birokrasi!
Jawab :
Keterkaitan antara kelompok strategis dengan birokrasi merupakan hal yang penting
dalam konteks pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan dalam sebuah
organisasi atau pemerintahan. Pendapat saya adalah sebagai berikut:
Dalam kesimpulan, keterkaitan antara kelompok strategis dan birokrasi sangat penting
dalam mencapai tujuan organisasi atau pemerintahan. Kerjasama yang baik antara
keduanya dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan.
Referensi:
- BMP IPEM4317
- Materi Inisiasi
- https://birokrasiindonesia.quora.com/Apakah-forum-seperti-Quora-dapat-turut-
mempengaruhi-birokrasi-di-Indonesia-https-id-quora-com-Apa-contoh-kegiatan-ke
5
Perubahan sosial merupakan suatu fenomena kehidupan yang dialami oleh semua
masyarakat karena masyarakat tidak pernah tetap, tetapi selalu berubah dalam aspek
kehidupannya. Perubahan –perubahan yang terjadi, baik yang disebabkan oleh
perubahan internal maupun eksternal selalu memberikan pengaruh terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan, tidak terkecuali birokrasi. Contoh perubahan sosial
yang mempengaruhi proses birokrasi Indonesia salah satunya adalah perkembangan
teknologi.
Namun, terdapat juga dampak negatif dari perkembangan teknologi dalam proses
birokrasi. Salah satunya adalah tantangan keamanan data. Dengan banyaknya data
sensitif yang disimpan dalam sistem komputer, risiko kebocoran atau peretasan data
meningkat, mengancam privasi dan keamanan informasi masyarakat. Selain itu, tidak
semua lapisan masyarakat memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Kesenjangan
digital antara mereka yang memiliki akses internet dan yang tidak dapat
meningkatkan ketidaksetaraan dalam pelayanan publik, membatasi aksesibilitas
layanan online bagi sebagian warga.
Sumber Referensi :
Birokrasi Indonesia / BMP IPEMBMP IPEM 4317
4
good governance diartikan sebagai perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik.
Wujud dari tata kelola pemerintahan yang baik adalah dengan ditandai adanya
pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang demokratis merupakan
pemerintahan yang bersifat terbuka terhadap kritik dan kontrol sepenuhnya ada pada
rakyat.
good govermance baru dikenal di Indonesia sekitar dekade 1990-an terutama setelah
berbagai lembaga pembiayaan internasional misalnya Bank Dunia, Asian
Development Bank, dan IMF menetapkan "good governance" sebagai persyaratan
utama untuk setiap program bantuan mereka.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila
dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut
memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan bersinergi.
Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada
kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti.
Sofian juga menyatakan good governance yang sehat juga akan berkembang sehat di
bawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.
5
Upaya pengembangan sumber daya aparatur yang perlu dilakukan untuk
mendukung e-government, sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya informasi serta
pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-literacy), baik di kalangan
pemerintah dan pemerintah daerah otonom, maupun di kalangan masyarakat dalam
rangka pengembangan budaya informasi ke arah terwujudnya masyarakat
informasi (information society).
2. Pemanfaatan sumber daya pendidikan dan pelatihan termasuk perangkat
teknologi informasi dan komunikasi secara sinergis, baik yang dimiliki oleh
lembaga pemerintah, maupun nonpemerintah/masyarakat.
3. Pengembangan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi lembaga
pemerintah agar hasil pendidikan dan pelatihan tersebut sesuai dengan kebetuhan
pengembangan dan pelaksanaan e-government.
4. Penyelenggaran pendidikan dan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi dan
aparat yang bertugas dalam memberikan pelayanan publik, maupun pimpinan
unit/lembaga, serta fasilitas pendidikan dan pelatihan bagi calon pendidik dan pelatih,
maupun tenaga potensial di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang
diharapkan dapat mentrasfer pengetahuan/keterampilan yang dimiliki kepada
masyarakat di lingkungannya.
5. Meningkatkan kapasitas penyelenggaran pendidikan dan pelatihan jarak jauh
(distance learning) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara
optimal, untuk pemerataan atau mengurangi kesenjangan SDM di bidang teknologi
informasi dan komunikasi antar daerah.
6. Perubahan pola pikir, sikap, dan budaya kerja aparat pemerintah yang mendukung
pelaksanaan e-government melalui sosialisasi/penjelasan mengenai konsep dan
program e-government, serta contoh keberhasilan (best practice) pelaksanaan e-
government.
7. Peningkatan motivasi melalui pemberian penghargaan/apresiasi kepada
aparatur yang berprestasi di bidang informasi dan komunikasi, mulai aparatur
pemerintah pusat sampai ke tingkat daerah serta masyarakat yang secara aktif
mengembangkan inovasi menjadi karya yang bermanfaat bagi pengembangan dan
pelaksanaan e-government.
Jika merujuk pada pasal 41 UU No.22/2003 dan Pasal Tatib DPD, secara sederhana,
tugas dan fungsi DPD adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Perundang-undangan (LEGISLASI)
• Dapat mengajukan RUU kepada DPR.
• Ikut membahas RUU
2. Fungsi Pertimbangan (KONSULTASI)
• Memberikan pertimbangan DPR terkait RUU tertentu
• Memberi pertimbangan kepada DPR mengenai pemilihan BPK
3. Fungsi Pengawasan (KONTROL)
• Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan
hasil pengawasan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
• Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK
4. Fungsi Anggaran
• Sebagau fungsi khusus merangkum tiga fungsi terkait masalah keuangan dan
anggaran
• Dapat mengajukan RUU tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah (legislasi)
• Memberukan pertimbangan terhadap RUU APBN
• Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN.
Lalu apakah fungsi dan tugas DPD sudah dijalankan secara optimal?
Menurut beberapa sumber yang saya baca, fungsi dan tugas DPD masih belum
optimal. Dapat dikatakan demikian karena beberapa alasan, diantaranya:
1. Tumpang Tindih dengan DPR: DPD dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sering
kali memiliki fungsi yang tumpang tindih, terutama dalam proses legislasi. Kedua
lembaga ini memiliki kewenangan untuk membahas dan memberikan pertimbangan
terhadap RUU, yang menyebabkan kebingungan dalam pembagian tugas dan
tanggung jawab di antara mereka.
2. Kurangnya Kewenangan Nyata: Meskipun DPD memiliki hak untuk memberikan
pertimbangan terhadap RUU, pertimbangan ini tidak selalu diikutsertakan dalam
keputusan akhir. Dalam beberapa kasus, saran dari DPD diabaikan, sehingga
kewenangan dan pengaruhnya menjadi terbatas.
3. Kurangnya Pengaruh terhadap Keputusan Pusat: DPD seharusnya mewakili
kepentingan daerah-daerah di tingkat nasional. Namun, dalam prakteknya, keputusan-
keputusan pusat sering kali tidak selaras dengan kebutuhan dan keinginan daerah-
daerah yang diwakili oleh DPD.
4. Kurangnya Keterlibatan Publik: Publik sering kali kurang terlibat dalam proses-
proses yang melibatkan DPD. Kurangnya pemahaman publik mengenai peran dan
fungsi DPD dapat mengurangi tekanan masyarakat untuk memastikan bahwa DPD
memenuhi tugasnya dengan baik.
5. Keterbatasan Dalam Mewakili Daerah Kecil: DPD cenderung mewakili daerah-
daerah besar yang memiliki populasi dan sumber daya ekonomi yang lebih besar.
Daerah-daerah kecil atau terpencil mungkin tidak memiliki representasi yang
memadai dalam DPD, sehingga suara mereka tidak selalu didengar.
6. Pengaruh Politik Partai: Keanggotaan DPD sering kali dipengaruhi oleh
pertimbangan politik partai, yang dapat mengarah pada prioritas politik yang tidak
selalu sejalan dengan kebutuhan riil daerah yang diwakili.
7. Ketidakjelasan Fungsi Pengawasan: Meskipun DPD memiliki fungsi pengawasan
terhadap pelaksanaan otonomi daerah, kewenangannya dalam hal ini masih kurang
jelas dan terbatas.
Ketidak optimalan tugas dan fungsi DPD telah disampaikan pada poin-poin di atas.
Sampai sekarang, belum ada solusi yang tepat untuk menangani masalah ini secara
efektif dan memenuhi kebutuhan rakyat dan masyarakat dengan baik. DPD perlu
meningkatkan efisiensi dalam memberikan pertimbangan dan pengawasan sehingga
peran dan kewenangannya dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Selain itu, DPD juga
harus memperkuat hubungan dengan pihak-pihak berwenang di daerah agar
kontribusinya dapat dirasakan dengan maksimal oleh masyarakat. Reformasi dalam
sistem perwakilan mungkin perlu dipertimbangkan untuk memperjelas peran DPD,
meningkatkan keterlibatan publik, dan memastikan representasi yang lebih baik bagi
semua daerah di Indonesia.
Sumber referensi:
1. BMP IPEM4323/Legislatif Indonesia
2. Samyo, Muhammad Fauzan, Riris Ardhanariswari. IMPLEMENTASI FUNGSI
PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.
S.L.R, Vol. 3, No. 2, Hlm. 253 – 270.
3. Nisa, Khoirotin. (2017). DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK
INDONESIA SISTEM PERWAKILAN RAKYAT BIKAMERAL YANG
MANDUL. Wahana Akademika, Volume 4, Nomor 1, Halaman 133 – 143.
4. Marbun, Robinsar & Muhammad Helmi Fahrozi. (2021). OPTIMALISASI
FUNGSI PERTIMBANGAN DAN PENGAWASAN DPD RI BERDASARKAN
UUD NRI TAHUN 1945. Yure Humano, Volume 5, Nomor 1, Halaman 40 – 56.
5. Fahrazi, Muhammad Helmi. (2019). OPTIMALISASI FUNGSI
PERTIMBANGAN DAN PENGAWASAN DPD RI BERDASARKAN UUD NRI
TAHUN 1945. Jurnal Penelitian Hukum, Volume 1, Nomor 1, Halaman 14 – 23
5
Terjadinya konflik dikarenakan tidak adanya transparan dana Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) yang ada antara Kepala Daerah dan DPRD sehingga saling
menyalahkan satu dengan yang lainnya, dan tidak adanya salah satu pihak dari kedua
belah pihak yang bertikai untuk mengalah hal ini terjadi dikarenakan adanya indikasi
tindakan korupsi pada kelompok-kelompok tertentu atau individu dengan sewenang-
wenang memanfaatkan wewenang yang ada untuk memperkaya masing-masing pihak
dengan proses yang tidak sesuai dengan peraturan, Sehingga penyelesaian yang dapat
dilakukan dalam mengatasi permasalahan Penyelesaian Konflik Antara Kepala
Daerah dan DPRD Dalam Penetapan APBD adalah dengan cara Pemerintah Pusat
harus membuat tim khusus penyelidikan agar permasalahan konflik Antara Kepala
Daerah dan DPRD dalam Penetapan APBD dapat terselesaiakan dengan baik. cara
apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik konflik antara Kepala
Daerah dan DPRD dalam Penetapan APBD sulit untuk dapat terselesaikan
dikarenakan kedua belah pihak baik Kepala Daerah dan DPRD ingin di anggap benar
tetapi apa bila adanya kerjasama yang baik dapat di lakukan beberapa hal untuk
mengakhirinya antara lain sebagai berikut :
1. Adanya pengakuan dari individu tertentu yang melakukan tindakan korupsi.
2. Harus di lakukan penyelidikan khusus antara DPRD
3. Harus adanya sikap pemimpin yang bekerja tanpa harus memperkaya diri dengan
jabatan yang ada.
4. Badan hukum yang berwenang harus netral/tidak berpihak pada DPRD
5. Pemerintah harus membuat tim khusus penyelidikan agar segera dapat terselesaikan
mengenai permasalahan konflik antara Kepala Daerah dan DPRD dalam Penetapan
APBD .
Secara umum permasalahan yang terjadi diantara Kepala Daerah dan DPRD dalam
Penetapan APBD semestinya tidak terjadi lagi dan hubungan kerjasama diantara
kedua belah pihak dapat meningkat antara lembaga eksekutif dan legislatif tersebut
karena merupakan
mitra sejajar dalam tatanan proses pemerintahan. Kepala Daerah dan DPRD harus
selalu jalan beriringan dalam membangun daerah dan bangsa ini agar lebih baik
kedepannya.
Sumber referensi:
BMP IPEM4323
1. Penyelesaian penyebab konflik faktor manusia
Kehidupan manusia sebagai makhluk bio-sosial dalam
kehidupan yang aktif dinamis dalam bernegosiasi antar pribadi tak
jarang muncul konflik, konflik antar pribadi ini disebabkan karena
seseorang ingin menghalangi, menghambat, atau berseberangan dengan
orang lain. Konflik dapat muncul dalam berbagai bentuk: konflik
kepentingan, konflik atas harapan yang tak sama, konflik mengenai
percapaian tujuan, secara khusus terdapat beberapa orang yang
tergolong sebagai orang yang “conflict prone”.
Secara umum, konflik tak dapat dihindari, namun perlu diselesaikan.
Strategi tertentu untuk menghadapi konflik yang melalui dua
pertimbangan: Pertimbangan tujuan dan pertimbangan hubungan baik
antar pribadi. Beberapa strategi yang perlu diambil dalam penyelesaian
suatu konflik adalah: Menarik diri untuk menghindari konflik; Ingin
diterima dan disukai orang lain; Berusaha mengalahkan lawan-lawannya
dengan memaksakan kehendaknya; Memelihara hubungan baik dengan
berlindung pada peraturan; dan Mementingkan tujuan dirinya dan juga
orang lain.
Contoh dari faktor manusia: Contoh konflik yang seringkali kita temukan di dalam
kehidupan sehari-hari adalah konflik tentang anak-anak yang putus sekolah. Dimana
hal itu telah berakibat terhadap kesehatan mental, emosional, dan fisik mereka.
Awalnya mungkin mereka hanya berniat membantu orang tuanya. Tapi seiring
berjalannya waktu, mereka kemudian terjebak menjadi seorang pekerja permanen.
Akhirnya mereka sering bolos sekolah dan memutuskan untuk berhenti sekolah.
Untuk anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah atau BOS saja tidak cukup.
Contohnya: Jenis konflik tugas/kerja sangat umum terjadi dan biasanya merupakan
masalah yang konkret, misalnya soal pembagian sumber daya, metode pelaksanaan
tugas, hingga perbedaan opini soal cara terbaik mencapai tujuan program atau tugas.
Konflik ini biasanya termasuk yang paling mudah diselesaikan, tetapi bisa lebih rumit
jika ada penyebab yang lebih mendalam dan tidak terlihat di permukaan. Konflik
tugas merupakan sesuatu yang paling umum ditemukan dalam organisasi. Kamu bisa
melihatnya dalam keseharian, misalnya pertentangan terkait penyelesaian masalah
yang muncul mendadak atau penyelesaian tugas dengan jangka waktu terbatas. Walau
termasuk sesuatu yang umum, konflik tugas bisa menjadi masalah besar jika terlalu
sering terjadi dan bahkan memengaruhi atmosfer kerja secara permanen.
Referensi:IPEM4309
5
Ada beberapa pendekatan yang umum digunakan dalam penyelesaian konflik, di
antaranya:
2. Pendekatan Kolaboratif: Pendekatan ini melibatkan kerja sama aktif dari semua
pihak yang terlibat dalam konflik untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan.
Misalnya, dalam konflik perburuhan antara serikat pekerja dan majikan, pihak-pihak
tersebut dapat bekerja sama untuk mencapai kesepakatan mengenai kondisi kerja dan
gaji yang adil.
3. Pendekatan Mediasi: Pendekatan ini melibatkan pihak ketiga yang netral untuk
membantu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mencapai kesepakatan. Mediator
bertindak sebagai fasilitator dalam proses negosiasi. Contohnya adalah mediasi yang
dilakukan oleh PBB dalam penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina.
Referensi:
1. Fisher, R., Ury, W., & Patton, B. (2011). Getting to Yes: Negotiating Agreement
Without Giving In. Random House.
2. Pruitt, D. G., & Kim, S. H. (2004). Social Conflict: Escalation, Stalemate, and
Settlement. McGraw-Hill.
3. Lederach, J. P. (2015). The Moral Imagination: The Art and Soul of Building
Peace. Oxford University Press.
4. Kolb, D. M. (2006). The Mediation Process: Practical Strategies for Resolving
Conflict. Jossey-Bass.
5. Bar-Tal, D. (2013). Intractable Conflicts: Socio-psychological Foundations and
Dynamics. Cambridge University Press.
6. Deutsch, M., Coleman, P. T., & Marcus, E. C. (Eds.). (2011). The Handbook of
Conflict Resolution: Theory and Practice. Jossey-Bass.
7. Bercovitch, J., & Jackson, R. (2009). Conflict Resolution in the Twenty-first
Century: Principles, Methods, and Approaches. University of Michigan Press.
8. Ramsbotham, O., Woodhouse, T., & Miall, H. (2016). Contemporary Conflict
Resolution. Polity Press.
4
Apakah kompensasi yang tinggi, akan selalu meningkatkan kinerja karyawan dalam
suatu perusahaan?
b. Pendekatan Atribut
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada sejauh mana individu memiliki atribut
tertentu (ciri atau sifat) yang diyakini diperlukan untuk keberhasilan perusahaan.
Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini cenderung untuk menetapkan
seperangkat sifat (seperti inisiatif, kepemimpinan, kemampuan bersaing, dsb.) dan
menilai individu pada sifat-sifat tersebut.
Bentuk paling umum dari pendekatan atribut adalah skala penilaian grafik. Dalam
teknik ini penilai dihadapkan pada seperangkat sifat yang telah ditentukan dan menilai
setiap karyawan pada setiap karakteristik yang telah didaftarkan. Penilai
mempertimbangkan seorang karyawan pada satu waktu dan melingkari atau memberi
tanda silang ( X ) pada nomor atau atribut yang menyatakan berapa banyak sifat yang
dimiliki oleh seorang individu.
c. Pendekatan Keperilakuan
Pendekatan ini berusaha untuk mendefinisikan perilaku karyawan yang harus efektif
dalam pekerjaan (Noe, et. al., 2000). Berbagai macam teknik mendefinisikan perilaku
tersebut, selanjutnya meminta manajer untuk menilai sejauh mana karyawan bekerja.
Berikut ini akan dibahas tiga teknik yang termasuk ke dalam pendekatan keperilakuan
(Noe, et. al., 2000).
1) Insiden Kritis (Critical Incidents)
Teknik ini menuntut penilai untuk membuat catatan-catatan tertulis dari suatu
peristiwa/insiden sebagaimana peristiwa itu terjadi (Byars & Rue, 1997). Insiden yang
dicatat harus mencakup perilaku kerja yang menggambarkan baik kinerja yang
memuaskan maupun kinerja yang tidak memuaskan dari karyawan yang dinilai.
Sebagaimana yang berhasil dicatat sepanjang waktu, insiden tersebut memberikan
suatu basis bagi penilaian kinerja dan memberikan umpan balik kepada karyawan.
Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah penilai dituntut untuk mencatat
peristiwa secara teratur dan terus-menerus hingga membuat perasaan menjadi bosan
dan memakan banyak waktu. Selain itu, definisi peristiwa kritis merupakan hal yang
tidak jelas yang dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh orang yang berbeda.
Teknik ini juga dapat menimbulkan friksi antara manajer dengan karyawan apabila
karyawan menganggap manajer menyembunyikan catatan untuk mereka.
2) Skala Penilaian Berdasarkan Perilaku (Behaviorally Anchored Rating
Scales/BARS)
Teknik ini dirancang untuk menilai perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan secara berhasil (Byars & Rue, 1997). Fokus teknik ini bukan pada hasil
kinerja, tetapi pada perilaku fungsional yang ditunjukkan pada pekerjaan. Asumsinya
adalah bahwa perilaku tersebut akan dihasilkan dalam kinerja pekerjaan yang efektif.
Kebanyakan BARS menggunakan istilah dimensi pekerjaan, yang dimaksudkan
sebagai kategori tugas dan tanggung jawab yang luas yang memperbaiki pekerjaan.
Tiap-tiap pekerjaan dimungkinkan untuk memiliki beberapa dimensi pekerjaan, dan
sebaiknya digunakan skala secara terpisah untuk masing-masing pekerjaan tersebut.
Penilaian kinerja dengan menggunakan BARS menuntut penilai membaca daftar
anchor pada setiap skala, untuk menemukan kelompok anchor yang paling baik dalam
mendeskripsikan perilaku pekerjaan karyawan selama periode reviu. Nilai skala lawan
kelompok anchor kemudian dicek. Proses ini diikuti oleh semua dimensi yang
teridentifikasi.
Pada umumnya, BARS dikembangkan melalui serangkaian pertemuan yang dihadiri
oleh manajer dan pemegang jabatan yang mencakup tiga tahap sebagai berikut :
1. Manajer dan pemegang jabatan mengidentifikasi dimensi pekerjaa yang relevan.
2. Manajer dan pemegang jabatan menulis dasar perilaku untuk masing-masing
dimensi pekerjaan. Sebanyak mungkin anchor harus ditulis untuk masing-masing
dimensi.
3. Manajer dan pemegang jabatan meraih suatu konsensus berkaitan dengan nilai
skala untuk digunakan dan pengelompokan pernyataan dasar (anchor) bagi setiap nilai
skala.
3) Skala Observasi Berhubungan dengan Perilaku (Behavioral Observation
Scales/BOS)
Teknik ini merupakan variasi dari BARS dan sebagaimana BARS, BOS juga
dikembangkan dari kejadian kritis untuk mengidentifikasi serangkaian perilaku yang
menutupi ranah pekerjaan. Untuk mengembangkan BOS, pertama adalah dengan
mengidentifikasi kelompok kejadian yang berkaitan dengan perilaku yang memiliki
kemiripan antara yang satu dengan yang lain, dan membentuknya dalam suatu
dimensi kerja. Masing-masing perusahaan yang menggunakan BOS harus
menentukan arti dan pentingnya skor total bagi karyawan yang dinilai.
Sebagaimana teknik BARS, teknik BOS juga tidak jelas keunggulannya atas format
skala penilaian alternatif. Salah satu keterbatasan yang sangat signifikan dari
pendekatan BOS adalah dari segi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk
pengembangannya, khususnya penggunaannya secara aktual dalam penilaian.
Amerika Serikat atau di Indonesia biasanya disebut dengan Amerika saja adalah salah
satu negara demokrasi terbesar di dunia yang banyak dibahas oleh para sarjana ilmu
pemerintahan. Banyaknya literatur dalam bahasa Inggris yang membahas tentang
sistem pemerintahan di Amerika. Bahkan Amerika termasuk sebagai negara yang
dijadikan referensi oleh banyak kalangan di negara-negara yang sedang berkembang
(termasuk Indonesia) dalam mendesain sistem pemerintahan presidensial. Hal ini
tidak terlepas dari anggapan bahwa Amerika merupakan negara besar di dunia yang
dianggap pertama kali sukses menerapkan sistem pemerintahan presidensial dan
membangun sistem politik yang demokratis. Selain itu, Amerika juga berhasil
menempatkan dirinya sebagai negara yang memiliki pengaruh besar dan penting
dalam peraturan politik dan ekonomi dunia.
- Lembaga eksekutif. Lembaga eksekutif di Amerika terdiri atas presiden dan menteri-
menteri yang merupakan pembantu kerja presiden. Oleh karena itu, selain sebagai
kepala negara dan pemerintahan, presiden juga disebut sebagai pimpinan eksekutif
(kepala eksekutif). Kelangsungan nasib lembaga eksekutif yang dipimpin oleh
presiden tidak tergantung pada lembaga legislatif (Budiardjo, 2008). Presiden
mempunyai kekuasaan besar terhadap lembaga eksekutif, namun pada saat yang
sama, presiden mempunyai peran untuk menjaga keseimbangan. Namun demikian,
kekuasaan presiden dibatasi oleh waktu tertentu (Lowi dkk., 2010: 225). Dalam
konteks ini, sesuai asas trias politika klasik, kekuasaan presiden sama sekali terpisah
dari lembaga legislatif dan tidak diperkenankan untuk ikut campur dan mempengaruhi
penyelenggaraan pekerjaan lembaga legislatif. Presiden dan wakil presiden memiliki
masa jabatan empat tahun dan dapat diperpanjang menjadi 8 tahun berikutnya. Dalam
rangka menerapkan check and balance, di satu sisi presiden memiliki kewenangan
untuk memilih sendiri anggota kabinet atau menterinya. Para menteri yang duduk di
kabinet biasanya ditunjuk dan dipilih berdasarkan kebijaksanaan presiden sendiri
dengan mempertimbangkan keahlian serta faktor-faktor lain yang dianggap penting
tanpa harus menghiraukan tuntutan dari parpol. Tetapi di sisi lain, dalam menunjuk
pejabat tinggi seperti hakim agung dan duta besar, presiden harus mendapat
persetujuan dari senat. Begitu juga dalam membuat perjanjian internasional, presiden
juga harus mendapat persetujuan dari senat. Jika tidak mendapat persetujuan dari
senar maka otomatis perjanjian tersebut juga akan dibatalkan.
Persamaan lembaga eksekutif di Negara Prancis dan Belgia adalah keduanya memiliki
dualism eksekutif yaitu kepala Negara dan perdana menteri serta keduanya termasuk
pimpinan eksekutif. Kemudian kepala Negara memiliki fungsi dan kedudukan yang
lebih tinggi daripada perdana menteri.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah Pendapatan daerah yang diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Pajak daerah, yaitu kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Retribusi daerah, yaitu pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang ditetapkan dengan Perda
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri dari;
(a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(b) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(c) jasa giro;
(d) pendapatan bunga;
(e) tuntutan ganti rugi;
(f) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
(g) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Referensi:
Sistem Pemerintahan Daerah, Modul IPEM 4214.4
Referensi : BMP IPEM4214 Sistem Pemerintahan Daerah Modul 6. 6.3 s.d. 6.41
4
1. Lingkungan sekolah
Manfaat dari partisipasi dalam sistem politik di lingkungan sekolah adalah memupuk
rasa persatuan dan kesatuan serta mempelajari ilmu politik demokrasi sejak dini
sesuai Pancasila. Berikut contoh kegiatannya.
• Pemilihan pengurus OSIS dan pemilihan pengurus organisasi ekstrakurikuler.
• Pemilihan pengurus kelas.
• Penyusunan anggaran kelas atau anggaran sekolah yang berkaitan dengan
tujuan atau kegiatan tertentu.
• Rapat atau musyawarah berkaitan dengan isu sekolah dan kegiatan sekolah.
• Pelaksanaan studi banding dua sekolah
• Pembentukan perhimpunan pelajar dan pemilihan pengurus perhimpunan
antarpelajar.
2. Lingkungan keluarga
Manfaat partisipasi dalam sistem politik di lingkungan keluarga adalah menciptakan
suasana rumah dan keluarga yang damai, rukun, dan menjalankan sistem politik
kekeluargaan dengan baik. Berikut contohnya.
• Penentuan anggaran dasar keluarga yang diputuskan bersama-sama.
• Penyelesaian masalah keluarga dengan demokratis dan kekeluargaan.
• Musyawarah mufakat antarkeluarga.
• Diskusi politik antaranggota keluarga.
• Pembagian tugas secara adil di rumah.
3. Lingkungan masyarakat
Manfaat dari partisipasi dalam sistem politik di lingkungan masyarakat adalah
menciptakan masyarakat yang harmonis, demokratis, dan terjaga persatuan dan
kesatuannya. Berikut contohnya :
• Pemilihan ketua RT, RW, hingga Kepala Desa.
• Musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah di masyarakat.
• Menyampaikan pendapat dengan baik dan santun serta tidak memaksakan
pendapat.
• Ikut dalam kegiatan Pemilihan Umum bagi yang sudah cukup usia.
• Menyelesaikan masalah secara demokratis sesuai hukum negara yang
berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Sumber Referensi :
IPEM4427/M4/4.35-4.46
*. Piramida Demokrasi:
Piramida demokrasi adalah struktur politik di mana kekuasaan terdistribusi secara
lebih merata di antara warga negara. Dalam sistem ini, keputusan politik dibuat
melalui mekanisme demokratis, seperti pemilihan umum atau proses konsultasi dan
partisipasi publik. Warga negara memiliki hak dan kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan politik. Mereka dapat memilih perwakilan
mereka, memberikan suara dalam pemilihan, dan berpartisipasi dalam inisiatif rakyat
atau referendum. Piramida demokrasi mendorong keadilan, kesetaraan, dan
perlindungan hak asasi manusia, serta akuntabilitas dan transparansi dalam proses
pengambilan keputusan politik.
Perbedaan utama antara kedua sistem ini terletak pada distribusi kekuasaan,
partisipasi politik, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia. Piramida
kekuasaan oligarki memiliki kekuasaan terpusat pada sejumlah kecil individu atau
kelompok yang mengontrol sumber daya ekonomi dan politik, sedangkan piramida
demokrasi menekankan distribusi kekuasaan yang lebih merata di antara warga
negara. Dalam piramida oligarki, partisipasi politik terbatas, sedangkan dalam
piramida demokrasi, partisipasi politik ditekankan. Akuntabilitas dan transparansi
cenderung rendah dalam piramida kekuasaan oligarki, sementara dalam piramida
demokrasi, akuntabilitas dan transparansi menjadi penting. Selain itu, perlindungan
hak asasi manusia juga dapat berbeda antara kedua sistem tersebut, dengan piramida
demokrasi cenderung lebih mementingkan perlindungan hak-hak individu dan
kebebasan sipil.