Anda di halaman 1dari 30

Hamartoma Bilier

Rita Juwita, Bachtiar Murtala, Isdiana Kaelan

I. PENDAHULUAN

Hamartoma bilier atau kompleks Von Meyenburg juga disebut


mikrohamartomas, adalah nodul kistik jinak yang tersebar di seluruh hati yang
merupakan malformasi ductal plate dari duktus biliaris. Malformasi duktus biliaris
adalah anomali embrionik dari saluran bilier intrahepatik yang menyebabkan
beberapa jenis penyakit hati bawaan, seperti mikrohamartoma hati, penyakit Caroli
dan hamartoma mesenchymal.1
Insiden hamartoma bilier sangat rendah, berkisar antara 0,6%-5,6%.
Sering merupakan temuan insidental pada pencitraan radiologis, pembedahan atau
studi otopsi.2
Secara histologis, hamartoma bilier dicirikan dengan sisa-sisa malformasi
ductal plate embrionik kecil (diameter <1,5-cm) atau lebih besar (kecil) (> 1,5 cm)
yang digambarkan oleh epitel berbentuk kubus reguler dan tertanam dalam stroma
fibrosa. Struktur melebar awalnya di dalam saluran biliaris intrahepatik perifer,
tetapi terpisah dengan perkembangan .3
Hamartoma bilier biasanya asimptomatik dan tidak memerlukan
manajemen atau pemeriksaan lanjutan. Meskipun bisa terjadi gangguan ringan
fungsi hati. Namun pernah dilaporkan bisa terjadi komplikasi dan transformasi
ganasnya menjadi kolangiokarsinoma 1
Hamartoma bilier adalah lesi asimptomatik jinak tanpa tanda klinis yang
signifikan, tetapi mungkin bisa salah didiagnosis sebagai metastasis hati,
sirosis, mikroabses, dll. Oleh karena itu perlu modalitas pencitraan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis hamartoma bilier sesuai dengan fiturnya seperti
Ultrasonografi (USG), Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging
(MRI), MR Cholangio Pancreatography (MRCP), dan Acintigraphy. Dengan
demikian mengurangi metode invasif seperti biopsi atau laparotomi.4,5

1
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Hamartoma bilier pertama kali dijelaskan pada tahun 1918, dengan
insiden yang dilaporkan 5,6% pada orang dewasa dan 0,9% pada anak-anak.
Peningkatan jumlah pasien dengan hamartoma bilier dapat didiagnosis
dengan perkembangan modalitas pencitraan, dilaporkan tiga kali lebih
sering terjadi pada wanita daripada pria.2
Hamartoma bilier juga dikaitan dengan kelainan lainnya seperti :
- penyakit ginjal polikistik dominan autosom (ADPKD)
- penyakit hati polikistik (PLD)

Gambar 1. MRI dan CT Abdomen pada pasien dengan PLD. (A) Axial T1-weighted dan (B)
coronal T2-weighted MRI menunjukan 1 kista besar dan banyak nodul kistik yang tersebar di
saluran empedu perifer. (C-D) CT pada pasien PCLD menunjukan beberapa kista yang berasal
dari saluran empedu berukuran sedang. (E-F) Co-kejadian ginjal polikistik ada di ADPKD. Kedua
mutasi gen PRKCSH dan PKD2 diprediksi bersifat patogen (GRCh37-hg19; HGMD). Kista hati
ditunjukkan oleh panah putih. (G) Diffuse VMC menunjukan banyak kista hati berukuran kecil
yang terletak di cabang perifer bilier (berwarna hijau). (H) Fenotip PLD yang dikaitkan dan
mengindikasikan perkembangan penyakit.

2
Beberapa laporan kasus telah mengidentifikasi kemungkinan transformasi
maligna hamartoma bilier menjadi kolangiokarsinoma dan karsinoma
hepatoseluler.

III. ANATOMI
A. Anatomi Sistem Hepatobilier
Hepar, secara makroskopis dibagi menjadi empat lobus yaitu dua lobus
utama: lobus kanan dan lobus kiri yang dibagi oleh ligamentum falciformis
di bagian anterior, serta dua lobus aksesoria yaitu lobus quadratus dan lobus
caudatus. Berdasarkan fungsinya hepar memiliki 3 bagian fungsional
utama: lobus kaudatus, lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi 4 segmentum yaitu segmentum V, VI, VII, VIII, lobus kiri menjadi
3 segmentum yaitu II,III dan IV, serta segmentum I adalah lobus kaudatus.

Gambar 1 Pembagian hepar secara fungsional

Secara anatomis, kantung empedu atau vesica fellea terletak di


antara dua lobus hepar. Vesica fellea merupakan tempat penyimpanan asam
empedu yang berbentuk kantung piriformis, memiliki panjang 7-10 cm dan
lebar 3-4 cm, serta dapat menampung sebanyak 30-50 mL empedu. Vesica
fellea terdiri dari tiga bagian yaitu korpus, fundus, infundibulum dan kolum.
Fundus membentang hingga 1 cm tepi bebas hepar. Korpus merupakan
bagian terbesar. Infundibulum merupakan area transisional antara corpus
dan collum. Kantung Hartmann merupakan penonjolan pada permukaan

3
inferior infundibulum. Batu empedu dapat tersangkut disini dan
menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Vesica fellea akan berakhir pada
duktus sistikus yang berdiameter 7 mm dan dengan mukosa yang memiliki
valvula spiralis (valves of Heister). Duktus sistikus akan mengalirkan
empedu menuju duktus koledokus, dimana duktus ini melalui caput
pankreas akan berakhir pada sfingter Oddi yang menembus dinding
duodenum dan membentuk suatu bangunan yang disebut ampulla Vateri.

B. Histologi Sistem Hepatobilier

Struktur dasar dari hepar adalah hepatosit. Sel epitel tersebut


dikelompokkan dalam lapisan yang saling berhubungan. Lobulus hepar
dibentuk oleh masa poligonal jaringan dengan ukuran 0,7 x 2 mm dengan
celah porta terletak di perifer dan vena yang disebut sebagai vena sentralis
terletak di tengah. Celah porta, regio yang terletak di tepi dari lobules,
masing-masing terdiri dari jaringan ikat, sebuah venula, sebuah arteriol,
sebuah duktus (bagian dari sistem duktus biliaris), dan pembuluh limfe.

Hepatosit merupakan sel poligonal besar dengan ukuran 20-30 mm,


membentuk 80% populasi sel hepar. Umumnya, hepatosit memiliki usia
hidup yang cukup lama, berkisar sekitar 5 bulan. Hepatosit pada lobulus hati
tersusun radier. Lempeng sel ini tersusun dari perifer lobulus ke pusatnya
dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur yang menyerupai
labirin. Celah di antara lempeng ini mengandung kapiler yaitu sinusoid hati.
Sinusoid ini hanya terdiri dari atas lapisan tak utuh dari sel endotel
berfenestra.

Sel-sel endotel terpisah dari hepatosit di bawahnya oleh suatu lamina


basal dan suatu celah subendotel yang dikenal sebagai celah Disse, yang
mengandung mikrovili hepatosit. Cairan darah dengan mudah akan
menerobos dinding endotel dan berkontak dengan dinding sel, sehingga
memudahkan pertukaran makromolekul dari lumen sinusoid ke hepatosit dan
sebaliknya. Selain sel-sel endotel, sinusoid juga mengandung makrofag yang
dikenal sebagai sel Kupffer. Sel tersebut ditemukan pada permukaan luminal

4
sel-sel endotel. Fungsi utamanya adalah memetabolisme eritrosit tua,
mencerna hemoglobin, menyekresi protein yang berhubungan dengan proses
imunologis, dan menghancurkan bakteri yang berhasil memasuki daerah
portal. Sel-sel Kupffer mencakup 15% populasi sel hati. Kebanyakan dari sel
tersebut berada di daerah periportal di lobulus hati, tempat berlangsungnya
fagositosis yang sangat aktif. Di dalam celah Disse sel penimbun lemak atau
sel Ito, mengandung inklusi lipid yang kaya akan vitamin A. Sel tersebut
berfungsi sebagai tempat pengambilan, penyimpanan, dan pelepasan retinoid,
sintesis dan sekresi sejumlah proteoglikan dan protein matriks ekstrasel.

Gambar 2 Histologi hepar

Kanalikulus biliaris merupakan suatu celah tubular di antara kedua sel


hepatosit. Kanalikulus biliaris merupakan bagian pertama dari sistem duktus
biliaris, celah tubular berdiameter 1-2 cm. Kanalikuli hanya dibatasi oleh
membran plasma dari dua hepatosit dan hanya ada sedikit mikrovili.
Kanalikulus biliaris membentuk suatu jalinan anastomosis kompleks di
sepanjang lempeng lobulus hati dan berakhir di daerah porta. Aliran empedu
berlangsung dalam arah yang berlawanan dengan aliran darah, yaitu dari
pusat lobulus ke bagian tepi. Cairan empedu akan menuju duktulus biliaris
atau kanal Hering yang tersusun dari sel-sel kuboid di bagian tepi. Duktulus

5
kemudian berakhir di dalam duktus biliaris di celah portal. Duktus biliaris
dilapisi epitel kuboid atau silindris dan mempunyai selubung jaringan ikat
yang jelas. Duktus-duktus ini secara berangsur membesar, menyatu dan
membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri.

c. Fisiologi Sistem Hepatobiliar

Hepar memiliki berbagai macam fungsi untuk menjaga tubuh dalam kondisi
fisiologis. Hepar memiliki fungsi dalam sintesis protein, sebagian besar protein
diproduksi oleh hepatosit yang nantinya akan digunakan oleh organ, jaringan
dan sel lain. Protein yang diproduksi antara lain: albumin, transferrin,
seruloplasmin, haptoglobin, protein komplemen, dan faktor koagulasi.Selain
memproduksi protein, hepar juga memiliki fungsi dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, regulasi besi, tembaga dan fungsi detoksifikasi.

Empedu memiliki dua fungsi utama, berfungsi dalam penyerapan lemak dan
sebagai sarana eksresi kolesterol, besi dan tembaga. Asam empedu merupakan
komponen aktif utama dari sekresi bilier.

Empedu disekresi oleh hepatosit melewati membran kanalikular ke dalam


celah kanalikular. Proses sekresi terjadi secara aktif dan pasif, dimana fase aktif
yang akan menghasilkan aliran empedu. Produk dari sekresi aktif dikenal
sebagai primary solutes dan dibentuk oleh asam empedu terkonjugasi, bilirubin
terkonjugasi, glutathione, hormon steroid konjugat. Zat yang dapat difiltrasi
dihasilkan dari sekresi pasif yang diinduksi oleh tekanan osmotik dan dikenal
sebagai secondary solutes. Zat tersebut berisi terutama plasma, glukosa,
elektrolit , asam organic dengan berat molekul rendah dan kalsium.

Rerata jumlah aliran basal cairan empedu pada manusia adalah 620mL/d.
Cairan empedu terus diproduksi oleh sel hepar secara kontinu, tetapi umumnya
akan disimpan dalam kantung empedu hingga akhirnya dibutuhkan oleh
duodenum. Volume maksimum yang dapat ditampung oleh kantung empedu
adalah 30-60 mL, namun sejumlah sekresi empedu selama 12 jam (umumnya
berjumlah 450 mL) dapat ditampung dalam kantung empedu karena air,

6
natrium, klorida dan sejumlah elektrolit kecil secara kontinu diserap oleh
mukosa kantung empedu, dan memekatkan sisa cairan empedu yang
mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin.

Ketika makanan mulai dicerna di saluran pencernaan atas, kantung empedu


akan mengosongkan isinya terutama saat makanan berlemak memasuki
duodenum. Mekanisme pengosongan terjadi dengan adanya kontraksi ritmis
dinding kantung empedu, tetapi agar terjadi proses pengosongan yang lebih
efektif dibutuhkan adanya relaksasi dari sfingter Oddi yang akan mengarahkan
pengeluaran cairan empedu menuju duodenum.

Sekitar 94% dari garam empedu yang telah disekresi akan diserap ke dalam
darah dan kembali ke hepar, ketika mencapai hepar hampir seluruh garam
empedu diserap oleh hepatosit dan mengalami resekresi. Sebagian kecil cairan
empedu akan terbuang melalui feses dan akan digantikan oleh produksi
empedu baru dari hepar. Proses resirkulasi garam empedu ini disebut dengan
“sirkulasi enterohepatik”.

Gambar 3. Anatomi saluran bilier intra dan ektrahepatik

7
IV. PATOGENESIS

Pemahaman saluran bilier dimulai dengan perkembangan embriologisnya.


Saluran muncul dari divertikulum hati endodermal. Pengembangan sistem
bilier dimulai dari minggu ke-8 kehamilan dengan pembentukan hepatoblas
berlapis tunggal yang mengelilingi vena porta (plat duktus). Duplikasi sel
plat duktus membentuk lapisan ganda yang akhirnya melebar menjadi
struktur tubular, saluran empedu primitif. Diferensiasi hepatoblas ke fenotip
bilier dan tubulogenesis dirangsang oleh jalur pensinyalan Wnt Notch, TGF-
β dan kanonik Wnt. Diferensiasi sel dari hepatoblas ke selositosit,
perpanjangan tubulus dan remodeling saluran empedu diselesaikan pada
usia kehamilan 30 minggu. Sistem saluran empedu intahepatik dan
ekstrahepatik kemudian digabung dan berbagi hilus hepatik. Selama tahun
pertama kehidupan, epitel bilier intrahepatik semakin matang. Polycystic
Liver Disease(PLD) berkembang sebagai akibat dari malformasi duktal.
Tahap yang dipengaruhi oleh remodelling yang salah menentukan fenotip.
Sebagai contoh, hamartoma bilier dianggap hasil dari involusi duktus
embrionik pada tahap akhir.

Gambar 4. Perkembangan embriologi dari plat duktal dan malformasi plat duktal.

8
Gambar 5. Anomali bilier dapat berkembang pada berbagai tahap dari proses renovasi-involusi ini
dan waktu atau tahap perkembangan menentukan gangguan klinis yang dihasilkan .

V. DIAGNOSIS
a. Gejala klinis
Hamartoma bilier termasuk nodul kistik jinak. Biasanya tidak menyebabkan
gejala atau kelainan pada tes hati, tetapi dapat muncul sebagai kolangitis
berulang atau dengan komplikasi infeksi. Presentasi klinis pada beberapa
pasien ditandai dengan gejala-gejala ketidaknyamanan perut yang tidak
spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium
Dalam beberapa kasus sebagian besar pasien memiliki tes fungsi hati
normal dan tingkat penanda tumor.

9
c. Pemeriksaan Radiologi
Lesi hamartoma bilier menunjukan gambaran kista yang simple dengan ciri-
ciri yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Perbedaan simple dan complex cyst

1. Ultrasound (USG ) hepar


Pada ultrasound digambarkan sebagai nodul hypoechoic atau
hyperechoic kecil yang tak terhitung jumlahnya berukuran kurang dari 10
mm dan didistribusikan secara seragam di seluruh hati, dan dapat
menunjukan gambaran artefak comet tail.
Pada hamartoma kecil biasanya bersifat echogenik jika dilihat secara
terpisah. Seringkali hamartoma kecil tidak dapat dilihat dan sebaliknya
ditafsirkan sebagai echotexture hati heterogen yang difus. Hamartoma yang
lebih besar (> 10 mm) dapat terlihat hypoechoic atau anechoic dan artefak
ekor komet dapat terlihat 8. Penampilan meniru metastasis

10
Gambar 7 . US hepar menunjukkan
lesi hati hyperechoic (panah) dengan
comet tail (kepala panah).

2. Computed Tomography (CT Scan )


Pada CT Scan hamartoma bilier bersifat hypoattenuating dan sering
tidak menunjukkan penyangatan. Kadang-kadang nodul atau rim yang
meningkat dapat diidentifikasi dalam sejumlah kecil lesi

Gambar 8.( Kiri) Axial CECT menunjukkan beberapa lesi kecil, berbeda, dan hipodens di seluruh
hati, terlalu kecil untuk memungkinkan pengukuran kepadatan yang akurat. Pada pasien yang
sehat dan non-biologis, mungkin mewakili hamartoma bilier. (Kanan) NECT aksial pada pasien
tanpa gejala menunjukkan multipel lesi hipodens berukuran subcentimeter di kedua lobus hati.
Biopsi hati mengkonfirmasi diagnosis hamartoma bilier.

11
3. MRI dan MR Cholangio Pancreatography
Pada umumnya gambaran hamartoma bilier adalah: T1: hypointense
dibandingkan dengan parenkim hati, T2 hyperintense tergantung pada TE,
dapat mendekati CSF, T1 C + (Gd) biasanya tidak ada penyangatan. Dapat
juga menunjukan penyangatan pada tepi (rim enhancement) ini mungkin
mewakili parenkim hati normal terkompresi.
Namun, dalam ~ 90% kasus hamartoma kadang-kadang dapat ditemukan
mengandung nodul mural (stroma fibrocollagenous, lihat patologi) atau rim
(lihat di atas) yaitu T1 isointense dan T2 intermediate, yang ~ 90% akan
meningkat. Hamartoma tidak menunjukkan batasan difusi pada urutan DWI

Gambar 9.(Kiri) MR Axial T2WI menunjukkan intensitas tinggi, hamartoma bilier kecil. Pasien ini
juga mengalami pembesaran, dismorphic liver, dan pembesaran arteri hepatic sebagai tanda-tanda
fibrosis hati bawaan. (Kanan) T2WI MR pada pasien yang sama menunjukkan lesi kistik yang lebih
besar yang berhubungan dengan traktus bilier dan mewakili kista saluran empedu

Gambar 10. MR cholangiography


menunjukkan beberapa lesi hati
kistik kecil yang tersebar melalui kedua
lobus hati (panah), dengan penampilan
normal dari saluran empedu
intrahepatik dan ekstrahepatik
(kepala panah)

12
4. Scintigraphy
Pemindaian 99mTc-DISIDA menunjukkan pengambilan yang tertunda dan
pengosongan tracer yang tertunda dalam hamartoma bilier yang lebih besar

Gambar 11. Skintigrafi hepatobilier dengan menggunakan 99mTC-PMT menunjukkan penampilan


normal sistem empedu tanpa pooling area;

5. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan makroskopis hati menunjukkan beberapa nodul putih-abu-
abu berukuran diameter 0,2-0,8 cm yang tersebar di seluruh permukaan
kedua lobus hati (Gambar 12)

Gambar 12.Makroskopi hati menunjukkan


beberapa nodul putih-abu

Secara histologis, dicirikan oleh sisa-sisa ductal plate


embrionik kecil (diameter <1,5-cm) atau lebih besar (kecil) (> 1,5 cm) yang

13
digambarkan oleh epitel berbentuk kubus reguler dan tertanam dalam
stroma fibrosa. Struktur melebar awalnya berhubungan dengan duktus
biliaris intrahepatik perifer, tetapi terpisah dengan perkembangan.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan beberapa komponen yang
terdiri dari beberapa saluran empedu (beberapa di antaranya kecil, tidak
teratur dan / atau melebar) diselimuti stroma berserat hyalin(Gambar 13).

Gambar 13. Spesimen histologis dari hamartoma bilier. Lesi ini lobulated dengan saluran empedu
tidak teratur, bersudut (panah besar) dengan latar belakang stroma fibrotik (tanda bintang). Sel-sel
epitel adalah lapisan tunggal, pipih, atau berbentuk kubus (panah kecil). Terdapat cairan empedu di
dalam beberapa saluran. Stroma mengandung neutrofil dan histiosit (hematoxylin-eosin,
pembesaran asli × 20)

Gambar 14.Photomicrographs menunjukkan klasifikasi histologis hamartoma bilier berdasarkan


tingkat dilatasi kistik saluran empedu dalam lesi. A, lesi menunjukkan komponen padat. B, lesi
memiliki komponen padat dan kistik. C, lesi menunjukan dominan kistik

14
6. PENANGANAN DAN PROGOSIS
Selain dari kemungkinan risiko transformasi ganas, hamartoma bilier adalah
kondisi asimtomatik jinak tanpa konsekuensi jangka panjang, dan tidak
diperlukan perawatan.

7. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa diagnosis banding untuk hamartoma biliar

Gambar 15. Skematik diagnosis lesi kistik

1. Penyakit Caroli
Penyakit Caroli adalah kelainan bawaan yang terdiri dari dilatasi kistik
multifokal dari saluran empedu intrahepatik segmental. Namun, beberapa
kasus menunjukkan bahwa keterlibatan saluran ekstrahepatik mungkin ada
Juga diklasifikasikan sebagai kista koledochal tipe V, menurut klasifikasi
Todani. Penyakit caroli adalah kelainan resesif autosomal yang jarang.
Presentasi adalah di masa kanak-kanak atau dewasa muda.
Gambaran ultrasonografi dapat menunjukkan saluran empedu
intrahepatik melebar,bridging intraductal: septa echogenic melintasi lumen
duktus empedu yang membesar cabang vena portal kecil sebagian atau
seluruhnya dikelilingi oleh saluran empedu melebar

15
Pada CT Scan menunjukan beberapa daerah bulat hipodense yang tidak
dapat dipisahkan dari saluran empedu intrahepatik yang melebar
Tanda "central dot": meningkatkan titik-titik di dalam saluran empedu
intrahepatik melebar, mewakili radikula portal
Pada MRI : hypointense dari dilatasi duktus biliaris intrahepatik, T2:
hyperintense, T1 C + (Gd): peningkatan radikula portal sentral dari dilatasi
duktus biliaris intrahepatik. MRCP: menunjukkan kesinambungan dengan
pohon bilier

Gambar 16. Pencitraan MR pada seorang wanita berusia 45 tahun dengan penyakit Caroli. Gambar
kiri: 3D MRCP menunjukkan beberapa lesi kistik kecil dalam komunikasi dengan saluran empedu
segmental (panah merah). Gambar kanan: MRI aksial post kontras menunjukkan tanda titik tengah
(panah biru)

2. Kista peribiliari
Kista peribiliari terjadi pada keadaan penyakit hati kronis di mana ia
merupakan kelainan yang jarang, jinak, dan sering tanpa gejala. Ini terjadi
ketika ada pembentukan kista di sekitar duktula bilier intrahepatik
terutama dalam distribusi hilar. Tidak seperti kista choledochal (misalnya
pada penyakit Caroli), kista peribiliary tidak berkomunikasi dengan pohon
bilier.

16
Gambar 17. Obstruksi leher kelenjar periductal karena peradangan atau sirkulasi portal yang rusak.
Kista peribiliaris berhubungan dengan sirosis, hipertensi portal dan penyakit polikistik dominan
autosom.

Pada ultrasound termasuk kista yang berbatas tegas (seragam,


ekogenisitas rendah dengan peningkatan akustik posterior) dengan
berbagai ukuran dalam distribusi hilar. Secara khusus, diagnosis positif
dibuat dengan adanya dilatasi kistik di kedua sisi vena porta, sedangkan
dilatasi saluran empedu intrahepatik biasanya muncul di satu sisi.
Gambaran latar belakang penyakit hati kronis terkait.
Pada CT Scan kepadatan (cairan) rendah, struktur intrahepatik yang jelas
di sekitar hilus hati tanpa peningkatan pada latar belakang sirosis.
Pada MRI bersifat hypointense dibandingkan dengan parenkim hati pada
T1WI, T2: hyperintense, CSF, T1 C +: tidak ada peningkatan

Gambar 18.Kista peribiliary pada pria berusia 64 tahun dengan sirosis. (a) Pemindaian aksial CT
pada fase vena portal menunjukkan beberapa kista kecil di kedua sisi saluran portal yang lebih besar
(panah). (B) Pada gambar MR aksial T2 tertimbang sekelompok terorganisir kista intensitas tinggi
(panah) dekat satu sama lain.

17
3. Penyakit hati polikistik
Penyakit hati polikistik (PCLD) adalah suatu kondisi turun-temurun
yang dapat timbul baik pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik
dominan autosom (ADPKD) atau pada pasien dengan mutasi genetik yang
berbeda yang hanya menghasilkan penyakit hati polikistik dominan
autosom.
Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala tetapi kadang-kadang
pasien dapat merasakan nyeri dengan kista besar. Ini ditandai dengan
perkembangan progresif kista epitel bilier yang berisi cairan di seluruh
segmen hati.

Gambar 19. Penyakit hati polikistik pada pria berusia 50 tahun. CT scan fase vena portal yang
menyangat kontras (aksial) dan aksial (b) menunjukkan beberapa renal (panah) dan hepatik (panah)
kista hipointens nonenhancing yang bervariasi dalam ukuran. Kista hati menggantikan parenkim
hati secara luas

Gambar 20. Pencitraan MRI pada pria berusia 74 tahun dengan penyakit hati polikistik. (a) Gambar
MRI aksial T2WI menunjukkan kista hyperintense (panah). Pada sekuens DWI, b0 (b) dan b800
(c), kista tidak menunjukkan batasan difusi. Gambar aksial unenhanced (d) dan peningkatan kontras
(e) T1 menunjukkan kista menjadi hipointensia pada parenkim hepatik tanpa peningkatan.

18
Gambar 21. Alogoritma skematik : diagnosis lesi kistik

4. Multipel metastasis hepar


Salah satu kesulitan utama dalam pencitraan hati untuk penyakit
metastasis adalah tingginya prevalensi lesi hati jinak yang dapat
disalahartikan sebagai bukti penyakit metastasis.
Pada ultrasonografi secara umum, bagaimanapun, metastasis
dapat muncul sebagai 3: bulat dan terdefinisi dengan baik, efek massa
positif dengan distorsi pembuluh yang berdekatan hypoechoic: paling
umum ~ 65% dan merupakan fitur yang memprihatinkan halo
hypoechoic karena hati terkompresi dan lemak

19
Penampilan kistik, kalsifikasi, infiltratif dan echogenik adalah
mungkin: lihat penampilan ultrasonografi metastasis hati membedakan
antara lesi hati hipovaskular, dan lesi hati hipervaskular.
Pada CT Scan metastasis hati biasanya hypoattenuating
pada CT non kontras, meningkatkan kurang dari sekitar hati berikut
kontras . Jika ada steatosis hati yang bersamaan, maka lesi mungkin iso-
atau bahkan sedikit hyperattenuating. Peningkatan biasanya periferal,
dan meskipun mungkin ada pengisian sentral, pada fase vena portal,
fase tertunda akan menunjukkan washout; membantu membedakan
metastasis dari hemangioma.
Pada MRI munculnya metastasis hati pada MRI juga bervariasi,
tetapi penampilan terbanyak adalah T1: cukup hypointens, T2:
hyperintense ringan sampai sedang T1 C + (Gd): peningkatan mungkin
lesi atau perilesional (peningkatan di luar batas lesi pada T1) lesi kecil
(<1,5 cm) cenderung meningkat secara seragam. Lesi yang lebih besar
(> 1,5 cm) cenderung menunjukkan peningkatan tepi sementara (yaitu
dengan wash-out); fitur bermanfaat dalam membedakan metastasis dari
hemangioma hati peningkatan perilesional paling sering terlihat pada
metastasis adenokarsinoma kolorektal dan pankreas. T1 C + (Eovist):
Eovist sering berguna untuk deteksi dan konfirmasi penyakit metastasis
pada fase tertunda, lesi metastasis tidak mempertahankan Eovist dan
memberikan gambaran holes

Gambar 22. Laki-laki berusia 89 tahun, yang sebelumnya dengan sriwayat sarkoma epiteloid
di dinding perut dan metastasis kistik hepatik. Gambar kiri: gambar CT prekonstrast
menunjukkan beberapa lesi hati hipodens dengan kandungan cairan dominan. Gambar kanan:
CT pada fase vena porta menunjukkan peningkatan beberapa nodul septa dan mural dalam lesi
kistik.

20
Gambar 23. MRI T2WI Fatsep potongan axial yang menunjukan multiple lesi hiperintens
dengan lesi hipointens di dalamnya (central nekrotik) sesuai gambaran metastasis pada hepar
dari carcinoma prostat

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An.N
Jenis Kelamin : perempuan
Tgl Lahir/Umur : 13 -10-2009 / 10 tahun
Tgl MRS : 07 Desember 2018
RM : 864424
B. Anamnesis

Pasien masuk dengan keluhan sakit perut. Sakit perut sudah diarasakan sejak 1
tahun dan bertambah sakit kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sakit yang dirasakan pada perut atas sebelah kanan, hilang timbul. Pasien

21
merasakan peurtnya semakin membesar. Mual, muntah tidak ada. Makan dan
minum biasa, BAB 2x/minggu, BAK normal. Deman tidak ada. Riwayat sakit
sebelumnnya tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.
Pasien anak pertama , riwayat lahir normal, berat badan lahir 4 Kg, tidak ada
riwayat minum obat dan sakit saat ibunya hamil serta rutin periksa
kehamilannnya di bidan.

Pemeriksaan Fisis
KU : Sakit sedang / Gizi kurang / Composmentis

Pemeriksaan Tanda vital


TD : 100/70 mmHg P : 28 x / menit
HR : 100 x /menit Suhu : 36.5⁰ C

Status Lokalis
- Mata :
konjungtiva anemis : +/+
pupil isokor : 3 cm/3 cm
reflex cahaya : +/+
- Abdomen
Inspeksi : tampak perut membesar di region hypochondrium dextra,
darm contour (-)., darm steifling (-), warna sama dengan sekitar
Auskultasi :perisltalstik usus kesan normal
Palpasi : teraba hepar membesar lobus kanan empat jari dibawah arcus
costa, di lobus kiri tiga jari di bawah prosesus styloideus, nyeri ada,
permukaan halus, tepi tumpul, supel
Perkusi : tympani

Status gizi
Berat badan : 15 kg BBI : 30 Kg
Tinggi badan 113,5 cm RDA : 90
BB/TB : 75 %

22
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah (08 Desember 2018)
Retikulosit : 0.25 x 103/ul Fungsi hati
Eritrosit : 3,52 x106/mm3 Biliribuin total : 2,92 mg/dl
Hb : 8,8 g/dl Bilirubin direk : 2.56 mg/dl
HCT : 2,8 % SGOT : 183 U/L
MCV : 32 fL SGPT : 89 U/L
MCH : 19 pg Albumin : 2,8 gr/dl
MCHC : 28 gr/dl Gamma Gt :610/UL
Leukosit : 13,0 x 103/ul Elektrolit

Neutrofil : 0.33 % Natrium : 140 mmol/l

Limfosit : 72.80% Kalium : 3.2 mmol/l

Monosit : 19.3 % Klorida : 109 mmol/l

Eosinofil : 4.8 % Imunoserologi

Basofil : 1.2 % Feritine : 54,99 mg/ml

Fungsi Ginjal Penanda Hepatitis

Ureum : 9 mg/dl HbsAg : 0.01

Kreatinin : 0.42 mg/dl Anti HBs : non reactive

LED I : 85 Anti HCV : 0.20

LED Jam II : > 159 HbeAg : 0.04

23
D. Pemeriksaan Radiologi
1. MSCT Scan Abdomen (03 Desember 2018)

24
Telah dilakukan pemeriksaan MCT Scan Abdomen tanpa dan dengan kontras 3 fase
potongan axial, reformat coronal dan sagital dengan hasil sebagai berikut :
- Hepar : membesar, permukaan regular, tip tumpul. Tidak tampak dilatasi
vascular dan bile duct intra/ekstra hepatic. Tampak multipel lesi kecil
hipodens (-10-50 HU),tepi relatif tegas, dinding tipis yang tersebar di
kedua lobus hepar dan tidak terhitung jumlahnya, dominan berukuran
subsentimeter, tidak menyangat post kontras pada arteri dan vena.
Ukuran lesi terbesar -/+ 1,5 x 1,1 x 1,2 cm pada segment IV
- GB : Mukosa regular, dinding tidak menebal. Tidak tampak densitas
batu dan sludge
- Pankreas : ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, tidak
tampak dilatasi duktus pankreastikus. Tidak tampak densitas SOL

25
- Lien : ukuran dan densitas parenkim dlam batas normal. Tidak tampak
densitas SOL
- Kedua ginjal : ukuran dan densitas parenkim dlam batas normal. Tidak
tampak dilatasi PCS. Tidak tampak densitas batu dan SOL
- VU : distended. Mukosa regular dan dinding tidak menebal. Tidak
tampak densitas batu dan SOL
- Tidak tampak pembesaran KGB paraorta abdominal
- Tidak tampak densitas cairan bebas intraperitoneum dan cavum pleura
- Tulang-tulang yang terscan intak

Kesan : Hepatomegaly dengan gambaran biliary hamartoma

2. USG Abdomen (23 Januari 2019)

26
Hepar : membesar, permukaan regular, tip tajam, echo parenkim halus
homogen. Sistem vascular dan biliaris tidak dilatasi. Tampak multiple lesi
hypoechoic dan slight hyperechoic dengan comet tail artefact yang tersebar
pada kedua lobus hepar berukuran subcm
Kesan : Hepatomegaly disertai sugestif hamartoma bilier

E. Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan : Blok parafin
Mikroskopik : sediaan jaringan hepar menunjukan sel-sel hepatosit inti non
atipik dengan mikrofokus degenerasi lemak, banyak jaringan ikat
interlobular dan sebukan sel-sel radang limfosit, terdapat banyak struktur
duktus bilier diantara stroma jaringan ikat, dilapisi epitel inti non atipik
Kesan : menyokong suatu hamartoma bilier dengan gambaran hepatitis
kronik.

27
F. Diagnosis umum
- Hepatomegaly et causa suspek hamartoma bilier
Diagnosis sekunder
- Anemia
- Hipoalbuminemia
- Nutritional marasmus
G. Penanganan
- Transfusi PRC
- Transfusi albumin
- Analgetik bila perlu
- Penanganan asupan gizi
1. F100 : 8 x 250 ml
2. Vitamin B kompleks 1 tablet/24 jam
3. Vitamin C 50 mg/12 jam/oral
4. Asam folat 1mg/24 jam/vial

28
DISKUSI

Pasien An. N usia 10 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
sakit perut. Sakit perut sudah diarasakan sejak 1 tahun dan bertambah sakit kurang
lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sakit yang dirasakan pada perut atas
sebelah kanan, hilang timbul. Pasien merasakan perutnya semakin membesar.
Mual, muntah tidak ada. Makan dan minum biasa, BAB 2x/minggu, BAK normal.
Deman tidak ada. Riwayat sakit sebelumnnya tidak ada. Riwayat trauma tidak ada
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sakit sedang / Gizi kurang , konjungtiva
anemis dan pemeriksaan abdomen tampak perut membesar di regio hypochondrium
dextra, palpasi : teraba hepar membesar lobus kanan empat jari dibawah arcus costa,
di lobus kiri tiga jari di bawah prosesus styloideus, nyeri ada, permukaan halus, tepi
tumpul, supel.
Berat badan 15 kg, tinggi badan 113,5 cm dengan status gizi nutritional
marasmus. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia defiensi besi, dan
hipoalbuminemia
Sesuai dengan gejala hamartoma bilier yang bersifat asimptomatik, namun
pada pasien ini terdapat penyakit penyerta lainnya yaitu gizi buruk marasmus
(kekurangan asupan energi atau kalori) yang berjalan kronik sehingga
menimbulkan gejala-gejala lain selama 1 tahun terakhir. Hepar berfungsi dalam
memetabolisme eritrosit tua, mencerna hemoglobin, menyekresi protein yang
berhubungan dengan proses imunologis, dan menghancurkan bakteri yang berhasil
memasuki daerah portal. Sehingga pada gizi buruk, hepar tidak dapat befungsi
secara maksimal sehingga menyebabkan hipoalbumin dan anemia defisiensi besi.
Proses metabolisme yang berlebihan sebagai kompensasi menyebabkan hepar yang
membesar.

29
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan MSCT Abdomen dengan kontras
didapatkan multipel lesi kecil hipodens, tepi relatif tegas, dinding tipis yang tersebar
di kedua lobus hepar dan tidak terhitung jumlahnya, dominan berukuran
subsentimeter, yang tidak menyangat post kontras. Pada USG abdomen didapatkan
multiple lesi hypoechoic dan slight hyperechoic dengan comet tail artefact yang
tersebar pada kedua lobus hepar berukuran subcm. Kedua pemeriksaan radiologik
tersebut sesuai dengan gambaran hamartoma bilier.
Lalu dikonfirmasi dengan biopsi hepar dengan terdapat banyak struktur
duktus bilier diantara stroma jaringan ikat, dilapisi epitel inti non atipik menyokong
suatu bilier hamartoma dengan gambaran hepatitis kronik.
Pasien mendapat penanganan transfusi PRC, transfusi albumin, analgetik
bila perlu, penanganan asupan gizi (F100 : 8 x 250 ml, Vitamin B kompleks 1
tablet/24 jam, Vitamin C 50 mg/12 jam/oral dan asam folat 1mg/24 jam/vial) karena
penyakit penyertanya. Untuk penanganan mengenai hamrtoma biliernya tidak ada
sesuai dengan literatur.
Hamartoma bilier nodul kistik jinak yang tersebar di seluruh hati yang
merupakan malformasi dari duktus biliaris dalam masa perkembangannya.
Biasanya pada orang dewasa dan dilaporkan lebih banyak pada wanita. Pada
kasus ini ditemukan pada pasien umur 10 tahun dan perempuan.
Biasanya dikaitakan dengan penyakit kistik pada organ lain, namun ada
pasien ini tidak ada.
Prognosis dari hamartoma bilier pada umumnya baik. Walaupun dapat
bertransformasi menjadi ganas.

30

Anda mungkin juga menyukai