kurikulum dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 (K-13). Sejalan dengan
implementasi K-13, guru diharapkan mengubah paradigma pembelajaran yang awalnya
berpusat kepada guru (teacher centered) menjadi berpusat kepada siswa (sudent
centered), dan mengembangkan model pembelajaran kolaboratif dan serta kooperatif
sehingga para siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna, mampu berpikir
kritis, kreatif, inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah.
Hal inilah yang disebut sebagai kompetensi abad 21 atau dikenal dengan 4C, yaitu (1)
communicative, (2) collaborative, (3) critical thinking and problem solving, dan (4)
creative and innovative. Kompetensi abad 21 menjadi modal penting untuk melahirkan
generasi bangsa yang disamping kompeten dan kompetitif, juga memilih jiwa tangguh
di tengah persaingan global dan regional yang semakin ketat.
Pendekatan Saintifik
Dalam upaya memberikan kompetensi abad 21 kepada para siswa, maka para proses
pembelajaran, guru didorong untuk menerapkan pendekatan saintifik atau pendekatan
ilmiah yang dikenal dengan 5M, yaitu (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan
informasi, (4) menalar/ mengasosiasikan, dan (5) mengomunikasikan. Sesuai dengan
namanya, pendekatan saintifik dalam pembelajaran mengarahkan siswa untuk meneliti
melalui penerapan metodologi ilmiah.
Dengan kata lain, proses pembelajaran tidak hanya mengondidisikan agar siswa duduk,
dengar, catat, dan hapal yang dikenal dengan DDCH, tetapi dapat aktif belajar baik
secara individu maupun secara kelompok. Pada kurikulum 1984 dan 1994 pernah
populer istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tapi dalam pelaksanaannya banyak yang
tidak sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan oleh; pertama, guru belum bisa keluar
dari paradigma lama seolah sebagai satu-satunya sumber belajar, padahal guru hanya
merupakan salah satu sumber belajar. Seolah guru yang baik adalah guru yang banyak
bicara (ceramah) dari awal hingga akhir pembelajaran, padahal guru yang baik adalah
yang mampu secara efektif mengelola pembelajaran. Dengan kata lain, guru bukan
hanya sebagai sumber belajar, tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran. Dan
sebagai fasilitator pembelaran, guru cukup mengatur lalu lintas pembelajaran, sehingga
pembelaran dapat berjalan secara aktif dan bermakna.
Dalam praktiknya hal ini tidak mudah, karena disamping faktor kompetensi guru, juga
ada faktor latar belakang (intake) siswa. Kadang guru sudah berupaya mengaktifkan
siswa, tetapi mereka lebih banyak yang pasif daripada yang aktif, sehingga
pembelajaran tetap kurang hidup atau monoton.
Akibatnya, CBSA hanya sebuah istilah yang implementasinya tidak sekeren namanya.
Bahkan CBSA dalam bahasa Sunda suka dipelesetkan menjadi Cul Budak Sina Anteng
yang kalau diartikan secara bebas kurang lebih artinya guru meninggalkan siswa belajar
sendiri di kelas sedangkan gurunya sibuk melakukan kegiatan lain.
Pascapopuler istilah CBSA, lalu muncul istilah Pembelajaran Aktif Kreatif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan (PAKEM), dengan berbagai varian istilah lainnya seperti PAIKEM
(tambahan I yang artinya inovatif), PAILKEM (tambahan L yang artinya memanfaatkan
Lingkungan sebagai salah satu sumber belajar), PAIKEM GEMBROT (Gembira dan
Berbobot). Berikutnya, seiring dengan implementasi kurikulum 2006 atau KTSP muncul
istilah Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) yang memiliki
7 (tujuh) pilar, yaitu; (1) constructivism (konstruktivisme), (2) inquiry (mencari), (3)
questioning (bertanya), (4) learning community (masyarakat belajar), (5) modelling
(pemodelan), (6) reflection (refleksi), dan (7) authentic assessment (penilaian otentik).
Berbagai istilah tersebut tidak dapat dipungkiri merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi pada kenyataannya banyak
yang hanya indah diatas kertas, tidak membumi, karena tidak dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran. Mengapa demikian? Penyebabnya disamping masalah sarana dan
prasana dan intake siswa, juga dipengaruhi oleh faktor kompetensi dan pola pikir (mind
set) guru.
Diakui atau tidak, diantara banyak guru yang berupaya sekuat tenaga menyampaikan
materi pelajaran dengan sebaik-baiknya, tidak sedikit guru yang datang ke sekolah
hanya sekedar menggugurkan kewajiban, tanpa banyak melakukan refleksi dan
evaluasi terhadap kualitas pembelajaran yang telah dilakukannya. Keterlibatan dalam
kegiatan organisasi profesi guru untuk meningkatkan kompetensinya pun relatif rendah.
Mengamati
Pada proses mengamati, guru mengarahkan siswa untuk memperhatikan stimulan yang
diberikan oleh guru. Stimulan itu bisa dalam bentuk gambar, video, tabel, grafik,
skema, membaca sebuah lembar informasi, dan sebagainya. Dari proses mengamati ini,
maka keterampilan berpikir kritis peserta mulai dibangun.
Siswa yang memiliki perhatian dan daya kritis yang tinggi akan memperhatikan dengan
seksama stimulan yang ada dihadapannya. Dari stimulan tersebut, lalu bisa muncul
tanggapan atau pertanyaan sebagai bentuk rasa ingin tahunya yang akan disampaikan
kepada guru.
Pada saat mengamati, siswa menggunakan alat-alat inderanya, seperti mata, hidung,
telinga, kulit, dan sebagainya. Proses pengamatan bisa berlangsung baik di dalam
ruangan maupun di luar ruangan. Pada saat para siswa mengamati sebuah objek,
lingkungan, atau fenomena, tugas guru adalah membimbing mereka agar dapat dapat
mencatat setiap hal pentig yang mereka temukan.
Menanya
Setelah siswa diberikan stimulan oleh guru pada tahap mengamati, tidak tertutup
kemungkinan akan muncul rasa ingin tahu siswa. Oleh karena itu, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Pertanyaan tersebut bisa dalam bentuk
pertanyaan lisan atau pertanyaan tertulis. Pertanyaan bisa disusun oleh individu atau
kelompok. Selain dijawab oleh guru, pertanyaan tersebut bisa juga didiskusikan
bersama dengan teman-temannya di kelas.
Pertanyaan yang muncul meliputi 5W + 1 H (What, Who, Where, When, Why, dan
How). Misalnya kalau stimulannya adalah sebuah sungai yang kotor dan penuhi banyak
sampah. Maka pertanyaan yang bisa muncul misalnya, Apa yang menyebabkan sungai
kotor dan tercemar oleh sampah? Siapa yang bertanggung jawab menjaga kebersihan
sungai? Dimanakah seharusnya masyarakat membuang sampah? Kapan sampah-
sampah yang dibuang oleh masyarakat ke sungai itu diangkut oleh petugas? Mengapa
masyarakat masih ada yang suka membuang sampah sembarangan? Bagaimana cara
menyadarkan masyarakat supaya membuang sampah pada tempatnya?
Mengumpulkan Informasi
Setelah siswa didorong untuk menyusun sejumlah pertanyaan berkaitan dengan objek,
fenomena, atau peristiwa yang diamati, maka tahap berikutnya adalah mengumpulkan
informasi. Dalam proses pengumpulan informasi, para siswa dapat mengumpulkannya
dari berbagai sumber seperti buku, koran, majalah, internet, lembar observasi, angket,
wawancara, atau studi dokumentasi.
Menalar/Mengasosiasikan
Dalam aktivitas berpikir kritis, terdapat aktivitas membaca kritis atau kajian kritis.
Membaca kritis adalah membaca yang melibatkan pemikiran kritis sedangkan kajian
kritis merupakan kegiatan membaca, menelaah, menganalisis sebuah bacaan untuk
memperoleh ide-ide, penjelasan, data-data pendukung yang mendukung pokok pikiran
utama, serta memberikan komentar terhadap isi bacaan secara keseluruhan dari sudut
pandang kepentingan pengkaji (Khusniati, M. dan Pamelasari S.D., 2014 : 169 dalam
Yani dan Ruhimat, 2018 : 122).
Pertanyaan yang muncul dalam kajian kritis adalah "apa?, mengapa?, dan bagaimana?"
Jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut disamping dalam bentuk
jawaban yang konsepsional, prosedural, aplikasi, juga hubungan sebab akibat antar
variabel. Kalau contoh kasusnya adalah pencemaran sungai, maka pertanyaan yang
muncul misalnya "apa penyebab terjadi pencemaran sungai?", mengapa orang
membuang sampah ke sungai? dan bagaimana kaitan antara pencemaran sungai
dengan penegakkan hukum dan pola pikir masyarakat?"
Mengomunikasikan
Produk presentasi bisa dalam bentuk laporan, makalah, bahan tayang, atau produk
lainnya. Pada tahap presentasi, guru beserta siswa yang lainnya mengamati dan
memberikan kesempatan bagi siswa yang lainnya untuk menyampaikan tanggapan.
Dengan demikian, maka akan terjadi komunikasi, diskusi, dan interaksi antara guru
dengan siswa, dan antara dengan siswa.
Supaya proses mengomunikasikan dapat lebih menarik dan lebih mudah dipahami oleh
audience, maka dapat disajikan melalui bahan tayang yang menarik disertai dengan
media musik, gambar, video, tabel, grafik, peta pikiran (mind map) dengan warna
variatif dan relevan dengan bahan yang dipresentasikan.
HOTS
Pada pembelajaran HOTS, siswa didorong untuk untuk berpikir kritis dan dan
menyelesaikan masalah melalui pengerjaan tugas atau projek. Guru memberikan
rangsangan atau stimulant yang agar siswa terangsang untuk berpikir, menyampaikan
tanggapan, ide, atau bahkan solusi yang dari rangsangan yang diberikan. Rangsangan
bisa dalam bentuk sebuah kasus yang diambil dari berita, kisah yang dibuat oleh guru,
atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.
Pembelajaran pun perlu dilakukan secara kontekstual agar berjalan lebih menarik. Agar
suasana pembelajaran lebih hidup dan menarik, guru membuka perlu membuka ruang
kepada siswa untuk berekspresi dan berpendapat agar siswa memiliki kepercayaan diri
untuk menyampaikan pendapat. Kemampuan berpikir kritis siswa juga dapat dilatih
melalui kegiatan eksperimen di laboratorium.
Soal PG dan HOTS yang berorientasi pada HOTS tentunya bukan sekedar menanyakan
sekedar menanyakan "apa?", "siapa?", "kapan?" dan "dimana?", tetapi menanyakan
"mengapa?" dan "bagaimana?". Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru harus
banyak membiasakan soal-soal HOTS kepada siswa, agar siswa terbiasa mengasah
nalar, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan solutif.
Literasi
Literasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran saintifik.
Aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/ mengasosiasikan,
sampai kepada mengomunikasikan sarat dengan aktivitas literasi. Maksud literasi disini
bukan hanya literasi dalam konteks membaca dan menulis, tetapi juga dalam konteks
yang lain, seperti literasi teknologi, literasi informasi, literasi komunikasi, literasi sosial,
literasi lingkungan, literasi keuangan, literasi TIK literasi sains, literasi kesehatan, literasi
hukum, dan sebagainya. Aktivitas belajar siswa dari awal sampai dengan akhir penuh
dengan literasi.
Orang yang literat tentunya dapat memilih dan memilah informasi yang diterimanya.
Tidak langsung ditelan mentah-mentah, bahkan disebaran di grup-grup media sosial
(medsos), dan ternyata informasi tersebut hoaks dan fitnah. Sudah banyak orang yang
terjerat hukum akibat menyebar hoaks dan fitnah di medsos. Oleh karena itu, sebuah
pepatah bijak mengatakan "saring sebelum sharing." Hal tersebut bertujuan untuk
memimalisasi tersebarnya hoaks dan fitnah di medsos dan untuk mengantisipasi
dampak hukum dari perbuatan tersebut.
Walau literasi walau baru beberapa tahun ini digembar-gemborkan seiring dengan
implementasi K-13, secara substantif sebenarnya telah banyak diimplementasikan oleh
guru dalam pembelajaran. Bentuk aktivitas literasi dalam pembelajaran selain membaca
buku berbagai sumber belajar, juga memfasilitasi adanya curah pendapat
(brainstorming), dan diskusi antarsiswa sehingga bisa saling melengkapi dan
mencerahkan. Tugas guru hanya disamping sebagai sebagai salah satu sumber belajar,
juga menjadi fasilitator dan mengatur jalannya proses pembelajaran.
Pendidikan Karakter
Pembelajaran saintifik sangat kental dengan nilai-nilai pendidikan karakter. antara lain;
kerja sama, kerja keras, sungguh-sungguh, tekun, sabar, belajar bersosialisasi dan
berinteraksi dengan orang lain, saling menghormati, saling menghargai, komunikatif,
kreatif, inovatif, jujur, disiplin, tertib, tanggung jawab, dan sebagainya. Dengan
demikian, pada pembelajaran saintifik bukan hanya terjadi transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge) tetapi juga transformasi nilai (transformation of value).
Pembelajaran saintifik yang melatih siswa untuk melakukan penelitian walau pada
tataran yang sederhana mendorong siswa untuk mampu menginternalisasikan nilai-nilai
karakter positif dalam kehidupannya sehari-hari, karena untuk bisa sukses dalam
kehidupan bukan hanya bermodal kecerdasan intelektual (hard skill), tetapi juga perlu
softskill seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan ketahanpayahan.
Pada kondisi saat ini, dimana setiap orang disamping diarahkan untuk mampu bersaing
juga harus mampu bersanding, sinergi, dan berkolaborasi, karena pada manusia selain
sebagai individu juga sebagai makhluk sosial alias tidak dapat hidup sendiri, tetapi
memerlukan bantuan orang lain.
Orang yang hanya siap menang, tidak siap kalah, egois, dan sulit bekerja dalam
kelompok adalah gambaran orang yang memiliki karakter yang buruk. Dalam konteks
pembelajaran saintifik, biasanya dalam kelompok akan terlihat ada siswa yang dominan
dan mau menang sendiri, tetapi ada pula ada siswa yang pasif, hanya diam, tidak mau
menyampaikan gagasan dan kurang kreatif serta inovatif. Oleh karena itu, guru sekuat
tenaga agar mampu membimbing, mengarahkan, dan memberdayakan para siswanya
sesuai dengan gaya siswanya yang beragam.
1. Latar Belakang
Secara sederhana Elston (2007) membedakan antara Teknologi Informasi (IT) dan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT), yaitu “IT as the technology used to
managed information and ICT as the technology used to manage information and aid
communication”. Sementara itu, UNESCO (2003) mendefinisikan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) sebagai berikut: “ICT generally relates to those technologies that
are used for accessing, gathering, manipulating and presenting or communicating
information. The technologies could include hardware e.g. computers and others
devices, software applications, and connectivity e.g. access to the internet, local
networking infrastructure, and video conferencing”.
Dalam praktek di lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, TIK
meliputi komputer, laptop, network komputer, printer, scanner, video/DVD player,
kamera digital, tape/CD, interactive whiteboards/smartboard. Dengan demikian, perlu
ditegaskan bahwa peran TIK adalah sebagai enabler atau alat untuk memungkinkan
terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Jadi TIK merupakan sarana untuk
mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Morsund dalam UNESCO (2003) mengemukakan cakupan TIK secara rinci yang meliputi
sebagai berikut:
Sejatinya TIK memiliki potensi yang besar untuk dapat dimanfaatkan khususnya di
bidang pendidikan. Rencana cetak biru TIK Depdiknas, paling tidak menyebutkan tujuh
fungsi TIK dalam pendidikan , yaitu sebagai sumber belajar, alat bantu belajar, fasilitas
pembelajaran, standard kompetensi, sistem administrasi, pendukung keputusan, dan
sebagai infrastruktur.
1) Tahap emerging; yaitu perguruan tinggi/sekolah berada pada tahap awal. Pendidik
dan tenaga kependidikan mulai menyadari, memilih/membeli, atau menerima donasi
untuk pengadaan sarana dan prasarana (supporting work performance)
Dewasa ini pemanfaatan TIK dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai mode
yang dikenal dengan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Bates (2005)
membedakan pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh dan pendidikan fleksibel
sebagai berikut: “Open learning is a primarily a goal. An essential characteristics of
open learning is the removal of barriers to learning. In distance learning students can
study in their own time, at any place and without face-to-face contact with a teacher.
Flexible learning is the provision of learning in a flexible manner”.
Pendidikan nasional memiliki banyak tantangan baik dari sisi input, proses maupun
output. Beberapa tantangan pendidikan nasional tersebut adalah sebagai berikut:
Banyak anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan dasar 9
tahun. Anak usia 7 – 12 tahun masih dibawah 80% yang telah menikmati
pendidikan (APK SMP 85,22, dan APK SMA 52,2).
Tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah sebagai
contoh: tidak semua sekolah memiliki telepon, apalagi koneksi internet.
Tidak seragamnya dan rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah
yang ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat kelulusan Ujian Nasional dan
nilai Ujian Nasional.
Rendahnya jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta ( PTN – 82 dan
PTS – 2.236 (Dikti,2003))
Rendahnya daya tampung dan tingkat partisipasi kuliah (Daya tampung sekitar
3,2 juta mahasiswa dengan tingkat partisipasi 12.8%. Padahal, Filipina
mencapai 32% dan Thailand telah mencapai 30%.
BAN sebagai penentu kualitas pendidikan menginformasikan bahwa hampir 50%
pendidikan tinggi berakreditasi C (46,35% program diploma dan 47.97% PTN
dan PTS).
Rendahnya Tenaga Pengajar Non Formal (PLS). Kebutuhan guru PLS mencapai
angka 519.790 orang. Sementara yang ada hanya sebesar 113.622 orang atau
22%. Sehingga diperlukan 406.168 guru atau 78%. (PMPTK 2006).
Rendahnya tenaga pendidik yang belum memenuhi syarat sertifikasi (dari
2.692.217 orang guru yang ada, 727.381 orang (27%) memenuhi syarat
sertifikasi, sisanya 1.964.836 (73%) belum memenuhi syarat sertifikasi.
Berdasarkan survey HDI th 2005, Indonesia menduduki ranking 112 dari 175
negara (jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh).
Rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah/kampus (Digital Divide), yang
ditunjukkan dengan kondisi dimana tidak semua sekolah mempunyai sarana
TIK. Sekalipun ada, jumlahnya terbatas dan pemanfaatannya masih belum
optimal.
Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar
pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai
media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam
pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola,
akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi
manajemen secara terintegrasi.
Infrastruktur ini akan diisi oleh konten yang dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu:
Pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning adalah sumber pembelajaran baik secara
formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti Internet,
Intranet, CDROM, video tape, DVD, TV, Handphone, dan PDA
Pola-pola seperti di atas semua berbeda satu dengan yang lain. E-learning lebih luas
dibandingkan dengan online learning. Online learning hanya menggunakan
Internet/intranet/LAN/WAN tidak termasuk menggunakan CD ROM.
Dalam pembelajaran langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dalam waktu
yang sama (real time) walaupun pendidik dan para peserta didik secara fisik berada
pada tempat yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh yaitu:
3. Konferensi audio/video.
4. Telepon Internet.
5. Chatting
Dalam pembelajaran tidak langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dengan
adanya delay waktu (waktu yang berbeda) dan pendidik dan peserta didik secara
fisik berada pada tempat yang berbeda. Sebagai contoh yaitu:
1. Belajar sendiri menggunakan internet atau CD-Rom.
4. Rekaman suara.
8. Forum diskusi
Contoh TIK yang digunakan dalam komunikasi pembelajaran secara syncronous dan
asyncronous sebagai berikut:
Karakteristik Penjelasan
Non-linearity Pemakai (user) bebas untuk mengakses (browse)
tentang objek pembelajaran dan terdapat fasilitas
untuk memberikan persyaratan tergantung pada
pengetahuan pemakai.
Self Managing Pemakai dapat mengelola sendiri
prosespembelajaran dengan mengikuti struktur
yangtelah dibuat.
Feedback-Interactivity Pembelajaran dapat dilakukan dengan
interaktifdan disediakan feedback pada
prosespembelajaran.
5. Standarisasi Pendidikan Berbasis TIK dari SEAMOLEC
McGee, Carmean dan Jafari (2005) menyatakan pentingnya standard dan spesifikasi
dalam pendidikan berbasis TIK, karena memungkinkan terjadinya pembelajaran sebagai
berikut: 1) Interoperability, sistem berinteraksi dengan sistem lain dalam organisasi, 2)
Reusability, sumber / objek belajar mudah digunakan dalam kurikulum, latat, profil
peserta didik yang berbeda, 3) Manageability, sistem telusur informasi tentang peserta
didik dan konten, 4) Accessibility, semua peserta didik memiliki kemudahan menerima
konten setiap saat, dan 5) Sustainability, teknologi terus berkembang sesuai standar
untuk menghindari keusangan.
1. Communication
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan
multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk
mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya
maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidiknya.
Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara
dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat
membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang
digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphone yang dimilikinya,
dalam hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu
proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan
orang lain”.
Komunikasi tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan
seni, harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk
berkomunikasi, dan bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa
dilakukan baik secara lisan, tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak
yang berkomunikasi. Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang beragam, mulai di
rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi bisa menjadi sarana untuk semakin
merekatkan hubungan antar manusia, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber masalah
ketika terjadi miskomunikasi atau komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan
bahasa menjadi sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan
dengan baik tidak lepas dari adanya penguasaan bahasa yang baik antara komunikator
dan komunikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan
guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru,
bertanya, menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah
merupakan sebuah komunikasi.
2. Collaboration
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama
berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan
tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada
tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan
tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan
masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri
sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan.
Sukses bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama,
karena pada dasarnya manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk
sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang mampu
bekerja dalam tim, kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi.
Hal ini tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena menurut hasil
penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard skill dan
80% soft skiil. Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang
matang.
Guru jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak bertanya,
dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa ingin tahunya
yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan kesempatan secara
bebas dan bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat
refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban terbuka
pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.
Peran guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar,
karena pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada
delapan jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2)
kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan
visual-spasial, (6) kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8)
kecerdasan naturalis.
PEMBELAJARAN ABAD 21
Lalu bagaimana peran sekolah? Peranan sekolah dalam penerapan pembelajaran Abad
21 antara lain: a) Meningkatkan kebijakan & rencana sekolah untuk mengembangkan
keterampilan baru; b) Mengembangkan arahan baru kurikulum; c) Melaksanakan
strategi pengajaran yang baru dan relevan, dan d) Membentuk kemitraan sekolah di
tingkat regional, nasional dan internasional
Bagaimana ciri guru Abad 21 ? Menurut Ragwan Alaydrus, S.Psi setidaknya ada 7
Karakteristik Guru Abad 21
1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus
pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau
bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada,
karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa
berdasarkan kebutuhan mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru
diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di
dalam kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21
adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan
penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan
sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil
belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui
kapan strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai
keberhasilan belajar. Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar
bertahun-tahun bahwa pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang
reflektif mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa,
bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran
5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat
berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan
kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga
membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau
perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran
kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga
guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode
ceramah tak lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan
komunikasi satu arah antara guru dan siswa.
7. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan
mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas
juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru
menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk
mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran.
Lalu bagaimana kompetensi siswa pada abad 21 ? Setidaknya ada empat yang harus
dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways of working, tools for
working and skills for living in the word. Bagaimana seorang pendidik harus mendesain
pembelajaran yang akan menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21.
Berikut kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik, yaitu:
1. Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang harus dikuasai
peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21. Kemampuan berfikir tersebut
diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan
pembelajar.
2. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja. dengan dunia yang
global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus dikuasai peserta didik
adalah communication and collaboration. Generasi abad 21 harus mampu
berkomunikasi dengan baik, dengan menggunakan berbagai metode dan strategi
komunikasi. Juga harus mampu berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu
maupun komunitas dan jaringan. Jaringan komunikasi dan kerjasama ini
memamfaatkan berbagai cara, metode dan strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang
harus mampu bekerja secara bersama dengan kemampuan yang berbeda-beda.
3. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk bekerja.
Penguasaan terhadap Information and communications technology (ICT) and
information literacy merupakan sebuah keharusan. Tanpa ICT dan sumber informasi
yang berbasis segala sumber akan sulit seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di abad 21, yaitu:
Citizenship, life and career, and personal and social responsibility. Bagaimana peserta
didik harus hidup sebagai warga negara, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab
pribadi dan sosial.
Melalui pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang harus
dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan menggunakan pengetahuan
matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk
menjawab tantangan dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah,
komunikasi dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.
Materi berikut merupakan oleh-oleh (rangkuman materi) Workshop Pengembangan
Model Pembelajaran berbasis Higher Order Thingking Skills (HOTS) Jakarta, 16-20 dan
24-28 Juli 2018 diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
KATEGORI DESKRIPSI
Mengingat Menyajikan fakta dari ingatan (mengenai fakta
(Remember) penting/recognizing; memanggil/recalling/retrieving)
Memaknai materi yang dipelajari dengan kata
kata/kalimat sendiri (interpretasi/interpreting, memberi
contoh/illustrating,
mengkalsifikasi/classifying/categorizing,
Memahami
meringkas/summarizing/abstracting,
(Understand)
menyimpulkan/concluding/ektrapolating/interpolating,
predicting,
membandingkan/comparing/contrasting/mapping/mat
ching, menjelaskan/constructing model e.g. cause-effect)
Melaksanakan (executing), menggunakan prosedur
Menerapkan
(implementing) untuk suatu situasi baru (melakukan,
(Apply)
menerapkan)
Mengelompokkan informasi/fenomena dalam bagian
bagian penting
Menganalisis (differentiating/discriminating/focusing/selecting),
(Analyze) menentukan keterkaitan antar komponen
(organizing/finding
coherence/integrating/outlining/structuring),
menemukan pikiran pokok/bias/nilai penulis
(attributing/deconstructing)
Menentukan apakah kesimpulan sesuai dengan
uraian/fakta
Mengevaluasi
(checking/coordinating/detecting/monitoring/testing),
(Evaluate)
menilai metode mana yang paling sesuai untuk
menyelesaikan masalah (critiquing/judging)
Mengembangkan hipotesis (generating), merencanakan
Mencipta
penelitian (planning/designing), mengembangkan
(Create)
produk baru (producing/constructing)
Berdasarkan tingkat berpikir yang tercantum dalam tabel tersebut, ada kemampuan
berpikir yang lebih tinggi (higher order thinking skills = HOTS) yang harus dikuasai oleh
peserta didik yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Oleh
sebab itu, dalam pembelajaran Anda dianjurkan untuk mendorong peserta didik
memiliki kemampuan tersebut dengan menyajikan pembelajaran yang variatif serta
pemberian materi yang “tidak biasa” .
1. Analisis SKL-KI-KD-IPK
a. Kata kerja operasional pendukung analisis SKL-KI-KD-IPK
b. Dikembangkan sesuai KD, KD menjadi target minimal.
c. Jika ada KD yang telah dipelajari KD sebelumnya…maka bisa langsung di KD
bersangkutan, dapat dimasukkan pada kegiatan awal saja pembelajaran.
2. Pengembangan penilaian
3. Evaluasi pembelajaran
Contoh kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) mata pelajaran bahasa Indonesia