PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan
kota yang pesat dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa gejala yang secara
tidak langsung muncul seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan
perkembangan industri. Seiring dengan perkembangan tersebut, kasus dan insiden
yang terjadi di kota juga ikut bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk
berbanding lurus dengan meningkatnya kasus kecelakaan. Insiden kecelakaan
merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan konsumsi,
sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di
Indonesia. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Namun selain kematian, kecelakaan juga mampu menimbulkan dampak
lain yaitu kecacatan akibat timbulnya fraktur.
Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau insidensi
fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian
paha (tulang paha). Fraktur pada tulang paha termasuk dalam kelompok tiga besar
kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat)
seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. WHO (Badan Kesehatan Dunia)
mencatat, terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal karena insiden kecelakaan dan
sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Menurut Depkes RI (2007),
kebanyakan kasus fraktur yang terjadi disebabkan oleh cedera. Cedera tersebut
berdasarkan berbagai hal yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
tajam/ tumpul. Pada 45.987 peristiwa terjatuh, terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang
(3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5 %). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan post op ORIF
C. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II : Konsep medik terdiri dari definisi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, patoflowdiagram, manifestasi klinik, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, definisi ORIF,
tindakan pembedahan ORIF, indikasi ORIF, dan komplikasi
tindakan ORIF dan konsep asuhan keperawatan pada pasien
fraktur.
Bab III : Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan rencana keperawatan
Bab IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
A. Konsep Medik
1. Konsep fraktur
a. Definisi
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukkan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).
b. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Fraktur
Kerusakan
kontinuitas tulang
Kerusakan
jaringan Luka Luka tertutup
pembuluh terbuka
darah
Gangguan
Resiko tinggi keterbatasan
gangguan perfusi gerak
jaringan
Gangguan
imobilisasi
fisik
f. Klasifikasi
1) Etiologi (Chairuddin, 2003)
a) Fraktur traumatik
b) Fraktur patologis
c) Fraktur stress
2) Klinis
a) Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar
b) Frakur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit
c) Fraktur dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed, union,
nonunion, infeksi tulang
3) Radiologis
a) Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi
b) Konfigurasi : fraktur transversal, fraktur oblique, fraktur spiral, fraktur
segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf fragmen), fraktur baji
biasa pada vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi,
fraktur pecah, fraktur efipisis.
c) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau
torus, fraktur garis rambut, fraktur green srick
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi, luasnya fraktur, luasnya
trauma, skan tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Indikasi ORIF
1) Fraktur yang tak bisa sembuh
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3) Fraktur yang dapat direposisi tapi sulit dipertahankan
4) Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi
f. Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Feel (palpasi)
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal 3 – 5 “
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi atau
konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
b. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
c. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif traksi tulang)
3. Perencanaan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Intervensi: