dari aspek teknis dan ekonomi. Selain konfigurasi angkutan penumpang,
pesawat terbang N219 juga dapat dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk memenuhi
berbagai persyaratan misi seperti transportasi pasukan, transportasi kargo atau logistik,
pengamatan dan patroli, evakuasi medis, serta misi pencarian dan penyelamatan.

Gambar 3.1 Pesawat Terbang N219

3.1.1 Fitur

 Sertifikasi berdasarkan CASR 23, kategori komuter


 Mesin ganda dengan masing-masing 850 HP
 Landing Gear Tetap
 Konfigurasi High Wing
 Kabin tanpa tekanan
 Sistem avionik yang canggih dan modern
 Jarak take-off dan landing yang pendek
 Biaya operasi yang rendah
13
 Kemampuan untuk take-off dan landing pada landasan beraspal
 Perubahan konfigurasi yang cepat

3.1.2 Power Plant

 Mesin : Dua buah Limited PT6A-42 Turboprop Pratt Whitney Aircraft of Canada
dengan masing-masing 850 SHP
 Baling-baling : Hartzell 4-Blade Metal Propeller

3.1.3 Performa

 Take-off run 393 m


 Jarak take-off (MTOW, ISA, SL, 35 ft Obstacle) 455 m
 Landing ground roll (MTOW, ISA, SL) 197 m
 Jarak landing (MTOW, ISA, SL, 50 ft Obstacle) 493 m
 Kecepatan maksimal penerbangan 210 knots
 Kecepatan maksimal ekonomis 170 knots
 Kecepatan stall 59 knots
 Rate of climb (AEO) 1,938 ft/min
 Jarak jangkauan dengan maksimal bahan bakar 840 Nmi
 Jarak jangkauan dengan maksimal payload 145 Nmi
 Ketinggan kerja 10,000 ft

3.1.4 Berat

 Berat maksimal saat take-off (MTOW) 7.030 kg


 Berat maksimal saat landing (MLW) 6.940 kg
 Berat kosong saat beroperasi 4.309 kg
 Muatan yang dapat digunakan 2.750 kg
 Payload maksimum 2.313 kg
 Kapasitas bahan bakar maksimum 1.600 kg

3.1.5 Dimensi Dalam

 Tinggi kabin 1,70 m


14
 Lebar kabin 1,70 m
 Panjang kabin 6,50 m
 Kapasitas bagasi 3,80 m3

3.1.6 Dimensi Luar

 Tinggi keseluruhan 6,18 m


 Panjang keseluruhan 16,49 m
 Rentang sayap 19,50 m
 Trek roda 3,7 m
 Jarak dengan tanah 0,7 m

3.1.7 Wing N219

Wing atau sayap pada pesawat ini memiliki daya angkat yang di sebabkan oleh perbedaan
tekanan antara sayap sisi bagian bawah mempunyai tekanan yang lebih besar daripada sayap
bagian atas sehingga sayap dapat memiliki daya angkat (Thrust) jika melewati aliran udara
dengan kecepatan tertentu. Karena sayap pesawat di sambung dengan badan pesawat (fuselage)
maka badan pesawat dapat terangkat bersama dengan sayap. Sayap pesawat N219 ini
menggunakan profil High Wing dimana letak sayap berada di atas fuselage

3.2 Flight Control System Pesawat Terbang N219

Flight control system digunakan mengendalikan pesawat terbang secara aman pada saat
melakukan take-off, landing, maupun arah dan ketinggian saat penerbangan. Masing-masing
pesawat terbang memiliki tipe flight control system yang berbeda-beda tergantung dari arsitektur
dan cara terbang pesawat. Terdapat berbagai jenis flight control system, diantaranya adalah
manual flight control system. Desain flight control system yang paling dasar adalah dibuat secara
mekanik dan sesuai dengan konsep awal dari sebuah pesawat terbang. System control mekanik
dikendalikan secara manual oleh pilot, oleh sebab itu dapat disebut juga manual flight control
system.

Flight control system yang digunakan pada pesawat terbang N219 adalah manual flight
control system. Sistem yang digunakan pada pesawat terbang N219 merupakan single channel
system yang dirancang dengan mekanisme sederhana untuk mencapai biaya yang rendah dalam
manufaktur dan produksi serta perawatan yang mudah . Flight control system secara mekanik
15
dioperasikan dengan control wheel, yoke column, pedals, bell-crank, lever, push-pull rods,
quadrants, pulleys, torque tube dan rangkaian kabel loop tertutup konvensional yang dapat
dioperasikan dari bagian pilot dan co-pilot

Gambar 3.2 Bagian Flight Control System Pada Pesawat Terbang N219

3.3 Primary Flight Control System Pada Pesawat N219

Primary flight control system merupakan sebuah sistem pada pesawat terbang yang
digunakan untuk melakukan control terhadap gerakan pitch, yaw, dan roll pada saat pesawat
melakukan penerbangan. Primary flight control system pada pesawat terbang N219 meliputi :

 Aileron control system


 Elevator control system
 Rudder control system

16
Gambar 3.3 Primary Flight Control Systems

3.3.1 Aileron Control System


Aileron Control System merupakan sebuah sistem yang memberikan control lateral (roll)
pada pesawat pada sumbu longitudinal. Aileron terdiri dari buah control surface yang bergerak
secara berlawanan dan terdapat pada masing-masing sayap pesawat. Aileron di kendalikan oleh
control wheel yang terletak pada kokpit pesawat terbang

Gambar 3.4 Aileron Control System Pesawat Terbang N219

17
Tabel 3.1 Komponen Aileron Control System

No. Deskripsi
1 Control Wheel (include trim switch)
2 Shaft
3 Universal Joint
4 Bevel Gear
5 Forward Control Rod
6 Rod End
7 Forward Bell-crank Assy
8 Forward Quadrant
9 Aft Quadrant
10 Aft Interconnect Rod
11 Aft Control Rod
12 Aft Bell-crank Assy
13 Control Cable
14 Pulley
15 Turnbuckle

Sistem mekanik pada Aileron dapat berfungsi diawali dengan pergerakan pada control
wheel yang di transmisikan oleh shaft, universal joint, bevel gear, yang terhubung ke fore cable
quadrant melalui lever dan bell-crank.

3.3.2 Elevator Control System


Elevator Control System merupakan sebuah system yang memberikan control longitudinal
(pitch) pada pesawat yangakan memberikan pergerakan pada sumbu lateral. Elevator terdiri dari
control surface yang terdapat pada horizontal stabilizer di bagian belakang pesawat. Elevator di
kendalikan oleh control column yang terletak pada kokpit pesawat terbang.

18
Gambar 3.5 Elevator Control System Pesawat Terbang N219

Tabel 3.2 Komponen Elevator Control System

No. Deskripsi
1 Yoke Column
2 Forward Quadrant
3 Control Cable
4 Forward Control Rod
5 Aft Control Rod
6 Torque Tube
7 Rod End
8 Aft Quadrant
9 Control Cable
10 Pulley
11 Turnbuckle

3.3.3 Rudder Control System


Rudder Control System merupakan sebuah system yang memberikan control arah (yaw)
pada pesawat pada sumbu normal atau vertical. Rudder terdiri dari sebuah control surface yang
terpasang pada sisi trailing stabilizer vertical. Rudder dikendalikan dengan mengunakan rudder
pedal yang terletak pada bagian bawah pada kokpit pesawat terbang.

19
Gamber 3.6 Rudder Control System Pesawat Terbang N219

Rudder dikendalikan dengan menggunakan system mekanik pedal. Terdapat dua pedal
kanan dan kiri yang masing-masing untuk pergerakan yaw ke kiri dan ke kanan. Pergerakan ini
digunakan untuk menstabilkan pesawat secara direksional atau arah, dengan demikian
pergerakan rudder berdefleksi ke kiri atau kanan.

Tabel 3.3 Komponen Rudder Control System

No. Deskripsi
1 Pedal Assembly
2 Pedal Control Rod
3 Interconnecting Control Rod
4 End Rod
5 Forward Quadrant
6 Aft Quadrant
7 Torque Tube
8 Control Tube
9 Pulley
10 Turnbuckle

3.4 Secondary Flight Control System Pesawat Terbang N219


Secondary Flight Control System pada pesawat terbang N219 adalah sebagai berikut :

 Flaps System
 Flight Director / Autopilot
 Trim Tab
 Balance Tab
20
 Ground Gust Lock System

3.4.1 Flaps System


Flap merupakan bagian yang berengsel atau dapat berputar yang membentuk bagian
belakang airfoil dan digunakan untuk memberikan sebuah ruang atau area sayap yang efektif.
Terdapat satu panel flap dan flaperon pada setiap sayap pesawat terbang N219. Permukaan flap
yang dapat bergerak dan diperpanjang saat take-off dapat meningkatkan gaya angkat. Selain itu
juga dapat digunakan selama pendekatan landing dan roll untuk meningkatkan drag dan
mengurangi kecepatan pesawat. System flap pada N219 adalah tipe control surface yang
menggabungkan aspek flap dan flaperonuntuk melakukan pendaratan pada landasan yang
pendek. Flaps system digunakan untuk beroperasi pada kecepatan yang lebih rendah saat
mendarat.

3.4.2 Flight Director & Autopilot


Flight director merupakan gabungan dari beberapa instrument yang memberikan
tampilan yang mudah ditafsirkan dari jalur penerbangan pesawat. Komponen utama dari flight
director adalah flight director indicator, horizontal situation indicator, mode selector, dan flight
director compute. Autopilot adalah suatu perangkat untuk mengendalikan pesawat tanpa
dioperasikan oleh manusia.

Gambar 3.7 Flight Director

3.4.3 Trim Tab


Trim tab yang digunakan pada pesawat terbang N219 adalah aileron trim tab, elevator trim
tab, dan rudder trim tab. Trim merupakan bagian kecil dari control surface yang berfungsi untuk
menyeimbangkan dan mengurangi tekanan pada kemudi sehingga pilot dapat mengontrol
keseimbangan posisi terbang dalam kondisi lurus dan mendatar.

21
Gambar 3.8 Trim Tab

3.4.4 Balance Tab


Balance tab digunakan untuk mengurangi upaya pilot saat menggunakan manual flight
control system yang merupakan bentuk keseimbangan aerodinamis pesawat terbang.

Gambar 3.9 Balance Tab

3.4.5 Ground Gust Lock System


Ground Gust Lock System merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk mencegah
kerusakan pada primary flight control system terutama akibat dari hembusan angina di daratan
(ground gust). Pencegahan kerusakan pada aileron dan elevator dapat dilakukan dengan cara
mengunci kemudi yang terletak pada panel instrumen di kokpit. Pencegahan kerusakan pada
rudder dilakukan dengan menutupi pedal dan mengunci lever yang terletak pada kemudi kokpit
dan bagian bawah panel instrumen.

22
Gambar 3.10 Ground Gust Lock System

3.5 Gearing Ratio


Gearing Ratio adalah sebuah nilai perbandingan dari pergerakan kendali pesawat pada
kokpit terhadap pergerakan komponen Primary Flight Control Systems (Aileron, Elevator, dan
Rudder). Kendali pesawat yang dimaksud yaitu Wheel, Column, dan Pedal dimana Wheel bertugas
mengendalikan Aileron, Column mengendalikan Elevator, dan Pedal mengendalikan Rudder. Nilai
Gearing Ratio pada Flight Control System diperoleh dengan memperoleh nilai perbandingan yang
dihasilkan dari setiap komponen yang menghubungkan kendali pesawat dengan Primary Flight
Control Systems. Selisih antara tiap komponen yang memiliki radius akan diinterpretasikan
nilainya terhadap pergerakan sistem kendali pesawat.

23
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

24
BAB IV
ANALISISA GEARING RATIO PADA SISTEM MEKANIK AILERON PESAWAT TERBANG N219

4.1 Gearing Ratio

Gearing Ratio adalah sebuah nilai perbandingan dari pergerakan kendali pesawat pada
kokpit terhadap pergerakan komponen Primary Flight Control Systems (Aileron, Elevator, dan
Rudder). Kendali pesawat yang dimaksud yaitu Wheel, Column, dan Pedal dimana Wheel bertugas
mengendalikan Aileron, Column mengendalikan Elevator, dan Pedal mengendalikan Rudder. Nilai
Gearing Ratio pada Flight Control System diperoleh dengan memperoleh nilai perbandingan yang
dihasilkan dari setiap komponen yang menghubungkan kendali pesawat dengan Primary Flight
Control Systems. Selisih antara tiap komponen yang memiliki radius akan diinterpretasikan
nilainya terhadap pergerakan sistem kendali pesawat.

4.2 Komponen Aileron

Sistem mekanik Aileron pada pesawat terbang N219 membutuhkan beberapa komponen seperti
pada gambar 3.4. Beberapa komponen memiliki nilai radius tertentu yang dibutuhkan untuk
melakukan analisa gearing ratio adalah sebagai berikut :

a. Steering Wheel
b. Bevel Gear
c. Forward Quadrant
d. Lever
e. Aft Quadrant Center Wing
f. Aft Quadrant Outer WIng
g. Bell-Crank
h. Aileron Hinge

4.3 Analisa Gearing Ratio Aileron

Perhitungan dilakukan dengan dua metode. Pertama menggunakan metode rasio defleksi dan
kedua menggunakan metode mekanikal atau analisa perbandingan radius setiap komponen. Pada
metode Rasio Defleksi memperhatikan perbandingan defleksi sudut alat dan primary control
system. Untuk Aileron yang diperhatikan adalah perbandingan defleksi sudut steering wheel
dengan defleksi sudut yang terjadi pada Aileron. Sedangkan pada metode mekanikal
menggunakan analisa perbandingan radius setiap komponen pada sistem kontrol Aileron.

4.3.1 Metode Rasio Defleksi


Perhitungan gearing ratio aileron menggunakan metode rasio defleksi berdasakan persamaan :
𝐹𝑤 𝑥 𝑙𝑤 𝑥 𝜃𝑤 = 𝜃𝑎 𝑥 𝐻𝑚𝑎

25
𝜃𝑎
𝐹𝑤 = 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝑙𝑤 𝑥 𝜃𝑤

𝑭𝒘 = 𝑮 𝒙 𝑯𝒎𝒂
Sehingga,
𝜽𝒂
𝑮=
𝒍𝒘 𝒙 𝜽𝒘

Keterangan :
Fw = Gaya Pilot pada wheel ( Newton )
Hma = Hinge Moment yang bekerja pada Aileron ( Nm )
G = Gearing Ratio ( 1/m atau rad/m )
𝛉a = Defleksi Aileron ( deg atau rad )
𝛉w = Defleksi wheel ( deg atau rad )
lw = Radius steering wheel ( meter )

Maka, nilai Gearing Ratio pada Aileron berdasarkan metode rasio defleksi adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Defleksi Wheel dan Defleksi Aileron Hinge

𝜃𝑤 𝑥 𝑙𝑤
𝐻𝑚𝑎 = 𝑥 𝐹𝑤
𝜃𝑎
76,5° + 76,5° 1
𝐻𝑚𝑎 = 𝑥 𝑥 0,29542 𝑥 𝐹𝑤
20° + 20° 2
26
𝑯𝒎𝒂 = 𝟎, 𝟓𝟔𝟒 𝒙 𝑭𝒘
Maka,
𝟏 𝟏
𝑮= = 𝟏, 𝟕𝟕 ( )
𝟎, 𝟓𝟔𝟒 𝒎
 Nilai Gearing Ratio Aileron berdasarkan metode rasio defleksi sebesar 1,77

4.3.2 Metode Mekanikal


Perhitungan gearing ratio aileron menggunakan metode mekanikal berdasarkan prinsip
kekekalan energi / kerja pada tiap komponen kontrol sistem Aileron. Dimana energi / kerja
didefinisikan sebagai hasil perkalian gaya yang bekerja pada tiap komponen dengan radius ( jari-
jari ) tiap komponen tersebut.
Tabel 4.1 Komponen Aileron Beserta Nilai Radius

AILERON
No Komponen Radius ( mm )
1 Wheel 147.71
2 Bevel Gear 1 15.00
3 Bevel Gear 1 30.00
4 Bevel Gear 2 20.00
5 Bevel Gear 2 30.00
6 Forward Quadrant 78.80
7 Aft Quadrant Center Wing 75.00
8 Aft Quadrant Outer Wing 75.00
9 Lever 70.00
10 Bell Crank 69.987
11 Aileron Hinge 96.55

Sehingga perhitungan nilai gearing ratio aileron menggunakan metode mekanikal adalah sebagai
berikut :

 Analisa Steering Wheel dan Gear 1 ( 1 dan 2 ) :

𝐹1 𝑥 𝑅1 = 𝐹2 𝑥 𝑅2
𝑀1 = 𝐹2 𝑥 𝑅2

 Analisa Gear 1 dan Gear 2 ( 3 dan 4 ) :

𝐹3 𝑥 𝑅3 = 𝐹4 𝑥 𝑅4
𝑅4
𝐹3 = 𝐹4 𝑥 ( )
𝑅3

Karena F2 = F3 maka,
𝑅4
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( ) 𝑥 𝐹4
𝑅3
27
 Analisa Gear 2 dan Forward Quadrant ( 5 dan 6 ) :

𝐹5 𝑥 𝑅5 = 𝐹6 𝑥 𝑅6
𝑅6
𝐹5 = 𝐹6 𝑥 ( )
𝑅5

Karena F4 = F5 maka,
𝑅4 𝑅6
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹6
𝑅3 𝑅5

 Anlisa Aft Quadrant Center Wing dan Aft Quadrant Outer Wing ( 7 dan 8 ) :

𝐹7 𝑥 𝑅7 = 𝐹8 𝑥 𝑅8
𝑅8
𝐹7 = ( ) 𝑥 𝐹8
𝑅7

Karena F6 = F7 maka,
𝑅4 𝑅6 𝑅8
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹8
𝑅3 𝑅5 𝑅7

 Analisa Lever dan Bell Crank ( 9 dan 10 ) :

𝐹9 𝑥 𝑅9 = 𝐹10 𝑥 𝑅10
𝑅10
𝐹9 = ( ) 𝑥 𝐹10
𝑅9

Karena F8 = F9 maka,
𝑅4 𝑅6 𝑅8 𝑅10
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( ) 𝑥 𝐹10
𝑅3 𝑅5 𝑅7 𝑅9

 Analisa Aileron Hinge dan Aileron :

𝐹11 𝑥 𝑅11 = 𝐻𝑚𝑎


𝐻𝑚𝑎
𝐹11 =
𝑅11

Karena F10 = F11 maka,


𝑅4 𝑅6 𝑅8 𝑅10 𝐻𝑚𝑎
𝑀1 = 𝑅2 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥
𝑅3 𝑅5 𝑅7 𝑅9 𝑅11

Sehingga, diperoleh :
20 78,8 75 69,987 𝐻𝑚𝑎
𝑀1 = 15 𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥 ( )𝑥
30 30 75 70 96,55
28
𝑴𝟏 = 𝟎, 𝟐𝟕𝟎 𝒙 𝑯𝒎𝒂

Karena, M1 = Fw x Rw maka :

0,270 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝐹𝑤 =
𝑅𝑤

0,270 𝑥 𝐻𝑚𝑎
𝐹𝑤 =
0,14771

𝑭𝒘 = 𝟏, 𝟖𝟐 𝒙 𝑯𝒎𝒂

Berarti,
𝟏
𝑮 = 𝟏, 𝟖𝟐 ( )
𝒎

4.4 Grafik Gearing Ratio Aileron


Berikut adalah grafik gearing ratio Aileron pesawat N219 untuk beberapa kondisi terbang
berdasarkan data MOCR TEST LOG :
4.4.1 Flight Number-72 PD 1
4.4.1.1 Flight Control Sweep ( CSWP )

20
Defleksi Wheel ( meter deg )

15 y = 0.6747x

10

0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,49
0,6747
Gambar 4.2 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-72 PD1

29
4.4.1.2 Directional Control Evaluation FUP ( DCON )

6
5
4

Defleksi Wheel ( meter deg ) 3


2
1
0
-8 -6 -4 -2 -1 0 2 4

-2
-3
-4
y = -0.7184x
-5
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,43
0,7184
Gambar 4.3 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi DCON FUP FN-72 PD1

4.4.1.3 Static Lateral Directional Stability ( SHSS )

6
Defleksi Wheel ( meter deg )

4
y = 0.5439x
2

0
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
-2

-4

-6

-8
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,85
0,5439
Gambar 4.4 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FN-72 PD1

30
4.4.1.4 General Handling Evaluation ( GLHQ )

2.5

Defleksi Wheel ( meter deg )


1.5

0.5

0
-3 -2 -1 0 1 2
-0.5

-1

-1.5

-2
y = -0.332x
-2.5
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 3,01
0,332
Gambar 4.5 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi GLHQ FN-72 PD1

4.4.2 Flight Number-71 PD1


4.4.2.1 Flight Control Sweep ( CSWP ) FTO

20

15 y = 0.6823x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,6823
Gambar 4.6 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FTO FN-71 PD1

31
4.4.2.2 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP

20

15 y = 0.6858x

Defleksi Wheel ( meter deg ) 10

0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,46
0,6858
Gambar 4.7 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-71 PD1

4.4.3 Flight Number-70 PD1


4.4.3.1 Flight Control Sweep ( CSWP )

20
Defleksi Wheel ( meter deg )

15 y = 0.6806x

10

0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,49
0,6806
Gambar 4.8 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-70 PD1

32
4.4.3.2 General Handling Evaluation ( GLHQ ) FAP

Defleksi Wheel ( meter deg )


1

0
-10 -8 -6 -4 -2 0
-1

-2
y = 0.3522x
-3

-4

-5

-6
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,83
0,3522
Gambar 4.9 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi GLHQ FAP FN-70 PD1

4.4.3.3 Wind Up Turn LH ( WIUT LH )

4
Defleksi Wheel ( meter deg )

0
-8 -6 -4 -2 0 2 4
-1
y = -0.5333x
-2

-3

-4
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,85
0,5333
Gambar 4.10 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi WIUT LH FN-70 PD1

33
4.4.3.4 Wind Up Turn RH ( WIUT RH )

4
3
2

Defleksi Wheel ( meter deg ) 1


0
-6 -4 -2 0 2 4 6 8
-1
-2
-3
-4
y = -0.6556x
-5
-6
-7
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,54
0,6556
Gambar 4.11 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi WIUT RH FN-70 PD1

4.4.3.5 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP

20

15 y = 0.6802x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-30 -20 -10 0 10 20 30
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,6802
Gambar 4.12 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-70 PD1

34
4.4.4 Flight Number-22 PD2
4.4.4.1 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP

20

15 y = 0.7128x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,42
0,7128
Gambar 4.13 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-22 PD2

4.4.4.2 Static Lateral Directional Stability ( SHSS ) FUP

6
Defleksi Wheel ( meter deg )

4
y = 0.4354x
2

0
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
-2

-4

-6

-8
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,32
0,4354
Gambar 4.14 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FUP FN-22 PD2

35
4.4.4.3 OEI Trimmability Check FTO

Defleksi Wheel ( meter deg ) 1

y = 0.3525x 0
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
-1

-2

-3

-4

-5
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,70
0,3525
Gambar 4.15 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi OEI Trimmability Check FTO FN-22 PD2

4.4.4.4 Flight Control Sweep ( CSWP ) FAP

20

15
Defleksi Wheel ( meter deg )

y = 0.718x

10

0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,42
0,7180
Gambar 4.16 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FAP FN-22 PD2

36
4.4.5 Flight Number-23 PD2
4.4.5.1 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP Awal

20

15 y = 0.675x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,47
0,675
Gambar 4.17 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP Awal FN-23 PD2

4.4.5.2 Propeller Unfeather Response Check ( RH Engine Idle )

2
Defleksi Wheel ( meter deg )

0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0
y = 0.2287x
-1

-2

-3

-4
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 4,34
0,2287
Gambar 4.18 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi RH Engine Idle FN-23 PD2

37
4.4.5.3 Propeller Unfeather Response Check ( LH Engine Idle )

3
Defleksi Wheel ( meter deg )
2

1
y = -0.2332x
0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1
-1

-2

-3

-4
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 4,28
0,2332
Gambar 4.19 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi LH Engine Idle FN-23 PD2

4.4.5.4 Flight Control Sweep ( CSWP ) FUP Akhir

20

15 y = 0.7191x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,43
0,7191
Gambar 4.20 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FUP FN-23 PD2

38
4.4.6 Flight Number-26 PD2
4.4.6.1 Flight Control Sweep ( CSWP )

20

15 y = 0.7022x
Defleksi Wheel ( meter deg )

10

0
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 1,44
0,7022
Gambar 4.21 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi CSWP FN-26 PD2

4.4.6.2 Static Lateral Directional Stability ( SHSS )

6
Defleksi Wheel ( meter deg )

2
y = 0.4075x

0
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4
-2

-4

-6
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,50
0,4075
Gambar 4.22 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi SHSS FN-26 PD2
39
4.4.6.3 DUTC

Defleksi Wheel ( meter deg ) 4

2
y = -0.2872x
1

0
-10 -8 -6 -4 -2 0 2
-1

-2

-3

-4

-5
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 3,48
0,2872
Gambar 4.23 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi DUTC FN-26 PD2

4.4.6.4 Push Up Pull Over ( PUPO ) FUP

y = 0.3783x 1.5
Defleksi Wheel ( meter deg )

0.5

0
-5 -4.5 -4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0
-0.5

-1

-1.5

-2
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,70
0,3783
Gambar 4.24 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi PUPO FUP FN-26 PD2

40
4.4.6.5 Push Up Pull Over ( PUPO ) FTO

2.5

1.5
Defleksi Wheel ( meter deg )

1
y = 0.3842x
0.5

0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0
-0.5

-1

-1.5

-2

-2.5

-3
Defleksi Aileron ( deg )

1
𝐺𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴𝑖𝑙𝑒𝑟𝑜𝑛 = = 2,60
0,3842
Gambar 4.25 Grafik Gearing Ratio Aileron kondisi PUPO FTO FN-26 PD2

4.5 Perhitungan Gaya Pilot pada Sistem Kontrol Aileron


Gaya Pilot adalah gaya yang dikerjakan pilot pada steering wheel pesawat N219 untuk
menggerakkan Aileron. Berdasarkan regulasi CASR 23.143, Gaya Pilot maksimum untuk steering
wheel ( roll ) pesawat N219 adalah sebesar 50 lbs.

Gambar 4.26 CASR 23.143

Perhitungan Gaya Pilot dapat dilakukan apabila diketahui Hinge Moment Aileron dan Gearing
Ratio Aileron berdasarkan persamaan :
𝑭𝒘 = 𝑮 𝒙 𝑯𝒎𝒂

41
Keterangan :
Fw = Gaya Pilot pada wheel ( Newton )
Hma = Hinge Moment yang bekerja pada Aileron ( Nm )
G = Gearing Ratio ( 1/m atau rad/m )

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai Gaya Pilot diperoleh dari perkalian Gearing Ratio Aileron
dan Hinge Moment yang bekerja pada Aileron. Besar Hinge Moment yang bekerja pada Aileron
dibedakan berdasarkan Load Set 1 dan Load Set 2.
Tabel 4.2 Load Set 1 dan Load Set 2 untuk Aileron

AILERON

Load Set 1 Hm = 72.6 Nm

Load Set 2 Hm = 105 Nm

Misalkan untuk kondisi CSWP Flight Number-72 PD 1 :


Diketahui nilai Gearing Ratio Aileron = 1,49
Maka, besar Gaya Pilot ( FW ) maksimum pada kondisi tersebut adalah :
 Berdasarkan Load Set 1 :
𝐹𝑤 = 𝐺 𝑥 𝐻𝑚𝑎
1
𝐹𝑤 = 1,49 𝑥 72,6 𝑁𝑚
𝑚
𝐹𝑤 = 108,17 𝑁
Karena 1 N = 0,22 lbs maka,
𝑙𝑏𝑠
𝐹𝑤 = 108,17 𝑁 𝑥 0,22
𝑁
𝑭𝒘 = 𝟐𝟑, 𝟖𝟎 𝒍𝒃𝒔
 Berdasarkan Load Set 2 :
𝐹𝑤 = 𝐺 𝑥 𝐻𝑚𝑎
1
𝐹𝑤 = 1,49 𝑥 105 𝑁𝑚
𝑚
𝐹𝑤 = 156,45 𝑁
Karena 1 N = 0,22 lbs maka,
𝑙𝑏𝑠
𝐹𝑤 = 108,17 𝑁 𝑥 0,22
𝑁
𝑭𝒘 = 𝟑𝟒, 𝟒𝟐 𝒍𝒃𝒔

42
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Gaya Pilot untuk Aileron Berdasarkan Load Set 1 dan Load Set 2

AILERON

Maximum Fwheel for Aileron = 50 lbs

Gaya Pilot ( lbs )


NO CLASSIFICATION CONDITION GEARING RATIO
Load Set 1 Load Set 2
Hm = 72.6 Nm Hm = 105 Nm

Rasio Defleksi 1.77 28.27 40.89


1 Teori
Mekanikal 1.82 29.07 42.04

CSWP 1.49 23.80 34.42


DCON 1.43 22.84 33.03
2 FN-72 PD1
SHSS 1.85 29.55 42.74

GLHQ 3.01 48.08 69.53

CSWP FTO 1.47 23.48 33.96


3 FN-71 PD1
CSWP FUP 1.46 23.32 33.73

CSWP 1.49 23.80 34.42

GLHQ FUP 1.45 23.16 33.50

GLHQ FTO 3.32 53.03 76.69

GLHQ FAP 2.83 45.20 65.37


4 FN-70 PD1
GLHQ FLD 3.85 61.49 88.94

WIUT LH 1.85 29.55 42.74

WIUT RH 1.54 24.60 35.57

CSWP FUP 1.47 23.48 33.96

CSWP FUP 1.42 22.68 32.80

SHSS FUP 2.32 37.06 53.59

SHSS FTO 2 31.94 46.20

5 FN-22 PD2 SHSS FAP RUN 01 2.17 34.66 50.13

OEI TRIM FUP 1.63 26.03 37.65

OEI TRIM FTO 2.7 43.12 62.37

CSWP FAP 1.42 22.68 32.80

CSWP FUP AWAL 1.47 23.48 33.96

PROP RH IDLE 4.34 69.32 100.25


6 FN-23 PD2
PROP LH IDLE 4.28 68.36 98.87

CSWP FUP AKHIR 1.43 22.84 33.03

CSWP 1.44 23.00 33.26

SHSS 2.5 39.93 57.75

7 FN-26 PD2 DUTC 3.48 55.58 80.39

PUPO FUP 2.7 43.12 62.37

PUPO FTO 2.6 41.53 60.06

: tidak memenuhi

43
4.6 Analisa Kegagalan Perhitungan Menggunakan Load Set
Berdasarkan tabel perhitungan Gaya Pilot ( Fwheel ) untuk Aileron menggunakan Load Set 1,
terdapat beberapa kondisi dimana besar Gaya Pilot melebihi 50 lbs ( regulasi CASR 23.143 )
diantaranya :

a. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FTO dengan nilai F = 53,03 lbs


b. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FLD dengan nilai F = 61,49 lbs
c. FN-23 PD2 kondisi PROP RH IDLE dengan nilai F = 69,32 lbs
d. FN-23 PD2 kondisi PROP LH IDLE dengan nilai F = 68,36 lbs
e. FN-26 PD2 kondisi DUTC dengan nilai F = 55,58 lbs

Karena Fw berbanding lurus dengan nilai Gearing Ratio, maka semakin besar nilai Gearing Ratio
akan menyebabkan nilai Fw semakin besar pula. Idealnya nilai Gearing Ratio teoritis ( Rasio
Defleksi dan Mekanikal ) tidak jauh berbeda dengan nilai Gearing Ratio kondisi CSWP karena pada
kondisi tersebut pesawat belum melakukan take-off.

Namun, ketika pesawat sudah melakukan take-off dan mulai melakukan manuver sesuai kondisi
terbang tertentu misalnya SHSS,GLHQ, WIUT RH, WIUT LH dan sebagainya nilai Gearing Ratio
Aileron cenderung lebih besar daripada kondisi CSWP.

Penyebab bertambahnya nilai Gearing Ratio Aileron pada kondisi terbang tertentu diantaranya :

a. Kondisi terbang yang ekstrim membuat fungsi komponen-komponen Aileron bekerja


kurang maksimal.
b. Wire yang digunakan pada sistem mekanis Aileron mengalami pemuaian panjang akibat
suhu terlalu panas
c. Diameter wire yang digunakan pada sistem mekanis Aileron terlalu kecil sehingga mudah
mengalami pemuaian akibat panas
d. Tumpuan-tumpuan sitem mekanis Aileron seperti tumpuan pulley, tumpuan bell crank,
tumpuan quadrant,dll tidak rigid sempurna. Artinya saat digunakan terutama untuk
kondisi terbang yang esktrim membuat tumpuan sistem mekanis tersebut ikut melentur
dan bergerak sehingga mengurangi keuntungan mekanis dari Gaya Pilot yang diberikan.
e. Adanya keausan bevel gear yang digunakan pada sistem steering coulomn

44
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

45
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

a. Gearing Ratio Aileron adalah rasio Gaya Pilot untuk memutar steering wheel terhadap
hinge moment Aileron. Sehingga besarnya Gaya Pilot untuk memutar steering wheel (Fw)
dapat dinyatakan dalam fungsi Hinge Moment Aileron ( Hma ).
b. Gearing Ratio Aileron pesawat N219 berdasarkan metode rasio defleksi bernilai 1,77
sedangkan berdasarkan analisa mekanikal komponen-komponen penyusun Aileron
diperoleh nilai Gearing Ratio 1,82.
c. Menggunakan metode grafik, terdapat beberapa kondisi terbang dimana besar Gaya Pilot
(Fw) melebihi 50 lbs ( tidak sesuai dengan CASR 23.143 ) diantaranya :
1. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FTO dengan nilai F = 53,03 lbs
2. FN-70 PD1 kondisi GLHQ FLD dengan nilai F = 61,49 lbs
3. FN-23 PD2 kondisi PROP RH IDLE dengan nilai F = 69,32 lbs
4. FN-23 PD2 kondisi PROP LH IDLE dengan nilai F = 68,36 lbs
5. FN-26 PD2 kondisi DUTC dengan nilai F = 55,58 lbs
d. Gearing Ratio Aileron untuk semua kondisi CSWP tidak berbeda jauh dengan nilai Gearing
Ratio Aileron berdasarkan metode rasio defleksi maupun metode mekanikal .

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :


a. Perlunya dilakukan tinjauan ulang mengenai metode yang digunakan dalam perhitungan
Gearing Ratio Aileron khususnya metode grafik agar lebih sesuai dan mempermudah
dalam analisa Gearing Ratio Aileron pesawat N219.
b. Agar Gaya Pilot ( Fw ) pada semua kondisi terbang sesuai regulasi CASR 23.143 kami
menyarankan :
1. Penggunaan ukuran diameter wire yang lebih besar agar lebih tahan terhadap panas
sehingga pengaruh pemuaian dapat diminimalisir. Diketahui bahwa untuk saat ini
pesawat N219 menggunakan wire berdiameter 1/8 inch dengan konfigurasi 7 x 19
(MIL-W-83420), kami menyarankan untuk menggunakan wire berdiameter 5/32 inch
dengan konfigurasi tetap 7 x 19.
46
2. Dilakukan doubler atau mempertebal tumpuan-tumpuan sistem mekanis Aileron
seperti mempertebal tumpuan pulley, tumpuan bell crank, tumpuan quadrant,dll agar
diperoleh tumpuan yang rigid sempurna dan tidak mudah bergerak/bergeser.

47
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

48
DAFTAR PUSTAKA

PT. Dirgantara Indonesia (Persero). “About Us : History”. http://www.indonesian-


aerospace.com/about/history

PT. Dirgantara Indonesia (Persero). “About Us : Vision and Mission”. http://www.indonesian-


aerospace.com/about/vision

PT. Dirgantara Indonesia (Persero). “About Us : Organizational Structure”.


http://www.indonesian-aerospace.com/about/organizational_structure

PT. Dirgantara Indonesia (Persero). “N219 Nurtanio : Description, Features, Configuration,


Performance, Power Plant”. http://www.indonesian-
aerospace.com/aircraft/detail/11_n219+nurtanio

49

Anda mungkin juga menyukai