Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS PERUBAHAN KURS VALUTA ASING DAN TRANSAKSI DALAM

MATA UANG ASING SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN


KEUANGAN

PSAK 10

Oleh:

1. Delia Syafiitri (3164006)


2. Eviana Aisiah (3164009)
3. Fahmi Amirudin (3164010)
4. Niken Amelia Oriena (3164018)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AKUNTANSI KEUANGAN


POLITEKNIK POS INDONESIA
KELAS D-IV AK 4A
BANDUNG
PENDAHULUAN

Banyak perusahaan sekarang ini yang tidak hanya melakukan aktivitas dalam
negeri tetapi juga melakukan aktivitas luar negeri. Perusahaan melakukan aktivitas luar
negeri dalam dua cara yaitu perusahaan mungkin memiliki transaksi dalam mata uang
asing atau memiliki kegiatan usaha luar negeri. Permasalahan utama dalam melakukan
transaksi luar negeri adalah kurs mana yang akan digunakan dan bagaimana melaporkan
pengaruh dari perubahan kurs dalam laporan keuangan.
Dalam mengatasi permasalahan diatas maka DSAK (Dewan Standar Akuntansi
Keuangan) melakukan pengembangan standar akuntansi yang berkaitan dengan aktivitas
luar negeri yaitu Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ED PSAK)
No. 10 (revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing. Tujuan PSAK No.
10 (revisi 2010) adalah menjelaskan bagaimana memasukkan transaksi dalam mata uang
asing dan kegiatan usaha luar negeri ke dalam laporan keuangan perusahaan serta
bagaimana menjabarkan laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian (mata uang
yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan).
Sejak diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2012, penelitian sejenis yang berkaitan
dengan PSAK No.10 (revisi 2010) tentang pengaruh perubahan kurs valuta asing sempat
dilakukan penelitian oleh Rizki Eka Putra (2018) “ Analisis Perlakuan Akuntansi Atas
Selisih Kurs dan Transaksi Dalam Mata Uang Asing Serta Pengaruhnya Terhadap
Laporan Keuangan (Studi Kasus Pada PT APPIPA INDONESIA)” hasil penelitian
menyatakan Perlakuan transaksi dalam mata uang asing pada PT.Appipa Indonesia yang
sebagian besar dalam mata uang US Dolar sedangkan, mata uang pelaporan yang
digunakan adalah mata uang rupiah telah berdasarkan pada PSAK No.10
Penelitian lain tentang pengaruh perubahan kurs valuta asing dilakukan penelitian oleh
Dianwicaksih Arieftiara dan Merlyana Dwinda Yanthi (2017)” Dampak Penerapan Psak
10 (Revisi 2010) Mengenai Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing Terhadap Daya
Informatif Laba” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan perubahan PSAK
No. 10 (Revisi 2010) dapat meningkatkan level daya informatif laba perusahaan
dibandingkan sebelum penerapan.
Peneliti Andre Kevin Roring, Jenny Morasa dan Rudy Pusung (2014) dengan judul
penelitian yaitu “Analisis Penerepan Psak 10 tahun 2012 Terhadap Laporan Keuangan
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk” menyatakan bahwa Dalam penelitian ini : PT. Bank
Central Asia (BCA) Tbk. dalam menerapakan PSAK No.10 Tahun 2012 tentang
Pengaruh Perubahan Kurs Valuta asing telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang
mendukung Penerapan PSAK No. 10 Tahun 2012 dalam Kegiatan aktivitas bank sesuai
Standar Akuntansi yang berlaku, dalam hal ini Bank melakukan analisis-analisis untuk
melihat Kebijakan Penerapan PSAK No.10 Tahun 2012 yang dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu dilihat dari penentuan mata uang Fungsional, pengukuran pos moneter dan
pos non-moneter, dan penyajian kembali laporan keuangan setelah diterapkan PSAK No.
10 Tahun 2012.
Pada akhir-akhir ini kurs valuta asing di Indonesia mengalami perubahan dari
waktu ke waktu, terutama nilai tukar rupiah terhadap dolar. Perubahan tersebut tentu bisa
berpengaruh terhadap entitas yang melakukan transaksi luar negeri dengan menggunakan
mata uang asing. Seperti fenomena yang terjadi saat ini. Dikutip dari berita
https://www.cnnindonesia.com/ Rabu, 29/05/2019 12:23 WIB yang berjudul “ Sempat Rugi Kurs,
PLN ‘Mendadak’ Cetak Laba Rp 11,6 Triliun”.
Sampai kuartal III 2018, PLN diketahui mengalami rugi hingga Rp18,46
triliun. Sofyan Basyir, Direktur Utama PLN kala itu menyebutkan hal itu disebabkan
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga terjadi rugi
kurs. Rugi kurs sangat mempengaruhi jumlah pinjaman perseroan yang dicatat di laporan
keuangan. Pada akhirnya, angka liabilitas perusahaan seolah-olah membengkak sejak
awal tahun. Saat itu dijelaskan, selisih angka utang dari kuartal III 2017 hingga 2018
dimasukkan sebagai beban kurs, dan otomatis menjadi faktor pengurang laba operasional.
Ia menghitung, selisih kerugian kurs hingga September kemarin mencapai Rp17,33
triliun. Kendati demikian, Sofyan menilai kinerja operasional PLN masih untung, karena
nilai penjualan listrik masih lebih besar ketimbang beban operasionalnya. Ia mencatat,
laba operasional sebelum selisih kurs di level Rp9,6 triliun atau naik 13,3 persen
dibanding 2017 yang senilai Rp8,5 triliun.
Masalah yang kami tangkap dari fenomena diatas adalah PT PLN mengalami
kerugian selisih kurs yang diakibat kan karena melemah nya nilai tukar rupiah terhadap
dollar sehingga membuat angka liabilitas perusahaan seolah-olah membengkak akibat
perbedaan pengakuan kurs pada tanggal transaksi awal dengan kurs pada tanggal
pelaporan.
Terkait dengan penerapan PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR
17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011
bahwa prinsip dasar penggunaan mata uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan
penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah Rupiah. Peraturan
ini di terbitkan dalam surat edaran dan dalam bentuk undang – undang. Dalam
pelaksananya wajib dipatuhi siapapun yang berada dalam wilayah indonesia. untuk
transaksi dan pembayaran tidak bisa dipisahkan karena satu kesatuan. transaksi yang
dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan
pembayarannya wajib dalam Rupiah.
Peraturan ini bertolak belakang dengan salah satu prinsip PSAK (pernyataan
standar akuntansi keuangan) no 10 tentang pengaruh perubahan kurs valuta asing yang
menjelaskan bahwa perusahaan yang didirikan di negara kesatuan republik Indonesia
ketika banyak melakukan aktifitasnya di luar negeri maka dibolehkan menggunakan mata
uang asing. Kendati demikian, penetapan peraturan UU RI No 7 tahun 2011 tidak
sepenuhnya bertolak belakang dengan Psak 10. Hal itu dikarenakan dalam Psak 10 berisi
aturan dan cara untuk perusahaan dalam menentukan mata uang fungsional. Mata uang
fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi.
Lingkungan ekonomi utama yang dimaksud adalah lingkungan entitas tersebut utamanya
menghasilkan dan mengeluarkan kas.
Pada fenomena diatas bahwa PT PLN mengalami kerugian selisih kurs dinilai telah
sesuai dengan PSAK 10 dimana dalam PSAK 10 disebutkan, pertama dalam penentuan
mata uang fungsionalnya PT PLN telah melihat faktor-faktor dalam penentuan mata uang
fungsional sesuai dengan yang disebutkan di PSAK 10 dan telah sesuai dengan
PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 yaitu dengan menggunakan Rupiah sebagai
mata uang fungsional dan mata uang pelaporannya. Kedua mengenai kurs mana yang
digunakan, Pada pengakuan awal berdasarkan PSAK No. 10 (revisi 2010) tentang Pengaruh
Perubahan Kurs Valuta Asing, transaksi mata uang asing dicatat dalam mata uang fungsional.
Jumlah mata uang asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot (kurs untuk
realisasi segera) antara mata uang fungsional dan mata uang asing pada tanggal transaksi.
Kemudian pada saat tanggal pelaporan pos-pos moneter disajikan ulang dengan menggunakan
kurs penutup (kurs spot pada akhir periode pelaporan) penyajian ulang ini lah yang
menyebabkan adanya selisih kurs yang diakibatkan adanya perubahan kurs antara kurs
tanggal pengakuan awal transaksi dan kurs tanggal pelaporan keuangan. Hal tersebut
dialami oleh PT PLN yang mengalami kerugian akibat selisih kurs. Kendati demikian,
PT PLN berarti telah melakukan pencatatan dan penentuan kurs yang sesuai dengan
PSAK 10. Ketiga mengenai bagaiamana cara penjabaran transaksi valuta asing ke dalam
laporan keuangan. PT PLN sendiri telah mengakui kerugian kurs tersebut sebagai laba
atau rugi selisih kurs pada laporan keuangan. Terlihat di dalam laporan keuangan laba
rugi nya PT PLN telah mencatat kerugian selish kurs tersebut. Kesimpulannya PT PLN
telah menerapkan Pengaruh Perubahan Kurs Valuta asing dalam penentuan mata uang
fungsional, menentukan kurs yang di gunakan dan telah menjabarkan perubahan tersebut
ke dalam laporan keuangan yang telah sesuai dengan PSAK 10 dan mata uang fungsional
dan mata uang pelaporannya tidak bertentangan dengan PERATURAN BANK
INDONESIA (PBI) NOMOR 17/3/PBI/2015 dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011.

Anda mungkin juga menyukai