Anda di halaman 1dari 32

1

JEJARING KEBIJAKAN DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK


Suatu Kajian Tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir Dan Rob
Pemerintah Kota Semarang
(Dimuat di Jurnal Delegasi, Jurnal Ilmu Administrasi, STIA Banjarmasin, Vol. VI No. 3,
Januari 2008, Terakreditasi KepDirjenDikti No. 56/DIKTI/KEP/2005)

Oleh
Sri Suwitri

ABSTRAKSI

Policy networks dalam perumusan kebijakan penanggulangan banjir dan rob di Kota
Semarang adalah sebuah subsistem yang terbentuk dari interaksi aktor Tim Subsistem,
LSM, media massa, Kedungsepur, Bappeda dan DPU Kota Semarang, serta Dinas
Kimtaru Propinsi Jawa Tengah. Aktor tersebut berkoalisi advokasi membentuk Pluralistic
networkl dalam Tim Subsistem sedang lainnya bureaucratic network. Core belief masing-
masing koalisi advokasi menyebabkan kuatnya konflik antar koalisi advokasi. Dipicu oleh
stimulasi dari LSM Peduli Banjir Dan Lingkungan Kota Semarang dan media massa,
konflik antar koalisi advokasi mendorong pembentukan opini elit dan menampilkan
Bappeda Kota Semarang sebagai aktor penengah dengan menyusun masterplan drainase
hasil penggabungan koalisi advokasi yang berkonflik, dan mempersiapkan masterplan
drainase tersebut untuk menjadi peraturan daerah. Jejaring kebijakan vertikal yang
dihasilkan oleh konflik koalisi, menyebabkan terjadinya refraksi tujuan, sehingga tujuan
kebijakan penanggulangan banjir dan rob Kota Semarang terklasifikasi ke dalam refraksi
tujuan area penyempitan, area pelebaran dan area lepasan. Diusulkan penggunaan
jejaring kebijakan lingkaran bagi tercapainya tujuan kebijakan dan kepentingan publik.

Key words : Policy networks, actor, belief system, refraction of goal.

ABSTRACT
Policy network in policy formulation of overcoming floods and rob in Semarang city is a
subsystem is formed by actors interaction of Team Subsistem, LSM, mass media,
Kedungsepur, Bappeda and DPU Semarang city and also on Duty Kimtaru Province
Central Java. The actors have advocation coalition to form Pluralistic network in Team
Subsistem and bureaucratic network in the others. Belief Core of each coalition advocation
cause the strength of conflict between coalition advocation. Triggered by LSM Care Floods
And Environment of Semarang City and mass media, conflict between coalition advocation
push forming of elite opinion and present Bappeda of Semarang city as a mediator actor
compiled drainage masterplan result of merger of coalition advocation which is have
conflict, and draw up the drainage masterplan to become by law. Vertical Policy network
which yielded by coalition advocation conflict, causing the refraction of target, so the target
of policy of overcoming floods and rob in Semarang city classification into refraction target
of stricture area, enlargement area and free area. Proposed by usage of circle policy
network for the reaching of policy target and interest public.

Kata Kunci : Jejaring kebijakan, aktor, sistem kepercayaan, refraksi tujuan.


2
2

A. Pendahuluan oriented atau customer”s approach.


1.1. Latar Belakang
Sesuai tuntutan perubahan tersebut,
Dunia saat ini berada pada situasi
government yang lebih menitikberatkan
global, dimana krisis di suatu negara
kepada otoritas juga mengalami
dapat berdampak menjadi krisis
perubahan menjadi governance yang
internasional, krisis satu dimensi dapat
menitikberatkan kepada kompatibilitas
berubah menjadi krisis multidimensional.
diantara aktor kebijakan yaitu state
Eksistensi administrasi dan organisasi
(pemerintah), private (sektor swasta) dan
publik ditentukan oleh cara menyikapi
civil society (masyarakat madani).
perubahan lingkungan strategis internal
(Utomo, 2005 : 5). Pergeseran ilmu
dan eksternal yang bergitu cepat,
Administrasi Negara ke arah publik telah
kompleks dan dinamis. (Sanim, 1999: 1).
mereformasi Traditional Public
Sikap proaktif dalam memanfaatkan
Administration menuju New Public
perubahan perlu dilakukan setiap negara
Management (NPM), dengan perubahan-
atau administrasi publik dengan
perubahan nilai dalam pemerintahan,
melakukan reformasi dan revitalisasi
yaitu: 1) Otonomi dan desentralisasi; 2)
pada diri administrasi negara sendiri
Reorganisasi dan efisiensi administrasi
(inherent) ataupun faktor luar
dalam birokrasi; 3) Politik dan demokrasi.
(inducement) yang berpengaruh
(Kiellberg, 1995: 44)
(Soeprihanto, 2001 : 4-6). Reformasi
Desentralisasi dan governance di
administrasi negara dimulai pada tingkat
Indonesia telah berusaha ditampung
policy dan dimensi pertama yang menjadi
dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, UU
pokok perhatian administrasi negara
Nomor 22 Tahun 1999 dan 32 Tahun
adalah public policy. (Henry, 1995: 16-
2004. Kebijakan-kebijakan itu mendorong
17)
proses partisipasi demokratis di
Perkembangan ilmu Administrasi
pemerintahan daerah dan memaksa
Negara telah mengalami pergeseran titik
pemerintah daerah membangun
tekan dari administration of public
stakeholders sebagai jejaring dalam
dimana public bermakna sebagai negara
setiap penyusunan kebijakan publik
menjadi makna public sebagai
terutama pada tahap perumusan
masyarakat. Pendekatan tidak lagi
kebijakan. Pendekatan jejaring (network
kepada negara tetapi lebih
approach) dalam kebijakan publik
menitikberatkan pada customer”s
mengalami perkembangan pesat dengan
3

pertumbuhan organisasi cluster dan berinteraksi dan berinterdependensi,


quango sebagai hasil interaksi antara sistem nilai aktor dan perubahan tujuan
pemerintah, swasta dan masyarakat. akibat adanya sistem nilai, interaksi dan
Jejaring kebijakan dalam tahap pembentukan jejaring kebijakan dalam
perumusan kebijakan telah banyak perumusan kebijakan penanggulangan
dibicarakan dalam teori agenda setting, banjir dan rob di Pemerintah Kota
formulasi kebijakan, advocacy coalition Semarang.
dan iron triangles. Jejaring kebijakan 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
pada tahap perumusan kebijakan Sesuai rumusan masalah, tujuan
memberi kontribusi terhadap perubahan penelitian ini adalah mendeskripsikan,
tujuan dengan kemunculan aktor-aktor menganalisis dan menginterpretasi
yang sarat dengan nilai-nilai motivasi dan jejaring kebijakan, aktor, interaksinya
kepentingan. Pendekatan advocacy serta sistem nilai dan perubahan tujuan
coalition yang digunakan dalam yang terjadi dalam perumusan kebijakan
penelitian ini membantu menjelaskan sebagai suatu subsistem kebijakan. Pada
perubahan tujuan yang terjadi sebagai akhir penelitian dapat direkonstruksi
akibat interaksi aktor dan sistem nilai suatu model jejaring kebijakan bagi
dalam jejaring kebijakan. Jejaring perumusan kebijakan penanggulangan
kebijakan yang terjadi diantara aktor banjir dan rob di Pemerintah Kota
pemerintah, swasta dan masyarakat dan Semarang, sehingga secara akademis
perubahan tujuan dapat menjadi kontrol penelitian ini memberikan kontribusi pada
bagi label kepentingan publik. Organisasi ilmu kebijakan publik tentang peranan
publik membutuhkan pembangunan jejaring kebijakan pada tahap perumusan
jaringan stakeholders atau jejaring kebijakan terhadap perubahan tujuan
kebijakan, demikian juga perumusan dengan kemunculan cluster dan quango
kebijakan penanganan banjir dan rob di sebagai aktor yang sarat dengan nilai-
Kota Semarang. nilai motivasi dan kepentingan dengan
1.2. Rumusan Masalah pendekatan advocacy coalition. Secara
Dari uraian tentang latar belakang praktis penelitian dapat menjadi
penelitian jejaring kebijakan dalam pedoman bagi perumusan kebijakan
perumusan kebijakan, disusun penanggulangan banjir dan rob di
pertanyaan penelitian mengenai proses Pemerintah Kota Semarang untuk
pembentukan jejaring, aktor-aktor yang tersebut tetap mengedepankan
4

kepentingan masyarakat kota Semarang Policy networks atau jejaring


khususnya dan Propinsi Jawa tengah kebijakan digambarkan dalam beberapa
pada umumnya. kategori. Pertama, didiskripsikan sebagai
aktor-aktor, Kedua, linkages diantara
B. Tinjauan Pustaka aktor-aktor, ketiga, boundary. (Kenis &
Berbagai penelitian yang telah Schneider, 1991 : 41-42, dalam
dilakukan terdahulu belum memfokuskan Carlsson, 2000 : 505). Sabatier (1993)
penelitian pada pembentukan jejaring meneliti suatu jejaring kebijakan dan
kebijakan dalam setiap tahap dari menamakan Advocacy Coalition yaitu
perumusan kebijakan dengan sekelompok pengambil kebijakan dalam
memperhatikan aktor dan sistem nilai subsistem kebijakan. Aktor dari advocacy
yang diemban para aktor. Penelitian coalition terdiri dari pelaku-pelaku dari
terdahulu menemukan pertumbuhan sejumlah institusi swasta dan pemerintah
jenis jejaring kebijakan publik seperti dalam semua level organisasi
koalisi advokasi, cluster dan quango, pemerintah yang berhubungan atas
tetapi penelitian-penelitian tersebut dasar kepercayaan pada pencapaian
belum mempertautkan intensitas tujuan. (Howlett dan Ramesh,1995 :125).
pembentukan jejaring kebijakan dalam Sistem kepercayaan yang melandasi
tahap perumusan kebijakan, alasan apa hubungan diantara aktor terdiri atas tiga
dari aktor untuk membentuk jejaring serta (3) tingkat kepercayaan, yaitu : !)
sistim nilai dari kepentingan yang Common belief atau deep/normative
diemban para aktor dalam jejaring core, suatu kepercayaan dan kesamaan
kebijakan, sehingga intensitas hubungan persepsi pada tujuan kebijakan
seorang aktor menjadi lemah ataupun berdasarkan kesamaan pengetahuan
kuat, menjadi pro ataupun kontra tentang masalah publik yang menarik
terhadap tujuan organisasi publik. perhatian aktor-aktor tersebut.
Mengisi ruang yang masih kosong Kepercayaan ini seringkali berkaitan
dalam teori policy network inilah yang dengan sifat dasar manusia baik sebagai
ingin dicapai dalam penelitian tentang individu maupun sebagai kolektif.
jejaring kebijakan dalam tahap Kepercayaan yang bersumber dari sifat
perumusan kebijakan publik, sehingga dasar manusia, dalam kenyataan sangat
menimbulkan perspektif baru dalam teori sulit diubah; 2) Core of belief system
jejaring kebijakan publik. yaitu sistem kepercayaan berdasarkan
5

atas pandangan yang sama terhadap yang terlibat dalam jejaring kebijakan
sifat alami kemanusiaan dan beberapa akan semakin memperbesar koalisi baik
kondisi yang diinginkan manusia. Koalisi secara kualitas maupun kuantitas.
berlandaskan sistem kepercayaan ini Semakin banyak tumbuh koalisi tidak
sangat stabil persatuannya sulit dirubah; menjamin kemudahan perumusan
3) External factors meliputi uang, kebijakan bahkan dapat mengancam
keahlian, jumlah pendukung, legal proses perumusan kebijakan. Koalisi
otoritas, pendapat umum, teknologi, ‘tidak terkendali’, besar kemungkinan
tingkat inflasi, nilai-nilai budaya . Sistem terjadi dalam arena kebijakan. Koalisi ini
kepercayaan yang terbentuk dari faktor- terbentuk dalam rangka mewujudkan
faktor eksternal relatif mudah berubah. opini elit. Kondisi ini hanya dapat teratasi
Koalisi advokasi adalah jenis dengan kemunculan sang penengah
jejaring kebijakan, merupakan hybrid (policy brokers).
model subsistem kebijakan dalam Penelitian tentang aktor kebijakan
kerangka policy network. Koalisi dalam jejaring kebijakan publik antara
advokasi dapat muncul pada semua level lain dilakukan Cobb dan Elder (1972:85
kebijakan, baik tingkat nasional, sub- dalam Parsons, 1997:127) yang
nasional dan lokal. Jejaring kebijakan menemukan bahwa aktor kebijakan
dalam suatu subsistem kebijakan dapat adalah komunitas kebijakan yang terdiri
dipelajari melalui koalisi dari aktor-aktor dari pemerintah, sekelompok publik yang
jejaring kebijakan. Hal ini disebabkan berpartisipasi di bawah inisiator atau
subsistem kebijakan merupakan jejaring peminpin opini dengan tekanan media
kebijakan yang terdiri dari sejumlah massa. Jejaring kebijakan adalah suatu
koalisi-koalisi advokasi yang dapat hubungan yang terbentuk akibat koalisi
dibedakan satu sama lain berdasarkan diantara aktor pemerintah, masyarakat
keyakinan dan sumberdaya yang mereka termasuk privat. (Waarden, 1992 : 29-52
miliki. (Parsons, 2005: 198). Penetapan dalam Howlett dan Ramesh,1995 :130).
agenda dan tahap lainnya dalam proses Aktor kebijakan sering juga disebut
kebijakan didominasi oleh opini elit. sebagai stakeholders. Management
Dampak dari opini publik paling-paling Stakeholders adalah suatu pendekatan
hanya bersifat modest. (Sabatier, terhadap stakeholders dengan
1991:148;!993: 30 dalam Parsons, 2000 : menyesuaikan kondisi stakeholders,
199) Semakin banyak kepentingan aktor yaitu :1) Rekan Kerja (Partner) 2)
6

Konsultasi (Consult) 3) Informasi (Inform) kebijakan sebagai suatu proses yang


4). Kontrol (Control) (Viney, 2006 :2-3). terdiri atas serangkaian tahapan, yaitu :
Rhodes menerapkan teori 1) Tahap pengusulan alternatif; 2)
ketergantungan dan pertukaran Seleksi alternatif; 3) Penilaian alternatif;
sumberdaya dan ide jaringan kebijakan 4) Pemilihan alternatif. Perumusan
untuk studi relasi lokal-sentral (1981, kebijakan atau penyusunan alternatif
1986, 1988). Pemikiran ini berawal dari kebijakan adalah juga proses
Benson (1982, 1982 : 148) yang perencanaan (Quade,1984 : 108).
mendefinisikan jaringan kebijakan dalam Jejaring kebijakan akan terwadahi dalam
term kompleks organisasi yang organisasi, organisasi ini sering disebut
dihubungkan satu sama lain melalui subsistem kebijakan. Howlett dan
ketergantungan sumberdaya. (Parsons. Ramesh (1995 : 125). Subsistem
2005 : 188). Pembentukan jejaring kebijakan dalam perumusan kebijakan
kebijakan dari interaksi aktor dan sistem terbentuk tatkala semua yaitu pihak
nilai dapat dipahami melalui teori pemimpin dan yang dipimpin, antara
ketergantungan sumberdaya dan teori berbagai kelompok politik, masyarakat
prospek. dan swasta berpartisipasi dan terjadi
Jejaring kebijakan terbentuk dan interaksi diantara partisipan atau aktor.
berkembang menjadi bermacam jenis Kegiatan saling mempengaruhi diantara
tergantung pada intensitas dan dominasi para aktor akan membentuk suatu
hubungan yang terjadi diantara ketiga parameter-parameter yang relatif stabil.
aktor. Terdapat lima (5) sumber sistem Parameter-parameter yang relatif stabil
nilai yang mempengaruhi intensitas dan dibatasi oleh sistim nilai atau faktor
dominasi hubungan diantara aktor internal dan eksternal aktor. Perubahan
perumus kebijakan publik (Wart, 1998 : interaksi antar aktor yang disebabkan
8-23), yakni: 1) nilai-nilai individu, 2) nilai- perubahan sistim nilai akan berakibat
nilai profesional, 3) nilai-nilai organisasi, pada perubahan subsistem kebijakan.
4) nilai-nilai legal, dan 5) nilai-nilai (Parsons, 2005:198 diadaptasi dari
kepentingan publik. Sabatier, 1988, 1991).
Jejaring kebijakan terbentuk dalam Jejaring kebijakan menjadi tumbuh
setiap tahap perumusan kebijakan. dengan bermacam jenis tergantung pada
Jones (1984), Brewer, Howlett dan M. intensitas hubungan ketiga aktor dan
Ramesh (1995) memandang perumusan dominasi salah satu aktor. Jenis-jenis
7

jejaring kebijakan yang muncul adalah 1) publik dalam perumusan kebijakan


Bureaucratic Network; 2) Clientelistic penanggulangan banjir dan rob di
Network; 3)Triadic Network 4) Pluralistic Pemerintah Kota Semarang,
Network. Apabila masyarakat menggunakan metode penelitian
mendominasi hubungan antara kualitatif studi kasus dan sesuai tujuan
pemerintah dan masyarakat akan penelitian, tipe studi kasus yang
terbentuk empat jenis jejaring: dipergunakan adalah tipe studi kasus
1)Participatory Statist Network; 2) deskriptif, instrumental dengan kasus
Captured Network; 3) Corporatist tunggal terjalin. Kasus tunggal dapat
Network; 4) Issue Network. mempunyai lebih dari satu unit analisis
Keterkaitan aktor dan sistim nilai atau memiliki sub-sub unit analisis.
dalam pembentukan jejajaring kebijakan Apabila sub-sub unit analisis terdiri dari
ditinjau dari kerangka koalisi advokasi unit analisis perorangan, maka penelitian
adalah bagaimana agar perumusan kasus disebut sebagai studi kasus
kebijakan publik hingga implementasinya terjalin. (Yin, 2004: 1). Penelitian jejaring
tetap mempertahankan nilai-nilai kebijakan publik dalam perumusan
kepentingan publik. Perubahan tujuan kebijakan penanggulangan banjir dan rob
kebijakan tidak terjadi, dan tujuan di Pemerintah Kota Semarang sangat
kebijakan mendasarkan pada nilai-nilai tepat menggunakan pendekatan studi
pelayanan publik, meninggalkan tirani kasus karena merupakan suatu inkuiri
dan beralih ke publik. Nilai kepentingan empiris yang: 1) menyelidiki fenomena di
publik sangat dipengaruhi faktor politik, dalam konteks kehidupan nyata, 2)
namun perubahan apapun dalam suatu batas-batas antara fenomena dan
perumusan kebijakan tidak bijaksana konteks tak tampak tegas, 3) dapat
apabila menyimpang dari kepentingan memanfaatkan multisumber bukti.
publik. 3.2. Fokus Penelitian
Dalam studi kasus, fokus penelitian
C. Metode Penelitian menyangkut proposisi-proposisi yang
3.1. Pendekatan Penelitian
dibangun dan logika yang mengaitkan
Penelitian kualitatif terhadap
proposisi-proposisi tersebut. Adapun
administrasi negara sering dengan
fokus penelitian ini adalah jejaring
menggunakan metode penelitian studi
kebijakan publik dalam perumusan
kasus. Penelitian jejaring kebijakan
kebijakan dengan lokus kebijakan
8

penanggulangan banjir dan rob di lain seperti pedoman observasi,


Pemerintah Kota Semarang. Mempelajari pedoman wawancara dan pedoman studi
jejaring kebijakan dalam perumusan dokumentasi. Penggunaan instrumen lain
kebijakan sebagai fokus penelitian akan bertujuan untuk melengkapi kelemahan
dilakukan dengan menggunakan instrumen dari peneliti sendiri.
pendekatan jejaring (network approach) 3.4. Desain Studi Kasus
melalui kerangka kerja Koalisi Advokasi Yin (2004 : 29) mengidentifikasi
(Advocacy Coalition Framework) dengan langkah-langkah yang harus ditempuh
memperhatikan terbentuknya cluster dan peneliti studi kasus:1) Menyusun
quango. pertanyaan penelitian, 2) Menyusun
Lokus penelitian yaitu Kota proposisi, 3) menetapkan unit analisis, 4)
Semarang. Penentuan situs penelitian mengaitkan secara logis antara data
didasarkan pada Keputusan Walikota dengan proposisi, 5) penetapan kriteria
Semarang Nomor: 614.05/061 tanggal: interpretasi data. Pertanyaan studi kasus
10 Maret 2006 yaitu pembagian sistem pelaksanan jejaring kebijakan publik
drainase Semarang Barat, Semarang dalam perumusan kebijakan
Tengah dan Semarang Timur. Sistem penanggulangan banjir dan rob di
drainase terbagi lagi dalam sub sistem Pemerintah Kota Semarang adalah pada
drainase dan sub sistem drainase terbagi how dan why disamping what, siapakah,
lagi berdasarkan DAS. Situs penelitian berapakah, dimanakah sebagai
ditetapkan berdasar Sistem Drainase penunjang. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dan dipilih diantara sistem penelitian tersebut ditujukan pada fokus
drainase yang merupakan daerah rawan penelitian yang merupakan proposisi
bencana banjir dan rob yaitu sistem penelitian yaitu 1) Perumusan kebijakan
drainase Semarang Tengah meliputi sub sebagai subsistem kebijakan
sistem drainase Bulu dengan DAS Bulu penanggulangan banjir dan rob di
Drain, sub sistem Tanah Mas dengan Pemerintah Kota Semarang, 2) Jejaring
DAS Kali Asin dan sub sistem drainase kebijakan publik dalam perumusan
Kota Lama dengan DAS Bubaan. kebijakan 3) aktor dan 4) sistem nilai.
3.3. Instrumen Penelitian Unit analisis desain kasus tunggal
Instrumen utama dalam penelitian terjalin jejaring kebijakan dalam
ini adalah peneliti sendiri. Penelitian ini perumusan kebijakan penanggulangan
juga menggunakan instrumen penunjang banjir dan rob Pemerintah Kota
9

Semarang meliputi unit pokok yaitu pengaruh dan tak ada pengaruh dari
Badan eksekutif, legislatif, Lembaga proposisi sebab akibat.(Yin, 2004: 140)
Kemasyarakatan,Non Government Suatu desain studi kasus
Organization (NGO), Lingkungan diharapkan mengetengahkan pernyataan
Masyarakat, sumber pendanaan, logis, karena itu perlu ditetapkan kualitas
Pemerintah Daerah, Kelompok desain melalui uji logika pula. Kidder
Kepentingan. Unit menengah terdiri (1981) dalam Yin (2004: 38)
Bappeda, DPUK, Infokom, menyarankan empat (4) uji kualitas
Kesbanglinmas, Perijinan, Setda, DPRD desain penelitian studi kasus: 1) Validitas
Kota Semarang, RT, RW, LPMK, LSM konstruk, 2) Validitas eksternal, 3)
Peduli Banjir Dan Rob Kota Semarang, Validitas internal, 4) Reliabilitas.
KIM, FIM, bagian perekonomian, 3.5. Pengumpulan Data
kecamatan, kelurahan, pemerintah Teknik pengumpulan data yang
daerah lain yang terkait atau digunakan dalam penelitian ini, yaitu
Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, teknik wawancara mendalam, Focus
Salatiga, Semarang, Purwodadi ), DP2K, Group Discussion, observasi dan studi
perguruan tinggi/kelompok ahli, swasta, dokumentasi. Dengan ketiga teknik
media massa, dan unit terkecil tersebut diperoleh data yang holistic dan
perorangan yaitu pimpinan, pegawai dan integrative tentang jejaring kebijakan
anggota. dalam perumusan kebijakan
Setelah data terkumpul, dilakukan penanggulangan banjir dan rob di Kota
tahap ke empat dan ke lima yaitu Semarang.
pengaitan data terhadap proposisi dan 3.6 Analisis Data
interpretasinya. Campbell (1975) dalam Setelah data terkumpul, dilakukan
Yin (2004: 35) menggambarkan pengaitan data terhadap proposisi dan
interpretasi data studi kasus dengan cara interpretasinya melalui langkah: 1) open
penjodohan pola, yaitu mendiskripsikan coding, 2) axial coding, 3) selective
dua pola potensial dan menunjukkan coding.
bahwa data tersebut berkesesuaian satu 3.7. Keabsahan Data
sama lain secara seimbang, dapat pula Keabsahan data dalam penelitian
dua pola potensial muncul sebagai kualitatif harus memenuhi beberapa
proposisi saingan, sehingga muncul ada persyaratan sehingga dapat dipandang
sebagai penelitian ilmiah dan memiliki
10

taraf kepercayaan terhadap hasil berbagai kemiringan dan tonjolan. Kota


penelitian. Moleong (1998) bawah merupakan pantai dan dataran
mengemukakan kriteria kepercayaan dari rendah yang memiliki kemiringan antara
keabsahan data melalui kredilitas, 0% sampai 5%, sedangkan dibagian
transferbilitas, dependabilitas dan Selatan merupakan daerah dataran tinggi
konfirmabilitas. dengan kemiringan bervariasi antara 5%-
40%. Berbeda dengan daerah perbukitan
D. Pembahasan atau Kota Atas yang struktur geologinya
4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
sebagian besar terdiri dari batuan beku,
Semarang kaline banjir, jo Kota Bawah yang sebagian besar
sumelang ora dipikir (Semarang tanahnya terdiri dari pasir dan lempung.
sungainya banjir, jangan kuatir tidak Kota Atas memiliki ketinggian 90.348
dipikirkan). Ini adalah cuplikan lagu yang meter di atas permukaan laut (MDPL)
dipopulerkan Waljinah pada tahun 1970- dengan titik tertinggi di Jatingaleh dan
an. Kalimat lagu di atas sebenarnya Gombel.
tidaklah tepat, karena yang sering banjir Kota Bawah terletak 0,75-348
di Semarang bukanlah sungai, melainkan MDPL menjadi banjir saat air pasang
rob atau air pasang dari laut. Secara (rob) dan saat air hujan tidak tertampung
topografi Kota Semarang terdiri atas di laut. Apalagi saat ini saluran-saluran
daerah pantai, dataran rendah dan air juga mampat akibat pembuangan
perbukitan. Daerah dataran rendah di sampah yang sembarangan. Namun
Kota Semarang sangat sempit, yakni bukan hanya ini penyebab banjir dan rob
sekitar 4 km dari garis pantai, dataran Kota Semarang, beberapa kegiatan
rendah ini dikenal dengan sebutan kota pembangunan dituding pula sebagai
bawah. Kawasan Kota Bawah seringkali penyebab sulitnya mengatasi banjir dan
dilanda banjir, dan di sejumlah kawasan, rob Kota Semarang. Reklamasi pantai di
banjir ini disebabkan luapan air laut (rob). Kota Semarang yang berlokasi di
Di sebelah selatan merupakan dataran kawasan Pantai Marina dituding
tinggi, yang dikenal dengan sebutan Kota menyebabkan penurunan tanah (land
Atas, diantaranya meliputi kecamatan subsidence). Pengambilan air bawah
Candi, Mijen, Gunungpati, dan tanah, juga menyebabkan turunnya
Banyumanik. Dengan topografi tersebut, permukaan tanah. Masalah banjir dan
Kota Semarang menunjukkan adanya rob di wilayah pantai tidak terlepas
11

dengan kenaikan suhu bumi (global terjadinya perubahan land cover yang
warming, GW). Penanganan banjir juga memperbesar aliran permukaan (surface
dipengaruhi oleh kerjasama dalam run off) baik di daerah hilir maupun hulu
pembangunan antar daerah terutama di sungai mengakibatkan semakin besarnya
daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) debit banjir. Dibutuhkan pengelolaan
dan hilir. drainase kota secara terpadu mencakup
Di Wilayah Kota Semarang wilayah hulu dan hilir, menjaga
mengalir beberapa sungai yang keseimbangan Kota Atas dan Kota
tergolong besar seperti yaitu Kali Besole, Bawah, untuk mengatasi permasalahan
Kali Beringin, Kali Silandak, Kali banjir dan rob di Kota Semarang.
Siangker, Kali Kreo, Kali Kriopik, Kali
Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Saat ini penanganan drainase di

Kedungmundu, Kali Penggaron dan Kota Semarang terbagi atas beberapa

sebagai daerah hilir, merupakan daerah pelayanan sistem drainase meliputi

limpasan debit air dari sungai yang Sistem Drainase Semarang Barat,

melintas dan mengakibatkan terjadinya Sistem Drainase Semarang Tengah,

banjir pada musim penghujan, kondisi ini Sistem Drainase Semarang Timur.

(banjir) diperparah oleh karaktersitik


4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
wilayah dimana perbandingan panjang 4.2.1. Perumusan Kebijakan Sebagai
sungai dan perbedaan ketinggian Subsistem Kebijakan
Penanggulangan Banjir Dan Rob
(kontur) sangat curam sehingga curah Kota Semarang
hujan yang terjadinya didaerah hulu
Perumusan kebijakan
(daerah atas) akan sangat cepat
penanggulangan banjir dan rob Kota
mengalir ke daerah hilir
Semarang terdiri atas 4 tahap yaitu tahap
(bawah). Penanganan banjir sungai
identifikasi alternatif, perumusan
dipengaruhi oleh pola penataan dan
alternatif, pemilihan alternatif dan
pengelolaan kawasan dalam lingkup
pengambilan keputusan. Tahap
Wilayah Kota Semarang sedangkan rob,
identifikasi alternatif menghasil alternatif
lebih membutuhkan penanganan pada
penyusunan masterplan drainase bagi
kawasan pantai. Kondisi lahan di DAS
penanggulangan banjir dan rob Kota
yang tidak lagi memenuhi fungsi hidrologi
Semarang. Pada tahap perumusan
secara memadai akibat adanya
alternatif muncul 4 (empat) subsistem,
perubahan penggunaan lahan dengan
12

menghasilkan perumusan alternatif 7. Masterplan drainase


masterplan drainase sebagai berikut : Kedungsepur yang disusun
1. Masterplan drainase yang tahun 2006 yang berfokus
disusun tahun 1990 sebagai pada daerah-daerah
landasan penyusunan sistem perbatasan yang rawan banjir
drainase Tim Subsistem tahun dan rob.
2006, Tahap pemilihan alternatif
2. Masterplan drainase JICA dilakukan oleh Bappeda Kota Semarang.
yang disusun tahun 1993 dan Bappeda sebagai institusi pemerintah
dilanjutkan kembali tahun mengambil peran sebagai subsistem
2000, untuk pembangunan perumusan kebijakan pengendalian
Waduk Jatibarang dengan banjir dan rob dengan berusaha
optimalisasi Kali semarang melakukan pemilihan alternatif dari
tahun 2007, berbagai alternatif yang tersedia.
3. Masterplan drainase Water Bappeda Kota Semarang saat ini sedang
Board Belanda untuk giat menyusun masterplan drainase yang
penyusunan Polder menggabungkan alternatif dari DPUK
longstorage Kali Banger tahun yaitu polder, waduk dan kawasan hulu
2007, dan hilir.
4. Masterplan drainase untuk Tahap pengambilan keputusan
penanggulangan banjir dan hingga saat ini belum dilaksanakan.
rob Kawasan Bandar Udara Penyusunan masterplan drainase
Ahmad Yani Semarang tahun terpadu Kota Semarang masih dalam
2006 proses. Saat ini masterplan drainase
5. Masterplan drainase SUDMP tengah disusun dan akan diberi kekuatan
tahun 2007 yang membagi hukum sebagai Peraturan Daerah
drainase daerah hulu dan hilir (Perda). Bappeda Kota Semarang sangat
6. Masterplan Drainase Kota berharap agar masterplan ini akan
Semarang berfokus di menjadi landasan hukum dari berbagai
Kawasan Drainase Semarang kebijakan di Kota Semarang. Meskipun
Timur yang disusun tahun perumusan Perda masterplan drainase
2006 dengan penyusunan Kota semarang masih dalam proses,
DED Kali Tenggang,
13

namun nampaknya akan berjalan lancar banjir dan rob untuk merekrut aktor
dengan dukungan dari legislatif, dengan cara Inform, yaitu sosialisasi
Perumusan kebijakan untuk menumbuhkan kesadaran
penanggulangan banjir dan rob Kota masyarakat untuk ikut serta dalam
Semarang adalah subsistem kebijakan. pengendalian banjir dan rob Kota
Sebagai subsistem kebijakan, Semarang. Aktor primer dalam subsistem
perumusan kebijakan melibatkan aktor- Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang
aktor yang berinteraksi dan adalah DPUK Semarang. Sebagai aktor
berinterdependensi karena sistem nilai. primer bersama dengan Walikota, ketika
bekerjasama dengan Pemerintah Pusat
4.2.2. Aktor Kebijakan dalam bentuk pendanaan APBN dalam
Aktor dalam Tim Subsistem adalah
optimalisasi Kali Tenggang. DPU Kota
Tim Pengarah dan Tim Teknis
Semarang bersama dengan SUDMP
pengendalian banjir dan rob Kota
yang didanai IBRD Loan menyusun
Semarang. Tim terdiri atas aktor resmi
konsep penanganan banjir dan rob Kota
dari Pemerintah seperti Bappeda, DTKP,
Semarang. Disamping itu DPU Kota
dan DPU. Aktor tidak resmi berasal dari
Semarang juga menyusun program
berbagai perguruan tinggi dan
pembangunan DED Polder dengan
masyarakat. Aktor primer Pemerintah
Pemerintah Belanda dan program
Kota Semarang adalah organisasi
pembangunan Waduk Jatibarang dengan
Kecamatan, Kelurahan, Dinas-dinas
Pemerintah Jepang. Dalam kerjasama-
terkait serta LPMK. Aktor primer ini
kerjasama ini DPU Kota Semarang
direkrut dengan cara Partner yaitu
berperan sebagai aktor sekunder. Aktor
melalui forum pertemuan dengan
kwarter tidak dilibatkan.secara aktif dan
Walikota Ketua-ketua LPMK se kota
langsung yaitu masyarakat, para pakar
Semarang diajak duduk dalam Tim
pengairan, peneliti dan LSM yang peduli
Subsistem. Aktor sekunder yaitu para
pada banjir dan rob serta lingkungan di
pakar pengairan dari LSM, organisasi
Kota Semarang.
riset dan perguruan tinggi, direkrut
Subsistem Dinas Kimtaru Jawa
dengan cara Consult, diajak berdialog
Tengah mempunyai aktor Dinas Kimtaru
dan berkonsultasi dan didudukan dalam
dan Gubernur Jawa Tengah sebagai
keanggotaan Tim Subsistem. Aktor
aktor primer pengendalian banjir dan rob
tersier, yaitu masyarakat yang terkena
Kota Semarang melalui penyusunan
14

masterplan dan DED Drainase Kawasan aktor dalam subsistem. Perbedaan posisi
Bandara Achmad Yani Semarang. Aktor struktural sebagai aktor primer,
sekunder adalah Pemerintah Kota sekunder, tersier ataupun kwarter
Semarang dengan legislatif Propinsi mendorong kuat lemahnya interaksi.
Jawa Tengah yang menyetujui Perbedaan posisi struktural ditentukan
penggunaan APBD Propinsi Jawa oleh diikutkan atau tidak dalam
Tengah. Aktor tersier adalah PT. Indra organisasi quango. Cluster belum
Karya. mendapat posisi struktural sehingga
Aktor primer subsistem Bappeda interaksi dilaksanakan sebagai pemicu.
Kota Semarang sebagai peran penengah Jejaring kebijakan membutuhkan
adalah dari Bappeda Kota Semarang aktor. Ketergantungan Pemerintah Kota
dengan Dinas-dinas terkait di Kota Semarang pada masyarakat yang peduli
Semarang serta Propinsi Jawa Tengah. penanggulangan banjir dan rob
Merekrut aktor dengan cara Partner menjelaskan alasan Pemerintah Kota
melalui pengangkatan dalam Tim Semarang melibatkan masyarakat yang
Masterplan Drainase Kota Semarang. tergabung dalam LPMK, FIM dan KIM,
Aktor sekunder yaitu Ketua-ketua LPMK peneliti yang tergabung dalam DP2K,
se kota Semarang, pakar pengairan dari pakar pengairan, LSM dan media massa
LSM, organisasi riset dan perguruan dalam Tim Subsistem dengan cara
tinggi yang tidak diajak duduk dalam Tim Partner yaitu mendudukkan setara
Masterplan Drainase dan direkrut dengan sebagai rekan kerja. Teori Prospek
cara Consult melalui forum pertemuan menjelaskan bagaimana masyarakat
Seminar I, II dan Focus Group yang tergabung dalam LPMK, FIM dan
Discussion tahap I, II. Aktor tersier yaitu KIM, peneliti yang tergabung dalam
masyarakat yang terkena banjir dan rob. DP2K, pakar pengairan, LSM dan media
Informasi kepada masyarakat dilakukan massa bersedia menjadi Tim Subsistem
dalam forum pertemuan Seminar I, II dan karena merasa diuntungkan dengan
Focus Group Discussion tahap I, II semangat dan kebanggaan sebagai
melalui perwakilannya yaitu Kelurahan, warga terpilih untuk menanggulangi
Kecamatan dan LPMK. Dalam forum banjir dan rob Kota Semarang. Teori
tersebut dapat muncul aktor kwarter. Ketergantungan Sumberdaya dan teori
Perbedaan posisi struktural dan Prospek dalam jejaring kebijakan
institusi mendorong perbedaan interaksi penanggulangan banjir dan rob Kota
15

Semarang memberikan gambaran, yaitu Belanda. Core belief pada tiap aktor
Pemerintah Kota Semarang tidak berada berupa nilai kepentingan individu dan
dalam kondisi terancam sehingga lembaga dimiliki DPU Kota Semarang
menggunakan strategi menghindari saat menyusun DED Kali Tenggang.
banyaknya koalisi advokasi untuk DPUK dengan sumber pendanaan
menghindari resiko konflik, dan membentuk koalisi advokasi. Core belief
mendorong pembentukan opini elit pada tiap aktor lembaga bantuan luar
diantara subsistem-subsistem kebijakan negeri merupakan nilai profesional, untuk
penanggulangan banjir dan rob Kota mempertahankan masterplan drainase
Semarang. mereka sebagai alternatif terpilih.
Kekuasaan, peran dan ambisi tiap-tiap
4.2.3. Sistem Nilai lembaga keuangan untuk menyusun
Common belief berupa persepsi
masterplan yang tidak berkaitan dengan
yang sama tentang masalah publik yang
masterplan drainase keenam koalisi
sangat dibutuhkan masyarakat yaitu
advokasi yang lain. Nilai kepercayaan ini
penanggulangan banjir dan rob di Kota
mencerminkan kekuasaan dan ego
Semarang, merupakan sistim
kelembagaan. External factor atau
kepercayaan yang tumbuh pada setiap
secondary belief berupa uang
aktor kebijakan. Koalisi advokasi tim
mendorong ego kelembagaan,
Subsistem memunculkan sistim
kekuasaan, peran dan ambisi yang
kepercayaan core belief berupa peran
menyebabkan tersusunnya sejumlah 7
dan ambisi yaitu kebanggaan dari aktor
(tujuh) masterplan drainase dan besar
tidak resmi dari kalangan masyarakat,
kemungkinan akan muncul subsistem
peneliti, pengusaha dan pakar pengairan,
kebijakan dan koalisi advokasi
diikutsertakan dalam tim Subsistem dan
masterplan drainase yang baru.
mempertahankan masterplan drainase
Core belief dari Gubernur dan
yang ada dengan peningkatan fungsinya.
Dinas kimtaru Propinsi Jawa Tengah
Subsistem DPU Kota Semarang
untuk mengendalikan banjir dan rob di
terdiri aktor resmi dari DPU dan Dinas
Kawasan bandara Ahmad Yani
Kimtaru Propinsi Jawa tengah serta aktor
Semarang berlatar belakang perubahan
tidak resmi dari lembaga-lembaga
status bandara dari domestik menjadi
bantuan luar negeri yaitu, Bank Dunia,
internasional. Kekuasaan
JICA dan JBIC serta Water Board dari
mempertahankan posisi Gubernur, peran
16

dan ambisi untuk nilai kepentingan publik Core belief berupa sistem
citra positip kepariwisataan Jawa Tengah kepentingan politik muncul dalam
yang mendorong investasi. Aktor tidak persetujuan kebijakan oleh legislatif.
resmi adalah Asosiasi Perusahaan Core belief berupa kepentingan politik
Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) dimiliki Walikota dan Partai Demokrat
Jawa Tengah, Perhimpunan Hotel dan pada periode jabatan kedua dan Partai
Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah Demokrasi Indonesia Perjuangan pada
dan Organda, kesemuanya periode jabatan pertama. Core belief
berdasarkan core belief nilai profesional. kepentingan di tingkat Jawa Tengah
Lingkungan berupa dorongan dunia dimiliki Gubernur Propinsi Jawa Tengah,
usaha regional, nasional maupun dan Golongan Karya pada jabatan
internasional untuk mengembangkan periode pertama, Partai Demokrasi
perdagangan dan pariwisata, juga Indonesia Perjuangan pada jabatan
menjadi sistem kepercayaan eksternal periode kedua. Pejabat politik dan partai
yang menumbuhkan jejaring kebijakan saling berinteraksi agar opini elit menjadi
publik pengendalian banjir dan rob di keputusan politik aktor peran penengah.
Kawasan bandara Ahmad Yani.
Aktor penengah Bappeda dalam 4.3. Analisis Hasil Penelitian
4.3.1. Jejaring Kebijakan Koalisi
menyusun masterplan drainase hanya
Advokasi dalam Perumusan
terdiri aktor resmi. Core belief pada tiap Kebijakan Pengendalian Banjir
dan Rob Kota Semarang
aktor berupa nilai kepentingan individu
dan lembaga bahwa secara ex officio Koalisi advokasi aktor terbentuk
mereka harus memperjuangkan peran dari konflik :
dan ambisi agar draft masterplan a. Konflik Mekanisme Perumusan
drainase menjadi sumber hukum Kebijakan
berbagai kebijakan yang berkaitan Tim Subsistem merupakan
dengan drainase. Kekuasaan sebagai koalisi advokasi quango yang
External factor atau secondary belief terbentuk dari konflik mekanisme
diwujudkan dalam ego kelembagaan perumusan kebijakan pengendalian
yang menyertakan aktor tidak resmi banjir dan rob yang sesuai pola
hanya dalam seminar dan focus group perencanaan musrenbangkel
discussion I dan II. RPJMD di Kota Semarang
sedangkan yang belum
17

mendasarkan pada pola Peran dan ambisi tiap-tiap


perencanaan musrenbangkel lembaga untuk menyusun
RPJMD merupakan koalisi masterplan drainase menimbulkan
advokasi dari Tim Masterplan koalisi advokasi berdasarkan
Drainase Bappeda, Pembangunan dokumen drainase sebagai berikut:
polder DPUK dengan !)Masterplan drainase yang disusun
Belanda,Waduk Jatibarang DPUK tahun 1990 sebagai landasan
dengan JICA,DPUK dengan Bank penyusunan sistem drainase Tim
Dunia :SUDMP,DED Kali Tenggang Subsistem tahun 2006,
dan DED Drainase Kawasan 2)Masterplan drainase JICA yang
Bandara Ahmad Yani Semarang, disusun tahun 1993 dan dilanjutkan
DED Drainase Kedungsepur. kembali tahun 2000, untuk
Meskipun terdapat peraturan pembangunan Waduk Jatibarang
perumusan kebijakan (RPJMD dan dengan optimalisasi Kali Semarang
SPPN) tetapi institusi publik tetap tahun 2007, 3)Masterplan drainase
mendominasi pengarahan Water Board Belanda untuk
ketidakpatuhan perumusan penyusunan Polder longstorage
kebijakan penanggulangan banjir Kali Banger tahun 2007, 4)
dan rob Kota Semarang terhadap Masterplan drainase untuk
peraturan perumusan kebijakan. penanggulangan banjir dan rob
Fenomena ini mendasari Kawasan Bandar Udara Ahmad
penyusunan proposisi Minor (1): Yani Semarang tahun 2006,
Semakin banyak aktor institusi 5)Masterplan drainase SUDMP
publik yang mendominasi tahun 2007 yang membagi
perumusan kebijakan dari aktor dari drainase daerah hulu dan hilir,
luar institusi publik semakin terjadi 6)Masterplan drainase Tim
ketidakpatuhan pada peraturan Masterplan Drainase Bappeda Kota
perumusan kebijakan (RPJMD dan Semarang yang disusun tahun
SPPN) penanggulangan banjir dan 2007 menggabungkan proyek JICA
rob kota Semarang. dan Water Board Belanda dan
b. Konflik Alternatif Perumusan SUDMP, 7)Masterplan drainase
Masterplan Drainase yang disusun tahun 2006 untuk
DED Kali Tenggang, 8)Masterplan
18

drainase yang disusun tahun 2007 3. Sumber pendanaan bantuan


untuk daerah Kedungsepur. luar negeri
c. Konflik Fokus Penanggulangan 4. Sumber pendanaan kerjasama
Banjir Dan Rob antar daerah perbatasan :
Konflik fokus alternatif kebijakan Kedungsepur
penanggulangan kebijakan banjir e. Konflik Perijinan
dan rob membentuk koalisi RPJMD telah mengukuhkan
advokasi sebagai berikut : bahwa perijinan dan pengelolaan
1. Masterplan Drainase Kota pantai menjadi program yang tidak
Semarang berfokus di Kawasan dapat terlepas dari
Drainase Semarang Tengah penanggulangan banjir dan rob
terdiri atas aktor Tim Subsistem, Kota Semarang. Koalisi advokasi
DPUK Waduk, DPUK Polder yang terbentuk berdasarkan konflik
dan Dinas Kimtaru. perijinan adalah penanggulangan
2. Masterplan Drainase Kota banjir dan rob kawasan Bandara
Semarang berfokus di Kawasan Achmad Yani Dinas Kimtaru Jawa
Drainase Hulu dan Hilir terdiri Tengah, reklamasi pantai
atas aktor SUDMP dan Tawangmas, penanggulangan
Kedungsepur. banjir dan rob kawasan PRPP,
3. Masterplan Drainase Kota penanggulangan banjir dan rob
Semarang berfokus di Kawasan sekitar Bandara Achmad Yani oleh
Drainase Semarang Timur : PT. Angkasa Pura I. Konflik
Masterplan drainase yang perijinan terjadi diawali dengan
disusun tahun 2006 untuk DED dikaitkannya antara perijinan
Kali Tenggang, dengan penanaman modal, dan
d. Konflik Pendanaan penanaman modal mengabaikan
Koalisi advokasi kebijakan kebijakan penanggulangan banjir
masterplan drainase yang terbentuk dan rob.
dari sumber pendanaan adalah : Koalisi advokasi terbentuk dari
1. Sumber pendanaan APBD Kota konflik dan konflik terstimulasi oleh issue,
Semarang dari proses pemebntukan koalisi
2. Sumber pendanaan APBD advokasi dapat disusun beberapa
Provinsi Jawa Tengah proposisi :
19

Proposisi Minor (2): alternatif masterplan drainase kebijakan


Semakin banyak issue yang muncul penanggulangan banjir dan rob di Kota
dalam perumusan semakin banyak Semarang.
konflik dalam pemilihan alternatif Proposisi Minor (7):
kebijakan penanggulangan banjir dan rob Semakin banyak pendanaan bagi
kota Semarang. alternatif masterplan drainase semakin
Proposisi Minor (3): lama kebijakan penanggulangan banjir
Semakin banyak konflik diantara aktor dan rob di Kota Semarang mencapai
semakin menstimulasi terbentuknya tahap implementasi kebijakan.
koalisi advokasi dalam perumusan Walikota dan Wakil Walikota
kebijakan penanggulangan banjir dan rob Semarang, DPU dan Bappeda Kota
Kota Semarang. Semarang, Gubernur dan Dinas Kimtaru
Proposisi Minor (4): Propinsi Jawa tengah, adalah aktor-aktor
Semakin banyak alternatif kebijakan dari primer yang saling menjalin koalisi
koalisi advokasi quango yang merekrut advokasi untuk membentuk opini elit
lebih dari tiga kelompok aktor dalam jejaring kebijakan
masyarakat tidak berarti alternatif penanggulangan banjir dan rob Kota
kebijakan quango semakin menstimulasi Semarang. Peran legislatif memperkuat
pengambilan keputusan dalam pembentukan opini elit dengan alasan
perumusan kebijakan penanggulangan nilai kepercayaan politik. Elit ini nampak
banjir dan rob di Kota Semarang. menghindari koalisi tidak terkendali
Proposisi Minor (5): dalam perumusan kebijakan publik
Persamaan persepsi yang sama tentang dengan cara membatasi jumlah elit yang
pentingnya penanggulangan banjir dan terlibat yaitu hanya berasal dari institusi
rob di Kota Semarang diantara aktor publik dan quango berupa Tim
tidak menstimulasi persamaan persepsi Subsistem.
tentang issue dan alternatif kebijakan LSM Masyarakat Peduli Banjir dan
penanggulangan banjir dan rob di Kota Lingkungan serta media massa
Semarang. merupakan aktor pemicu. LSM
Proposisi Minor (6): Masyarakat Peduli Banjir dan
Semakin banyak bermunculan sumber Lingkungan serta media massa adalah
pendanaan semakin menstimulasi cluster bagi Pemerintah Kota semarang.
berkembangnya koalisi advokasi Kedua aktor ini membantu Pemerintah
20

Kota Semarang dalam menanggulangi RKPD bahkan terimplementasikan.


banjir, rob dan permasalahan lingkungan Kelemahan sebagai aktor penengah dari
tanpa pembiayaan dari Pemerintah Kota institusi publik, Bappeda sulit
Semarang. Strategi sebagai pemicu melepaskan diri dari tekanan opini elit.
adalah public education yaitu Keterbatasan peran Bappeda
mensosialisasikan kebijakan sebagai aktor perumusan kebijakan
penanggulangan banjir dan rob Kota berdampak pada perubahan subsistem
Semarang kepada masyarakat, kebijakan, yaitu:
membantu pendanaan pelaksanaan 1. Kemunculan subsistem
kebijakan penanggulangan banjir dan rob kebijakan yang merumuskan
Kota Semarang sekaligus melontarkan masterplan drainase kebijakan
gagasan melalui media massa untuk pengendalian banjir dan rob
menggugah respon masyarakat. LSM Kota Semarang yaitu subsistem
Masyarakat Peduli Banjir dan DPUK, Tim Subsistem, Dinas
Lingkungan dan media massa Kimtaru Provinsi Jawa Tengah.
merupakan dua aktor yang berinteraksi 2. Keberadaan 7 (tujuh) buah
dan saling ketergantungan membentuk masterplan drainase yang
koalisi advokasi perangkat pemicu. membengkakkan anggaran
Aktor yang berperan sebagai pemerintah dalam perumusan
penengah dalam kebijakan kebijakan pengendalian banjir
penanggulangan banjir dan rob di Kota dan rob, sedangkan anggaran
Semarang adalah Badan Perencanaan tersebut dapat dialokasikan
Pembangunan Daerah Kota Semarang. pada implementasi kebijakan
Strategi yang dilakukan adalah pengendalian banjir dan rob
menggabungkan berbagai alternatif Kota Semarang.
masterplan drainase dan diwujudkan Perubahan subsistem kebijakan
dalam sebuah masterplan drainase yang berdampak terbentuknya kondisi di luar
akan diperdakan. Bappeda sebagai sistem yaitu:
peran penengah memiliki keterbatasan 1. Kemunculan beragam alternatif
yaitu hanya memiliki power pada perumusan kebijakan masterplan
penyusunan RKPD dan tidak memiliki drainase pengendalian banjir dan rob
kewenangan setelah RKPD menjadi Kota Semarang di DPUK yaitu Tim
SKPD. Seringkali karena reses politik, Subsistem, SUDMP, DED Belanda,
21

Waduk Jatibarang dan Kali penanggulangan banjir dan rob di Kota


Tenggang, Bandara Achmad Yani, Semarang sejak perumusan hingga
.Kedungsepur dan akan terus implementasi dan evaluasi. Proses
bertambah alternatif masterplan pembentukan jejaring kebijakan koalisi
drainase apabila muncul sumber advokasi mendasari penyusunan
pendanaan baru. proposisi berikut :
2. Kemunculan sub-subsistem baru Proposisi Minor (8):
yang merupakan kelompok laten Semakin kuat LSM Peduli Banjir dan
artinya secara tersembunyi akan Lingkungan Kota Semarang dan
terus bermunculan sub-subsistem media massa memicu persepsi
kebijakan perumusan kebijakan masyarakat terhadap pemilihan
pengendalian banjir dan rob Kota alternatif kebijakan penanggulangan
Semarang, yaitu : banjir dan rob di Kota Semarang tidak
a. perumusan kebijakan menstimulasi peran masyarakat
pengendalian banjir dan rob dalam mekanisme perumusan
bandar udara Ahmad Yani oleh kebijakan koalisi advokasi tim
PT.Angkasa Pura I masterplan drainase.
b. perumusan kebijakan Proposisi Minor (9):
pengendalian banjir dan rob Semakin tinggi strategi koalisi
kawasan Simpang Lima advokasi bureaucratic network
c. perumusan kebijakan daripada pluralistic network
pengendalian banjir dan rob dipergunakan dalam perumusan
kawasan PRPP kebijakan penanggulangan banjir
d. perumusan kebijakan dan rob di Kota Semarang semakin
pengendalian banjir dan rob di kuat pembentukan opini elit
Pondok Indraprasta dan Proposisi Minor (10):
Plombokan. Semakin aktor mempunyai posisi
Jejaring kebijakan penanggulangan struktural akibat strategi partner
banjir dan rob di Kota Semarang dalam quango ataupun institusi publik
menampilkan aktor laten yaitu perumusan kebijakan
Kesbanglinmas dan Kedungsepur. Aktor penanggulangan banjir dan rob Kota
laten adalah aktor yang masih diabaikan Semarang semakin kuat interaksinya
akan tetapi dibutuhkan dalam kebijakan dengan aktor lain.
22

Proposisi Minor (11): 4.3.2. Strategi Koalisi Advokasi


Perumusan Kebijakan
Kekuasaan yang bersumber dari nilai
Penanggulangan Banjir dan Rob
profesional, organisasi dan individu Kota Semarang
1). Bureaucratic Network.
cenderung membentuk koalisi
Bureaucratic Network adalah jenis
advokasi lebih memperkuat
jejaring yang terbentuk dari koalisi
keberadaan opini elit daripada
advokasi yang mempunyai strategi
kepentingan publik bagi dalam
berupa pembentukan hubungan
perumusan kebijakan
antara pemerintah dengan
penanggulangan banjir dan rob Kota
masyarakat didominasi oleh petunjuk
Semarang.
dan instruksi pemerintah dengan
Proposisi Minor (12):
pemerintah bertindak sebagai agensi.
Semakin kuat pembentukan opini elit
Strategi koalisi advokasi dan jenis
semakin kuat dorongan bagi
jejaring ini muncul dalam Subsistem
kemunculan peran penengah yang
DPU Kota Semarang, Subsistem
berasal dari institusi publik yaitu
Dinas Kimtaru Propinsi Jawa Tengah,
Bappeda dan semakin lemah
Subsistem Kedungsepur. Koalisi
kemunculan peran penengah dari
advokasi bureaucratic network
luar institusi publik yang lebih
menghindari keterlibatan banyak
mengemban kepentingan publik.
aktor. Kebijakan yang tidak
Proposisi Minor (13):
melibatkan masyarakat dapat
Semakin lemah peran penengah
memancing unjuk rasa namun
semakin kuat dorongan terjadinya
dicegah dengan rangkap
perubahan internal dan eksternal
keanggotaan aktor dalam berbagai
subsistem perumusan kebijakan
subsistem kebijakan serta kekuatan
penanggulangan banjir dan rob Kota
kelompok penyeimbang berupa
Semarang.
organisasi yang besar dan kuat yaitu
.Proposisi Minor (14):
quango Tim Subsistem yang dibentuk
Semakin kuat kemunculan peran
Walikota. Kelompok laten berupa
penengah dari institusi publik
organisasi cluster yang besar dan
semakin kuat terjadinya refraksi
kuat adalah media massa Suara
tujuan dalam perumusan kebijakan
Merdeka. Suara Merdeka tidak
penanggulangan banjir dan rob Kota
menjadi anggota pada setiap
Semarang.
23

subsistem kebijakan penanggulangan sistem kepercayaan yang saling


banjir dan rob Kota Semarang tetapi menguntungkan. Dampak dari jejaring
menyeimbangkan koalisi advokasi kebijakan advokasi koalisi vertikal adalah
jejaring kebijakan penanggulangan terjadinya perubahan tujuan yang
banjir dan rob Kota Semarang melalui meliputi dua kriteria, yaitu :
publikasi-publikasi tentang banjir dan a. Perubahan program pencapaian
rob secara seimbang dari kelompok tujuan penanggulangan banjir dan
kepentingan pemerintah, masyarakat rob Kota Semarang
dan privat. b. Perubahan mekanisme prumusan
2). Pluralistic Network kebijakan yaitu tidak melalui
Pluralistic Network adalah jenis pramusrenbangkel dan
jejaring yang terbentuk dari koalisi musrenbangkel.
advokasi yang mempunyai strategi Dampak dari advokasi koalisi
berupa pembentukan dimana vertikal adalah kebijakan pengendalian
hubungan antara pemerintah dengan banjir dan rob sulit mencapai tujuan dan
masyarakat didominasi oleh petunjuk memunculkan kebijakan-kebijakan yang
dan instruksi pemerintah melenceng dari blue print meskipun
bekerjasama dengan tiga atau lebih satu tujuan. Kejadian ini disebut Refraksi.
kelompok masyarakat mayoritas. Refraksi kebijakan penanggulangan
Strategi koalisi advokasi dan jenis kebijakan banjir dan rob Kota Semarang
jejaring ini muncul dalam Tim terbagi dalam tiga kriteria seperti dalam
Subsistem. cermin cekung dan cermin cembung,
4.3.3. Model Jejaring Koalisi Advokasi yaitu :
Vertikal Kebijakan
1) Area lepasan , yaitu tidak
Penanggulangan Banjir dan Rob
Kota Semarang tersentuhnya program dalam
Perumusan kebijakan
pencapaian tujuan:
penanggulangan banjir dan rob Kota
a. Pengendalian perijinan dan
Semarang menunjukkan kurangnya
ketentuan,
kerjasama antar subsistem dan koalisi
b. Organisasi dan pengelolaan (O &
advokasi yang merupakan karakteristik
P) daerah pantai.
model jejaring kebijakan advokasi koalisi
2) Penyebaran tujuan, yaitu munculnya
vertikal yaitu jejaring koalisi advokasi
program di luar blue print :
yang terbentuk hanya dari aktor dengan
24

a. Terlalu banyaknya disusun terjadinya perubahan internal dan


masterplan drainase Kota eksternal subsistem dan refraksi tujuan.
Semarang,
5. Penutup
b. Pembangunan polder dari Water
5.1. Kesimpulan
Board,
Policy networks atau jejaring
c. Pembangunan Waduk Jatibarang,
kebijakan perumusan kebijakan
3) Penyempitan tujuan, program yang
penanggulangan banjir dan rob di Kota
terfokus pada drainase kawasan
Semarang terbentuk dari aktor-aktor,
tertentu,
linkages diantara aktor-aktor dan
a. Pengelolaan drainase Kali
boundary berupa subsistem kebijakan.
Tenggang,
Jenis jejaring kebijakan yang muncul
b. Pengelolaan drainase Kawasan
akibat interaksi aktor dan intensitas
bandar udara Ahmad Yani.
hubungan dalam subsistem perumusan
Analisis terhadap aktor dan sistem
kebijakan penanggulangan banjir dan rob
nilai yang secara kausalitas berhubungan
Kota Semarang adalah bureaucratic
dengan jejaring kebijakan koalisi
network. Jenis jejaring ini muncul dalam
advokasi mendasari penyusunan
subsistem DPU Kota Semarang,
proposisi berikut :
subsistem Dinas Kimtaru Propinsi Jawa
Proposisi Mayor :
Tengah, subsistem Bappeda Kota
Perumusan kebijakan penanggulangan
Semarang. Pluralistic network muncul
banjir dan rob Kota Semarang berada
dalam subsistem kebijakan Tim
dalam kerangka kerja koalisi advokasi
Subsistem. Perumusan kebijakan
bureaucratic network dimana persamaan
penanggulangan banjir dan rob Kota
persepsi, kekuasaan yang bersumber
Semarang adalah subsistem kebijakan,
dari nilai profesional, organisasi dan
terdiri atas 4 tahap yaitu tahap identifikasi
individu menstimulasi interaksi,
alternatif, perumusan alternatif, pemilihan
hubungan dan saling ketergantungan
alternatif dan pengambilan keputusan.
aktor yang didominasi institusi publik,
Tahap identifikasi alternatif menghasilkan
sehingga menstimulasi konflik perbedaan
alternatif penyusunan masterplan
alternatif yang memperkuat
drainase bagi penanggulangan banjir dan
pembentukan opini elit dan semakin
rob Kota Semarang. Pada tahap
memperkuat peran penengah bagi
perumusan alternatif muncul issue-issue
25

yang menimbulkan subsistem pembentukan opini elit dan menampilkan


perumusan kebijakan Tim Subsistem, Bappeda Kota Semarang sebagai aktor
DPU Kota Semarang, Dinas Kimtaru penengah dengan menyusun masterplan
Propinsi Jawa Tengah serta drainase hasil penggabungan koalisi
Kedungsepur. Konflik issue yang advokasi yang berkonflik, dan
berkembang pada tahap perumusan mempersiapkan masterplan drainase
alternatif kebijakan, mendorong tersebut untuk menjadi perda. Jejaring
terciptanya konflik diantara aktor kebijakan vertikal yang dihasilkan oleh
subsistem karena perbedaan sistem nilai. konflik koalisi, menyebabkan terjadinya
Konflik diantara aktor memaksa aktor refraksi tujuan, sehingga tujuan kebijakan
membentuk koalisi advokasi dengan penanggulangan banjir dan rob Kota
aktor yang sesuai dengan sistem nilai Semarang terklasifikasi ke dalam refraksi
yang dimilikinya. Koalisi advokasi tujuan area
masterplan drainase terdiri atas koalisi penyempitan, area pelebaran dan area
advokasi Tim Subsistem, koalisi advokasi lepasan.
DED Polder DPU Kota Semarang, koalisi 5.2. Saran
5.2.1. Mekanisme perumusan kebijakan
advokasi waduk Jatibarang DPU Kota
seharusnya mengacu pada
Semarang, koalisi advokasi SUDMP
peraturan SPPN dan RPJMD
DPU Kota Semarang, koalisi advokasi
Kota Semarang dalam Perda No.
DED Kali Tenggang DPU Kota
4tahun 2005 yaitu melalui
Semarang, koalisi advokasi Dinas
premusrenbangkel, namun
Kimtaru Propinsi Jawa Tengah serta
perumusan kebijakan yang
koalisi advokasi Kedungsepur.
didominasi institusi publik justru
Hubungan diantara koalisi advokasi
melakukan ketidakpatuhan
membentuk jejaring kebijakan vertikal
terhadap peraturan perumusan
yaitu tanpa ada interaksi antar koalisi
kebijakan penanggulangan banjir
advokasi, sehingga konflik antar koalisi
dan rob Kota Semarang. Pada
advokasi terbentuk sangat kuat
bagan 1 disarankan mekanisme
disebabkan core belief masing-masing
perumusan kebijakan yang
koalisi advokasi. Dipicu dengan stimulasi
sebaiknya dilakukan pemerintah
dari LSM Peduli Banjir Dan Lingkungan
Kota Semarang pada saat
Kota Semarang dan media massa,
merumuskan kebijakan
konflik antar koalisi advokasi mendorong
26

penanggulangan banjir dan rob, DAFTAR PUSTAKA


agar kebijakan mencerminkan
partisipasi demokratik di Bertelli, Anthony. 2006. The Role of
Political Ideology in the Structural
pemerintah daerah Kota
Design of New Governance
Semarang. Agencies,Public Administration
Review, Washington : Jul/Aug
5.2.2. Jejaring kebijakan vertikal yang
2006, Vol. 66,lss. 4 :583-596.
terbentuk dalam perumusan
Carlsson, Lars. 2000. Policy Network as
kebijakan penanggulangan
Collective Action, Policy Studies
banjir dan rob Kota Semarang, Journal, Vol. 28, No. 3 : 502-520.
merupakan model jejaring
Henry, Nicholas. 2004. Public
dimana tidak ada interaksi Administration and Public Affairs.
Georgia Southern University,
aktor antar koalisi advokasi
Pearson Prentice Hall.
sehingga mendorong
----------------------. 1995. Administrasi
terjadinya refraksi tujuan.
Negara dan Masalah-masalah
Peneliti merekonstruksi model Publik. Luciana D.Lontoh
(penerjemah). PT. RajaGrafindo
jejaring kebijakan lingkaran
Persada, Jakarta.
dimana terjadi interaksi dan
Howlett, Michael and M. Ramesh. 1995.
saling ketergantungan
Studying Public Policy : Policy
diantara aktor antar koalisi Cycles and Policy Subsystems.
Oxford University Press, Oxford.
advokasi, seperti pada bagan
2. Meskipun antar koalisi Kiellberg, Francesco. 1995. The
Changing Values of Local
advokasi tersebut memiliki
Government, The ANNALS of
perbedaan core belief dan American Academy, AAPSS, 540,
July : 40-50.
berkonflik, interaksi tetap
harus dilakukan untuk Kodra, Hadi S. Ali, Syaukran HR., 2004,
Bumi Makin Panas Banjir Makin
menghindari refraksi tujuan
Luas, Menyibak Tragedi
dan pada akhirnya untuk Kehancuran Hutan, Penerbit
Nuansa, Bandung.
kepentingan publik Kota
Semarang pada khususnya Moleong, Lexi J. 1998. Metode Penelitian
Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
dan Provinsi Jawa Tengah
Bandung.
pada umumnya.
Parsons, Wayne. 1997. Public Policy: An
introduction to the theory and
practice of policy analysis, Edward
27

Edgar Publishing, LTD and Perguruan Tinggi Negeri, Dirjen


Lansdown Place, Cheltenham, UK, Dikti.
Lyme, Us.
Soeprihanto, John, 2001, Penilaian
---------------------. Tri Wibowo Budi Kinerja dan Pengembangan
santoso (alih bahasa). 2005. Public Karyawan, Edisi Pertama,
Policy: pengantar teori dan praktek Universitas Gajah Mada,
analisis kebijakan, Prenada Media, Yogyakarta.
Jakarta.
Utomo, Warsito. 2005. Administrasi
Pennen,Ton Van Der. 2005. Actor Publik Indonesia di Era Demokrasi
Strategies in Decentralized Policy Lokal,Bagaimana Semangat
Networks Journal of Housing and Kompatibilitas Menjiwai Budaya
the Built Environment. Vol.20 :301- Birokrasi. Pidato Pengukuhan
315. Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 26
Quade, E.S. 1982. Analysis for Public Februari 2005, Universitas
decision. Elsevier Science Gajahmada, Yogyakarta.
Publishing, New York.
Viney, David. 2006. Stakeholder Analysis
Rhodes, R.A.W. 1984. Power- and Stakeholder Management.
Dependence, Policy Communities Ezine Articles Newsletter-and-
and Intergovernmental Networks, Business-Online/Ecommerce:
Public Administration Bulletin, 49. Web@ Ezinearticles.com,
http:/EzineArticles.com/?expert=Da
Sabatier, Paul A. and Hank C. Jenkins- vid Viney, Oct, 11, 2006 :1-3.
Smith. 1993. Policy Change and
Learning : An Advocacy Coalition Warden, Frans van. 1992. Dimensions
Approach. Westview Press, and Types of Policy Networks.
Boulder, Co. European Journal of Political
Research 21, 1/2
-------------------------. 1988. An Advocacy
Coalition Framework of Policy Wart, Montgomery Van. 1998. Changing
Change and the role of policy- Public Sector Values. Garland
oriented learning therein. Policy Publishing, Inc.London.
Sciences, 21 : 129-68.
Yin, Robert K. 1984. Case Study
-------------------------. and N. Pelkey. 1987. Research: Design and Methods,
In Corporating multiple actors and Applied Social research methods
guidance instrumrnts into models of Series Volume 5. Sage
regulatory policy making : an Publications, Beverly Hills, London,
Advocacy Coalition Framework. New Delhi.
Administration and Society, 19 :
236-63. -------------------. 2004. Studi Kasus,
Desain & Metode, M. Djauzi
Sanim, Bunasor. 1999. Transformasi Mudzakir (penerjemah). PT
Manajemen. Bahan Pelatihan RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Penyusunan Statuta Bagi
28

Pemerintah Kota Semarang. 2005.


Peraturan Daerah Kota Semarang
Nomor: 4 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Semarang Tahun 2005-2010.

-------------------------------------. 2006. Profil


Kota Semarang, Kantor Informasi
dan Komunikasi Kota Semarang.

Republik Indonesia. 2006. Buku


Pegangan 2006 Penyelenggaraan
Pemerintahan Dan Pembangunan
Daerah, Jakarta.

Walikota Semarang.2006. Keputusan


Walikota Semarang Nomor
614,05/061 Tentang Pembentukan
Tim Teknis Penanganan Banjir dan
Rob Kota Semarang tanggal 10
Maret 2006.

Situs Kota Semarang. 2006. Rencana


Pembangunan Jangka Panjang
Kota Semarang.
Mei, 2006.
bappeda@kota.semarang.go.id
29

Bagan 1. Mekanisme perumusan masterplan drainase kebijakan pengendalian banjir dan rob Kota Semarang yang seharusnya

Bappeda : Tim Subsistem


Draft masterplan sistem drainase DED Polder
Waduk Jatibarang
SUDMP
Kali Tenggang
Musrenbang RPJPD
RT-RW Dinas Kimtaru APBN
Kedungsepur
LSM, Media Massa
RPJMD
Musrenbang APBD
Kelurahan
Feedback

Musrenbang Forum SKPD Rancangan RKPD Musrenbang


Kecamatan Kota RKPD

Kelurahan Kecamatan Daerah Aliran Subsistem Sistem Drainase Master Plan Sistem
Sungai (DAS) Drainase Drainase
30

Bagan 2. Model jejaring koalisi advokasi lingkaran kebijakan penanggulangan


banjir dan rob Kota Semarang

Pakar RT, RW, Media


LPMK Massa

Waduk
Tim
Subsistem

Tim Dinas Instansi


SUDMP DPUK Masterplan Kimtaru Terkait

Kedungsepur

Pemda
Polder Terkait LSM

Anda mungkin juga menyukai