Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga makalah tentang aspek legal etik keperawatan jiwa ini
dapat kami selesaikan.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada dosen atau mahasiswa yang
bersangkutan. Dalam makalah ini disajikan informasi mengenai hasil diskusi yang telah
kami lakukan mengenai aspek legal etik keperawatan jiwa.
Tentunya, tidak ada gading yang retak, makalah ini tentu masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran selalu kami harapkan agar menjadi pedoman di masa yang
akan datang. Akhir kata kami ucapkan banyak Terima Kasih
DAFTAR ISI
Daftar isi..............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
BAB III
3.1 Pembahasan
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang. Perawat dianggap sebagai salah satu
profesi kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
baik di dunia maupun di Indonesia.Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya
kebutuhan pelayanan kesehatan menuntut perawat saat ini memiliki pengetahuan dan
keterampilan di berbagai bidang. Saat ini perawat memilikiperan yang lebih luas dengan
penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien
secara komprehensif. Perawat menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran
pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien,
manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik. Dan dengan adanya beberapa aspek
dalam keperawatan seperti aspek legal etik keperawatan jiwa yang akan kami bahas.
1. MASA PERADAPAN
Keperawatan jiwa dimulai anatara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian
penanganan pada seseorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradapan
dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan mengusirnya agar
sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya gangguan emosional
diakibatkan tidak berfungsinya oragan pada otak. Mereka menggunakan berbagai
pendekatan tindangan seperti :
a. Ketenangan
b. Gizi yang baik
c. Kebersihan badan yang baik
d. Musik
e. Aktivitas rekreasi
2. Masa Pertengahan
Era dari Alienation, social exclusion dan confinement.Dokter menjelaskan gejala :
a. Depression
b. Paranoia
c. Delusions
d. Hysteria
e. Nighmares Rumah sakit Jiwa pertama, Bethlehem royal hospital, telah di
bukan di England
Selama 18 abad, era dari reason dan observation :
3. Abad 18 dan 19
Bejamin Rush, sering disebut Bapak Psikiatric Amerika. Pertama menulis bukutentang
Pskiatric Amerika dan banyak tindakan kemanusian untuk penderita penyakit
mental/jiwa. Tahun 1783, masa tindakan moral dan bekerjasama denganrumah sakit
Pennsylvania. Tahun 1843, Thomas kirkbridge memberikan pelatihandi rumah sakit
Pennsylvania untuk membantu dokter merawat pasien penyakit jiwa.Tahun 1872, New
England Hospital untuk perempuan & anak, dan Women’sHospital di Philadelphia
mendirikan sekolah perawat, tetapi tidak untuk pelayan pskiatrik. Setelah itu Dorothea
Lynde Dix, seorang pengajar yang memberikancontoh penderita penyakit jiwa. Tahun
1882 Pendidikan keperawatan jiwa pertama di McLean Hospital diBelmont,
Massachusetts. Dan Tahun 1890 siswa perawat menjadi staff keperawatan di rumah sakit
jiwa. Perawat mendapat tugas dan diharapkan mengembangkan ketrampilan dalam
memberikan pengobatan melalui asuhan keperawatan. Diakhir abad 19 mengalami
perubahan atau perkembangan menjadi cohtoh pengobatan dari perawat pskiatrik,
seperti :
a. Membantu dokter
b. Mengelola obat penenang
c. Memberikan hidroterapi
d. Keperawatan jiwa Abad 20
Sekolah perawatan menawarkan bermacam-macam program dalam keperawatan
psikiatrik. Pada prakteknya sekolah keperawatan biasanya mengarahkan topik-topik
mengenai perilaku manusia atau kesehatan mentalatau gangguan mental, dan dapat
diintegrasikan kedalam beberapa mata kuliahseperti pediatric, obstretri dan gerontology.
Pengalaman klinik Keperawatan psikiatrik didapat dalam jangka lebih dari satu tahun,
meskipun evaluasidilakukan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mencakup
konsep dasar kesehatan mental.
Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasiskomunitas, yang
menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusatkesehatan mental, praktek,
pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care,home visite dan hospice care. Pada saat ini
banyak terjadi perubahan yangsignifikan dalam perawatan kesehatan jiwa. Managed care
menghubungkanstruktur dan layanan baru. Seorang manajer kasus ditugaskan
untuk mengkoordinasikan pelayanan untuk klien individu dan bekerja sama dengantim
multidisipliner. Alat-alat manajemen klinis yang menunjukkan organisasi,urutan dan
waktu intervensi yang diberikan oleh tim perawatan untuk satugangguan yang
teridentifikasi pada klien. Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer (bukan
hanya perawatan berbasis penyakit); mencakupidentifikasi kelompok-kelompok berisiko
tinggi dan penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.
Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model kuratif
(model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian pengobatan.Baru
tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien, anggota keluargatidak dianggap
sebagai bagian dari tim perawatan.Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau
pengobatan berbasiskomunitas, yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui
pusatkesehatan mental, praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, homevisite
dan hospice care. Seiring perkembangan keperawatan jiwa di dunia, perkembangan di
Indonesia pun turut berkembang.
Hal ini dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di Indonesia, pasien gangguan jiwa
ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta,Semarang, dan Surabaya, yang ditampung
pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Kemudian, mulailah didirikan beberapa
rumah sakit jiwa. Pada saatini, keperawatan jiwa mulai menjadi bagian klinik khusus.
Sebelumnya para perawat berperan sebagai manajer dan koordinator kegiatan dengan
melaksanakan perawatan terapeutik sesuai dengan model dasar medis. Dengan studi
lanjutan dan pengalaman praktek klinik di bidang perawatan psikiatrik, para ahli spesialis
dan praktisi perawat mendapat pengetahuan yang banyak dalam perawatan dan pencegahan
gangguan psikiatrik.
BAB III
PEMBAHASAN
Selama berada di rumah sakit, klien tersebut minum obat-obatan dan membaik
cukup cepat sehingga ia memenuhi syarat untuk pulang ketika ia tidak lagi
berbahaya. Beberapa klien berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari rumah
sakit dan kembali mengancam, agresif, atau berbahaya. Klinisi kesehatan jiwa
semakin bertanggung jawab secara hukum untuk tindak kriminal klien tersebut, yang
meningkatkan perdebatan tentang komitmen sipil yang luas untuk klien yang
berbahaya. Studi yang di lakukan Weinberger et(1998) menunjukkan bahwa
pengadilan menerima kurang dari 50% petisi profesional kesehatan jiwa untuk
komitmen sipil yang luas pada klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian pengadilan
adalah klien psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak boleh
ditahan di rumah sakit jika mereka tidak menginginkannya ketika mereka tidak lagi
berbahaya. Masyarakat menentang dengan menuntut bahwa mereka patut dilindungi
dari individu yang berbahaya, yang memiliki riwayat tidak mengkonsumsi obat-
obatan sehingga dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.
C. Hak-hak klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada semua
orang, kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalma kasus komitmen
invlounter. Klien memilik hak untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat
yang masih tertutup, dan menerima dan menolak pengunjung. Setiap
larangan(misalnya : surat,pengunjung,pakaian) harus ditetapkan oleh pengadilan
atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi
dan didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut :
a. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat
pinggang, tali sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan
untuk membahayakan dirinya.
b. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi
orang tersebut selama suatu periode waktu.
c. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon
diizinkan menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.
d. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon
diizinkan menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.
a. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa hormat
dan perhatian.
b. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang dapat
dipahami, terkini, dan relevan tentang diagnosa, terapi, dan prognosis dari
dokter dan pemberi perawatan langsung lainnya.
c. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana perawatan
sebelum dan selama proses terapi dan menolak terapi yang direkomendasikan
atau rencana perawatan sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan
kebijakan rumah sakit dan diinformasikan tentang konsekuensi medis
tindakan ini. Bila pasien menolak terapi, pasien berhak memperoleh
perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan rumah sakit, atau
dipindahkan ke rumah sakit lain. Rumah sakit harus memberi tahu pasien
tentang setiap kebijakan yang dapat memengaruhi pilihan pasien di dalam
institusi tersebut.
d. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi (
misalnya living will, perwalian perawatan kesehatan, atau menunjuk
pengacara untuk mengatur perawatan kesehatan selama waktu tertentu),
dengan harapan bahwa rumah sakit akan menerima maksud petunjuk tersebut
sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit.
e. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus,
konsultasi, pemeriksaan, dan terapi harus dilaksankan agar privasi setiap
pasien terlindungi.
f. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan
yang berhubungan dengan perawatannya akan dijaga kerahasiannya oleh
rumah sakit, kecuali pada kasus seperti kecurigaan tentang penganiayaan dan
bahaya kesehatan masyarakat, ketika pelaporan kasus tersebut diizinkan atau
diwajibkan oleh hukum. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa rumah
sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini ketika memberi tahu pihak
lain yang berhak meninjau informasi dalam catatan tersebut.
g. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan
perawatan medisnya dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi
sesuai kebutuhan, kecuali jika dilarang oleh hukum.
h. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan
kebijakannya, rumah sakit akan merespon dengan baik permintaan pasien
untuk memperoleh perawatan dan pelayanan yang tepat dan diindikasikan
secara medis. 9. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan
tentang adanya hubungan bisnis antara rumah sakit, institusi pendidikan,
pemberi perawatan kesehatan lain, atau pihak pembayar yang dapat
memengaruhi terapi dan perawatan pasien.
i. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam studi
penelitian yang diajukan atau eksperimen pada manusia yang memengaruhi
perawatan dan terapi atau memerlukan keterlibatan pasien secara langsung,
dan meminta penjelasan sepenuhnya tentang studi tersebut sebelum memberi
persetujuan. Pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian atau
eksperimen tetap berhak mendapat perawatan yang paling efektif, yang dapat
diberikan rumah sakit.
j. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas perawatan yang layak
jika tepat dan mendapat informasi dan dokter dan pemberi perawatan lain
tentang pilihan perawatan pasien yang realistis dan tersedia ketika perawatan
rumah sakit tidak lagi tepat.
k. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan
praktik di rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi,
dan tanggung jawab. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang
sumber yang tersedia untuk mengatasi perselisihan, keluhan, dan konflik,
misalnya komite etik, perwakilan pasien, dan mekanisme lain yang tersedia
di instusi. Pasien memiliki hak mendapat informasi tentang biaya rumah sakit
untuk pelayanan yang diberikan dan metode pembayaran yang digunakan.
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan anatara hak dan tanggung jawab
ini. Penialaian keperawatan propsesnial memelukan pemeriksaan yang teliti dalam
konteks asuhan keperawaatan, kemungkinanan konsekuensi tindakan keperawaatan,
dan alternative yang mungkin dilakukan perawat. Masalaah legal dalam praktik
keeperawatan :
a. Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yang memadai tidak
tersedia praktek dan tidak ada kontrak kerja.
b. Perawat profesional perlu emahami aspek legal yang mempengaruhi diri dan
melindungi hak-hak pasien dan emahami batas legal yang memepengaruhi
praktek keperawatan.
c. Pedoman legal Undang-Undang praktek, peraturan Kep Men Kes No.1239
dan Hukum adat.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung
pada institusi, sikap keluarga dan teman, respons staf, dan jenis penerimaan
masuk rumah sakit, tabel memperlihatkan karakteristik yang membedakan
dua jenis penerimaan masuk rumah sakit jiwa: sukarela dan paksaan.
b. Hak-hak pasien mencakup hak untuk menerima dan menolak terapi, terlibat
dalam rencana keperawatan, menolak berpartisipasi dalam penelitian, serta
pengunjung, surat, dan telepon tidak dibatasi.
c. Penggunaan seklusi dan restrein termasuk dalam domain hak pasien untuk
lingkungan yang kuran restriktif. Penggunaan jangka pendek restrein dan
seklusi diizinkan hanya jika klien terlihat akan melakuan tindakan agresif dan
berbahaya bagi dirinya dan orang lain.
d. Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal, yaitu
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, Perawat sebagai pekerja, dan
Perawat sebagai warga Negara.
B. SARAN
Dengan berpedoman pada peraturan perundang-undngan dan standar keperawatan
serta etik, diharapkan pelaksanaan terapi komunitas mampu memfasilitasi klien dan
komunitas mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal. Dengan demikian terapi
komunitas yang diberikan dapat dilandasi oleh aspek etik dan legal yang
menghormati hak-hak individu dan keluarga sebagai penerima asuhan keoerawatan
dalam ikut berpartisipasi dan menentukan asuhan keperawatan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
•http://nuryantinoviana.wordpress.com/2010/05/15/prinsip-asuhan-keperawatan-jiwa/
• Vidbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psychiatric mental health nursing.
Jakarta : ECG.
• Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
• Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC