Anda di halaman 1dari 13

Kelompok 10

JURNAL

Anggita Arnas S (200208052)


Anissa Eriana(200208053)
Dini Tri W(200208083)
.

Jurnal kelompok 3
Judul POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA
RESEP PASIEN RAWAT JALAN DARI KLINIK HIV/AIDS SALAH
SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG

Volume VOL.1 NO.1, 2019


Tahun terbit 2019
Penulis Ani Anggriani , Ida Lisni , Olga Susana Wiku
Human Immunodeficiency Virus (HIV) terus menjadi isu kesehatan masyarakat global utama,
yang menargetkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penggunaan ARV dalam pengobatan HIV/AIDS
meningkatkan harapan hidup bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran penggunaan obat ARV pada pasien rawat jalan dari Klinik HIV/AIDS dan
menilai kesesuaiannya dengan standar pengobatan yang sudah ditetapkan. Penelitian ini dilakukan
secara deskriptif non eksperimental, dengan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif,
menggunakan data resep pasien bulan April-Desember 2017. Hasil penelitian kuantitatif
menunjukkan 87% merupakan pasien lakilaki, dan kelompok umur terbanyak adalah 20-29 tahun
(39%). Golongan obat ARV yang digunakan adalah Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase
Inhibitors (NRTI), Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI), dan Protease Inhibitors
(PI), dengan kombinasi obat ARV terbanyak adalah kombinasi lini pertama
tenofovir+lamivudine+efavirenz (69%) sedangkan obat lini kedua
zidovudine+lamivudine+lopinavir/ritonavir sebesar 1%. Obat penyerta yang terbanyak digunakan
adalah kotrimoksasol.
Untuk data kualitatif yaitu ketepatan kombinasi dan dosis obat ARV adalah 100% sesuai dengan standar
Permenkes No.87 Tahun 2014, dengan kepatuhan pasien 79% dalam memperoleh pengobatan
antiretroviral setiap bulan. Potensi interaksi obat ARV dengan obat lainnya untuk kategori moderat
terbanyak adalah zidovudin+kotrimoksasol (11%) yang terjadi secara farmakokinetik dengan
menurunkan klirens ginjal dari zidovudine dan metabolit glucuronide-nya. Kesimpulannya, pola
penggunaan obat ARV sudah memenuhi standar Permenkes No.87 Tahun 2014, dengan penggunaan
terbanyak adalah kombinasi lini pertama tenofovir+lamivudine+efavirenz.
Judul Differential expression of the angiotensin receptors (AT1, AT2, and AT4)
in the placental bed of HIV-infected preeclamptic women of African
ancestry
Key word Renin-Angiotensin Aldosterone System (RAAS) ● Preeclampsia ●
Angiotensin II-type 1 receptor (AT1R) ● Angiotensin II-type 2 receptor
(AT2R) ● Angiotensin II-type 4 receptor (AT4R)
Tahun terbit 2023
Penulis Shoohana Singh1 ● Jagidesa Moodley2 ● Thajasvarie Naicker1
The Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) is implicated in the pathophysiology of
preeclampsia (PE). There is a paucity of data on uteroplacental angiotensin receptors AT1-2 and 4. We
evaluated the immunoexpression of AT1R, AT2R, and AT4R within the placental bed of PE vs. normotensive
(N) pregnancies stratified by HIV status. Placental bed (PB) biopsies (n = 180) were obtained from N and PE
women. Both groups were stratified by HIV status and gestational age into early-and late onset-PE. Immuno-
labeling of AT1R, AT2R, and AT4R was quantified using morphometric image analysis. Immunostaining of PB
endothelial cells (EC) and smooth muscle cells of spiral arteries (VSMC) displayed an upregulation of AT1R
expression compared to the N group (p < 0.0001). Downregulation of AT2R and AT4R expression was observed
in PE vs. N group (p = 0.0042 and p < 0.0001), respectively. AT2R immunoexpression declined between
HIV+ve and HIV −ve groups, while AT1R and AT4R displayed an increase. An increase in AT1R expression
was noted in the EOPE−ve/ +ve and LOPE−ve/+ve compared to N−ve/N+ve. In contrast, AT2R and AT4R
expression decreased in EOPE−ve/+ve and LOPE-ve/+ve compared to N−ve/N+ve. We demonstrate a
significant downregulation of AT2R and AT4R with a concomitant elevated AT1R immunoexpression within
PB of HIV-infected PE women. In addition, a decline in AT2R and AT4R with an increase in AT1R
immunoexpression in PE, EOPE, and LOPE vs. normotensive pregnancies, irrespective of HIV status. Thus
highlighting differential immunoexpression of uteroplacental RAAS receptors based on pregnancy type, HIV
status, and gestational age.
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) terlibat dalam patofisiologi preeklamsia (PE). Terdapat
kekurangan data mengenai reseptor angiotensin uteroplasenta AT1-2 dan 4. Kami mengevaluasi ekspresi
imunoekspresi ATIR, AT2R, dan AT4R dalam lapisan plasenta kehamilan PE vs kehamilan normotensif (N)
yang dikelompokkan berdasarkan status HIV. Biopsi tempat tidur plasenta (PB) (n = 180) diperoleh dari
wanita N dan PE. Kedua kelompok dikelompokkan berdasarkan status HIV dan usia kehamilan menjadi PE
dini dan lambat. Pelabelan imuno ATIR, AT2R, dan AT4R diukur menggunakan analisis gambar
morfometrik. Imunostaining sel endotel PB (EC) dan sel otot polos arteri spiral (VSMC) menunjukkan
peningkatan regulasi ekspresi ATIR dibandingkan dengan kelompok N (p<0,0001). Penurunan regulasi
ekspresi AT2R dan AT4R diamati pada kelompok PE vs. N (p=0,0042 dan p<0,0001), masing-masing.
Imunoekspresi AT2R menurun antara kelompok HIV+ve dan HIV-ve, sementara AT1R dan AT4R
menunjukkan peningkatan. Peningkatan ekspresi ATIR tercatat pada EOPE-ve/ +ve dan LOPE-ve/+ve
dibandingkan dengan N-ve/N+ve. Sebaliknya, ekspresi AT2R dan AT4R menurun pada EOPE-ve/+ve dan
LOPE-ve/+ve dibandingkan dengan N-ve/N+ve. Kami menunjukkan penurunan regulasi AT2R dan AT4R
yang signifikan disertai peningkatan imunoekspresi ATIR dalam PB perempuan PE yang terinfeksi HIV.
Selain itu, penurunan AT2R dan AT4R dengan peningkatan imunoekspresi ATIR pada kehamilan PE, EOPE,
dan LOPE vs. kehamilan normotensif, terlepas dari status HIV. Dengan demikian menyoroti perbedaan
imunoekspresi reseptor RAAS uteroplasenta berdasarkan jenis kehamilan, status HIV, dan usia kehamilan.
.

Jurnal kelompok 4
Judul LITERATURE REVIEW : FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN
KADAR CD4 PADA PASIEN HIV YANG
MENDAPAT HIGHLY ACTIVE
ANTIRETROVIRAL THERAPY (HAART)1
Volume
Tahun terbit 2019
Penulis Ayu Setia Anggraini, Nazula Rahma Shafriani
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu infeksi virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) sehingga menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Penurunan
kadar CD4 menunjukan adanya virus dalam tubuh, sehingga diperlukan adanya Highly Active
Antiretriviral Therapy (HAART) yang dapat menurunkan jumlah virus dan meningkatkan jumlah CD4
dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan kadar CD4 pada pasien HIV yang mendapat HAART. Metode penelitian pencarian literatur
dilakukan melalui tiga database yaitu Google Scollar, Science Direct, dan PubMed dengan metode PICO.
Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ketentuan sepuluh tahun terakhir dari 2011
hingga 2021 dengan jenis penelitian eksperimental dan kajian pustaka. Hasil penelusuran literatur
diperoleh sepuluh jurnal yang menunjukan bahwa kadar CD4 mengalami peningkatan setelah
dilakukannya terapi HAART. Usia dan jenis kelamin secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan
kadar CD4 setelah pemberian terapi HAART (<0,05), Jumlah CD4 awal secara signifikan dikaitkan
dengan peningkatan kadar CD4 (<0,05), Kepatuhan minum obat secara signifikan dikaitkan dengan
peningkatan jumlah CD4 (<0,05), dan Jenis HAART yang digunakan secara signifikan dikaitkan dengan
peningkatan kadar CD4 (<0,05). Simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan kadar CD4 yaitu usia, jenis kelamin, jumlah CD4 awal, kepatuhan minum
obat, dan jenis HAART yang digunakan.
Judul Psychosocial interventions for improving engagement
in care and health and behavioural outcomes for
adolescents and young people living with HIV: a
systematic review and meta-analysis
Volume
Tahun terbit 2021
Penulis Christina A Laurenzi , Stefani duToit, Wole Ameyan , GJ
Melendez-Torres, Tashmira Kara,
Amanda Brand, Yeukai Chideya, Nina Abrahams,
Melissa Bradshaw, Daniel T Page, Nathan Ford,
Nadia A Sam-Agudu, Daniella Mark, Marco Vitoria,
Martina Penazzato , Nicola Willis, Alice Armstrong
and Sarah Skeen
Pendahuluan: Remaja dan generasi muda merupakan kelompok dengan proporsi infeksi HIV baru yang semakin meningkat secara
global, namun pendekatan yang ada saat ini tidak secara efektif melibatkan kelompok ini, dan dampak yang ditimbulkan oleh HIV
pada remaja adalah yang paling buruk di antara semua kelompok umur. Memberikan intervensi psikososial yang menggabungkan
pendekatan psikologis, sosial, dan/atau perilaku menawarkan jalur potensial untuk meningkatkan keterlibatan dalam perawatan dan
kesehatan serta hasil perilaku di kalangan remaja dan orang muda yang hidup dengan HIV (AYPLHIV).
Metode: Pencarian sistematis terhadap semua makalah peer-review yang diterbitkan antara Januari 2000 dan Juli 2020 dilakukan
melalui empat database elektronik (Cochrane Library, PsycINFO, PubMed dan Scopus). Kami memasukkan uji coba terkontrol secara
acak yang mengevaluasi intervensi psikososial yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan dalam perawatan dan kesehatan
serta hasil perilaku AYPLHIV berusia 10 hingga 24 tahun.
Hasil dan diskusi: Tiga puluh penelitian relevan telah diidentifikasi. Studi dilakukan di Amerika Serikat (n = 18, 60%), Afrika sub-
Sahara (Nigeria, Afrika Selatan, Uganda, Zambia, Zimbabwe) dan Asia Tenggara (Thailand). Hasil yang menarik perhatian mencakup
kepatuhan terhadap terapi antiretroviral (ART), pengetahuan ART, data viral load, perilaku seksual berisiko, pengetahuan risiko
seksual, retensi dalam layanan dan keterkaitan dengan layanan. Secara keseluruhan, intervensi psikososial untuk AYPLHIV
menunjukkan dampak kecil hingga sedang yang penting terhadap kepatuhan terhadap ART (SMD = 0,3907, 95% CI: 0,1059 hingga
0,6754, 21 penelitian, n = 2647) dan viral load (SMD = 0,2607, 95%). CI 04518 hingga 0,0696, 12 penelitian, n = 1566). Intervensi
psikososial yang ditinjau tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap retensi dalam layanan (n = 8), perilaku dan pengetahuan
seksual berisiko (n = 13), penekanan virus (n = 4), viral load tidak terdeteksi (n = 5) atau hubungan dengan layanan (n = 1) di antara
AYPLHIV. Tidak ada penelitian yang mengukur transisi ke layanan orang dewasa. Intervensi yang efektif menggunakan berbagai
pendekatan, termasuk pemberian tenaga kesehatan secara digital dan awam, yang menjanjikan peningkatan intervensi dalam konteks
COVID-19.
Kesimpulan: Tinjauan ini menyoroti potensi intervensi psikososial dalam meningkatkan hasil kesehatan pada AYPLHIV. Namun,
penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai intervensi yang dapat secara efektif mengurangi perilaku seksual berisiko AYPL-HIV,
serta intervensi yang dapat memperkuat keterlibatan dalam layanan kesehatan. Investasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan
bahwa intervensi ini hemat biaya, berkelanjutan, dan tangguh dalam menghadapi keterbatasan sumber daya dan tantangan global
seperti pandemi COVID-19.
Kata Kunci: HIV remaja; remaja dan generasi muda; intervensi psikososial; kepatuhan terhadap ART; viral load; penekanan virus;
perilaku seksual berisiko; keterlibatan dalam perawatan

Anda mungkin juga menyukai