Anda di halaman 1dari 12

EFEKTIFITAS ORAL HYGIENE DENGAN CHLORHEXIDINE UNTUK MENCEGAH

HALITOSIS PADA PASIEN PENURUNAN KESADARAN DIRUANG ICU RUMAH


SAKIT SILOAM KEBON JERUK
TAHUN 2018

The Effectiveness Of Oral Hygiene With Chlorhexidine To Prevent Halitosis Patients


Decreased Consciousness In The Room The Siloam Hospital Icu Kebon Jeruk
Year 2018
1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas Ilmu Keperawatan Jln. Cempaka
Putih tengah, Jakarta Pusat – 10510
2. Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
E-MAIL : Onedies@gmail.com

ABSTRAK
Halitosis adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bau nafas tidak sedap
yang berasal dari rongga mulut serta dapat melibatkan kesehatan seseorang, Halitosis dapat
berupa halitosis fisiologis dan halitosis patologis.. Halitosis banyak terjadi pada pasien dengan
oral hygiene yang menurun diantaranya pada pasien kritis yang mengalami penurunan
kesadaran dan kelemahan fisik sehingga mengalami ketidakmampuan melakukan oral hygiene.
Tindakan untuk mengatasi halitosis pada pasien penurunan kesadaran adalah dengan oral
hygiene menggunakan chlorhexidine dengan konsentrasi 0,12%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada perbedaan efektifitas waktu oral hygiene menggunakan chlorhexidine dalam
pencegahan halitosis pada pasien penurunan kesadaran. penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif pra-eksperimental dengan pendekatan “one-group pra-post test design dengan
pengukuran halitosis berulang sebanyak 8 pengukuran yang dilakukan sebelum tindakan oral
hygiene, setelah tindakan oral hygiene dan setiap 4 jam samapi 24jam pada pasien penurunan
kesadaran yang dirawat diruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dengan jumlah sampel
10 responden. Skor halitosis diukur dengan indikator Volatile Sulfur Compounds (VSCs)
menggunakan Tanita Breath Checker. Skor halitosis mulai naik di jam pada 4 jam post oral
hygiene dengan skor halitosisnya rata-rata sebesar 3,10 dan skor halitosis mulai peningkatan
maksimal pada jam pada 12 jam post oral hygiene dengan rata-rata sekor halitosisnya sebesar
5. Kesimpulan penelitiannya adalah tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,12%
yang efektif dilakukan tiap 12 jam karena dapat mengurangi halitosis.

Kata kunci : Oral Hygiene, efektivitas waktu pengukuran.

1
ABSTRACT
Halitosis is a general term used to describe the smell of foul breath that comes from the oral
cavity and can involve a person's health, Halitosis can be a physiological and pathological
halitosis. Many cases of halitosis occur in patient with decrease oral hygiene especially patients
in critical condition with decrease consciousness and physical weakness. Chlorhexidine 0,12%
has been found effective halitosis preventing. This research aims to know the difference in the
effectiveness of time oral hygiene using chlorhexidine in the prevention of halitosis patients
decreased consciousness. This research is quantitative research-experimental approach to pre
"one-group pre-post test design” with measurements of recurrent halitosis as much as 8
measurements done before the actions of oral hygiene, oral hygiene after the action and every
4 hours till 24 h in patients treated in the room unconsciousness ICU Hospital Siloam Kebon
Jeruk with number of samples of 10 respondents. Score halitosis is measured by indicators of
Volatile Sulfur Compounds (VSCs) using a Tanita Breath Checker. Score halitosis started up on
the hour at 4 hours post oral hygiene with a score of halitosis an average of 3.10 and score
maximum increase halitosis began at 12 hours post oral hygiene with average score halitosis of
5. The conclusions of this research is oral hygiene using chlorhexidine 0,12% can effectively
decrease halitosis for 12 hours.

Key words: Oral hygiene, effectiveness of the measurement of time.

1. PENDAHULUAN pembentukan halitosis. Sisa makanan pada


Halitosis berasal dari bahasa Latin, yaitu bagian posterior dan permukaan lidah
halitus yang berarti napas dan osis yang berakumulasi dengan bakteri gram negatif
berarti keadaan. Jadi halitosis merupakan akan memecah substrat protein menjadi
keadaan yang digunakan untuk menunjukkan rantai peptida dan asam amino yang
bau napas yang tidak sedap. Halitosis mengandung sulfur yang selanjutnya akan
dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara menghasilkan volatile sulfur compounds
normal di dalam permukaan lidah dan dalam (VSCs). Volatile sulfur compounds adalah
esophagus. (Dharmautama, M., Angela hasil produksi dari aktifitas bakteri negatif
Thomas Koyama & Astri Kusumawati, anaerob di dalam mulut yang menghasilkan
2008). senyawa berupa sulfur yang mudah menguap
dan berbau tidak enak yang merupakan
Bakteri yang secara normal ada di dalam penyebab halitosis (Dharmautama, M.,
permukaan lidah dan dalam esophagus Angela Thomas Koyama & Astri
tersebut membantu proses pencernaan Kusumawati, 2008; Goma, Iqra, D. S., 2017).
manusia dengan cara memecah protein.
Spesies bakteri yang terdapat pada Saliva mempunyai peranan penting terhadap
permukaan oral dapat bersifat sakarolitik terjadinya halitosis hal ini terjadi karena
yaitu menggunakan karbohidrat sebagai adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri
sumber energi. Spesies lain bersifat yang mendegenerasi protein menjadi asam
asakarolitik atau proteolitik yaitu amino oleh mikroorganisme, sehingga
menggunakan protein, peptida atau asam menghasilkan volatile sulfur compounds
amino sebagai sumber utamanya. Bakteri (VSCs). Kadar pH dalam saliva
gram negatif seperti Klepsiella pneumoniae mempengaruhi pembentukan volatile sulfur
bersifat asakarolitik atau proteolitik. Bakteri compounds (VSCs), saat kondisi saliva yang
gram negative sangat efektif dalam alkali (pH basa) meningkatkan pembentukan
2
volatile sulfur compounds (VSCs), Prevalensi kejadian halitosis di Rumah Sakit
sebaliknya pada suasana asam (pH rendah) TNI-AL Dr. Montohardjo Jakarta pada
terjadi penurunan pembentukan volatile pasien stroke dengan ketidakmampuan oral
sulfur compounds (VSCs) (Goma, Iqra, D. S., hygiene atau penurunan kesadaran sebelum
2017; Widagdo, Yanuaris & Kristina Suntya, dilakukan oral hygiene pada hari ketiga jam
2007). kedua yang dilakukan oleh Setiawan, Yana
tahun 2015 dengan hasil rincian skor
Halitosis dapat berupa halitosis fisiologis dan halitosisnya sebagai berikut: skor 0 (tidak
halitosis patologis. Halitosis fisiologis bau) berjumlah 38,7%, skor 1 (bau lemah)
disebabkan karena adanya aktifitas berjumlah 6,3%, skor 2 (berasa bau)
pembusukan oleh mikroba pada rongga mulut berjumlah 42% dan skor 3 (bau sedang)
tanpa kondisi patologis, contohnya terjadi berjumlah 13% dan skor halitosis setelah
pada orang ketika bangun tidur yang sifatnya dilakukan oral hygiene dengan chlorhexidine
sementara sedangkan halitosis patologis pada hari ketiga jam kedua yaitu skor 0 (tidak
terjadi karena adanya aktifitas pembusukan bau) berjumlah 78,6%, skor 1 (bau lemah)
mikroba pada mulut yang terjadi pada kondisi berjumlah 14,3%, dan skor 3 (bau sedang)
patologis dan malfungsi pada mukosa oral, berjumlah 7,1%. Kejadian Halitosis di
contohnya pada penyakit periodontal Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk tidak ada
(Damara, S., dkk, 2015). Untuk mengetahui karena tidak ada studi epidemiologi yang
halitosis dapat dilakukan dengan beberapa membahas tentang halitosis.
metode diantaranya metode yang pertama
dengan mencium langsung bau yang Prevalensi pneumonia nosokomial di jepang
terpancar dari mulut, yang kedua dengan alat 5-10 kasus per 1000 pasien di Jepang, angka
Tanita Breath Checker dan yang ketiga bisa kejadian pneumonia berkisar 20%-30%
dengan mengukur Dental saliva Ph indikator. (Atmaja, Hadi Kusuma, 2014). Hasil survai
Tanita Breath Checker digunakan untuk prevalensi tahun 2003 oleh Perdalin Jaya dan
mengukur skor halitosis karena mempunyai Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr.
indikator yang pasti dan mudah dibaca juga Sulianti Saroso Jakarta dari 11 rumah sakit di
mudah digunakan, dengan hasil skor Jakarta didapatkan angka infeksi nosokomial
halitosisnya yaitu: 0 (tidak bau), 1 (bau Pneumonia sebesar 24.5% (Arifianto, 2017).
lemah), 2 (berasa bau), 3 (bau sedang), 4 (bau Sedangkan klien yang dirawat dengan
sekali) dan 5 (sangat bau sekali) (Setiawan, penyakit pneumonia di Rumah Sakit Siloam
Yana, 2015). Kebon Jeruk pada tahun 2017 sebesar 11%.

Prevalensi penderita halitosis di Amerika Tindakan untuk mengatasi halitosis pada


cukup tinggi yaitu mencapai 50% dari jumlah pasien penurunan kesadaran adalah dengan
populasi di Amerika. Kejadian halitosis di oral hygiene dengan chlorhexidine.
China mencapai 27,5% dengan sampel Chlorhexidine yang digunakan untuk oral
sebanyak 2500 orang (Irianti, Rizkia, Karel hygiene adalah chlorhexidine dengan
Pandelaki & Christy Mintjelungan, 2015). konsentrasi 0.12% (Sharma, Suresh K., and
Sedangkan halitosis pada pasien yang Jasbir Kaur, 2012). Oral hygiene adalah
dirawat di RSGM USU Universitas Sumatera tindakan membersihkan dan menyegarkan
Utara tahun 2015 dengan pemeriksaan mulut, gigi dan gusi (Clark, 1993 dalam
rongga mulut menggunakan alat Breath Wijaya, Dibyo Mukti, 2012). Sedangkan
Checker sebesar 97,6% pasien memiliki chlorhexidine adalah antiseptik golongan
halitosis (Aryetta, Cindy Amallia, 2016). bisbiguanide yang telah lama disetujui untuk

2
digunakan sebagai penghambat pembentukan digunakan untuk mencegahan pertumbuhan
plak gigi dan gingivitis sehingga digunakan kuman berbeda beda, maka peneliti ingin
sebagai oral hygiene pada pasien penurunan mengetahui efektifitas waktu oral hygiene
kesadaran di ruang ICU (Sharma, Suresh K., dengan menggunakan chlorhexidine.
& Jasbir Kaur 2012).
2. METODE PENELITIAN
Tindakan oral hygiene harus dilakukan dalam penelitian ini merupakan penelitian
waktu kurang dari 48 jam pada pasien kuantitatif pra-eksperimental dengan
penurunan kesadaran, jika tidak dilakukan pendekatan “one-group pra-post test
dalam waktu 48 jam maka akan mengalami design”, dengan pengukuran berulang pada
perubahan flora orofaringeal dari gram pasien penurunan kesadaran yang dirawat
positif berubah mejadi gram negatif sehingga diruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon
terjadi halitosis dan berisiko terjadi Jeruk yang sebelumnya diukur skor
pneumonia (Wijaya, Dibyo Mukti, 2012). halitosisnya kemudian dilakukan oral
Dalam jurnal penelitian oleh Sharma, Suresh hygiene menggunakan chlorhexidine
K., & Jasbir Kaur (2012) dengan judul kemudian diukur skor halitosis post oral
Randomized Control Trial on Efficacy of hygiene dan post oral hygiene tiap 4 jam
Chlorhexidine Mouth Care in Prevention of sampai 24 jam yang bertujuan untuk
Ventilator Associated Pneumonia (VAP). mengetahui ada perbedaan efektifitas waktu
Hasil penelitian tersebut adalah bahwa oral hygiene menggunakan chlorhexidine
perawatan mulut dua kali sehari dengan dalam pencegahan halitosis pada pasien
chlorhexidine efektif pada pasien yang penurunan kesadaran
terpasang ventilator atau penurunan
kesadaran. Sedangkan chlorhexidine yang A. Kriteria Sample
beredar dipasaran yang ada di Indonesia pada Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
label kemasannya menyatakan kumur penurunan kesadaran yang dirawat diruang
menggunakan prodak yang mengandung Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit
chlorhexidine menganjurkan berkumur tiap 4 Siloam Kebon Jeruk. Besarnya populasi
jam, dari beberapa pernyataan diatas bahwa menggunakan rumus Nursalam, 2017 adapan
oral hygiene menggunakan chlorhexidine rumus yang digunakan adalah sebagai
mampu menghambat pertumbuhan berikut:
mikroorganisme dalam waktu yang berbeda.
N.z2 p.q
Sementara itu, fenomena yang peneliti n =
d(N−1)+ z2 p.q
dapatkan disalah satu ruangan yang ada di
Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk adalah 20 (1,96)2 𝑥 0,5 𝑥 0.5
=
ruangan ICU dimana mempunyai kapasitas (0,05)(20−1)+ (1,96)2 𝑥 0,5 𝑥 0,5
10 tempat tidur. Pasien yang masuk dengan
penurunan kesadaran sering kali mengalami = 10
halitosis, pencegahan yang dilakukan
perawat yang ada diruangan ICU dengan keterangan :
melakukan oral hygiene dengan n = Perkiraan besar sampel
chlorhexidine setiap 24 jam, belum pernah N = Perkiraan besar populasi
dilakukan pengujian terhadap pertumbuhan z = Nilai standar normal (1,96)
kuman di tempat ini oleh sebab itu p = Perkiraan proporsi, jika tidak
berdasarkan referensi diatas waktu yang diketahui dianggap 50%

3
q = 1- p (100% - p) chlorhexidine, rata-rata skor halitosis post
d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = oral hygiene dengan chlorhexidine dan rata-
0,05) rata skor halitosis tiap 4 jam sampai 24 jam
setelah oral hygiene dengan chlorhexidine,
Penentuan sampel pada penelitian ini dibawah ini merupakan gambaran hasil
menggunakan metode purposive sampling penelitian untuk data tersebut yang disajikan
yaitu pasien penurunan kesadaran yang dalam bentuk table dan narasi.
dirawat diruang Intensive Care Unit (ICU) Tabel 5.1
Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dengan Distribusi rerata usia responden yang
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: mengalami halitosis pada pasien
1. Kriteria Inklusi penurunan kesadaran di ruang ICU
a. Pasien penurunan kesadaran di ruang Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk pada
Intensive Care Unit (ICU). bulan januari-februari 2018 (n = 10)
b. Hemodinamik stabil yang dilihat
dengan monitor.
Variabel Mean SD Min- N
c. keluarga bersedia anggota keluarga
maks
(pasien) menjadi sampel dalam
Usia 55,20 16,16 21 - 10
penelitian ini.
75
2. Kriteria Eksklusi
Berdasarkan tabel diatas didapatkan rata –
a. Fraktur pada daerah mandibula atau
maksilaris. rata usia responden yang mengalami
halitosis pada pasien penurunan kesadaran
b. Penyakit yang menyebabkan halitosis
patologis. di ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon
Jeruk adalah 55,20 tahun dengan standar
c. Klien yang terpasang ventilator.
deviasi 16,16. Umur termuda yang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN mengalami halitosis pada pasien penurunan
kesadaran berusia 21 tahun dan usia tertua
Dalam bab ini akan menyajikan dan berusia 75 tahun.
menjelaskan hasil penelitian efektivitas
penggunaan chlorhexidine dalam Tabel 5.2
pencegahan halitosis pada pasien penurunan Distribusipersentase berdasarkan jenis
kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit kelamin pada responden yang mengalami
Siloam Kebon Jeruk. Terdiri dari Analisis halitosis pada pasien penurunan
Univariat dan Analisis Bivariat. kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit
Siloam Kebon Jeruk pada bulan januari-
A. Analisis Univariat februari 2018 (n = 10)
Analisis Univariat ini digunakan untuk
menyajikan karakteristik data dengan hasil Jenis Frekuensi Persentase
yang disajikan untuk variabel usia meliputi kelamin
rata-rata (mean), standar deviasi, usia Laki – laki 7 70
termuda dan tertua sedangkan untuk variabel Perempuan 3 30
jenis kelamin meliputi frekuensi dan Total 10 100
presentasi. Variabel skor halitosis meliputi
rata-rata hasil skor halitosis sebelum Berdasarkan tabel diatas jumlah responden
dilakukan oral hygiene dengan yang mengalami halitosis pada pasien

4
penurunan kesadaran di ruang ICU Rumah Oral hygiene M Me SD Min-
Sakit Siloam Kebon Jeruk berjumlah 10 dengan ea dia maks
orang dengan jumlah responden yang chlorhexidine n n
berjenis kelamin laki– laki sebanyak 7 Setelah oral 2,2 2,0 0,4 2,00 –
orang atau 70% dan berjenis kelamin hygiene 0 0 2 3,00
perempuan sebanyak 3 orang atau 30 %. 4 jam setelah 3,1 3,0 0,5 2,00 –
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan oral hygiene 0 0 7 4,00
pasien yang mengalami 8 jam setelah 4,1 4,0 0,5 3,00 –
halitosis pada pasien penurunan kesadaran oral hygiene 0 0 7 5,00
terbanyak pada pasien yang berjenis 12 jam setelah 5,0 5,0 0,0 5,00
kelamin laki-laki oral hygiene 0 0 0
Tabel 5.3 16 jam setelah 5,0 5,0 0,0 5,00
Distribusi rerata skor halitosis pada oral hygiene 0 0 0
responden yang mengalami halitosis 20 jam setelah 5,0 5,0 0,0 5,00
pada pasien penurunan kesadaran di oral hygiene 0 0 0
ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon 24 jam setelah 5,0 5,0 0,0 5,00
Jeruk pada bulan januari-februari 2018 oral hygiene 0 0 0
(n = 10)
Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor
halitosis setelah oral hygiene dengan
Oral hygiene Me Me SD Min-
chlorhexidine sebesar 2,20 dengan median
dengan an dian maks
2,00, standar deviasi 0,42 dengan skor
chlorhexidin
halitosis minimal 2,00 dan skor halitosis
e
maksimalnya 3,00, rata-rata skor halitosis
Sebelum oral 4,6 5,00 0,5 4,00 –
setelah 4 jam oral hygiene dengan
hygiene 0 2 5,00
chlorhexidine sebesar 3,10 dengan median
3,00, standar deviasi 0,57 dengan skor
halitosis minimal 2,00 dan skor halitosis
Berdasarkan tabel diatas dari 10 responden
maksimalnya 4,00 rata-rata skor halitosis
rata-rata skor halitosis sebelum dilakukan
setelah 8 jam oral hygiene dengan
oral hygiene dengan chlorhexidine pada
chlorhexidine sebesar 4,10 dengan median
pasien penurunan kesadaran di ruang ICU
4,00, standar deviasi 0,57 dengan skor
Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk sebesar
halitosis minimal 3,00 dan skor halitosis
4,60 dengan median 5,00, standar deviasi
maksimalnya 5,00 sedangkan rata-rata skor
0,52 dengan skor halitosis minimal 4,00
halitosis setelah 12 jam, 16 jam, 20 jam dan
dan skor halitosis maksimalnya 5,00.
24 jam oral hygiene dengan chlorhexidine
Tabel 5.3 sama adalah sebesar 5,00 dengan median
Distribusi rerata skor halitosis pada 5,00, standar deviasi 0,00 dengan skor
responden yang mengalami halitosis halitosis minimal 5,00 dan skor halitosis
pada pasien penurunan kesadaran di maksimalnya 5,00. Berdasarkan tabel
ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon diatas dapat disimpulkan skor halitosis
Jeruk pada bulan januari-februari 2018 rata-rata akan mencapai nilai maksimal
(n = 10) pada 12 jam sampai 24 jam post oral
hygiene menggunakan chlorhexidine
dengan skor halitosisnya 5,00.

5
B. Analisis Bivariat Usia

Analisa bivariat digunakan untuk Hasil penelitian berdasarkan usia, diketahui


membuat keputusan ada perbedaan bahwa umur termuda yang mengalami
efektifitas waktu oral hygiene dengan halitosis pada pasien penurunan kesadaran
chlorhexidine dalam pencegahan halitosis berusia 21 tahun dan usia tertua berusia 75
pada pasien penurunan kesadaran di ruang tahun dan rata–rata usia responden yang
ICU Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk mengalami halitosis pada pasien penurunan
yang menggunakan rumus Friedman Test kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit Siloam
dengan hasil penelitiannya sebagai Kebon Jeruk adalah 55,20 tahun dengan umur
berikut: lebih 45 tahun berjumlah 7 pasien (70%).
gambaran tersebut sesui dengan hasil
Tabel 5.4 penelitian yang dilakukan oleh Setiawan,
Distribusi perbedaan efektifitas waktu Yana tahun 2015, bahwa pasien yang
oral hygiene menggunakan mengalami halitosis akan mengalami
chlorhexidine dalam mencegah halitosis peningkatan pada umur lebih dari 45 tahun
pada pasien penuruanan kesadaran di yang berjumlah 35 pasien (83.3 %).
ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon
Jeruk pada bulan januari-februari 2018
(n = 10) Usia lebih dari 45 tahun pada pasien
penurunan kesadaran terjadi halitosis karena
ketidakmampuan melakukan oral hygiene
dan terjadi perubahan gerakan mekanik
dimulut, gerakan mekanik dimulut
Variabel df P dibutuhkan untuk menfasilitasi produksi dan
value pergerakan saliva disekitar mulut sehingga
perbedaan efektifitas 6 0,000 dapat membersihkan plak dan mengurangi
waktu oral hygiene dengan kejadian halitosis.
chlorhexidine dalam
pencegahan halitosis pada Jenis kelamin
pasien penuruanan
Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin
kesadaran
pada 10 orang responden yang mengalami
Berdasrkan tabel diatas yang menggunakan
halitosis pada pasien penurunan kesadaran
rumus Friedman Test, skor degree of
di ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kebon
freedom adalah 6 dan P value 0,000 dalam
Jeruk, berjenis kelamin laki-laki yang paling
variabel perbedaan efektifitas waktu oral
banyak mengalami halitosis sebanyak 7
hygiene dengan chlorhexidine dalam
orang (70%). Anak laki-laki diketahui
pencegahan halitosis pada pasien
mempunyai produksi saliva lebih tinggi
penuruanan kesadaran yang artinya P value
dibandingkan anak perempuan. Hal ini
< 0,05 menunjukan ada perbedaan
terjadi karena pengaruh kelenjar saliva laki-
efektifitas waktu oral hygiene dengan
laki yang lebih besar dibandingkan
chlorhexidine dalam pencegahan halitosis
perempuan, sehingga jika saliva diproduksi
pada pasien penuruanan kesadaran.
cukup banyak maka berisiko terjadi halitosis
Pembahasan menjadi lebih besar karena didalam saliva
sendiri terdapat substrat yang mengandung

6
protein dan jika dipecah dapat menghasilkan hygiene yang menurun terutama pada pasien
Volatile Sulfur Compounds (VSCs) yang penurunan kesadaran. Oral hygiene yang
menyebabkan halitosis (Hariadi, Putranto menurun atau buruk mengakibatkan
M. dalam Setiawan, Yana, 2015). Pada laki- penurunan volume saliva, peningkatan plak
laki berisiko lebih besar terjadi halitosis gigi sehingga terjadi kolonisasi
karena produksi saliva yang lebih banyak mikroorganisme pada orofaring oleh flora
dibandingan perempuan karena didalam yang berpotensi patogen seperti
saliva ada substrat yang mengandung Staphylococcus auereus, Streptococcus
protein dan jika subtract protein tersebut pneumoniae atau bakteri gram negatif
bereaksi dengan bakteri anaerob akan (Goma, Iqra, D. S., 2017; Widagdo,
menghasilkan Volatile Sulfur Compounds Yanuaris and Kristina Suntya, 2007).
(VSCs) yang berberbau tidak sedap sehingga Tindakan untuk mengatasi halitosis pada
menyebabkan halitosis. pasien penurunan kesadaran adalah dengan
oral hygiene menggunakan chlorhexidine
Rerata skor halitosis pada pasien (Sharma, Suresh K., and Jasbir Kaur, 2012).
penurunan kesadaran

Hasil penelitian berdasarkan rerata skor Chlorhexidine telah terbukti dapat mengikat
halitosis pada 10 responden yang bakteri, hal ini dimungkinkan karena adanya
mengalami halitosis pada pasien penurunan interaksi antara muatan positif dari molekul
kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit chlorhexidine dan dinding sel bakteri yang
Siloam Kebon Jeruk, rata–rata skor bermuatan negatif. Interaksi ini akan
halitosis sebelum dilakukan oral hygiene meningkatkan permeabilitas dinding sel
dengan chlorhexidine pada pasien bakteri yang menyebabkan membran sel
penurunan kesadaran di ruang ICU Rumah ruptur, terjadinya kebocoran sitoplasma,
Sakit Siloam Kebon Jeruk sebesar 4,60, penetrasi ke dalam sitoplasma, dan pada
rata-rata skor halitosis setelah oral hygiene akhirnya menyebabkan kematian pada
menggunakan chlorhexidine mengalami mikroorganisme (Prijantojo, 1996 dalam
penurunan dengan skor rata-rata sebesar Puspita, Komang Yullan, 2014).
2,20, rata-rata skor halitosis akan
mengalami kenaikan terus sampai skor Hal ini terjadi karena sebelum dilakukan
rata-rata halitosisnya maksimal sebesar oral hygiene menggunakan chlorhexidine
5,00 pada 12 jam sampai 24 jam post oral mengalami peningkatan reaksi bakteri
hygiene. Hasil penelitian yang dilakukan anaerob dengan subtract protein yang
Setiawan, Yana, 2015, skor halitosis menghasilkan Volatile sulfur compounds
sebelum dilakukan oral hygiene (VSCs) yang merupakan penyebab halitosis
menggunakan chlorhexidine sebesar 2,00 sehingga menyebabkan peningkatan skor
dan setelah dilakukan oral hygiene dengan halitosis dan setelah oral hygiene dengan
chlorhexidine skor halitosisnya menurun chlorhexidine akan mengalami penurunan
menjadi 0,00. Volatile sulfur compounds (VSCs) sehingga
akan mengurangi skor halitosis yang
Oral hygiene akan menjaga kesehatan menyebabkan bau mulutnya berkurang.
mulut, gigi, gusi, dan bibir (Ring, 2002
dalam Potter & Perry, 2010). Halitosis Oral hygiene pada prodak obat kumur
banyak terjadi pada pasien dengan oral (gargling cool & fresh) yang beredar di

7
Indonesia menganjurkan berkumur tiap 4 4. SIMPULAN DAN SARAN
jam sedangkan Sharma, Suresh K., & Jasbir
Kaur (2012) Dalam jurnal penelitian Simpulan
Randomized Control Trial on Efficacy of
Chlorhexidine Mouth Care in Prevention of 1. Responden terbanyak yang terjadi
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) halitosis pada usia lebih dari 45 tahun
menganjurkan oral hygiene tiap 12 jam. yang berjumlah 7 pasien (70%) dari 10
Berdasarkan hasil penelitian yang diatas responden.
maka disimpulkan waktu oral hygiene 2. Responden terbanyak yang terjadi
menggunakan chlorhexidine yang efektif halitosis berjenis kelamin laki-laki yang
adalah tiap 12 jam pada pasien penurunan berjumlah 7 orang (70%) dari 10
kesadaran responden.
3. Rata-rata skor halitosis sebelum oral
Perbedaan efektifitas waktu oral hygiene hygiene sebesar 4,60, rata-rata skor
menggunakan chlorhexidine dalam halitosis mulai meningkat pada 4 jam
pencegahan halitosis pada pasien setelah oral hygiene sebesar 3,10 dan
penurunan kesadaran mulai naik sampai skor maksimal pada
12 jam post oral hygiene dan stagnan
Interpretasi hasil penelitian pada variabel pada 24 jam post oral hygiene dengan
perbedaan efektifitas waktu oral hygiene rata-rata skor halitosis sebesar 5,00.
dengan chlorhexidine dalam pencegahan 4.Ada perbedaan efektifitas waktu oral
halitosis pada pasien penuruanan kesadaran hygiene menggunakan chlorhexidine
yang menggunakan rumus Friedman Test, dalam pencegahan halitosis pada pasien
hasil skor P valuenya 0,000 sedangkan hasil penuruanan kesadaran.
penelitian yang dilakukan Setiawan, Yana,
2015, dengan hasil P value 0,000 yang Saran
berjudul penelitian Efektifitas penggunaan
larutan Chlorhexidine dan tantum verde 1. Pelayanan Keperawatan
sebagai zat oral hygiene dalam mencegah Skor halitosis akan mencapai skor
terjadinya halitosis pada klien stroke yang maksimal pada 12 jam post oral
dirawat di RS TNI-AL Dr. Mintohardjo hygiene maka oral hygiene efektif
Jakarta tahun 2015, yang disimpulkan hasil dilakukan setiap 12 jam.
penelitiannya bahwa chlorhexidine efektif 2. Pendidikan Keperawatan
dapat mengatasi halitosis. Hal ini Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membuktikan bahwa pada pasien penurunan memberikan inovasi ilmu pengetahuan
kesadaran untuk mencegah halitosis caranya dalam melakukan oral hygiene
dengan oral hygiene dengan larutan terutama pada pasien penurunan
chlorhexidine karena dapat menurunkan kesadaran.
skor halitosis (bau mulut). Sejalan dengan
penelitian diatas dengan P value < 0,05
maka dapat di simpulkan ada perbedaan 3. Penelitian Keperawatan
efektifitas waktu oral hygiene menggunakan Jika penelitiam ini akan dilanjutkan
chlorhexidine dalam pencegahan halitosis diharapkan dapat memilih responden
pada pasien penuruanan kesadaran di ruang yang homogen yaitu yang riwayat oral
ICU Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk. hygiene baik atau yang riwayat oral
hygiene buruk.
8
angsana dibandingkan dengan obat
kumur untuk mengatasi halitosis
DAFTAR PUSTAKA fisiologis.https://scholar.google.co.id
/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=h
Adit. (2017). Statistika Kesehatan. alitosis+fisiologis+dan+patofisiologi
http://statistikakesehatan.com. Diakses s&btnG=. Didapat pada tanggal 28
pada tanggal 27 Februari 2018. Oktober 2017.
Arifianto. (2017). Kepatuhan perawat Dharmautama, M., Angela Thomas
dalam menerapkan sasaran Koyama and Astri Kusumawati.
keselamatan pasien pada pengurangan (2008). Tingkat keparahan
resiko infeksi dengan penggunaan alat halitosispada manula pemakai
pelindung diri di RS. roemani gigitiruan.http://www.jdmfs.org/inde
muhammadiyahsemarang.http://eprints x.php/jdmfs/article/viewFile/200/201
.undip.ac.id/51608/. Diakses pada . Diperoleh pada tanggal 23 Oktober
Tanggal 05 November 2017. 2017.
Arif, Muhammad. (2014). Pengaruh Goma, Iqra, D. S. (2017). Pengaruh obat
intervensi teknik pernapasan buteyko kumur daun sirih terhadap
trhadap fungsi ventilasi oksigenasi penurunan kadar volatile sulfure
paru pada pasien asma bronkial di compound (VSC) penderita halitosis
RSUDDr.AchmadMochtarBukitTinggi pada pasien ortodontik dan non
Tahun24.https://scholar.google.co.id/sc ortodontik.http://repository.unhas.ac.
holar?hl=id&as_sdt=0,5&q=.=.Didapat id/handle/23456789/25875.Diperoleh
pada tanggal 27 Oktober 2017. pada tanggal 23 Oktober 2017.
Aryetta, Cindy Amallia. (2016). Prevalensi Hastono, Sutanto Priyo. (2016). Analisa
halitosis pada pasien yang berkunjung data pada bidang kesehatan. Jakarta:
keRSGMUSUTahun2015.http://reposit Rajawali Pers.
ory.usu.ac.id/bitstream/handle/123456
78/59627/Abstract.pdf?sequence=6&is Irianti, Rizkia, Karel Pandelaki and
Allowed=y. Diakses pada Tanggal 01 Christy Mintjelungan. (2015).
November 2017. Gambaran pengetahuan tentang
halitosis pada buruh di pelabuhan
Atmaja, Hadi Kusuma. (2014). Komparasi manado.https://scholar.google.co.id/s
pemberian hexadole dan chlorhexidine cholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&as_yl
sebagai oral hygiene terhadap o=2007&as_yhi=2017&q=prevalensi
pencegahan ventilator associated +halitosis&btnG=. Diperoleh pada
pneumonia(VAP).https://scholar.googl tanggal 23 Oktober 2017.
e.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5
&as_ylo=2007&as_yhi=2017&q=kebe Nursalam. (2017). Metodologi penelitian
rsihan+mulut+dan+vap&btnG=. ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017. Medika.

Damara, S., dkk. (2015). Uji sensitifitas Nyoman, N.P. (2014). Manfaat
efek antibakterial ekstrak daun mengkomsusmsi campuran larutan

9
madu dan bubuk kayu manis terhadap y+of+Chlorhexidine+Mouth+Care+in+
penurunantingkathalitosis.https://www Prevention+of+Ventilator+Associated
.google.com/search?client=firefoxbab +Pneumonia+%28VAP%29%22&btn
&q=Manfaat+mengkonsumsi+campur G=. Diakses pada tanggal 12 Oktober
an+larutan+madu+dan+bubuk+kayu+ 2017.
manis+terhadap+penurunan+tingkat+h
alitosis&spell=1&sa=X&ved=0ahUKE Sugiono. (2010). Statistika untuk penelitian.
wiBiZ34n6fYAhUB3o8KHdGdC7cQv Bandung: Alfabeta.
wUIIygA.Diakses pada tanggal 12
Oktober 2017. Susilo, Wilhelmus Harry. (2012). Statistika
dan aplikasi untuk penelitian umum
Porter,etal.(2006).Oralmalodour (halitosis). kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic
le/pmc15708044/#!po=79.347.Didapat Tallama, Fitriani. (2014). Efektifitas ekstrak
padat anggal 09 November 2017. daun kemangi terhadap penurunan
kadarvolatile sulfur compounds(VSCs)
Potter & Perry. (2010). Fundamental http://repositoryy.unhas.ac.id:4002/dig
Keperawatan. Edisi 7. (Adrina dkk, ilib/gdl.php?mod=browse&op=read&i
Penerjemah). Singapore: Elseiver. d=fitrianita11005&PHPSESSID=f528
421bf0 dc3de9 d7c91897eaa649fc.
Puspita, Komang Yullan. (2014). Pengaruh Didapat padat anggal 10 November
chlorhexidine gluconate 0,12% 2017.
terhadap keberhasilan perawatan
periimplantitis mucosits. http://unmas- Widagdo, Yanuaris and Kristina Suntya.
library.ac.id/wpcontent/uploads/2014/0 (2007). Volatile sulfur compounds
4/SKRIPSI12.pdf. Diperoleh pada sebagaipenyebabhalitosis.http://www.
tanggal 07 November 2017. unmaslibrary.ac.id/jurnal20Vol.5%20
No.3.pdf. Diperoleh pada tanggal 07
Setiawan, Yana. (2015). Efektifitas November 2017.
penggunaan larutan chlorhexidine dan
tantum verde sebagai zat oral hygiene Wijaya, Dibyo Mukti. (2012). Pengaruh
dalam mencegah terjadinya halitosis pemberian chlorhexidine sebagai oral
pada klien stroke yang dirawat di RS hygiene terhadap Jumlah bakteri
TNI-AL Dr. Mintohardjo Jakarta tahun orofaring pada penderita dengan
2015. Magister Ilmu ventilatormekanik.https://www.google.
KeperawatanUniversitasMuhammadiy com/search?q=%22PENGARUH+PE
ah Jakarta. MBERIAN+CHLORHEXIDINE+SEB
AGAI+ORAL+HYGIENE+TERHAD
Sharma, Suresh K., and Jasbir Kaur. (2012). AP+JUMLAH+BAKTERI+OROFARI
Randomized Control Trial on Efficacy NG+PADA+PENDERITA+DENGAN
of Chlorhexidine Mouth Care in +VENTILATOR+MEKANIK%22&ie
Prevention of Ventilator Associated =utf8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab.
Pneumonia(VAP).http://scholar.google Diakses pada tanggal 25 Oktober 2017
.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&
as_ylo=2012&as_yhi=2017&q=%22R Wiyatmi, Hardani. (2014). Penyebab
andomized+Control+Trial+on+Efficac halitosis dan penangananya di Rumah

10
Sakit Jiwa Grhasia Propinsi DIY .http
://grhasia.jogjaprov.go.id/images/grhas
ia /pdf/H ALI TOSIS.pdf. Diperoleh
pada tanggal 28 Oktober 2017.

Yosef, et al. (2006). The relationship


between oral malodor and volatile
sulfurcompoundproducingbacteria.http
://journals.sagepub.com/doi/10.1016/j.
otohns.2005.09.036. Didapat pada
tanggal 09 November 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai