Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Halitosis ini adalah halitosis sejati atau halitosis sebenarnya.Halitosis tipe ini
dibedakan lagi atas halitosis fisiologis dan patologis (Yaegaki & Coil, 2000).Halitosis
fisiologis sering juga disebut halitosis transien atau sementara. Bau tidak sedap yang
ditimbulkannya akibat proses pembusukan makanan pada rongga mulut, terutama
berasal dari bagian posterior dorsum lidah, terbatas, dan tidak menghambat penderita
untuk tetap beraktivitas secara normal serta tidak memerlukan terapi khusus. Kadang-
kadang disebut juga sebagai „morning breath‟, yang lebih ditekankan pada masalah
kosmetik daripada masalah yang berkaitan dengan kesehatan.Sebaliknya, halitosis
patologis bersifat permanen, dan tidak bisa hilang hanya dengan metode pembersihan
yang biasa sehingga menyebabkan penderita harus menghindar dari kehidupan
normalnya (Donaldson, et al, 2007).Halitosis tipe ini harus dirawat dan perawatannya
bergantung pada sumber bau mulut itu sendiri. Sumber penyebab halitosis patologis
dibedakan atas:
Intra Oral: Kondisi patologisnya berasal dari dalam rongga mulut dan/atau bagian
posterior dorsum lidah.
Ekstra Oral: Kondisi patologis berasal dari luar rongga mulut (misalnya, saluran
pencernaan, saluran pernafasan, gangguan sistemik, dan lain-lain).
2. Halitosispseudo
Halitosis ini disebut juga halitosis palsu, yaitu halitosis yang sebenarnya tidak
terjadi tetapi penderita merasa bahwa mulutnya berbau. Seseorang terus mengeluh
adanya bau mulut tetapi orang lain tidak merasa orang tersebut menderita halitosis
(Jens & Peter, 2005).
3. Halitophobia
Apabila setelah berhasil dilakukan perawatan terhadap halitosisgenuine
maupun halitosispseudo, penderita masih tetap merasa mulutnya berbau, maka orang
tersebut dikategorikan sebagai halitophobia (Lenton, 2011).
1. Lidah
Daerah lidah yang paling banyak ditempati bakteri adalah bagian posterior
karena pada daerah ini terdapat plak gigi yang merupakan tempat ideal untuk
bakteri.Tekstur permukaaan lidah menentukan penimbunan plak. Penderita dengan
lidah yang bercelah dan beralur dalam akan lebih potensial untuk akumulasi plak
dibandingkan dengan lidah penderita yang permukaannya lebih licin (Nachnani,
2008).
(CH3)2S. Bau dari gas VSC hampir 90% terdiriatas hidrogen sulfida dan methyl
merkaptan, sedangkan dimetilsulfida hanya sebagian kecil (Donaldson,
2005).Halitosis dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal di dalam permukaan
lidah.Bakteri tersebut secara normal ada disana karena bakteri tersebut membantu
proses pencernaan manusia dengan cara memecah protein (Djaya, 2000). Spesies
bakteri yang terdapat pada permukaan oral dapat bersifat sakarolitik, yaitu
menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik
atau proteolitik, yaitu menggunakan protein, peptida atau asam amino sebagai sumber
utamanya (Loesche, 1997). Kebanyakan bakteri gram positif bersifat sakarolitik dan
bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau proteolitik (Djaya, 2000).Bakteri gram
negatif merupakan penghuni utama plak supragingival termasuk plak yang menutupi
lidah dan permukaan mukosa lainnya.Porphyromonas gingivalis dan prevotella
intermedia secara normal terdapat dalam plak supragingival dan sangat efektif dalam
pembentukan halitosis (Kleinberg, 1997). Peran Porphyromonas gingivalis dalam
halitosis adalah dengan memproduksi metil mercaptan (CH3SH) yang merupakan
salah satu komponen mayor dari gas VSC. Peran Prevotella intermedia dalam
halitosis adalah dengan memproduksi hidrogen sulfida (H2S) yang juga merupakan
salah satu komponen mayor gas VSC (Loesche, 2000).
2. Faktor ekstra-oral
Sekitar 10% diperkirakan penyebab halitosis adalah faktor ekstra oral (Ellis,
2009).
1. Makanan/minuman
Makanan dapat menyebabkan bau mulut, dan yang terbanyak adalah bawang
merah dan bawang putih karena kadar sulfurnya yang tinggi. Minuman seperti kopi
juga dapat menyebabkan bau mulut. Makanan atau minuman ini akan dicerna
menjadi molekul-molekul yang beberapa diantaranya mempunyai bau. Molekul-
molekul ini akan diabsorsikan masuk ke dalam sirkulasi dan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Ketika melalui paru-paru, beberapa molekul ini dilepas sehingga saat
kita menghembuskan nafas, nafas kita akan mengandung molekul yang berbau ini
(Koshimune, et al 2003).
2. Merokok
Kita sudah biasa mendengar istilah nafas perokok.Bau ini disebabkan oleh tar,
nikotin dan lainnya yang berasal dari rokok yang berakumulasi di gigi dan jaringan
mulut (lidah, gusi, dan sebagainya). Merokok juga akan mengeringkan jaringan mulut
sehingga mengurangi efek pencucian dan buffer oleh saliva terhadap bakteri dan
kotoran yang dihasilkannya (Kleinberg, 1995).
3. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan juga mempengaruhi bau mulut karena beberapa obat
bisa menyebabkan kekeringan pada mulut (Trudie, 2011).
Tabel.2.1 Obat-obat yang menyebabkan kekeringan mulut (Trudie, 2011)
Agen sistem saraf pusat Lainnya
Antiparkinson Antihistamin atau dekongestan
Antipsikotik Antikolinergik
Narkotik Antihipertensif
Antidepresan
reaksi-reaksi dari bahan-bahan yang ada di dalam mulut yang tidak mudah menguap,
khususnya protein dengan bakteri-bakteri anaerob yang ada didalam mulut.Beberapa
studi telah pula membuktikan bahwa gas VSC ini juga mengakibatkan gangguan
patologis maupun fisiologis terhadap jaringan-jaringan di sekitarnya. Menurut Dr.
Tonzetich, gas VSC yang mempunyai peranan utama terhadap terjadinya halitosis
adalah hydrogen sulfide (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl
mercaptan(CH3)2S.
Cystine (-S-S)
Reduction
Reduction
CH3SH
Reduction
H2S dan CH4
Gambar 2.2. Reduksi asam amino menghasilkan gas VSC
1. OrganoleptikMeasurement (OM)
Pengukuran dengan mencium langsung udara pernafasan yang terpancar dari
mulut.Subjek diinstruksikan untuk menutup mulutnya selama 1 menit dan bernafas
melalui hidung, setelah itu subjek menghela nafas secara perlahan-lahan, dengan
jarak kurang lebih 10 cm antara subjek dengan pemeriksa (Gambar 2.4) nilai
organoleptik diukur sebanyak 2 kali. Hasil penelitian berskala 0-5 yaitu:
0 = bau mulut tidak terdeteksi
1 = bau mulut terdeteksi namun dianggap bukan halitosis
2 = halitosis ringan
3 = halitosis terdeteksi
4 = halitosis sangat terasa tapi masih dapat ditoleransi oleh operator
5 = halitosis berat hingga tidak dapat ditoleransi oleh operator
Organoleptik measurement merupakan gold standard untuk mengukur bau
mulut karena banyak senyawa organik penyebab bau mulut yang tidak dapat diukur
menggunakan gas chromatograph atau pengukuran lainnya.Penilaian organoleptik ini
memiliki kekurangan di antaranya hasil dari penilaian ini kurang objektif, karena
adanya variabilitas antar pemeriksa Oleh karena itu, peneliti harus dikalibrasi terlebih
dahulu (Nachnani, 2008; Rosing, 2011).
3. Monitoring Sulfida
Salah satu alat mengukur halitosis adalah halimeter.Halimeter merupakan alat
monitoring sulfida portable yang penggunaannya mudah dan sederhana, hal ini
mungkin disebabkan karena alat ini kecil dan mudah dibawa kemana-mana.Halimeter
sangat membantu dan dapat memberikan hasil bacaan gas VSC sampai ppb (part per
billion) seperti kemampuan hidung manusia (Gambar 2.6). Dengan menggunakan alat
ini, Miyazaki (1995), menemukan adanya hubungan antara gas VSC dan adanya
lapisan pada lidah (Tongue Coating). Selain itu, ia menemukan adanya hubungan
antara gas VSC dengan gingivitis dan penyakit periodontal. Sebelumnya, Yaegaki
dan Sanada (1992) telah melaporkan adanya hubungan ini dengan menemukan bahwa
gas VSC lebih banyak dijumpai pada kelompok yang menderita penyakit periodontal
(Miyazaki, 2006). Kelemahan alat ini adalah membutuhkan waktu untuk
mengkalibrasi kembali dan pengukuran tidak dapat dilakukan apabila
subjekmenggunakan alkohol atau minyak pewangi, dengan kata lain pengukuran
dapat berpengaruh jika subjeknya menggunakan parfum, hairspray, deodorant, dan
lain-lain (Nachnani, 2008; Ueno, 2008).
4. Oral chroma
Alat ini adalah alat untuk mendeteksi halitosis yang cara penggunaannya
sederhana dilengkapi dengan sensor oksida semikonduktor baru diciptakan gas
indium (SCS) untuk mengukur konsentrasi gas VSC dalam mulut. Alat ini mengukur
senyawa hidrogen sulfida, dimetil sulfida, yang menjadi penyebab utama terjadinya
halitosis. Alat ini menampilkan masing-masing konsentrasi gas H2S, CH3SH,
CH3(H2S). Sangat mudah digunakan dan hanya memerlukan delapan menit untuk
menganalisis sampel (Imazukita & Thurumi-ku, 2007)-(Gambar 2.7).
ke celah di antara gigi dan ditahan dengan ibu jari agar kuat dan tidak lepas ketika
dilakukan gerakan seperti menggergaji.Tindakan ini dapat membersihkan celah gigi
yang sempit yang tidak dapat dicapai sikat gigi.
4. Menggunakan obat kumur
Obat kumur adalah larutan dengan rasa yang nyaman, mengandung
antibakteri dan berguna untuk menyegarkan mulut dan mouthwash adalah sediaan
cair dengan viskositas yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu cair, dengan rasa
yang enak (Lee, 2010).
Karakteristik mouthwash yang ideal yaitu:
1) Membasmi kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan mulut dan gigi
2) Tidak menyebabkan iritasi
3) Tidak mengubah indera perasa
4) Tidak menganggu keseimbangan flora mulut
5) Tidak meningkatkan resistensi mikroba
6) Tidak menimbulkan noda pada gigi
7) Pada dasarnya, di luar fungsi penyegar, mouthwash juga berfungsi:
1) Mencegah terjadinya pengumpulan plak
2) Mencegah dan mengobati gingivitis
3) Mencegah atau mengobati sariawan
4) Mengobati Candidasis (mouthwash yang mengandung khlorheksidin)
5) Membantu penyembuhan gusi setelah operasi pada rongga mulut
6) Menghilangkan sakit akibat tumbuhnya gigi
7) Mencegah atau mengurangi sakit akibat inflamasi
Ada berbagai jenis obat kumur, berikut adalah tipe-tipenya (Adlerova,et al.,
2008; Lee, 2010):
1. Obat kumur kosmetik
Obat kumur tipe ini didesain hanya untuk mengatasi bau mulut.Obat kumur
ini dapat menyegarkan mulut, menyembunyikan bau mulut, dan membuat gigi terasa
bersih, tetapi obat kumur ini tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi bakteri atau
plak.Oleh karena itu, obat kumur jenis ini tidak memproteksi gigi terhadap karies.
2. Obat kumur antiseptik
Obat kumur jenis ini dapat melakukan lebih dari sekedar mengatasi bau
mulut.Obat kumur jenis ini secara aktif memerangi plak dan memproteksi gigi dari
karies.Selain itu, obat kumur jenis ini direkomendasikan kepada pasien dengan
penyakit gusi.
3. Obat kumur fluoride
Obat kumur jenis ini diperuntukkan bagi mereka yang rentan terhadap karies
gigi karena obat kumur jenis ini membantu memperkuat enamel gigi.
4. Obat kumur natural/herbal
Obat kumur jenis ini bebas dari kandungan alkohol dan memiliki cara kerja
yang sama dengan obat kumur konvensional lainnya, membantu mengurangi bau
mulut, contohnya adalah ekstrak teh hijau, dan ada juga para ahli yang menyarankan
penggunaan klorofil, spirulina, dan ganggang (Nachnani, 2008).
Agar suatu tanaman obat tradisional dapat menjadi obat fitofarmaka maka
harus melalui tahap – tahap sebagai berikut:
a) Langkah I: Uji praklinis yang menentukan keamanan melalui uji toksisitas dan
menentukan khasiat melalui uji Farmakodinamika.
b) Langkah II: Standarisasi secara sederhana.
c) Langkah III: Teknologi farmasi yang menentukan identitas secara seksama
sampai dapat dibuat produk yang terstandarisasi.
d) Langkah IV: Uji klinis pada orang sakit dan atau orang sehat (Budiharto, 2012)
Obat Jadi
Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.8. Bagan Uji Praklinik Obat Tradisional (Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Obat Tradisional, 2000)
2.9 Tanaman Kapulaga (Amomum cardamomum L)
Tanaman kapulaga atau kapol adalah tanaman hutan yang saat ini
dibudidayakan orang.Sesuai dengan asal tempat tumbuhnya, kapulaga
tumbuhdibawah naungan pohon-pohon kayu hutan yang sangat lindung.
Jenis tanah yang baik buat kapulaga untuk pertumbuhan adalah tanah yang liat
dan berpasir, dengan derajat keasaman (pH) tanah 5,6-8 dengan bahan organik tinggi.
Pada dasarnya tanaman kapulaga dapat tumbuh pada dataran rendah maupun pada
dataran tinggi.
Kapulaga lokal dapat hidup pada ketinggian 200-1000 meter diatas
permukaan laut, karena pada ketinggian ini kapulaga dapat menghasilkan buah yang
baik.
Ketinggian tempat berkaitan erat dengan kondisi suhu udara
setempat.Kapulaga memerlukan suhu 10-35oC dengan udara yang sedikit
lembab.Apabila di daerah dengan curah hujan sedikit atau dengan musim kemarau
berkepanjangan tanaman kapulaga menjadi kurang menghasilkan.
Tanaman ini dapat diperbanyak secara genetatif dengan biji atau secara
vegatatif, dengan anakan, yang disebut juga sobekan tanaman. Satu sobekan tanaman
terdiri dari satu tunas yang baru tumbuh dan satu batang semu beserta rimpang dan
sebagian akarnya. Sedangkan bibit yang berasal dari biji merupakan tanaman muda
setinggi 30-70 cm, yang telah disemaikan terlebih dahulu selama 6-9 bulan. Peta dan
potensi bahan baku obat tradisional Jawa Barat
Gambar 2.9. Tanaman Kapulaga lahan kebun desa Bintang Meriah kecamatan STM
Hulu kabupaten Deli Serdang
2.9.1 Nama Daerah(Madjo, 1987)
Aceh : Kapulaga
Minangkabau : Palago, Pelaga, Puwar
Sunda : Kapol, Kapol Sebrang
Jawa : Kapulogo, Pulogo
Madura : Kapulagha, Palagha
Bali : Korkolaka
Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua
golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena.Oleoptena adalah bagian
hidrokarbon di dalam minyak atsiri dan berwujud cairan.Umumnya senyawa
golongan oleoptena ini terdiri atas senyawa monoterpena, sedangkan stearoptena
adalah senyawa hidrokarbon teroksidasi dan umumnya berwujud padat (Ajit, et al.,
1995; Naik, et al., 2004).
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia
dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks, namun tidak melebihi dari 300
senyawa.Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri,
seperti hidrokarbon, alkohol, ester, aldehida, dan eter.Yang menentukan aroma
minyak atsiri biasanya komponen yang persentasinya tinggi.Walaupun begitu,
kehilangan satu komponen dalam persentasi kecilpun dapat memungkinkan
terjadinya perubahan aroma dari minyak atsiri tersebut (Naik, et al., 2004).
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain
tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spectrometer
massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran
komponen dalam sampel sedangkan spectrometermassa berfungsi untuk mendeteksi
masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Rohman,
2007).
3. Aroma
Penilaian aroma digunakan dalam pengujian organoleptik karena aroma
mempunyai peranan penting terhadap tingkat penerimaan produk.
5. Rasa
Penilaian rasa digunakan dalam pengujian organoleptik karena rasa
mempunyai peranan penting terhadap tingkat penerimaan produk.Rasa dapat dinilai
dengan adanya tanggapan kimiawi oleh indera pencicip (lidah).
6. Sensasi di Mulut
Penilaian sensasi di mulut digunakan dalam pengujian organoleptik karena
efek sensasi di mulut mempunyai peranan penting terhadap tingkat penerimaan
produk.
Pratice (GCP) atau cara uji klinis yang baik (CUKB). Dengan menerapkan GCP ini
akan diperoleh dapat dipercaya, tepat, dan akurat. Yang kedua ialah terjaminnya hak,
keselamatan, integritas, dan kesejahteraan subjek yang ikut dalam
penelitian(Mukhtar, et al., 2011).
cysteine
Sulfur yang
mengandung metionine
Asam amino
cistine
HALITOSIS
H2S
CH3SH
Berkumur Minyak
Atsiri Buah Kapulaga (CH3)2S Berkumur Berkumur
dengan dengan
0,125%, 0,25%, 0,5%, Listerine®
plasebo
1%, 1,5%, 2%
(Sanz,et al., 2001; Roldan,et al., 2003; Donaldson, et al., 2005; Waler, SM.,1992, cit
Djaya, 2000).
(+) (-)
Uji Klinis
Minyak Atsiri Buah Kapulaga 0,5%
Listerine®
Skor organoleptik
Skor organoleptik
Kadar gas H2S
Kadar gas H2S
Kadar gas CH3SH
Kadar gas CH3SH
Kadar gas CH32S
Kadar gas CH32S
Kadar gas VSC
Kadar gas VSC