Anda di halaman 1dari 15

Reaksi Hipersensitivitas terhadap Media Kontras Teriodinasi: Studi Multisenter pada

196.081 Pasien

Latar belakang: Studi multisenter mungkin diperlukan untuk menetapkan pedoman dalam
penggunaan media kontras iodinasi (ICM) secara aman.
Tujuan: Untuk mengidentifikasi prevalensi, pola, faktor risiko, dan tindakan pencegahan
untuk reaksi hipersensitivitas terkait-ICM (HSR).
Bahan dan Metode: Penelitian dilakukan pada Maret 2017 hingga Oktober 2017, total
terdapat 196.081 pasien yang menjalani pemberian ICM dan diikutsertakan dalam studi dari
tujuh lembaga yang berpartisipasi. Dilakukan pencatatan adanya kejadian HSR dan
informasi dasar pasien. Uji x2 dan uji t-Student dilakukan, dan analisis regresi logistik
digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang memprediksi kejadian dan
rekurensi HSR.
Hasil: Di antara 196.081 pasien (rata-rata usia ± standar deviasi, 59.1 tahun ± 16.0;
105.014 laki-laki dan 91.067 perempuan) yang menjalani pemberian ICM, prevalensi
keseluruhan HSR adalah 0,73% (1433 dari 196 081), dan reaksi berat terjadi pada 0,01%
(17 dari 196.081). Regresi logistik bersyarat untuk pasien dengan HSR (n = 1433) dan
kelompok kontrol (kelompok yang sesuai 1:1 untuk usia, jenis kelamin, produk ICM, dan
institusi) menunjukkan bahwa riwayat individual pasien yang sebelumnya mengalami HSR
terkait ICM (odds rasio yang disesuaikan) [OR], 198.8; P<.001), hipertiroidisme (OR yang
disesuaikan, 3.6; P = .04), alergi obat (OR yang disesuaikan, 3.5; P< .001), dan penyakit
alergi lainnya (OR yang disesuaikan, 6.8; P< .001) serta riwayat keluarga yang mengalami
HSM terkait ICM (OR yang disesuaikan, 14.0; P = .01) merupakan prediktor terjadinya
HSR. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa penggunaan premedikasi antihistamin
(OR, 0,5; P=.01) dan perubahan dalam profil ICM generik (OR, 0,5; P <.001) merupakan
pencegahan terjadinya rekurensi HSR.
Kesimpulan: Riwayat keluarga serta riwayat mengalami reaksi hipersensitivitas terkait
media kontras teriodinasi sebelumnya adalah faktor risiko untuk terjadinya HSR. Hal ini
adanya potensi predisposisi genetik. Pengubahan ICM yang dicurigai dan premedikasi
dengan antihistamin berguna untuk mengurangi rekurensi HSR
Sekitar 75 juta pemindaian CT dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat, dan
hampir separuhnya menggunakan media kontras teriodinasi (ICM) (1,2). Di Korea,
diperkirakan lebih dari 4 juta pemindaian CT melibatkan penggunaan ICM setiap tahunnya
(3).
Singkatan
CI = interval kepercayaan, HSR = reaksi hipersensitivitas, ICM = media kontras
teriodinasi, OR = odds rasio

Ringkasan
Riwayat keluarga serta riwayat mengalami reaksi hipersensitivitas terkait media kontras
teriodinasi sebelumnya adalah faktor risiko terjadinya hipersensitivitas baru. Premedikasi
dan perubahan jenis media kontras teriodinisasi adalah langkah yang berguna untuk
mencegah rekurensi reaksi hipersensitivitas.

Hasil Utama
 Prevalensi keseluruhan reaksi hipersensitivitas (HSRs) terhadap media kontras
teriodiniasi (ICM) adalah 0,73% (1.433 dari 196.081), dan reaksi berat terjadi
pada 0,01% (17 dari 196.081) pasien.
 Riwayat pasien yang sebelumnya mengalami HSR terkait ICM (rasio odds yang
disesuaikan [OR], 199; P<.001), hipertiroidisme (OR yang disesuaikan, 3,6; P =
.04), alergi obat (OR yang disesuaikan, 3.5; P < .001), dan penyakit alergi lainnya
(OR yang disesuaikan, 6.8; P < .001) dan riwayat keluarga yang pernah
mengalami HSR terkait ICM (OR yang disesuaikan, 14; P = .01) merupakan
prediktor reaksi hipersensitivitas.
 Premedikasi dengan antihistamin (OR, 0,53; P = 0,01) dan perubahan ICM (OR,
0.51; P < .001) menunjukkan efek pencegahan terhadap HSR berulang.

Seiring penggunaan ICM yang berkembang dengan pesat, kejadian reaksi


hipersensitivitas terkait-ICM juga ikut meningkat (HSR) (4,5). Sebagian besar gejala
berderajat ringan; namun, pada kasus-kasus yang sangat langka, HSR terkait ICM masih
dapat mengancam jiwa (6,7). Telah dilaporkan bahwa kematian akibat anafilaksis dapat
terjadi pada satu hingga tiga orang per 100.000-1.000.000 pemberian ICM (8). Dengan
pertimbangan bahwa pemindaian CT yang ditingkatkan agen kontras dilakukan dalam
jumlah besar, pemeriksaan profil keamanan ICM sangat penting untuk pencegahan dan
manajemen yang optimal HSR terkait ICM. Selain itu, penting untuk mengidentifikasi
pasien yang berisiko tinggi mengalami HSR, karena premedikasi (obat yang diberikan
dalam persiapan untuk pemberian ICM untuk menurunkan tingkat kejadian HSR terkait
ICM) dengan kortikosteroid dan/atau antihistamin dan perubahan profil ICM generik
diketahui dapat mencegah HSR berulang (9-12). Namun, register sistematis untuk HSR
terkait ICM di Korea masih sedikit. Investigasi terperinci dari prevalensi HSR dan pola
serta faktor risikonya masih diperlukan, karena hanya ada sedikit studi yang telah
membahas masalah ini (13,14).

Total 196,081 pasien yang menerima ICM pada Maret


2017 hingga Oktober 2017

Ya Tidak
Kejadian HSR
selama periode studi

194,648 pasien tidak


mengalami HSR (99,3%)

1,433 pasien mengalami 1,433 kontrol negatif yang sesuai


HSR (0,7%) usia, jenis kelamin, agen ICM,
Membanding
dan lembaga
kan risiko
HSR

1,238 HSR yang 195 HSR 375 HSR non rekurens meski
pertama kali terjadi rekurens memiliki riwayat HSR sebelumnya
Membanding
kan risiko
HSR

Gambar 1. Diagram alur menunjukkan performa studi.


HSR = reaksi hipersensitivitas, ICM = media kontras teriodinisasi.

Kami berhipotesis bahwa register pasien multisenter yang menjalani pemberian


ICM dapat membantu untuk menetapkan pedoman penggunaan ICM secara aman dan
mengembangkan langkah-langkah pencegahan untuk menghindari rekurensi HSR. Tujuan
penelitian ini ada dua. Pertama, kami bertujuan untuk mengidentifikasi pola dan prevalensi
HSR menurut produk ICM yang digunakan, profil generiknya, dan konsentrasi iodin.
Kedua, kami mencoba mengidentifikasi faktor risiko untuk terjadinya HSR dan langkah-
langkah pencegahan reaksi tersebut.

Bahan dan Metode


Dewan peninjau dari tujuh lembaga yang berpartisipasi menyetujui penelitian ini.
Persyaratan persetujuan tertulis pasien dihapuskan karena penelitian ini adalah suatu studi
dengan risiko minimal, yang tidak akan mempengaruhi hak-hak partisipan, dan semua data
pribadi dihapus digantikan dengan pemberian kode berupa angka.

Pasien
Kami merekrut pasien dari tujuh rumah sakit rujukan tersier di Korea (Rumah Sakit
Universitas Nasional Seoul, Rumah Sakit Universitas Nasional Kyungpook, Rumah Sakit
Universitas Nasional Chungbuk, Rumah Sakit Universitas Nasional Pusan, Rumah Sakit
Yangsan Universitas Nasional, Rumah Sakit Universitas Nasional Chonnam, Rumah Sakit
Universitas Nasional Gyeongsang, dan Rumah Sakit Universitas Chung-Ang). Studi ini
mengikutsertakan semua pasien yang menjalani pemeriksaan CT dengan peningkatan
kontras antara Maret 2017 dan Oktober 2017. Secara keseluruhan, 196.081 pasien yang
menerima ICM terdaftar melalui sistem pendaftaran berbasis web dari Korea National
Institutes of Health (Sistem Penelitian Klinis dan Manajemen Uji Coba [iCReaT],
Cheongju, Korea). Data dikumpulkan setiap minggu, dan inspeksi internal dilakukan oleh
dokter yang bersertifikat di bidang kedokteran preventif (D.Y.K., yang memiliki
pengalaman 10 tahun) untuk meminimalkan heterogenitas antar institusi. Beliau
mengirimkan email secara reguler yang disertai ceklis penjaminan kualitas untuk
memastikan bahwa data yang dikumpulkan sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh
American College of Radiology, dan meninjau data yang dikumpulkan setiap bulan untuk
mencegah variabel yang hilang.
Untuk setiap pasien yang menerima ICM, diajukan formulir laporan kasus yang
mencakup informasi berikut: (a) karakteristik awal pasien, termasuk usia, jenis kelamin,
dan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes melitus, gagal jantung, dan
hipertiroidisme; (B) riwayat individu penggunaan ICM dan HSR terkait ICM sebelumnya;
(c) riwayat alergi obat, asma, dan penyakit alergi lain sebelumnya; (d) riwayat HSR terkait
ICM dan penyakit alergi pada keluarga, termasuk asma; (e) nama produk ICM yang
diberikan; (f) rejimen premedikasi, jika diberikan; dan (g) bila terjadi HSR, gejala, derajat
keparahan (ringan, sedang, dan berat), dan durasi HSR, bersama dengan perincian tentang
manajemennya.
Sebelum penerimaan pasien, semua lembaga yang berpartisipasi setuju untuk
melaporkan dan mengelola HSR sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh American
College of Radiology (15). Selain itu, mereka sepakat untuk menggunakan premedikasi
dan/atau mengubah ICM yang dicurigai ke agen kontras lain pada pasien yang melaporkan
riwayat HSR terkait ICM sebelumnya. Rejimen untuk premedikasi adalah sebagai berikut:
untuk pasien yang melaporkan reaksi indeks ringan, 4 mg klorfeniramin intravena
(Peniramin; Yuhan, Seoul, Korea) 30 menit sebelum pemberian ICM; untuk pasien yang
melaporkan reaksi indeks sedang, 40 mg metilprednisolon intravena dan 4 mg
klorfeniramin intravena 1 jam sebelum pemberian ICM; dan untuk pasien yang melaporkan
reaksi indeks berat, 40 mg metilpredisolon intravena 4 jam dan 1 jam sebelum pemberian
ICM dan 4 mg klorfeniramin intravena 1 jam sebelum pemberian ICM melalui kanula
intravena yang digunakan untuk injeksi ICM (16). Namun, dokter diizinkan untuk
memodifikasi rejimen premedikasi atas kebijakan mereka sendiri. Pemilihan agen kontras
alternatif diserahkan pada kebijaksanaan dan preferensi masing-masing rumah sakit.
Untuk menilai faktor risiko HSR terkait ICM, kelompok kontrol dipilih dari pasien
tanpa HSR, setelah dilakukan penyesuaian 1:1 untuk usia, jenis kelamin, produk ICM yang
digunakan, dan institusi. Ketika kejadian HSR dilaporkan, kelompok kontrol dipilih
berdasarkan kasus per kasus dari pasien dengan usia, jenis kelamin, dan institusi yang sama
dengan produk ICM yang sama yang diberikan dalam interval 1 minggu dari kejadian HSR.
Dilakukan perbandingan antara pasien dengan kejadian HSR selama periode studi dan
kelompok kontrol tanpa HSR. Selain itu, pasien yang mengalami rekurensi HSR
dibandingkan dengan mereka yang sebelumnya pernah mengalami HSR namun tidak
menunjukkan rekurensi, untuk mengidentifikasi faktor risiko kekambuhannya (Gambar 1).
ICM yang Digunakan
ICM yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 22 merek media kontras dari
11 perusahaan: Bonorex 350 (Layanan Kesehatan Pusat, Seoul, Korea); Iobrix 240, Iobrix
350, Iversense 240, Iversense 320, dan Iversense 350 (Taejoon Pharma- ceutical, Seoul,
Korea); Iomeron 350 dan Iomeron 400 (Bracco, Milan, Italia); Iopamigita 370 (Agfa
Healthcare, Berlin, Jerman); Omnihexol 350 (Korea United Pharmaceutical, Seoul, Korea);
Omnipaque 300, Omnipaque 350, Visipaque 270, dan Visipaque 320 (GE Healthcare,
Milwaukee, Wis); Optiray 320 dan Optiray 350 (Mallinckrodt Medical, St Louis, Mo);
Pamiray 300 dan Pamiray 370 (Dongkook Pharmaceutical, Seoul, Korea); Scanlux 370
(Tecmed Pharmaceutical, Midrand, Afrika Selatan); Ultravist 370 (Bayer Healthcare,
Berlin, Jerman); dan Xenetix 300 dan Xenetix 350 (Guerbet, Aulnay, Prancis). Berkaitan
profil generik, didapatkan enam monomer osmolar rendah nonionik yaitu, iobitridol
(14,1%), iohexol (26,3%), iomeprol (14,9%), iopamidol (27%), iopromide (3,7%), dan
ioversol (3,7%) 12,4%). Terdapat satu dimer iso-osmolar nonionik, iodixanol (1,6%).

HSR terkait ICM


HSR didefinisikan dan diklasifikasikan sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh
American College of Radiology sebagai berikut: (a) ringan (tanda dan gejala yang dapat
sembuh sendiri yang tidak menunjukkan adanya progresi): urtikaria dan pruritis terbatas,
edema kulit terbatas, rasa gatal atau tenggorokan gatal, kongesti nasal, bersin,
konjungtivitis, dan rinorea; (B) sedang (tanda-tanda dan gejala yang lebih jelas yang
biasanya memerlukan manajemen medis): urtikaria dan pruritis difus, eritema difus dengan
tanda-tanda vital yang stabil, edema wajah tanpa dispnea, rasa sesak tenggorokan atau suara
serak tanpa dispnea, dan mengi atau bronkospasme dengan hipoksia ringan atau tanpa
hipoksia; dan (c) berat (gejala yang mengancam jiwa yang dapat mengakibatkan morbiditas
permanen atau kematian jika tidak dikelola dengan tepat): edema difus atau edema wajah
dengan dispnea, difus eritema dengan hipotensi, syok anafilaksis dengan hipotensi dan
takikardia, dan mengi atau bronkospasme dengan hipoksia berat (15). Selain reaksi seperti
alergi, reaksi gastrointestinal seperti mual dan/atau muntah dan muka memerah, rasa
hangat, dan/atau kedinginan juga diawasi secara ketat karena dapat merupakan gejala yang
tumpang tindih antara hipersensitivitas dan reaksi fisiologis dalam praktik klinis, sehingga
sulit untuk membedakan reaksi ini.

Analisis statistik
SPSS (versi 22.0; SPSS, Chicago, Ill), perangkat lunak yang tersedia secara
komersial, digunakan untuk analisis statistik. Data disajikan dalam bentuk rerata dan
standar deviasi untuk variabel kontinu, dan jumlah dan persentase untuk variabel kategori.
Analisis x2 dilakukan untuk membandingkan prevalensi HSR sesuai dengan produk ICM
yang digunakan, profil generiknya, dan konsentrasi iodin. Analisis regresi Poisson
dilakukan untuk mengidentifikasi korelasi positif atau negatif antara konsentrasi iodin dan
prevalensi HSR. Uji t Student untuk variabel kontinu dan uji x2 untuk variabel kategori
digunakan untuk membandingkan kelompok dengan dan tanpa HSR. Analisis regresi
logistik bersyarat dilakukan untuk menilai faktor risiko untuk kejadian HSR dalam data
yang sesuai dengan pasien kontrol. Analisis regresi logistik dengan metode conditional
backward juga dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang memprediksi rekurensi
HSR. Untuk semua uji statistik, P< .05 dianggap signifikan secara statistik, kecuali untuk
penerapan koreksi Bonferroni pada analisis konsentrasi iodin dan prevalensi HSR.
Hasil
Informasi Dasar dan Prevalensi Keseluruhan dan Derajat Keparahan HSR
Sebanyak 196.081 pasien (usia rerata ± standar deviasi, 59,1 tahun ± 16,0; 105.014
laki-laki dan 91.067 perempuan) yang menerima ICM diikutsertakan dalam studi ini
(Gambar E1 [online]). Tabel 1 berisi daftar ICM yang digunakan selama periode studi dan
terjadinya HSR berdasarkan konstituen dan produk ICM. Dari 196.081 pasien, 1433 di
antaranya dilaporkan mengalami HSR, dengan prevalensi keseluruhan 0,73% (1433 dari
196 081). Dari pasien-pasien tersebut, bagi 0,63% pasien (1238 dari 196 081), kejadian ini
merupakan kejadian HSR pertama. Dalam hal derajat keparahan, 83,2% kejadian
diklasifikasikan sebagai HSR ringan, dengan prevalensi keseluruhan 0,61% (1192 dari
196.081); 15,6% sebagai HSR sedang (0,11%; 224 dari 196.081); dan 1,2% sebagai HSR
berat (0,01%; 17 dari 196.081). Prevalensi dan derajat keparahan HSR berbeda-beda sesuai
dengan produk ICM yang digunakan (semua P< .001).
berat

sedang ringan

Gambar 2. Prevalensi dan derajat keparahan reaksi hipersensitivitas sesuai dengan profil
generik media kontras teriodinasi

Kejadian HSR menurut Profil Generik ICM dan Konsentrasi Iodin


Gambar 2 menunjukkan prevalensi dan derajat keparahan HSR menurut profil
generik ICM. Ketika kami menganalisis prevalensi HSR menurut profil generik dengan
membandingkan prevalensi HSR untuk masing-masing jenis dengan prevalensi gabungan
HSR untuk yang lain, iobitridol (0,89%; 247 dari 27.613) dan iomeprol (0,95%; 278 dari
29.247) ditemukan berhubungan dengan angka kejadian HSR yang lebih tinggi (P = .001
dan P< .001, secara berurutan), sedangkan iopromide (0,37%; 27 dari 7335) dan iohexol
(0,62%; 321 dari 51.586) berkaitan dengan yang angka kejadian HSR yang lebih rendah
(P= .001 dan P <.001, secara berurutan). Tidak didapatkan perbedaan pada terjadinya HSR
untuk iodixanol (0,99%; 30 dari 3.043), iopamidol (0,70%; 371 dari 53.037), dan ioversol
(0,66%; 159 dari 24.220) (P = .096, P = .32, dan P = .15, secara berurutan).
Frekuensi HSR berbeda-beda berdasarkan konsentrasi iodin untuk setiap ICM
generik (P < .014), kecuali untuk iodixanol (P = .397) (Gambar 3). Ketika kami
membandingkan kejadian HSR berdasarkan konsentrasi iodin secara keseluruhan, terlepas
dari produk yang digunakan dan profil generik, prevalensinya berbeda (240 mg/mL, 1,32%
[23 dari 1745); 270 mg/mL, 0,66% [5 dari 752]; 300 mg/mL, 0,83% [88 dari 10.544]; 320
mg/mL, 0,88% [107 dari 12.162]; 350 mg/mL, 0,68% (718 dari 105.859); 370 mg/mL,
0,60% (328 dari 55.007); dan 400 mg/mL, 1,64% (164 dari 10.012)] (P < .001). Namun,
analisis regresi Poisson menunjukkan tidak ditemukan adanya hubungan linear positif atau
negatif antara prevalensi HSR dan konsentrasi iodin dalam ICM (P = .32).
Prevalensi HSR

Generik ICM
Konsentrasi Iodin (mg/mL)
Jumlah penggunaan ICM

Gambar 3. Grafik menunjukkan perbandingan prevalensi reaksi hipersensitivitas (HSR)


menurut konsentrasi iodine dan profil generik media kontras teriodinisasi (ICM). * =
Koreksi Bonferroni diterapkan.

Manajemen ICR terkait ICM


Di antara 1.433 pasien yang mengalami HSR, 986 (68,8%, 986 dari 1.433) sembuh
tanpa terapi. Untuk 447 pasien yang tidak pulih secara spontan, dilakukan pemantauan dan
manajemen bedside intensif. Antihistamin diberikan kepada 274 pasien (19,1%, 274 dari
1.433) dan antihistamin sekaligus steroid sistemik diberikan pada 87 pasien (6,1%, 87 dari
1433). Untuk tujuh pasien (0,5%, tujuh dari 1433), epinefrin diberikan, yang diikuti oleh
injeksi steroid intravena. Obat lain seperti analgesik dan antiemetik digunakan pada
sembilan pasien (0,6%, sembilan dari 1.433). Tujuh puluh pasien (4,9%, 70 dari 1433)
dipindahkan ke instalasi gawat darurat atau dirawat inapkan, dan gejala mereka ditangani di
bangsal rawat inap oleh spesialis alergi.

Faktor Risiko untuk Terjadinya dan Rekurensi HSM terkait ICM


Dalam perbandingan antara pasien dengan HSR (n = 1.433) dan pasien yang tidak
mengalami HSR (n = 1.433), riwayat individu yang sebelumnya mengalami HSR terkait
ICM (195 vs empat; P <.001); pasien dengan riwayat hipertiroidisme sebelumnya (16 vs
empat; P = 0,01), alergi obat (55 vs 12; P<.001), asma (23 vs 10; P = .03), dan penyakit
alergi lainnya (55 vs enam; P < .001), dan riwayat keluarga yang mengalami HSR terkait
ICM (11 vs satu; P = .01) ditemukan menjadi faktor risiko untuk HSR. Penggunaan ICM
sebelumnya tanpa kejadian HSR dalam dekade terakhir dikaitkan dengan risiko yang lebih
rendah untuk terjadinya HSR (935 vs 1.041; P< .001) (Tabel 2). Regresi logistik bersyarat
menunjukkan bahwa riwayat pasien HSR terkait ICM sebelumnya (rasio odds yang
disesuaikan [OR], 198,8; interval kepercayaan 95% [CI]: 49.2, 802,5; P< .001),
hipertiroidisme (OR yang disesuaikan, 3.6; 95% CI: 1,1, 11,8; P = .04), alergi obat (OR
yang disesuaikan, 3.5; 95% CI: 1.9, 6.5; P < .001), dan penyakit alergi lainnya (OR yang
disesuaikan, 6.8; 95 % CI: 3.2, 14.8; P< .001) dan riwayat keluarga HSR terkait ICM (OR
yang disesuaikan, 14.0; 95% CI: 1.8, 112.1; P = .01) merupakan prediktor terjadinya HSR
(Tabel 3).

Di antara 196.081 pasien, 570 pasien melaporkan mengalami HSR terkait ICM di
masa lalu, dan 94.9% (541 dari 570) pasien menerima langkah pencegahan sebelum
pemberian ICM. Premedikasi hanya dilakukan pada 213 pasien (37,4%, 213 dari 570; 187
pasien hanya menerima antihistamin dan 26 pasien menerima antihistamin dan
kortikosteroid) dan perubahan ICM hanya dilakukan pada 52 pasien (9,1%, 52 dari 570).
Pada 276 pasien (48,4%, 276 dari 570), baik premedikasi dan perubahan ICM dilakukan
(203 menerima antihistamin dengan perubahan ICM dan 73 menerima antihistamin dan
kortikosteroid dengan perubahan ICM). Di antara 570 pasien yang pernah mengalami HSR
terhadap ICM di masa lampau, 195 pasien mengalami HSR berulang, sedangkan 375 pasien
tidak menunjukkan gejala rekurensi. Sebanyak 176 dari 541 pasien (32,5%) mengalami
HSR berulang meskipun telah menerima premedikasi dan/atau perubahan ICM, dan 158
pasien mengalami reaksi tiba-tiba (131 pasien menerima antihistamin dan 27 pasien
menerima antihistamin dengan kortikosteroid) (Tabel 4). Selain itu, kejadian rekurensi
terjadi pada 92 dari 328 (28,1%) pasien yang agen kontrasnya telah diubah. Analisis regresi
logistik menunjukkan bahwa premedikasi dengan antihistamin (OR, 0.53; 95% CI: 0.33,
0.86; P = .01) dan perubahan ICM (OR, 0.51; 95% CI: 0.36, 0.73; P< 0,001) adalah terkait
dengan risiko rekurensi HSR yang lebih rendah (Tabel 5).

Pembahasan
Sebanyak 196.081 pasien yang menerima injeksi media kontras teriodinasi
intravena (ICM) pada tahun 2017 diikutsertakan dalam register tingkat nasional Korea ini.
Prevalensi keseluruhan dari reaksi hipersensitivitas (HSR) adalah 0,73%, dan 0,63% dari
populasi tersebut mengalami peristiwa HSR yang pertama kali seumur hidup mereka.
Karena pengenalan ICM nonionik osmolaritas rendah telah berkontribusi pada penurunan
prevalensi HSR secara keseluruhan dan derajat keparahan HSR terkait ICM, sebagian besar
kejadiannya ringan. Namun, 16,8% (241 dari 1.433) dari peristiwa ini diklasifikasikan
sebagai HSR sedang hingga berat, dengan prevalensi keseluruhan 0,12% pada populasi
studi kami. Riwayat HSR terkait ICM, adanya penyakit alergi, hipertiroidisme, dan riwayat
keluarga HSR terkait ICM merupakan faktor risiko untuk HSR. Dalam hal tindakan
pencegahan, premedikasi dengan antihistamin dan perubahan ICM menjadi agen kontras
lain mengurangi risiko HSR berulang.
Meskipun semua lembaga yang berpartisipasi sepakat untuk melakukan premedikasi
atau perubahan ICM pada pasien dengan risiko tinggi, kami menemukan bahwa 29 dari 570
pasien (5,1%) yang mengalami HSR sebelumnya, menerima ICM tanpa langkah
pencegahan. Selain itu, reaksi yang tiba-tiba terjadi pada 158 dari 489 pasien (32,3%)
meskipun telah diberikan premedikasi yang adekuat; rekurensi terjadi pada 92 dari 328
pasien (28,1%) yang telah memperoleh penggantian agen kontras yang dicurigai. Angka
reaksi tiba-tiba yang relatif tinggi yang kami temukan meskipun telah memperoleh
premedikasi dan perubahan ICM menekankan pentingnya register untuk pengawasan
kelompok berisiko tinggi (17,18).
Prevalensi HSR yang diamati dalam penelitian kami serupa atau lebih rendah dari
yang ditemukan pada studi-studi besar sebelumnya, seperti Wang et al (6) dan Motosugi et
al (19). Penelitian kami juga secara konsisten dengan studi sebelumnya yang menunjukkan
riwayat individu yang mengalami HSR terkait ICM sebelumnya dan adanya penyakit
alergi, seperti alergi obat, adalah faktor risiko mengalami HSR (10,20). Penyakit alergi
telah dilaporkan sangat terkait dengan angka prevalensi yang tinggi dari penyakit tiroid
autoimun, termasuk penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto (21,22). Dalam penelitian
kami, ditemukan bahwa riwayat keluarga yang mengalami HSR terkait ICM juga
merupakan faktor risiko untuk HSR. Perlu dicatat, HSR dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan genetik (23). Dengan teridentifikasinya gen suseptibilitas untuk asma, rinitis alergi, dan
dermatitis atopik (24), kami mengusulkan adanya potensi faktor predisposisi genetik
terjadinya HSR terhadap ICM. Investigasi lebih lanjut pada profil genetik terkait HSR
dapat memberikan lebih banyak wawasan tentang masalah ini.
Premedikasi dengan antihistamin dan perubahan agen ICM yang dicurigai menjadi
agen kontras lain dikaitkan dengan risiko rekurensi HSR yang lebih rendah, yang
mengkonfirmasi laporan sebelumnya (7,10-12,16,25). European Society of Urogenital
Radiology menyarankan bahwa pengubahan ICM atau penggunaan premedikasi
mengurangi kejadian berulang pada pasien dengan risiko HSR (26). Versi 10.3 dari
American Manual College of Radiology on Contrast Media (15) juga mengindikasikan
bahwa penggantian ICM yang dicurigai dengan agen osmolar rendah dari kelas yang sama
dapat mengurangi kemungkinan kejadian HSR berikutnya.
Salah satu batasan utama dari penelitian kami adalah jenis, prevalensi, dan indikasi
ICM yang digunakan di masing-masing lembaga bervariasi, sehingga menyulitkan untuk
melakukan generalisasi hasil kami. Kami mengakui sejumlah karakteristik pasien, detail
berbagai protokol, dan adat istiadat lokal di berbagai rumah sakit tidak terkontrol dalam
register besar ini. Ditemukan juga variabilitas dalam penggunaan premedikasi, pelaporan,
derajat keparahan, dan manajemen pasien dengan HSR berdasarkan dokter dan lembaga,
yang sulit untuk dikendalikan. Selain itu, periode pengikutsertaan pasien penelitian kami
adalah 8 bulan, yang relatif singkat. Terakhir, penelitian kami tidak memiliki informasi
pemindaian yang terperinci, seperti area yang dipindai, laju injeksi agen kontras, dan
volume dan suhu ICM yang diinjeksi, yang mungkin telah mempengaruhi kemunculan
HSR (27).
Sebagai kesimpulan, kami menginvestigasi profil keamanan reaksi hipersensitivitas
(HSR) ke media kontras teriodinasi (ICM) dengan membangun basis data tingkat nasional
di Korea. Studi kami menekankan perlunya protokol pelaporan yang terstandar dan
penetapan register yang terintegrasi tingkat nasional untuk HSR terkait ICM sebagai dasar
untuk membangun strategi untuk mencegah rekurensi HSR. Registrasi skala besar dan
jangka panjang di masa depan dengan pengumpulan data secara kontinu dengan protokol
terstandar mungkin masih diperlukan untuk mengungkap semua aspek yang berkontribusi
pada terjadinya HSR.

Anda mungkin juga menyukai