Anda di halaman 1dari 27

Beton Bertulang Pasca Kebakaran

Menurut Sumardi (2000), kebakaran beton pada hakekatnya merupakan reaksi


kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi
pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke
massa beton atau mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara
radiasi konsep mekanisme ini adalah pancaran panas diterima oleh permukaan
beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat
potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara
panas yang bertiup atau bersinggungan dengan permukaan beton atau mortar
sehingga beton menjadi panas. Apabila tiupan angin semakin kencang, maka panas
yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.

Kenaikan suhu menyebabkan air bebas di beton berubah dari keadaan cair menjadi
keadaan gas. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada tingkat
tertentu pada saat panas ditransmisikan dari permukaan ke bagian dalam komponen
beton. Kenaikan suhu menyebabkan penurunan kekuatan dan modulus elastisitas
untuk struktur beton dan baja. Namun pada tingkat kekuatan dan modulus menurun
bersamaan bergantung pada laju kenaikan suhu api dan sifat isolasi dari beton
(Bilow dan Mahmoud, 2008).

Beton yang dipanasi akan mengalami penurunan kuat tekan dan lentur. Menurut
Rochman (2006), beton yang dipanasi pada suhu antara 400 – 600oC akan
mengalami penurunan kuat tekan dan kuat lentur hingga mencapai 50% dari kuat
tekan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi
unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki
kekuatan sama sekali. Unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang
kekuatan beton, maka kekuatan beton akan berkurang bila terjadi penurunan jumlah
unsur C-S-H. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000oC
maka terjadi proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO3)
yang berwarna keputih – keputihan sehingga merubah warna permukaan beton
menjadi lebih terang (merah muda keputih – putihan). Selain itu pada temperatur
ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan semen, yang ditandai oleh retak –
retak dan kerapuhan beton (mudah dipecah dengan tangan). Grafik hubungan antara
temperatur dan kuat tekan rata – rata diperlihatkan pada Gambar 2.1.

300
Kuat Tekan Rata - Rata (kg/cm2)

250

200

150

100

50

0
25 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Temperatur (oC)

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Antara Temperatur dan Kuat Tekan Rata – Rata
(Sumber : Ahmad dkk., 2009)

Konstruksi beton bertulang dengan komposisi beton dan baja tulangan memiliki
angka muai yang berbeda. Beton dari batuan (agregat dan pasir) memiliki angka
muai beton 0,000010 sampai 0,000013 dan untuk baja tulangan 0,000012, setiap
kenaikan 1º C. Perbedaan tegangan tersebut mengakibatkan tidak menyatunya
kedua material jika mengalami kebakaran atau suhu tinggi (Ukiman dkk., 2017)

Metode Identifikasi Tingkat Kerusakan Beton Bertulang Pasca Kebakaran

Untuk mengetahui tingkat kerusakan beton pasca kebakaran perlu dilakukan


identifikasi. Menurut Rochman (2006), ada beberapa tahapan untuk mengetahui
tingkat kerusakan gedung yaitu visual inspection, non – desctructive test,
destructive test, dan full scale loading test. Visual inspection didasarkan pada
perubahan secara fisik pada beton seperti ada tidaknya retak atau spalling,
perubahan warna dan deformasi. Pada tahap non – destructive test digunakan alat
rebound hammer test untuk mengetahui kuat tekan beton pasca kebakaran. Tahap
destructive test dilakukan dengan pengambilan sample dengan core drill (diameter
10 cm) dan core case (diameter 5 cm) yang selanjutnya dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan uji kuat desak, kuat tarik dan chemical test untuk menaksir
temperatur tertinggi. Tahap terakhir yaitu full scale loading test. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan hasil estimasi kekuatan yang lebih pasti dengan cara melakukan
tes pembebanan skala penuh langsung di lapangan.

Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Pusat


Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum (2004),
ada 3 lingkup pemeriksaan yaitu pemeriksaan visual, pemeriksaan penetrasi panas
(thermal) dan pengujian kualitas beton dan baja tulangan. Pengamatan visual terdiri
dari pengamatan pengelupasan dan retakan pada balok, kolom dan pelat lantai,
lendutan pada balok atau pelat lantai, perubahan warna pada permukaan beton,
pengamatan temperatur pada selimut beton dan pelapukan yang terjadi pada elemen
kolom, balok dan pelat lantai. Pemeriksaan penetrasi panas dilakukan 2 tahap.
Tahap pertama yaitu mengamati perubahan warna dari balok dan pelat lantai yang
terbakar. Tahap kedua yaitu melakukan penyemprotan larutan phenolpthaelene 5%
terhadap kolom dan balok. Perkiraan suhu bakar berdasarkan kondisi visual atau
warna beton diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perkiraan Suhu Bakar Berdasarkan Kondisi Fisis atau Permukaan Beton

No Kondisi Permukaan Beton Perkiraan Temperatur (oC)


1 Abu – abu (normal) >300oC
2 Pink (merah muda) 300 - 600oC
3 White gray (putih keabu – abuan) 600 - 900oC
4 Buff (putih berkeriput) 900 – 1000 oC
(Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Pusat Penelitian
dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum, 2004)
Pengujian kualitas beton dan baja tulangan dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu
pengujian palu beton (schmidt hammer test), pengujian cepat rambat gelombang
ultra (ultrasonic pulse velocity test), pengujian beton inti (core drilled test),
pengujian kuat tarik baja tulangan dan uji pembebanan (loading test).

Klasifikasi Tingkat Kerusakan pada Beton Bertulang Pasca Kebakaran

Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Pusat


Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum (2004),
tingkat kerusakan bangunan berdasarkan pemeriksaan visual dan hasil uji dapat
diklasifikasikan menjadi empat tingkat. Gambar 2.2 memperlihatkan klasifikasi
tingkat kerusakan bangunan.

Rusak Ringan

1. Kerusakan terjadi hanya pada bagian permukaan.


2. Tidak terjadi perubahan warna beton atau hanya terjadi warna hitam akibat jelaga.
3. Tidak terjadi perubahan bentuk (deformasi atau lendutan), terutama pada elemen
balok dan pelat lantai.
4. Retak – retak yang terjadi hanya pada plesteran dan tidak tembus kebagian dalam.
5. Lendutan atau defleksi struktur utama tidak melebihi 1/300 bentang.
6. Kuat tekan beton terpasang yang diperoleh dari hasil uji lebih besar dari 80%
rencana.

Rusak Sedang

1. Terjadi kerusakan struktur pada bagian permukaan yang ditandai dengan adanya
pengelupasan atau spalling.
2. Permukaan beton berwarna pink (merah muda).
3. Terjadi perubahan bentuk (deformasi atau lendutan), terutama pada elemen balok
dan pelat lantai.
4. Retak – retak yang terjadi tembus ke bagian dalam dan menembus ke tulangan.
5. Terjadi lendutan atau defleksi pada struktur utama lebih dari 1/300 bentang.
6. Kuat tekan beton terpasang berkisar antara 65 – 80% dari rencana.

Rusak Berat

1. Kerusakan struktur utama cukup besar.


2. Permukaan beton berwarna putih keabu – abuan hingga kekuning – kuningan.
3. Terjadi pengelupasan atau spalling pada permukaan beton dengan jumlah dan
ukuran yang besar.
4. Tulangan baja terlihat dari luar.
5. Lendutan atau defleksi pada struktur utama cukup besar.
6. Kuat tekan beton terpasang berkisar antara 50 – 65% dari rencana.

Gambar 2.2 Klasifikasi Tingkat Kerusakan Bangunan (Sumber : Badan Penelitian


dan Pengembangan Pekerjaan Umum Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum, 2004)
Rusak Total

1. Struktur utama runtuh.


2. Struktur utama tidak dapat berfungsi sebagai kompartemen.
3. Retak komponen struktur tembus dari permukaan satu kepermukaan lainnya.
4. Kuat tekan beton terpasang kurang dari 50% dari rencana

Lanjutan Gambar 2.2 Klasifikasi Tingkat Kerusakan Bangunan (Sumber : Badan


Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Pusat
Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen
Pekerjaan Umum, 2004)

Metode Perbaikan Beton Bertulang Pasca Kebakaran

Setelah mengetahui tingkat kerusakan kemudian ditentukan metode yang tepat


untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Menurut Priyanto (2011) ada empat sistem
perbaikan yang dapat digunakan yaitu perbaikan sebagian (parsial), perbaikan total,
memperbaiki dimensi, dan menambah elemen baja. Perbaikan sebagian hanya
dilakukan pada bagian elemen struktur yang mengalami kerusakan ringan.
Perbaikan total dilakukan bila elemen struktur sudah mengalami perubahan bentuk
(deformasi) yang besar. Perbaikan dimensi perlu dilakukan dengan tujuan untuk
menambah kekuatan struktur agar struktur mampu menerima beban sesuai dengan
fungsi bangunan sebelum terbakar. Untuk perbaikan dimensi ada beberapa cara
yaitu penambahan serat fiber dan epoxy serta memberi lapisan pada elemen struktur
dengan membungkus beton drymix. Penambahan elemen baja dilakukan dengan
tujuan menambah kekuatan struktur, karena dengan menambah elemen baja maka
bentang balok dan luasan pelat lantai akan lebih kecil, sehingga beban konstruksi
akan terdistribusi secara merata.

Menurut Zhang (2012), ada empat metode untuk memperbaiki dan memperkuat
beton bertulang yaitu section enlargement and concrete jacketing, external
reinforcement, strengthening beams using of steel plates, dan unbounded external
strengthening. Metode section enlargement and concrete jacketing dilakukan
dengan cara menambahkan lapisan beton tambahan di sekeliling beton eksisting.
Metode external reinforcement dilakukan dengan penambahan baja tulangan
eksternal pada beton. Metode strengthening beams using of steel plates dilakukan
dengan cara menambahkan pelat baja pada bagian eksternal beton. Metode
unbounded external strengthening dilakukan dengan cara menambahkan material
baja seperti wire rope, steel clamping dan post – tension units. Metode section
enlargement and concrete jacketing dapat meningkatkan kapasitas beban lebih
efektif daripada metode lainnya.

Menurut Waghmare (2011), ada tiga metode jacketing yang dapat dilakukan pada
kolom yaitu concrete jacketing, steel jacketing, dan FRP jacketing. Tujuan utama
jacketing pada kolom adalah untuk menambah kuat tekan kolom, kuat geser kolom
dan untuk memenuhi desain strong column – weak beam.

Pemasangan FRP

FRP terdiri dari serat kekuatan tinggi yang dilekatkan pada matriks resin polimer.
Serat yang biasanya digunakan dalam FRP adalah kaca, karbon dan aramid. FRP
jenis karbon umumnya sering digunakan dalam perkuatan dengan pertimbangan
kuat tarik, kekakuan, keawetan dan sifat creep-nya. Fungsi utama matriks dalam
komposit adalah untuk mentransfer tekanan antara serat, untuk memberikan
perlindungan terhadap pengaruh lingkungan dan untuk melindungi permukaan serat
dari abrasi mekanis. Sifat mekanik komposit bergantung pada sifat serat, properti
matriks, sifat ikatan serat-matriks, jumlah serat dan orientasi serat. Komposit
dengan semua serat dalam satu arah disebut sebagai searah. Jika serat dianyam, atau
berorientasi ke banyak arah, kompositnya disebut bidirectional atau
multidirectional. Metode perbaikan dan perkuatan struktur beton bertulang dengan
menggunakan FRP merupakan teknik perkuatan eksternal yang memiliki batas
kekuatan tarik (ultimate tensile strength) yang cukup tinggi, sehingga metode ini
dapat menjadi alternatif untuk perkuatan struktur yang mengalami kerusakan akibat
kebakaran, gempa, dan lain-lain (Obaidat, 2010).
Gambar FRP Jenis Carbon (Sumber : researchgate.net/figure/Typical-structure-
of-Carbon-Fiber-Reinforced-Polymer-CFRP_fig2_283308870)

Gambar Pemasangan FRP Pada Kolom (Sumber : superlaminate.com/concrete-


columns.html)

Berdasarkan bentuknya, terdapat 3 macam jenis FRP yaitu, plate (strip), Fabric
(wrap), dan Rod (tulangan).

Gambar Bentuk – bentuk FRP (Sumber : Hioe, H., 2017)


Jenis wrap atau lembaran merupakan jenis paling fleksibel, digunakan untuk
perkuatan eksternal. Sedangkan jenis strip atau rod memiliki sifat yang kaku,
digunakan untuk perkuatan internal. Pemakaian jenis wrap atau lembaran relatif
lebih cepat dan mudah dikerjakan karena merupakan metode pelapisan luar atau
eksternal. Sedangkan pemakaian bentuk strip atau rod diaplikasikan dengan metode
NSM (Near Surface Mounted). NSM adalah metode perbaikan dengan
memasukkan FRP bentuk strip atau rod kedalam beton yang di-groove. Salah satu
keunggulan metode ini adalah tidak tereksposnya FRP. Namun kerugian yang
muncul diantaranya adalah membutuhkan biaya relatif tinggi dan tulangan eksisting
dapat terpotong. Penggunaan strip atau rod dengan metode NSM lebih tepat
digunakan untuk perkuatan lentur pada tumpuan balok atau plat dan lentur kolom.

Gambar Pemasangan FRP Wrap (Sumber : Hioe, H., 2017)

Gambar Pemasangan FRP Metode NSM (Sumber : Hioe, H., 2017)

Gambar Pemasangan FRP Plate (Sumber : Hioe, H., 2017)


Penggunaan FRP dapat digunakan untuk beberapa jenis struktur diantaranya,
kolom, balok, dan plat. Pada kasus Pasar “X”, akan direncanakan perkuatan dengan
FRP pada kolom dengan tahapan pelaksanaan tertuang pada BAB 3. Untuk
perkuatan pada plat cendawan, dapat dilakukan penanganan metode perbaikan yang
sama dengan kolom yaitu dengan metode pemasangan FRP. Tahapan
pelakasanaannya dimulai dari penyiapan permukaan yang akan diberi perkuatan
dengan membuat permukaan halus dengan gerinda, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian lem perekat dari bawaan produk FRP. Setelah selesai pemberian lem,
direkatkan dengan segera FRP jenis plat dan ditekan dengan scrub agar rekatannya
menyatu.

Gambar Pemasangan FRP Bentuk Plate pada pelat (Sumber : Ramservices.Co


.uk/structural-repair-refurbishment/plate-bonding/)

Metode pemasangan FRP memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Burgoyne


(2009), FRP merupakan serat yang kuat, tidak berkarat, dan tahan terhadap klorida.
Penggunaan FRP mampu meningkatkan kapasitas lentur, selain itu FRP sebagai
perkuatan eksternal mampu menguatkan struktur dari baban yang ekstrim seperti
gempa bumi dan benturan. Pemasangan FRP memiliki kelemahan yaitu biaya
pemasangannya yang FRP relatif mahal. Hal ini dikarenakan harga bahan baku
yang tinggi. Selain itu, pemasangan FRP harus dikerjakan dengan teliti karena,
sedikit robekan pada seratnya akan menjalar serat lainnya.

Menurut Obaidat (2010), penambahan lapisan FRP pada beton mampu


meningkatkan kekuatan geser sebesar 23% dan peningkatan kuat lentur sebesar 7%
sampai 33%. Beton yang dilapisi dengan FRP juga memiliki kekakuan yang lebih
tinggi daripada beton biasa.

Penambahan jumlah lapisan perkuatan FRP pada beton meningkatkan beban ultimit
yang mampu diterima beton seperti yang dinyatakan oleh Sobuz dkk., (2010), satu
lapis FRP meningkatkan 54%, dua lapis FRP meningkatkan 73%, dan tiga lapis
FRP meningkatkan 85%. Penggunaan FRP yang berbentuk U juga mampu
meningkatkan kuat lentur beton sebesar 23%.
Perkuatan beton dengan 2 lapis FRP, 4 lapis FRP, 6 lapis FRP dan 12 lapis FRP
mampu meningkatkan beban ultimit yang mampu diterima beton sebanding dengan
jumlah lapisannya. Perkuatan beton dengan preloading FRP memiliki beban ultimit
lebih besar dibandingkan dengan beton yang diperkuat dengan FRP tanpa
preloading (Rahimi dan Hutchinson, 2001). Perhitungan desain pemasangan FRP
diterbitkan dalam ACI 440.2R-08 (2008) Guide for the Design and Construction
of Externally Bonded FRP Systems for Strengthening Concrete Structures.

Concrete Jacketing

Perbaikan struktur bangun menggunakan metode penyelubungan lapisan


beton bertulang (concrete jacketing) merupakan salah satu teknik perbaikan pada
tingkat lokal atau elemen struktur untuk meningkatkan kinerja elemen tersebut dari
segi kekuatan (kapasitas momen lentur dan geser), kekakuan, dan daktilitas.
Menurut Jirsa dan Alcocer (1991), jacketing pada kolom menghasilkan
perilaku kolom kuat balok lemah dengan peningkatan pada peak strength empat
kali dari kekuatan elemen eksisting. Metode ini adalah salah satu
metode konvensional atau tradisional dalam perbaikan struktur yang sangat cocok
untuk bangunan beton bertulang, telah digunakan secara luas dan efektif dari segi
biaya, serta familiar untuk para engineer dan industri konstruksi. Teknik
pelaksanaan metode ini adalah dengan menambahkan lapisan
beton, tulangan longitudinal, dan geser pada sekeliling elemen. Kapasitas momen
lentur bertambah akibat adanya tambahan tulangan longitudinal. Kapasitas geser
bertambah dari akibat penambahan sengkang dengan jarak yang lebih rapat.
Gambar Concrete Jacketing (Sumber : coreandcut.com/index.php?module=
services&id=6)
Menurut Julio dkk., (2003) perbaikan menggunakan concrete jacketing mampu
meningkatkan kekuatan, kekakuan dan durabilitas kolom. Metode ini juga tidak
memerlukan tenaga spesialis dalam pelaksanaanya. Menurut Alcoer dan Jirsa
(1991), penggunanaan concrete jacketing untuk perbaikan meningkatkan kekuatan
beton sebesar 65% dan peningkatan kekakuan sebesar 50%.

Perhitungan concrete jacketing dilakukan berdasarkan rekomendasi standar India


IS 15988 2013: Seismic Evaluation and Strengthening of Existing Reinforced
Concrete Building. Pedoman tersebut diterbitkan oleh Bureau of Indian Standards.
Jaket beton bertulang meningkatkan kekuatan lentur kolom dan daktilitas.
Penulangan melintang atau lateral yang dipasang ke dalam jaket meningkatkan
kekuatan geser dan keuletan kolom.

Desain Pemasangan FRP Berdasarkan ACI 440.2R-08

Pedoman dalam desain dan konstruksi dengan sistem pengikat FRP eksternal untuk
perkuatan struktur beton berdasarkan ACI 440.2R-08. Desain dalam perkuatan
struktur dengan FRP dapat diaplikasikan pada balok dan kolom beton. Pada kolom
beton bertulang, perkuatan dengan FRP meliputi perkuatan terhadap geser, beban
aksial, dan momen.
A. Perkuatan kolom terhadap geser

Perhitungan perkuatan kolom terhadap geser pada intinya adalah menentukan jenis
properti material FRP beserta komposisi yang digunakan dalam mencukupi
kapasitas kolom terhadap beban geser. Langkah-langkah perhitungan sebagai
berikut:

1. Menghitung desain properti material

𝑓𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 . 𝑓𝑓𝑢∗ ................................................................................................. (2.1)

𝜀𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 . 𝜀𝑓𝑢∗ ................................................................................................. (2.2)

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝑓𝑓𝑢 = kuat tarik ultimit FRP, (psi atau MPa)

𝑓𝑓𝑢∗ = kuat tarik ultimit FRP yang tertera pada produk, (psi atau MPa)

𝜀𝑓𝑢 = Desain tegangan putus pada perkuatan FRP (in/in’ atau mm/mm’)

𝜀𝑓𝑢∗ = Desain tegangan putus ultimit pada perkuatan FRP (in/in’ atau mm/mm’)

𝐶𝐸 = faktor reduksi lingkungan

2. Menghitung tegangan efektif pada perkuatan geser FRP

𝜀𝑓𝑒 = 0,004 ≤ 0,75 𝜀𝑓𝑢 ................................................................................. (2.3)

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝜀𝑓𝑒 = Tingkat tegangan efektif pada perkuatan FRP mencapai kegagalan, (in/in’ atau mm/mm’)

3. Menentukan area perkuatan FRP yang dibutuhkan


∆𝑉
𝑉𝑓 = 𝛷(𝛹𝑢 ) ...................................................................................................... (2.4)
𝑓

𝑉𝑓 .𝑆𝑓
𝐴𝑓𝑣 = 𝜀 ............................................................................... (2.5)
𝑓𝑒 .𝐸𝑓 (𝑠𝑖𝑛 𝛼+𝑐𝑜𝑠 𝛼)𝑑𝑓

(Sumber : ACI 440.2R-08)


Dengan:

𝑉𝑓𝑣 = kuat geser nominal yang disediakan FRP (lb atau N)

𝐴𝑓𝑣 = area perkuatan FRP yang dibutuhkan (in2 atau mm2)

𝑉𝑓 = kuat geser nominal berdasarkan tulangan sengkang, (lb atau N)

𝐴𝑓𝑣 = luas perkuatan geser FRP dengan jarak s, (in2 atau mm2)

∆𝑉𝑢 = tegangan geser yang dibutuhkan, (kips atau kN)

𝛷 = faktor reduksi

𝛹𝑓 = faktor reduksi kekuatan FRP

= 0,85 untuk perkuatan lentur

= 0,85 untuk perkuatan geser (3 sisi FRP/pembungkus U, 2 sisi FRP)

= 0,95 untuk perkuatan geser (pembungkus penuh)

𝐸𝑓 = modulus elastisitas FRP, (psi atau MPa)

𝑑𝑓 = tebal efektif FRP untuk perkuatan lentur, (in atau mm)

𝑆𝑓 = Jarak antar lapisan perkuatan FRP, (in atau mm)

4. Menentukan jumlah pelapisan, lebar strip dan jarak


𝐴𝑓
𝑛 = 2𝑡 ....................................................................................................... (2.6)
𝑓 .𝑊𝑓

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝑛 = jumlah lapis FRP

𝑡𝑓 = ketebalan nominal 1 lapis FRP, (in atau mm)

𝑊𝑓 = lebar lapisan perkuatan FRP, (in atau mm)

B. Perkuatan kolom terhadap beban aksial dan momen

Perhitungan perkuatan kolom terhadap beban aksial dan momen pada intinya
adalah menghitung kuat tekan dan kuat kekang lateral dari kolom kemudian
digambarkan dalam diagram interaksi dengan memperhitungkan gaya-gaya yang
terjadi pada beberapa kondisi aksial dan momen. Langkah-langkah perhitungan
sebagai berikut:

1. Menentukan kurva yang disederhanakan untuk kolom tidak diperkuat (n = 0


lapis). Kurva ini juga bisa didapatkan dari hasil permodelan secara komputasi
ETABS.
2. Menentukan kurva yang disederhanakan untuk kolom yang diperkuat

𝛷𝑃𝑛(𝐴) = 𝛷0,8(0,85𝑓𝑐 ′𝑐 (𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 ) + 𝑓𝑦 𝐴𝑠𝑡 )................................................. (2.7)

𝛷𝑃𝑛(𝐵,𝐶) = 𝛷[(𝐴(𝑦𝑡 )3 + (𝐵(𝑦𝑡 )2 + 𝐶(𝑦𝑡 ) + 𝐷 + ∑𝐴𝑠𝑖 𝑓𝑠𝑖 ] ........................... (2.8)

𝛷𝑀𝑛(𝐵,𝐶) = 𝛷[(𝐸(𝑦𝑡 )4 + (𝐹(𝑦𝑡 )3 + (𝐺(𝑦𝑡 )2 + 𝐻(𝑦𝑡 ) + 𝐼 + ∑𝐴𝑠𝑖 𝑓𝑠𝑖 𝑑𝑖 ] ..... (2.9)

(Sumber : ACI 440.2R-08

Dengan:

𝐴𝑔 = luas gross (kotor) beton, (in2 atau mm2)

𝐴𝑠𝑡 = luas total tulangan longitudinal, (in2 atau mm2)

𝑀𝑛 = kuat lentur nominal, (in-lb atau N-mm)

𝐴𝑠𝑖 = luas lapisan ke-i tulangan longitudinal, (in2 atau mm2)

𝑓𝑠𝑖 = tegangan pada tulangan nonprestressed, (psi atau MPa)

𝑑𝑖 = jarak dari pusat lapisan ke-i tulangan longitudinal ke pusat penampang, (in atau mm)

Φ = faktor reduksi kekuatan

𝜀𝑡′
𝑦𝑡 = 𝑐 𝜀 .................................................................................................... (2.10)
𝑐𝑐𝑢

d untuk poin B
C=
𝜀𝑐𝑐𝑢
d𝜀 untuk poin C
𝑠𝑦 +𝜀𝑐𝑐𝑢

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝑃𝑛 = beban aksial nominal pada penampang beton, (lb atau N)

𝑦𝑡 = koordinat vertikal dalam daerah kompresi diukur dari posisi sumbu netral, (in atau mm)
𝜀𝑐𝑐𝑢 = tegangan tekan aksial ultimit beton berdasarkan beban maksimal beton hancur, 0,85 𝑓𝑐 ′𝑐

𝜀𝑠𝑦 = regangan berdasarkan tegangan tarik baja nonprestreesed, (in/in’ atau mm/mm’)

𝜀𝑡′ = transisi tegangan pada kurva tegangan beton yang dibungkus FRP, (in/in’ atau mm/mm’)

𝑓𝑐 ′𝑐 = kuat tekan beton setelah dibungkus FRP, (psi atau MPa)

𝑐 = jarak dari serat kompresi ekstrim ke sumbu netral, (in atau mm)

𝑑 = jarak dari serat kompresi ekstrim ke pusat tegangan, (in atau mm)

Koefsien A,B,C,D,E,F,G,H,dan I diperoleh dari:

−𝑏(𝐸𝑐 −𝐸2) 2 𝜀𝑐𝑐𝑢 2


𝐴= ( ) ................................................................................. (2.11)
12𝑓𝑐 ′ 𝑐

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝑏 = dimensi sisi pendek daerah kompresi penampang prismatic, (in atau mm)

𝐸𝑐 = modulus elastisitas beton, (psi atau MPa)

𝐸2 = kemiringan bagian linier model tegangan dan regangan FRP, (psi atau MPa)

𝑏(𝐸𝐶 −𝐸2 ) 𝜀𝑐𝑐𝑢 2


𝐵= ( ) .................................................................................... (2.12)
2 𝑐

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝑐 = jarak dari tegangan ektrim serat ke sumbu netral, (in atau mm)

𝐶 = −𝑏. 𝑓𝑐 ′ .................................................................................................. (2.13)


𝑏.𝑐.𝐸2
𝐷 = 𝑏. 𝑓𝑐′ + (𝜀𝑐𝑐𝑢 ) ............................................................................ (2.14)
2

−𝑏(𝐸𝑐 −𝐸2) 2 𝜀𝑐𝑐𝑢 2


𝐸= ( ) ................................................................................. (2.15)
16𝑓𝑐 ′ 𝑐

2
ℎ (𝐸𝑐 −𝐸2) 𝜀𝑐𝑐𝑢 2 𝑏(𝐸𝐶 −𝐸2 ) 𝜀𝑐𝑐𝑢
𝐹 = 𝑏 (𝑐 − 2) ( 𝑐 ) + ( 𝑐 ) ......................................... (2.16)
12𝑓𝑐 ′ 3

𝑏 ℎ (𝐸𝐶 −𝐸2 ) 𝜀𝑐𝑐𝑢


𝐺 = − (2 𝑓𝑐′ + 𝑏 (𝑐 − 2) ( )) ..................................................... (2.17)
2 𝑐

(Sumber : ACI 440.2R-08)


Dengan:

ℎ = ketebalan atau ketinggian profil keseluruhan, (in atau mm)


𝐻 = 𝑏. 𝑓𝑐 ′ (𝑐 − 2) ....................................................................................... (2.18)

𝑏.𝑐 2 ℎ 𝑏.𝑐 2 .𝐸2 𝑏.𝑐.𝐸2 ℎ


𝐼= 𝑓𝑐′ − 𝑏. 𝑐. 𝑓𝑐 ′ (𝑐 − 2) + (𝜀𝑐𝑐𝑢) − (𝑐 − 2) (𝜀𝑐𝑐𝑢) .......... (2.19)
2 3 2

Parameter model tegangan


2𝑓𝑐 ′
𝜀𝑡′ = 𝐸 .................................................................................................... (2.20)
𝑐 −𝐸2

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝜀𝑡′ = tegangan tarik bersih pada kuat nominal baja, (in/in’ atau mm/mm’)

𝑓𝑐 ′𝑐 −𝑓𝑐 ′
𝐸2 = ................................................................................................. (2.21)
𝜀𝑐𝑐𝑢

𝑓𝑐 ′𝑐 = 𝑓𝑐′ + 3,3𝐾𝑎 . 𝑓𝑖 ................................................................................... (2.22)

𝑓 𝜀 0,45
𝜀𝑐𝑐𝑢 = 𝜀𝑐′ (1,5 + 12𝐾𝑏 𝑓 𝑖′ ( 𝜀𝑓𝑒′ ) ) ........................................................... (2.23)
𝑐 𝑐

2 2
1−[(𝑏)(ℎ−2𝑟𝑐) +(𝑏)((ℎ−2𝑟𝑐) ]
ℎ ℎ
3∙𝐴𝑔
−𝜌
𝐴𝑒
⁄𝐴 = ........................................................(2.24)
𝑐 1−𝜌

𝐴 𝑏 2
𝐾𝑎 = 𝐴𝑒 (ℎ) ............................................................................................... (2.25)
𝑐

𝐴 𝑏 0,5
𝐾𝑏 = 𝐴𝑒 (ℎ) ............................................................................................. (2.26)
𝑐

Ψ𝑓 .2.𝐸𝑓 .𝑛.𝑡𝑓 .𝜀𝑓𝑒


𝑓𝑖 = √𝑏 2 +ℎ2
........................................................................................ (2.27)

𝜀𝑓𝑒 = 𝐾ε × 𝜀𝑓𝑢 ..............................................................................................(2.28)

(Sumber : ACI 440.2R-08)

Dengan:

𝐾ε = Faktor efisiensi tegangan FRP, 055

𝐸2 = kemiringan model tegangan linier untuk beton yang dibungkus FRP, (psi atau Mpa)
𝐴𝑒 = luas efektif potongan melintang beton (in2 atau mm2)

𝐴𝑐 = luas perkuatan FRP eksternal (in2 atau mm2)

𝑟𝑐 = radius sisi penampang prismatik yang dibungkus dengan FRP, (in atau mm)

𝜌 = rasio tulangan

𝐾𝑎 = faktor efisiensi dari perkuatan FRP untuk menentukan 𝑓𝑐 ′𝑐

𝐾𝑏 = faktor efisiensi dari perkuatan FRP untuk menentukan 𝜀𝑐𝑐𝑢

𝑓𝑖 = tegangan maksimum selimut karena FRP, (psi atau Mpa)

3. Cek kurva diagram interaksi dengan kebutuhan Pu dan Mu

2.8 Desain Concrete Jacketing Berdasarkan IS 15988 2013

IS 15988 2013 merupakan pedoman dalam evaluasi dan perkuatan struktur beton
bertulang eksisting yang dikeluarkan oleh Bureau of Indian Standards. Pada
perkuatan struktur beton pada kolom, metode yang digunakan adalah concrete
jacketing. Desain perkuatan dengan concrete jacketing terdiri dari perencanaan
dimensi jaket beton beserta tulangan longitudinal dan pengikat atau sengkang.

A. Desain jaket beton kolom dan tulangan longitudinal pembungkus

Perhitungan desain jaket beton kolom dan tulangan longitudinal pada intinya adalah
merencanakan ketebalan dimensi jaket dan besaran tulangan yang dipasang
berdasarkan pada beban aksial P dan momen M yang ditanggung kolom. Langkah-
langkah dalam desain perkuatan kolom dengan concrete jacketing sebagai berikut:

1. Menghitung beban aksial P dan momen M yang akan ditanggung oleh kolom.
2. Memperkirakan ukuran kolom dan tulangan untuk P dan M yang ditentukan
sebelumnya.
3. Ukuran kolom dan jumlah tulangan kondisi eksisting dikurangkan untuk
mendapat besaran beton dan tulangan jaket yang akan dipasangkan.
4. Menentukan ukuran penampang kolom dan tulangan jaket yang akan
dipasangkan.
5. Meningkatkan besaran beton dan tulangan yang seharusnya disediakan, untuk
kemanan.

𝐴𝑐 = (3⁄2)𝐴′𝑐 𝑑𝑎𝑛 𝐴𝑠 = (4⁄3)𝐴′𝑠 ............................................................ (2.29)

(Sumber : IS 15988, 2013)

Dengan:

𝐴𝑐 = luasan beton aktual yang disediakan dalam jaket pembungkus (mm2)


𝐴𝑠 = luasan baja aktual yang disediakan dalam jaket pembungkus (mm2)
𝐴′𝑐 = luasan beton yang diperoleh untuk jaket pembungkus setelah dikurangi beton dan tulangan
kondisi eksisting (mm2)
𝐴′𝑠 = luasan baja yang diperoleh untuk jaket pembungkus setelah dikurangi beton dan tulangan
kondisi eksisting (mm2)

Jacketing column memiliki spesifikasi minimum sebagai berikut:


1. Kekuatan bahan baru harus sama atau lebih besar dari pada kolom yang ada.
Kekuatan beton minimal 5 MPa lebih besar dari kekuatan beton yang ada.
2. Untuk kolom di mana penguatan longitudinal ekstra tidak diperlukan, minimal
diletakan tulangan Ø12 mm di empat sudut dan ikatan atau sengkang D8 mm
dengan tekukan 135° dan panjang 10 kali diameter.
3. Ketebalan jaket minimal harus 100 mm.
4. Pengikat lateral untuk semua batang longitudinal harus disediakan oleh ikatan
dengan sudut yang disertakan tidak lebih dari 135°.
5. Diameter minimum sengkang yang digunakan minimal harus 8 mm dan tidak
kurang dari sepertiga diameter batang longitudinal.
6. Jarak vertikal sengkang tidak melebihi 200 mm, sedangkan jarak dekat dengan
sendi dalam panjang ¼ dari ketinggian yang tidak boleh melebihi 100 mm. Jarak
ikatan atau sengkang disarankan tidak melebihi ketebalan dari jaket atau kurang
dari 200 mm.

7. Sebagai sambungan antara kolom dengan pondasi atau pelat dilakukan


penjangkaran.
𝑓𝑦 .𝑑𝑏
𝑙𝑑ℎ = 5,4 ................................................................................................. (2.30)
√ 𝑓𝑐 ′
(Sumber : SNI-03-2847-2002)

Dengan:

𝑙𝑑ℎ = panjang penyaluran (mm)


𝑓𝑦 = tegangan leleh baja (N/mm2)

𝑑𝑏 = diameter tulangan (mm)

𝑓𝑐 ′ = kuat tekan beton (N/mm2)

B. Desain tulangan sengkang pembungkus

Pengikat lateral atau sengkang dibutuhkan untuk menghindari kegagalan geser


lentur pada kolom dan memberikan sifat mengikat pada tulangan longitudinal yang
memadai. Desain pengikat lateral atau sengkang, dijabarkan sebagai berikut:
𝑓𝑦 × 𝑑ℎ2
𝑠= .................................................................................................. (2.31)
√𝑓𝑐 ′𝑘 × 𝑡𝑗

(Sumber : IS 15988, 2013)

Dengan :
𝑠 = jarak antar sengkang (mm)
𝑓𝑦 = tegangan leleh baja (N/mm2)

𝑓𝑐 ′𝑘 = kuat tekan beton karateristik (N/mm2)


𝑡𝑗 = ketebalan jaket (mm)

𝑑ℎ = diameter tulangan longitudinal (mm)


Gambar Pasar “X” Sebelum Kebakaran (Sumber : jateng.antaranews.
com/berita/188477/pembangunan-pasar-johar-baru-semarang-
dikebut)

Gambar Pasar “X” Pasca Kebakaran (Sumber: http://anakkopi.id/akhir-


kisah-pasar-johar-semarang/)

Gambar Pasar “X” Pasca Kebakaran


1. Hasil uji kuat tarik baja tulangan Pasar “X”. Hasil pengujian didapat dari
Laboratorium Rekayasa Struktur Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung. Data hasil uji kuat tekan dijabarkan sebagai berikut:
a. Sampel baja tulangan untuk kolom berjumlah 9 sampel, dengan kuat tarik
setara dengan BJTP 24 dengan kuat leleh 240 MPa dan kuat tarik 390 MPa.
b. Sampel untuk pelat atap berjumlah 8 sampel, dengan kuat tarik setara dengan
BJTP 24 dengan kuat leleh 240 MPa dan kuat tarik 390 MPa.
c. Sampel untuk pelat lantai podium berjumlah 7 sampel, dengan kuat tarik
setara dengan BJTP 24 dengan kuat leleh 240 MPa dan kuat tarik 390 MPa.
2. Hasil Rebar Scan kolom Pasar “X” untuk mengetahui susunan kolom beton
bertulang. Hasil Rebar Scan sebagai berikut:

Gambar 3.9 Hasil Rebar Scan Kolom Pasar “X” (Sumber: Hermawan dkk.,
2017)

Gambar 3.10 Hasil Rebar Scan Kolom Pasar “X” (Sumber: Hermawan
dkk., 2017)
3. Data spesifikasi FRP didapat dari Fosroc International Ltd.

Berdasarkan hasil uji kuat tekan beton Pasar “X”, diperkirakan struktur kolom tidak
akan mampu menanggung beban yang berupa beban hidup akibat nilai kuat tekan
yang ditunjukkan sangat rendah. Hal ini, ditunjukan dengan tidak beroperasinya
pasar pasca kebakaran. Pengoperasian pasar diperkirakan akan mengakibatkan
kerusakan secara kompresi pada kolom akibat nilai kuat tekan yang rendah. Untuk
mengecek kemampuan kolom, maka akan dilakukan pemodelan struktur.

A. Memodelkan struktur berdasarkan data – data yang terkumpul dengan ETABS


2016
Pemodelan struktur dilakukan secara komputasi dengan software ETABS 2016.
Kegiatan ini bertujuan untuk menghitung pembebanan dan mengecek kapasitas
struktur kolom (aman atau tidak). Data yang dimasukkan untuk analisis dan desain
struktur dalam ETABS 2016 adalah sebagai berikut:
1. Dimensi penampang struktur, berdasarkan denah eksisting Pasar “X”, dengan
dimensi struktur sebagai berikut:
a. Kolom podium, berbentuk segi 8 dengan diameter 43 cm dengan tinggi pada
lantai 1 adalah 242 cm dan lantai 2 adalah 403 cm. Tulangan sengkang Ø8-
150 dan tulangan utama 8 Ø16. Kuat tekan beton 𝑓𝑐 ’ adalah 4,35 MPa dan
kuat tarik baja tulangan 𝑓𝑦 adalah 390 MPa dan kuat leleh 𝑓𝑢 adalah 240 MPa.
b. Kolom tinggi, berbentuk segi 8 dengan diameter 43 cm dengan tinggi 645 cm.
Tulangan sengkang Ø8-150 dan tulangan utama 8 Ø16. Kuat tekan beton 𝑓𝑐 ’
adalah 1,25 MPa dan kuat tarik baja tulangan 𝑓𝑦 adalah 390 MPa dan kuat
leleh 𝑓𝑢 adalah 240 MPa.
c. Pelat atap, dengan tebal 200 mm. Kuat tekan beton 𝑓𝑐 ’ adalah 9,34 MPa dan
kuat tarik baja tulangan 𝑓𝑦 adalah 390 MPa dan kuat leleh 𝑓𝑢 adalah 240 MPa.
d. Pelat podium, dengan tebal 200 mm. Kuat tekan beton 𝑓𝑐 ’ adalah 5,02 MPa
dan kuat tarik baja tulangan 𝑓𝑦 adalah 390 MPa dan kuat leleh 𝑓𝑢 adalah 240
MPa.
2. Penetapan kondisi pembebanan, kombinasi beban pada struktur beton mengacu
pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-
2847-2002.
3. Penentuan beban pada struktur, dengan asumsi berdasarkan Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung SNI-03-1727-1989-PPURG.

B. Merencanakan perkuatan struktur kolom dengan pemasangan FRP

Perkuatan struktur kolom dengan pemasangan FRP dilakukan dengan tahapan


sebagai berikut:
1. Permukaan kolom beton dihaluskan dengan cara diamplas.
2. Membersihkan kolom dari kotoran.
3. Untuk permukaan yang berlubang atau retak diisi bahan grouting berupa
Nitomortar TC2000.
4. Setelah permukaan siap, permukaan diberi lapisan epoxy berupa Nitowrap XS
primer sebagai perekat lapisan FRP dengan menggunakan rol khusus. Setelah itu
dilakukan penekanan terhadap lembaran FRP sampai epoxy menembus ke dalam
serat hingga mencapai pembasahan sempurna antara serat dan epoxy. Pelapisan
FRP dilakukan tidak lebih dari 90 menit (pot life) setelah dilapisi epoxy. Pot life
Adalah waktu yang dibutuhkan dari pengadukan hingga material tersebut
terpasang. Pada lapisan berikutnya, dibutuhkan waktu 10 jam (epoxy sudah
kering).
5. Lapisan FRP jenis karbon bentuk lembaran dipasang penuh sepanjang kolom
secara spiral dari bawah ke atas, jumlah lapisan yang dipasang berdasarkan pada
perhitungan.
6. Untuk overlap antar FRP sepanjang 6”.

Perhitungan yang direncanakan adalah FRP Nitowrap FRC 300 dan FRC 530
dengan alasan kedua FRC ini memiliki spesifikasi terbaik, seperti yang
diperlihatkan pada Tabel

Tabel Spesifikasi Data FRP


Spesifikasi FRC 300 FRC 530
Ketebalan per lapisan (mm) 0,167 0,293
Modulus elastisitas (kg/cm2) 2,35 . 106 2,35 . 106
Kuat tarik (kg/cm:lebar) 590 1050
Kuat Tarik ultimit (kg/cm2) 35500 35500
(𝜀𝑓𝑢 ∗) 0,21 0,21
Dimensi (m2) 0,5 x 100 0,5 x 50
(Sumber : Fosroc International Ltd)

Perhitungan perkuatan pemasangan FRP direncanakan berdasarkan ACI 440.2R-


08. Berikut tahapan perhitungan:
1. Mencari nilai Pn dan Mn kolom pada titik yang ditentukan sebelum diperkuat
dengan FRP menggunakan diagram interaksi yang didapat dari hasil ETABS
2016.
2. Menghitung desain properti material menggunakan Persamaan 2.1 dan
Persamaan 2.2.
3. Menghitung tegangan efektif pada perkuatan geser FRP menggunakan
Persamaan 2.3.
4. Menentukan area perkuatan FRP yang dibutuhkan menggunakan Persamaan 2.4
dan Persamaan 2.5.
5. Menentukan jumlah lapisan menggunakan Persamaan 2.6.
6. Menentukan nilai A, B, C, D, E, F, G, H dan I menggunakan Persamaan 2.11
sampai Persamaan 2.19.
7. Mencari nilai Pn dan Mn kolom setelah diperkuat dengan FRP menggunakan
Persamaan 2.7, Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9.
8. Membandingkan nilai Pn dan Mn kolom sebelum dan setelah diperkuat
menggunakan diagram interaksi.
Berdasarkan ACI 440.2R-08 perencanaan perkuatan kolom dengan FRP sejumlah
6 lapis mampu meningkatkan kapasitas kolom terhadap beban aksial sebesar 1.940
kN dan terhadap momen lentur sebesar 51 kN.m. Dengan acuan ini, maka pada
perencanaan perkuatan kolom dengan FRP Pasar “X” diperkirakan berjumlah
kurang lebih sama yaitu 6 lapis.

C. Merencanakan perkuatan struktur kolom dengan concrete jacketing


Perkuatan struktur kolom dengan concrete jacketing yang direncanakan terdapat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Beton pembungkus yang direncanakan memiliki mutu K 250.
2. Tulangan pembungkus yang rencanakan adalah D16, BJTD 40.
3. Tulangan sengkang yang direncanakan adalah Ø8 mm.
4. Tebal beton pembungkus yang direncanakan minimal 100 mm.
5. Bila tidak diperlukan tulangan ekstra atau pembungkus, maka minimal diletakan
tulangan Ø12 mm di empat sudut dan sengkang Ø8 mm dengan tekukan 135°
dan panjang 10 kali diameter.
6. Jarak vertikal sengkang tidak melebihi 200 mm, sedangkan jarak pada daerah
tumpuan tidak boleh melebihi 100 mm.
7. Angkur untuk mengaitkan tulangan lama dan baru (komposit) diberikan dengan
tulangan Ø10 dengan tekukan siku 90˚ pada tulangan baru dan 135˚ pada
tulangan lama dengan panjang hook 6db dipasang setiap jarak 300 mm.
8. Sebagai sambungan antara kolom dengan pondasi atau pelat dilakukan
penjangkaran. Penjangkaran dilakukan dengan cara menyalurkan tulangan
longitudinal kolom ke pelat dan pondasi. Panjang penjangkaran dihitung dengan
Persamaan 2.30.
9. Penjangkaran dilakukan dengan membuat lubang terlebih dahulu dengan
membor pelat sebesar diameter angkur ditambah 6 mm. Pengeboran dilakukan
sedalam panjang penjangkaran.
10. Lubang penjangkaran terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran.
11. Cairan epoxy sebagai bahan grouting dimasukkan ke dalam lubang setinggi
setengah lubang. Lubang yang terisi dengan epoxy tidak boleh terdapat rongga
udara.
12. Tulangan untuk penjangkaran dimasukkan dengan cara diputar secara perlahan
ke dasar lubang sampai cairan epoxy meluap.
13. Sebelum dilakukan pembungkusan dengan beton baru, permukaan kolom
terlebih dahulu di chipping hingga ke tulangan.
14. Campuran beton untuk perkuatan dengan concrete jacketing adalah berbahan
micro concrete yang mana sifatnya dapat memadat sendiri tanpa bantuan
vibrator, sehingga disebut juga dengan self compaction concrete (SCC).

Gambar 3.11 Detail Penjangkaran (Sumber: Okakpu, 2013)


Perhitungan perkuatan concrete jacketing untuk perkuatan kolom berdasarkan IS
15988 2013. Tahapan perhitungan dijabarkan sebagai berikut:

1. Menentukan nilai Pu dan Mu yang dibutuhkan berdasarkan hasil ETABS 2016.


2. Menentukan ukuran kolom dan tulangan berdasarkan nilai Pu dan Mu secara
komputasi dengan ETABS 2016.
3. Menghitung luas concrete jacketing pembungkus (𝐴′𝑐 ) dengan cara mengurangi
ukuran kolom yang dibutuhkan dengan ukuran kolom eksisting. Nilai
𝐴′𝑐 minimal 100 mm.
4. Menghitung luas tulangan longitudinal ekstra (𝐴′𝑠 ) dengan cara mengurangi luas
tulangan longitudinal kolom yang dibutuhkan dengan luas tulangan longitudinal
kolom eksisting.
5. Menghitung luas concrete jacketing pembungkus aktual (𝐴𝑐 ) dengan Persamaan
2.29.
6. Menghitung luas tulangan longitudinal ekstra aktual (𝐴𝑠 ) dengan Persamaan
2.29.

7. Menghitung jarak antar sengkang dengan Persamaan 2.31.

Berdasarkan IS 15988 2013 ketentuan tebal minimum jaket beton adalah 100 mm,
tulangan longitudinal minimum berjumlah 4 dengan tulangan sengkang yang lebih
rapat. Perhitungan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
Apabila kapasitas kolom masih belum mencukupi, maka tebal akan ditambah.
Asumsi ini diperkirakan akan menambah kapasitas kolom sebesar kurang lebih 4
kali liat dengan acuan Jirsa dan Alcocer (1991).

D. Menghitung biaya material yang diperlukan untuk perkuatan kolom dengan


pemasangan FRP dan concrete jacketing.

Anda mungkin juga menyukai