Tabita
Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia
E-mail: wofa.yustika@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui perbedaan pengunaan kosakata
dasar swadesh yang digunakan masyarakat asli Ciboleger dan masyarakat asal Baduy
dalam. Penggunaan bahasa Sunda oleh masyarakat yang membuat bahasa menjadi
lestari. Perbedaan itu juga yang membuat suatu bahasa menjadi lebih kaya.
Kata kunci: Bahasa, Kosakata, Masyarakat
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-beribu pulau.
Terdapat lima pulau besar di Indonesia. Kelima pulau besar tersebut ialah pulau
Sumatera, pulau Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi dan pulau Irian. Dari kelima
pulau tersebut terdapat satu pulau yang memiliki jumlah penduduk terbanyak, yaitu
pulau Jawa. Berdasarkan peta pulau Jawa, terdapat 150 juta jiwa yang mendiami pulau
ini. Selain merupakan pulau terbesar kelima di Indonesia, Jawa juga dinobatkan sebagai
pulau terbesar ketiga belas di dunia. Wajar jika di pulau Jawa memiliki banyak suku
dan budaya. Salah satu suku yang masih jarang disentuh orang ialah suku Baduy.
Suku Baduy yang menjadi suku asli Banten. Jumlah penduduk suku Baduy
hanya 5000-8000 orang. Mereka berada di kaki gunung Kendeng desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Rangkasbitung, Banten. Suku Baduy ini dibagi
menjadi dua yaitu suku luar dan suku dalam. Suku Baduy dalam masih menjaga
pikukuhnya sedangkan Baduy luar sudah berbaur dengan masyarakat lain. Untuk
menemui masyarakat Baduy dalam tidak harus ke wilayah dalam Baduy. Berkunjung
ke wilayah Ciboleger saja sudah dapat menemui orang Baduy Luar serta orang Baduy
dalam.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ciboleger pada umumnya berasal dari
masyarakat wilayah banten dan juga dari suku Baduy luar. Dikatakan sebagai
masyarakat Baduy luar karena mereka ‘diusir’ dari Baduy dalam sebab melanggar
pikukuh atau aturan yang ditetapkan oleh pemangku adat. Sebelum mereka diusir
secara utuh mereka dihukum di ‘penjara’ adat terlebih dahulu setelah dihukum mereka
bebas memilih untuk kembali ke Baduy dalam dengan tahapan upacara adat ataupun
dapat memilih menjadi masyarakat Baduy luar. Dalam proses adatnya mereka
menggunakan bahasa Sunda seperti berkomunikasi sehari-hari.
Menurut Wibowo (2001:3) Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna
dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional,
yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan
perasaan dan pikiran.. Masyarakat Baduy masih kental menggunakan bahasa Sunda
sebagai bahasa sehari-hari. Hal itu disebabkan masyarakat Baduy dalam menganut
agama Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan adalah agama masyarakat Baduy yang
menghormati roh karuhun, nenek moyang (Permana, 2006: 37). Wiwitan berarti jati,
asal, pokok, pemula, pertama. Sunda Wiwitan dalam Carita Parahiyangan disebut
kepercayaan Jati Sunda. Naseni, seorang kokolot Kampung Cikeusik, menjelaskan
bahwa “kepercayaan animisme masyarakat Baduy telah dimasuki unsur-unsur agama
Hindu dan agama Islam”. Pada tahun 1907, menurut laporan Controller Afdeeling, di
wilayah Lebak terdapat komunitas masyarakat beragama Hindu sebanyak 40 keluarga
(Ekadjati, 1995: 72).
Seiring berjalannya waktu dan sudah mulai dikenalnya suku ini, masyarakat
Baduy sudah mengenal Bahasa Indonesia. Saat berbicara dengan pengunjung, mereka
sudah menggunakan bahasa Indonesia. Seperti pada umumnya di kota lain, bahasa
Sunda yang digunakan oleh masyarakat di wilayah Ciboleger atau masyarakat Baduy
ialah bahasa Sunda umum yang sama dengan Bogor-Bandung ataupun wilayah lain
yang menggunakan bahasa Sunda. Namun, di Ciboleger ini terdapat kosakata bahasa
Sunda yang jarang digunakan oleh bahasa Sunda lainnya. Penggunaan Bahasa Sunda
di wilayah Ciboleger memiliki beberapa perbedaan antara masyarakat Baduy dengan
masyarakat Banten yang juga tinggal disekitar. Masih digunakannya bahasa Sunda di
wilayah Ciboleger menjadi salah satu pendorong lestarinya bahasa Sunda.
METODE PENELITIAN
KESIMPULAN
REFERENSI