Kelompok 5 - Manajemen Bencana Terorisme
Kelompok 5 - Manajemen Bencana Terorisme
Disusun oleh :
KELOMPOK 5
FITRIANI 70200116034
HALIMATUSSA’DIYYAH 70200116044
2020
BENCANA SOSIAL TERORISME
BOM BALI I
A. Terorisme
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang
tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan
angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-
serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan
oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme",
para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan,
mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism: "Makna sebenarnya
dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil
padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan
mengatasnamakan agama.
Peraturan Pemerintah Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi
aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika
Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang
memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat
tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri,
sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika
Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade
Centre dan gedung Pentagon.
Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang
merupakan tindakan terror. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC)
di jalan legian, kuta bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat kantor konsulat maerika
serikat walaupun jaraknya cukup jauh namun menimbulkan korban sipil terbesar di dunia,
yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Orang-orang dari komunitas
tertentu, sering menjadi korban-korban yang tidak berdosa karena menjadi sasaran kelompok
teroris, sebagaimana pernah dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan ketika melakukan
peledakan di Legian Bali pada tahun 2002. Para pelaku ketika itu menyatakan bahwa
perbuatan yang mereka lakukan didasarkan kepada kebencian mereka kepada Amerika
Serikat. Hal ini dapat dirunut kronologisnya sebab pengeboman di Bali tidak lama setelah
terjadinya serangan terhadap menara kembar World Trade Centre (WTC) dan Penthagon
pada 11 September 2002.
C. Siklus Penanggulangan Bencana (Pra-Bencana)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat suatu bencana, sehingga jelas bahwa mitigasi bersifat pencegahan
sebelum kejadian.
Adapun serangkaian tahapan mitigasi yang dapat dilakukan pra terorisme yaitu :
i. Pengawasan terhadap bahan peledak dan bahan-bahan kimia yang dapat dirakit
menjadi bom;
1. Tanggap Darurat
Tanggap darurat adalah tindakan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang
dalam menghadapi keadaan darurat.
Menurut Peraturan Kepala BNPB nomor 13 tahun 2010 penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pencarian
Kegiatan pencarian dilakukan dengan langkah-langkah :
1) Tim pencarian menuju lokasi bencana setelah mendapat informasi kejadian
bencana dan mendapat komando dari komandan tanggap darurat.
2) Memetakan kondisi cuaca, geografis, topografis, dan keadaan awal akibat
bencana;
3) Menentukan lokasi bencana dan luas dampak bencana serta mengadakan
pembagian daerah pencarian, dengan membuat batasan lokasi bencana
berdasarkan klasifikasi tiga wilayah penanggulangan:
a) Ring I yaitu daerah tempat terjadinya bencana, kemungkinan ditemukan
korban paling banyak dan bahaya, serta kemungkinan munculnya bencana
susulan;
b) Ring II yaitu daerah sekitar terjadinya bencana yang masih dimungkinkan
ditemukan korban;
c) Ring III yaitu daerah yang relatif aman untuk dijadikan tempat evakuasi
sementara.
4) Memetakan kondisi serta jumlah korban : korban selamat, dan korban sakit.
Pemetaan kondisi korban sakit menggunakan triase empat tingkat yaitu :
a) Hijau, tidak gawat tidak darurat,
b) Kuning, gawat tidak darurat,
c) Merah, gawat darurat,
d) Hitam, meninggal dunia. Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan
perlu dilakukan identifikasi korban oleh pihak yang berwenang , terutama
bagi korban bencana tertentu. (Misalnya: terorisme).
5) Mengidentifikasi dan mengantisipasi kebutuhan yang diperlukan dalam
pertolongan dan evakuasi korban bencana.
6) Mengidentifikasi sumberdaya lokal dan potensi risiko sekunder bagi keselamatan
korban dan penolong.
7) Melaporkan kegiatan pencarian secara berkala per 3 jam atau per 6 jam atau
sesuai kondisi.
b. Pertolongan
Kegiatan pertolongan dilakukan dengan langkah-langkah:
1) Tim menyusun rencana pertolongan;
2) Tim penolong menuju lokasi bencana bersama tim pencarian dengan terlebih
dahulu mempelajari batasan klasifikasi tiga wilayah penanggulangan yang telah
ditetapkan oleh Tim Pencarian;
3) Memberikan pertolongan pertama kepada korban bencana di tempat kejadian;
4) Pengobatan sementara kepada korban bencana di tempat kejadian;
5) Melakukan rujukan bagi korban yang memerlukan tindakan lebih lanjut;
6) Melaporkan kegiatan pertolongan secara berkala per 3 jam atau per 6 jam atau
sesuai kondisi.
c. Evakuasi
Kegiatan evakuasi dilakukan dengan langkah-langkah:
1) Tim evakuasi menuju lokasi bencana bersama tim pencarian dan tim penolong;
2) Memindahkan korban bencana keluar dari sumber bencana ke tempat yang lebih
aman untuk mendapat tindakan selanjutnya;
3) Memberikan pengobatan sementara kepada korban bencana selama dalam
perjalanan; d. Memberikan dukungan sosial dan psikologis kepada korban
bencana;
4) Melaporkan kegiatan evakuasi secara berkala per 3 jam atau per 6 jam atau sesuai
kondisi.
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 tahun 2008 penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya
2) Penentuan status keadaan darurat bencana
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4) Pemenuhan kebutuhan dasar
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
1. Pemulihan/Rehabilitasi
Bencana terorisme yang terjadi di Bali pada 12 Oktober 2002 yang lalu menimbulkan
duka kemanusiaan, kerusaakan infrastruktur, dan mengancam keamanan nasional.
Adapun upaya pemulihan setelah terjadinya Bom Bali 1 yaitu:
a. Pemajuan lingkungan yang aman.
1) Pada tingkat nasional, pemerintah melanjutkan upaya untuk mencegah serangan-
serangan di masa mendatang.
2) Bantuan untuk upaya Pemerintah Indonesia untuk menguatkan dialog dan
kerjasama efektif antara sektor swasta, masyarakat, dan kepolisian untuk
memastikan partisipasi semua pihak yang berkepentingan dalam menciptakan
lingkungan yang aman.
3) Bantuan untuk upaya profesionalisasi kepolisian dan mengembangkan
proyekproyek percontohan pemolisian masyarakat yang terarah dan berbasis
wilayah di daerah-daerah rentan, yang bertujuan untuk memantapkan hubungan
polisi-masyarakat dan perancangan prakarsa-prakarsa pencegahan ketegangan
sosial dan tindak kekerasan.
b. Meningkatkan akses dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Selain itu, tidak hanya bantuan secara fisik atau medis saja yang diperlukan, namun
juga diperlukan adanya dukungan rehabilitasi psikologis dan psikososial pasca bencana
sosial tersebut terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuat
program yang berkelanjutan dalam rangka memberikan upaya pemulihan terhadap
korban Tindak Pidana Terorisme, baik korban langsung maupun korban tidak langsung.
Salah satu implementasinya adalah dengan menyelenggarakan Forum Silaturahmi
Penyintas (FORSITAS).
Forum silaturahmi ini dibuat bukan untuk membangkitkan trauma bagi penyintas
melainkan menjadi momentum bagi para penyintas untuk bangkit bersama, saling
menguatkan dan mendukung satu sama lain. Pada prinsipnya forum ini merupakan
sebuah sarana pemberian dukungan psikososial melalui pendekatan berbasis masyarakat,
penguatan individu, keterlibatan aktif dan peningkatan partisipasi dari penyintas untuk
menjadi pendamping psikologis bagi sesama penyintas.
2. Rekonstruksi
Rekontruksi atau pembangunan kembali pasca tragedi bencana bom Bali terletak di
Jalan Legian, Kuta yang dulu berdiri sebuah klub malam bernama Sari Club. Klub
tersebut hancur diterjang bom saat itu. Namun terdapat selisih pendapat antara
pemerintah Australia ataupun keluarga korban yang berencana membangun sebuah taman
memorial di atas tanah tersebut. Sedangkan pemilik tanah ingin membangun sebuah
restoran berlantai lima di tanah tersebut.
Pemerintah Provinsi Bali mengusulkan tanah pengganti bagi pemilik lahan bekas
lokasi bom Bali, setelah perwakilan korban bom memperotes rencana pembangunan
restoran di lokasi tersebut oleh pemiliknya. Pemilik lokasi ingin membangun restoran
lima lantai dimana lantai teratas akan didedikasikan untuk monumen para korban di lahan
bekas Sari Club, salah satu lokasi pengeboman. Sementara itu Bali Peace Park
Association (BPPA), organisasi yang mewakili para korban dan berbasis di Australia
menginginkan lokasi tersebut khusus untuk taman mengenang para korban yang tewas.
Namun tidak hanya Sari Club saja yang dalam proses pembangunan. Lokasi bom Bali
berada di tengah hiruk pikuk keramaian pariwisata Bali. Monumen Bali yang dulunya
merupakan sebuah bar bernama Paddys Club telah dibangun yang mana dulu ratusan
nyawa melayang saat kejadian
DAFTAR PUSTAKA
Admin in bersama masyarakat. 2019. BNPT Buka Ruang Diskusi Antara Penyintas Tindak
Pidana Terorisme Dengan Kementerian dan Lembaga di Forum Silaturahmi
Penyintas 2019.https://www.bnpt.go.id/bnpt-buka-ruang-diskusi-antara-penyintas-
tindak-pidana-terorisme-dengan-kementerian-dan-lembaga-di-forum-silaturahmi-
penyintas-2019.html/amp (Diakses Pada Tanggal 31 Desember 2019).
_________ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Perka BNPB
No.4 Tahun 2008
_________ Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, Perka BNPB
No.13 Tahun 2010
Muh Ali Zaidan. 2017. Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pendekatan Kebijakan
Kriminal). Jurnal Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang. 3(1) :
149-180. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh/article/view/20932 (diakses
pada tanggal 2 januari 2020)
Reni Windiani. 2017. Peran Indonesia Dalam Memerangi Terorisme. Jurnal Ilmu Sosial.
16(2) : 135-152. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmusos/article/view/16912/0
(diakses pada tanggal 1 januari 2020)