Anda di halaman 1dari 55

Nizar Taruna, S.

Pd

Adab Safar | 0
DAFTAR ISI
MUQADDIMAH .......................................................... 7

ADAB-ADAB SAFAR .................................................... 9

A. ADAB-ADAB SEBELUM SAFAR .......................... 9

1. Melakukan shalat Istikharah sebelum


bepergian, yaitu shalat sunnah dua raka’at
kemudian berdo’a dengan do’a Istikharah..... 9

2. Hendaknya bertaubat kepada Allah


dari segala macam kemaksiatan yang telah
diperbuatnya dan beristighfar dari setiap dosa
yang dilakukannya, karena dia tidak
mengetahui apa yang akan terjadi setelah ia
melakukan safar dan tidak mengetahui pula
takdir yang menimpanya. ............................ 10

3. Menyelesaikan berbagai
persengketaan ............................................. 12

4. Hendaknya melakukan safar


(perjalanan) bersama dengan dua orang atau
lebih. 12

5. Seorang musafir hendaknya memilih


teman perjalanan yang shalih, yaitu orang
yang dapat membantu menjaga agamanya,
menegurnya apabila lupa, membantunya jika
dibutuhkan dan mengajarinya apabila ia tidak
tahu. 13

Adab Safar | 1
6. Mengangkat pemimpin ................... 14

7. Disunnahkan untuk melakukan safar


(perjalanan) pada hari Kamis dan berangkat
pagi-pagi ketika akan melakukan perjalanan.
15

8. Melakukan shalat dua raka’at ketika


hendak pergi ................................................ 17

9. Berpamitan kepada keluarga dan


teman-teman yang ditinggalkan. ................. 18

B. ADAB-ADAB KETIKA SAFAR ............................ 20

1. Membaca doa ketika keluar rumah . 20

2. Mendoakan orang yang ditinggalkan


21

3. Menaiki kendaraan dan mengucapkan


do’a safar (bepergian). ................................. 23

4. Bertakbir (mengucapkan ‫للاهُأ َ ْك َب هُر‬


ُ
(Allahu Akbar)) ketika sedang jalan mendaki
dan bertasbih (mengucapakan ‫سهب َْحانَُُللا‬
(Subhanallaah) ketika jalan menurun. ......... 24

5. Memperbanyak mengucapkan do’a,25

6. Melantunkan sya’ir dan puisi ........... 26

7. Beristirahat ketika sedang melakukan


perjalanan.................................................... 27

Adab Safar | 2
8. Berdoa menjelang subuh ................. 28

9. Membaca Bismillah ketika Anda atau


Kendaraan Anda Tergelincir ......................... 29

10. Doa masuk desa atau kota ........ 30

C. ADAB-ADAB SETELAH SAFAR (BEPERGIAN) .... 32

1. Mengucapkan doa sepulang safar ... 32

2. Memberitahukan terlebih dahulu


kedatangannya kepada keluarganya dan tidak
disukai untuk datang kembali dari bepergian
pada malam hari tanpa memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarganya. ........... 34

3. Shalat dua raka’at di masjid ketika tiba


dari safar (perjalanan) ................................. 35

sebagaimana hadits berikut: ........................ 35

D. KERINGANAN-KERINGANAN YANG DIDAPAT


SEORANG MUSAFIR ........................................... 37

1. Boleh tidak membasuh kaki saat


berwudhu, tapi cukup mengusap bagian atas
sepatu/sandal .............................................. 37

Syarat bolehnya mengusap bagian atas


sepatu/sandal .............................................. 38

Waktu mengusap bagian atas sepatu/sandal


.................................................................... 39

Adab Safar | 3
Kapan Tidak dibenarkan mengusap bagian
atas sepatu/sandal ...................................... 39

Cara mengusap bagian atas sepatu/sandal . 40

2. Boleh menggabung sholat &


meringkas sholat ......................................... 40

3. Boleh tidak puasa ramadhan ........... 43

4. Boleh sholat sunnah di atas kendaraan


kemanapun arah kendaraan ........................ 43

5. Boleh tidak sholat Jumat, tapi cukup


sholat dzuhur sebagai penggantinya............ 44

E. PERKARA PENTING KETIKA SAFAR .................. 46

1. Perempuan tidak boleh melakukan


perjalanan kecuali ditemani dengan mahrom
46

2. Jika masuk waktu shalat sementara


dia masih mukim lalu melakukan safar dan
shalat diperjalanan, apakah (sebaiknya)
mengqoshor salat atau tidak?...................... 46

3. Jika lupa mengerjakan shalat ketika


mukim lalu teringat ketika berada dalam
perjalanan, hendaknya dikerjakan tanpa
mengqoshor. ............................................... 47

Adab Safar | 4
4. Shalat-shalat sunnah rawatib yang
gugur (tidak dikerjakan) ketika dalam
perjalanan.................................................... 47

5. Merupakan sunnah meringankan


bacaan shalat ketika dalam perjalanan. ....... 48

6. Safar dihari Jum’at ........................... 48

7. Bacaan dzikir setelah shalat yang di


jama’ 48

8. Jika dia telah melakukan shalat dzuhur


dalam keadaan mukim, kemudian melakukan
perjalanan, apakah boleh melakukan shalat
ashar sebelum masuk waktu? ...................... 49

9. Jika melakukan jama takhir 2 dan dia


dalam perjalanan, kemudian mukim (selesai
dari safar) sebelum habis waktu shalat yang
pertama ....................................................... 49

10. Jika musafir tahu atau memiliki


keyakinan kuat bahwa dia akan sampai di
negerinya sebelum shalat ashar atau shalat
isya' 50

11. Ketika safar (melakukan


perjalanan) tidak disyaratkan niat melakukan
qoshor, menurut pendapat yang shahih. ..... 50

Adab Safar | 5
12. Kebanyakan Ahli Ilmu (ulama)
melarang menjama shalat ashar dengan
shalat jumu'at. ............................................. 51

13. Melakukan shalat qoshor adalah


sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan)
51

14. Rukhos as-safar (keringanan


dalam perjalanan) dibolehkan pada
perjalanan ketaatan dan maksiat menurut
pendapat yang benar. .................................. 51

15. Waktu sholat witir bagi musafir. 52

16. Jika makmum yang musafir ragu


dengan shalatnya imam, apakah shalat
sebagai musafir atau mukim, ....................... 52

DAFTAR PUSTAKA .................................................... 53

Adab Safar | 6
MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’aala yang telah


melimpahkan berbagai nikmat kepada kita sekalian.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada uswah hasanah kita, Nabi Muhammad
Sallallahu ‘alayhi wa Sallam.

Melakukan perjalanan (Safar) adalah hal lazim yang


dilakukan oleh manusia. Perjalanan dinas, perjalanan
haji, perjalanan menuntut ilmu, perjalanan berobat,
adalah diantara sekian banyak contoh perjalanan yang
dilakukan oleh manusia. Sebagai seorang muslim,
syariat telah memberikan kita petunjuk bagaimana
adab-adab yang perlu kita lakukan terkait perjalanan
tersebut. Dan syariatpun telah meringankan sebagian
kewajiban yang harus dijalankan seorang muslim
ketika ia menjadi musafir.

Buku dihadapan Anda ini adalah setitik debu


dihamparan padang pasir yang luas, yang mengulas
secara ringkas adab-adab safar dan beberapa hal
penting terkait safar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih


jauh dari kata sempurna. Karenanya setiap masukan

Adab Safar | 7
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
agar terjadi perbaikan dikemudian hari

Terakhir penulis berharap, semoga buku ini


bermanfaat dan dapat menjadi salah satu referensi
ketika seorang muslim hendak melakukan perjalanan
yang dengan mudah dibawa ketika akan melakukan
perjalanan. Dan ketika membacanya, mohon
keikhlasan anda untuk mendoakan penulis dan kedua
orang tua penulis agar diampuni dosa-dosanya dan
dimudahkan untuk memasuki syurga-Nya kelak.

Bekasi 17 November 2018


Al Faqir,

Nizar Taruna, S.Pd

Adab Safar | 8
ADAB-ADAB SAFAR

A. ADAB-ADAB SEBELUM SAFAR

1. Melakukan shalat Istikharah sebelum


bepergian, yaitu shalat sunnah dua raka’at
kemudian berdo’a dengan do’a Istikharah.

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata:


“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
kepada kami shalat Istikharah untuk memutuskan
segala sesuatu, sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengajarkan al-Qur-an. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila seseorang di
antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan
sesuatu, hendaklah melakukan shalat sunnat
(Istikharah) dua raka’at kemudian membaca do’a:

،‫ضلِكَُ ْال َعظِ ي ِْم‬ ْ َ‫ َوأَسْأَلهكَُ مِ نُْ ف‬، َ‫ َوأ َ ْست َ ْقد هِركَُ ِبقهد َْرتِك‬، َ‫ِّي أ َ ْستَخِ ي هْركَُ ِبع ِْلمِ ك‬ ُْ ِ‫اللَّ هه َُّم ِإن‬
َُ‫ اَللَّ هه َُّم إِنُْ كه ْنت‬،‫ب‬ ِ ‫عالَّ هُم ْالغهي ْهو‬ َ َُ‫ َوأ َ ْنت‬،‫لَ أ َ ْعلَ هم‬ ُ ‫ َوت َ ْعلَ هُم َو‬،‫لَ أ َ ْقد هِر‬
ُ ‫ِر َو‬ ُ‫فَإِنَّكَُ ت َ ْقد ه‬
‫عاقِبَ ُِة‬ َ ‫ي َو‬ ُْ ‫ي ِد ْينِي َو َمعَا ِش‬ ُْ ِ‫ي ف‬ُْ ‫ َخيْرُ ِل‬-‫س ِِّمى َحا َجت َ ُهه‬ َ ‫ َويه‬- ‫مْر‬َُ َ ‫ت َ ْعلَ هُم أَنَُّ َهذَا ُاْأل‬
ُْ‫ َو ِإن‬،ِ‫ي فِ ْيه‬ ُْ ‫اركُْ ِل‬ ِ ‫ِي ث هَُّم َب‬
ُْ ‫ي َو َي ِسِّرْ ُهه ل‬ ُْ ‫آج ِل ُِه فَا ْقدهرْ ُهه ِل‬
ِ ‫اج ِل ُِه َو‬
ِ ‫ع‬ َ :‫ل‬ َُ ‫أ َ ُْو قَا‬- ‫ي‬ ُْ ‫مْر‬ ِ َ‫أ‬
:‫ل‬ َُ ‫أ َ ُْو قَا‬- ‫ي‬ ُْ ‫مْر‬ ِ َ ‫عاقِبَ ُِة أ‬َ ‫ي َو‬ ُْ ‫ي َُو َم َعا ِش‬ ُْ ِ‫ي ِد ْين‬ ُْ ِ‫ي ف‬ُْ ‫مْر شَرُ ِل‬ َُ َ ‫كه ْنتَُ ت َ ْعلَ هُم أَنَُّ َهذَا اْأل‬
‫ْث كَانَُ ث ه َُّم‬ ُ‫ْر َحي ه‬ َُ ‫ِي ْالخَ ي‬َُ ‫ع ْن ُهه َوا ْقدهرُْ ل‬ َ ‫ِي‬ ُْ ‫ِّي َواص ِْر ْفن‬ َ ‫ فَاص ِْر ْف ُهه‬-‫آج ِل ُِه‬
ُْ ِ‫عن‬ ِ ‫اج ِل ُِه َو‬ ِ ‫ع‬ َ
‫ي بِ ُِه‬ُْ ‫ض ِن‬ ِ ْ‫أَر‬

Adab Safar | 9
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang
tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon
kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku)
dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-
Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung,
sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak
kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak
mengetahui dan Engkau-lah Yang Mahamengetahui
hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui
bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat
hendak-nya menyebutkan persoalannya) lebih baik
dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya ter-
hadap diriku -atau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘…Di dunia atau Akhirat’- sukseskanlah
untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah
berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui
bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam
agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap
diriku, atau -Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘…Di dunia atau akhirat,’- maka
singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku
dari padanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja
kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridhaan-
Mu kepadaku.” [HR. Al-Bukhari no. 1162, 6382 dan
7390]

2. Hendaknya bertaubat kepada Allah dari


segala macam kemaksiatan yang telah
diperbuatnya dan beristighfar dari setiap
dosa yang dilakukannya, karena dia tidak
mengetahui apa yang akan terjadi setelah

Adab Safar | 10
ia melakukan safar dan tidak mengetahui
pula takdir yang menimpanya.

Bagi seorang yang hendak safar hendaknya


mengembalikan barang-barang yang pernah
dirampasnya kepada pemiliknya, membayar hutang-
hutang, menyiapkan nafkah (uang belanja) kepada
yang wajib diberikan nafkah, segera menyelesaikan
perjanjian-perjanjian yang diulur-ulur dan menulis
wasiat kepada ahli warisnya dengan dihadiri para
saksi, dan meninggalkan uang belanja kepada
keluarganya (isteri, anak dan orang tua) dan
meninggalkan kebutuhan pokok yang dapat
mencukupinya. 1

Hendaknya seorang yang hendak safar tidak


membawa perbekalan kecuali dari sumber yang halal
lagi baik.

1
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‫ي شَيءُ لَ ُهه هم ْسلِمُ ام ِْرئُ َحقُ َما‬
ُْ ‫ص‬ ُِ ‫لَّ لَ ْيلَتَي‬
ِ ْ‫ْن يَبِيْتهُ فِيْ ُِه يهو‬ ِ ‫ ِع ْن َدُهه َم ْكُت هوْ بَةُ َو َو‬.
ُ ِ‫صيَّت ه ُه ه إ‬
“Tiada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang di dalamnya
(harus) diwasiatkan, lantas ia bermalam sampai dua malam melainkan
wasiat itu harus (sudah) ditulis olehnya.” ]HR. Al-Bukhari no. 2738, Muslim
no. 1627, Abu Dawud no. 2862, Ibnu Majah no. 2702, lihat Irwaa-ul Ghaliil
no. 1652]-penj

Adab Safar | 11
3. Menyelesaikan berbagai persengketaan

seperti menunaikan utang pada orang lain yang belum


terlunasi sesuai kemampuan, menunjuk siapa yang
bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa
dilunasi, mengembalikan barang-barang titipan,
mencatat wasiat, dan memberikan nafkah yang wajib
bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.2 Hal-hal ini
perlu disiapkan karena kita tidaklah tahu ajal kita
kapan menjemput. Boleh jadi saat safar, malaikat
maut datang menjemput. Allah Ta’ala berfirman,

ُ‫ُو َماُُت َد ِْري‬ َ ‫ِيُاألَرْ َح ِام‬


ْ ‫ُماُف‬َ ‫ُويَ ْعلَ هم‬ ْ ‫ُِويهن َِزِّ ل‬
َ َ‫هُالغَيْث‬ َ ‫عة‬ َ ‫َُّللاُ ِع ْن َدههُع ِْل همُالسَّا‬
َ َّ َّ‫إِن‬
ُ‫علِيم‬ َ َّ َّ‫يُُِأَرْ ضُت َ هموته ُ ِإن‬
َ ُ‫َُّللا‬ ِّ َ ‫ًاُو َماُتَد ِْريُنَ ْفسُ ِبأ‬
َ ‫غد‬ َ ُ ‫نَ ْفسُ َماذَاُت َ ْكسِبه‬
ُ‫َخبِير‬

“ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah


pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. ” (QS. Luqman: 34)

4. Hendaknya melakukan safar (perjalanan)


bersama dengan dua orang atau lebih.

Adab Safar | 12
Sebagaimana hadits:

ُ‫َان َوالثَّالَُث َ ُةه َر ْكب‬ َ ‫ش ْي‬


ُِ ‫طان‬ َ ‫ان‬ َ ‫ش ْي‬
ُِ ‫طانُ َوالرَّ ا ِك َب‬ َ ُ‫اَلرَّ اكِبه‬

“Satu pengendara (musafir) adalah syaitan, dua


pengendara (musafir) adalah dua syaitan, dan tiga
pengendara (musafir) ialah rombongan musafir.”2

5. Seorang musafir hendaknya memilih


teman perjalanan yang shalih, yaitu orang
yang dapat membantu menjaga agamanya,
menegurnya apabila lupa, membantunya
jika dibutuhkan dan mengajarinya apabila
ia tidak tahu.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,


“Rasullullah Sallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda,
“Seandainya manusia itu mengetahui (resiko)
melakukan perjalanan seorang diri sebagaimana yang
aku ketahui tentu tidak akan ada orang yang berjalan
sendirian di malam hari.” (HR. Bukhari) 3

2
Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/186), Abu Dawud (no. 2607), Imam
Malik dalam al-Muwaththa’ (II/978) dan at-Tirmidzi (no. 1674), ia berkata:
“Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani
rahimahullah dalam Sil-silah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 62) dan Shahiih
Sunan Abi Dawud (II/494).
3
Riyadhus Shalihin Jilid 2, Imam Nawawi, Duta Ilmu, Jakarta, 2006

Adab Safar | 13
Dari Amr ibu Syuaib dari bapaknya dari kakeknya
Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Sallallahu
‘alayhi wa Sallam bersabda, “seorang pengendara
adalah setan, dua orang pengendara adlah setan, dan
tiga orang pengendara adalah rombongan (yang
kuat).” (HR. Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’I dengan
sanad shahih. Tirmidzi berkata: “Hadits Hasan”) 4

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah


Sallallahu ‘alayhi wa Sallam serin ada dibelakang
dalam perjalanan sehingga beliau mengiringi orang
yang lemah, membonceng dan mendo’akannya.” (HR.
Abu Daud dengan sanad hasan)

6. Mengangkat pemimpin

Yaitu hendaknya menunjuk seorang ketua rombongan


dalam safar. Sebagaimana hadits:

ُ‫سفَرُ ف َْليهؤَ ِِّم هر ْوا أ َ َح َدكه ْم‬ ُْ ِ‫إِذَا كَانَُ ثَالَثَةُ ف‬.
َ ‫ي‬

4
Ibid

Adab Safar | 14
“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka
hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari
mereka sebagai ketua rombongan.” 5

Dan yang dipilih sebagai ketua rombongan adalah


orang yang mempunyai akhlak yang paling baik, paling
dekat dengan teman-temannya, paling dapat
mengutamakan kepentingan orang lain (tidak egois)
dan senantiasa mencari kesepakatan rombongan
(ketika ada perbedaan pendapat)

7. Disunnahkan untuk melakukan safar


(perjalanan) pada hari Kamis dan
berangkat pagi-pagi ketika akan
melakukan perjalanan.

Hal ini berdasarkan hadits shahih dari Ka’ab bin Malik


Radhiyallahu anhu :

َ َ‫ِيُغ َْز َوةُِتَب ْهوك‬


ُ َ‫ُوكَان‬، ْ ‫سلَّ َمُخ ََر َجُيَ ْو َُم‬
ْ ‫ُالخَمِ ي ِْسُف‬ َ ‫علَ ْيه‬
َ ‫ُِو‬ ‫صلَّىُ ه‬
َ ُ‫للا‬ َّ ِ‫أَنَّ ُالنَّب‬
َ ُ‫ي‬
ْ ‫يهحِ بُأَنْ ُيَ ْخ هر َجُيَ ْو َم‬.
ُ ِ ‫ُالخَمِ ي‬
‫ْس‬

5
Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2609). Disha-hihkan oleh
Syaikh al-Albani t dalam Shahiihul Jaami’ (no. 763) dan Shahiih Sunan Abi
Dawud (II/495).

Adab Safar | 15
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
menuju perang Tabuk pada hari Kamis dan telah
menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian)
pada hari Kamis.”6

Di dalam riwayat yang lain,

َّ ‫سفَر ُإ‬
ُ‫ل‬ َ ُ‫ي‬ ْ ِ‫سلَُّ َم ُيَ ْخ هر هج ُإِذَاُخ ََر َج ُف‬ َ ُ ‫صلَّىُللاه‬
َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ َ‫لَقَلَّ َماُكَان‬
َ ُِ‫ُرس ْهو هل ُللا‬
ْ ‫يَ ْو َم‬.
ُ ِ ‫ُالخَمِ ي‬
‫ْس‬

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila


bepergian senantiasa melakukannya pada hari Kamis.”
[HR. Al-Bukhari no. 2949] 7

Sedangkan dalil tentang disunnahkannya untuk


berangkat pagi-pagi ketika hendak melakukan
perjalanan adalah:

6
Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2950) dan Abu Dawud (no.
2605). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/162) karya Syaikh al-
Albani rahimahullah.
7
Dalam teks aslinya tertulis muttafaqun ‘alahi namun kami tidak
mendapatkannya di Shahih Muslim.-penj.

Adab Safar | 16
‫يُبهكه ْو ِرهَا‬ ِ َ‫اَللَّ هه َّمُب‬
ْ ‫اركْ ُألُِه َّم ِت‬
ْ ِ‫يُف‬

“Ya Allah, berkahilah ummatku pada pagi harinya.”


[HR. Abu Dawud no. 2606, at-Tirmidzi no. 1212, ia
berkata: “Hadits ini hasan.”]

Dan sangat disukai untuk memulai bepergian pada


waktu ad-Dulajah, yaitu awal malam atau sepanjang
malam, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

ْ ‫ضُت ه‬
ُ‫ط َوىُبِال َّل ْي ِل‬ َ ْ‫علَ ْيكه ْمُبِالد ْل َجةُِفَإِنَّ ُاألَر‬
َ

“Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam,


karena seolah-olah bumi itu terlipat pada waktu
malam.” [HR. Abu Dawud no. 2571, al-Hakim II/114,
I/445, hasan]

8. Melakukan shalat dua raka’at ketika


hendak pergi8.

8
Lihat pembahasan dalam Jaami’ Shohih Al Adzkar, hal. 153.

Adab Safar | 17
Sebagaimana terdapat dalam hadits dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ج الس ْوءُِ َو ِإ َذا‬ ُِ ‫ْن يَمْ نَ َُعانِكَُ مِ نُْ َم ْخ َر‬ ُِ ‫ل َر ْك َعتَي‬ َ َ‫ِإذَا خ ََرجْتَُ مِ نُْ َم ْن ِزلِكَُ ف‬
ُِِّ ‫ص‬
ُِ‫ل الس ْوء‬ ُِ ‫ل َر ْك َعت َُْي‬
ُِ ‫ن يَمْ نَ َعانِكَُ مِ نُْ َم ْد َخ‬ َ َ‫َدخ َْلتَُ إِلَى َم ْن ِزلِكَُ ف‬
ُِِّ ‫ص‬

“ Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah


shalat dua raka’at yang dengan ini akan
menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar
rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka
lakukanlah shalat dua raka’at yang akan
menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam
rumah .”9

9. Berpamitan kepada keluarga dan teman-


teman yang ditinggalkan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa


berpamitan kepada para Sahabatnya ketika akan safar
(bepergian), beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan do’a kepada salah seorang di antara
mereka, dengan do’a:

9
HR. Al Bazzar, hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323

Adab Safar | 18
َُ‫ع َمُِلك‬ َ َ‫ُوأ َ َمانَت َك‬
َ ُ‫ُوخ ََواتِي َْم‬ َ َ‫أ َ ْست َْو ِدعهُللاَُ ِد ْينَك‬.

“Aku menitipkan agamamu, amanahmu dan


perbuatanmu yang terakhir kepada Allah.” [HR.
Ahmad II/7, 25, 38, at-Tirmidzi no. 3443, Ibnu Hibban
no. 2376, al-Hakim II/97, dishahihkan dan disepakati
oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-
Shahiihah no. 14]

َ ‫( أ َ ْست َْو ِدع‬aku titipkan agamamu), yaitu aku


Makna َُ‫هُللاُ ِد ْينَك‬
memohon kepada Allah agar berkenan menjaga
agamamu (agar istiqamah dalam ketaatan kepada
Allah). Sedangkan yang dimaksud dengan amanah
adalah keluarga dan orang-orang yang selainnya serta
harta yang dititipkan, dijaga dan dikuasakan kepada
orang kepercayaan atau wakilnya atau yang semakna
dengan itu.

Makna َُ‫ع َملِك‬


َ ُ ‫( خ ََواتِي َْم‬perbuatanmu yang terakhir), yaitu
do’a untuknya agar akhir perbuatannya baik (husnul
khatimah). Hal ini karena, amalan terakhir merupakan
amalan yang paling menentukan baginya di Akhirat
kelak dan sebagai penghapus perbuatan-perbuatan
buruk yang dilakukan. 10

10
Lihat Adabus Safar, oleh Ummu ‘Abdillah.

Adab Safar | 19
B. ADAB-ADAB KETIKA SAFAR

1. Membaca doa ketika keluar rumah

ketika keluar rumah dianjurkan membaca do’a:

ِ َّ ‫لَّ ِب‬
ُ‫اّلل‬ ُ ِ‫لَ قه َّوُة َ إ‬ َُ ‫لَ َح ْو‬
ُ ‫ل َو‬ ُ ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا ت ََو َّك ْلته‬
َُِّ ‫علَى‬ َُِّ ‫بِس ُِْم‬

“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa


quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku
bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan
kecuali dengan-Nya)11.

Atau bisa pula dengan do’a:

ْ ‫ظل َُِم أ َ ُْو أ ه‬


،‫ظلَ َم‬ ْ َ‫ أ َ ُْو أ‬،َّ‫ل أ َ ُْو أهزَ ل‬ َ ‫ل أَ ُْو أ ه‬
َُّ ‫ أ َ ُْو أَ ِز‬،َّ‫ضل‬ ِ َ‫اللَّ هه َُّم إنِِّي أَعهوذ بِكَُ أَنُْ أ‬
َُّ ‫ض‬
َُّ ‫ل أ َ ُْو يهجْ َهلَُ عل‬
‫ي‬ َُ ‫أ َ ُْو أَجْ َه‬

“Allahumma inni a’udzu bika an adhilla aw udholla, aw


azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw
yujhala ‘alayya” [Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari
ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain,

11
HR. Abu Daud no. 5095 dan Tirmidzi no. 3426, dari Anas bin Malik. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa
At Tarhib no. 1605.

Adab Safar | 20
dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari
kebodohan diriku atau dijahilin orang lain]12.

2. Mendoakan orang yang ditinggalkan

Apabila seorang musafir hendak meninggalkan


seseorang,hendaklah ia berdoa:

ََُّ َُ‫أ َ ْست َْو ِدعهك‬


ِ ‫َّللا الَّذِى لَُ ت‬
‫َضي هُع َودَائِعههه‬

“Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin


menyia-nyiakan titipannya.”13

Dalilnya adalah,

«‫ل‬ َُ ‫ فَقَا‬-‫صلى للا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ َُِّ ‫ل‬ ُ‫عنِى َرسهو ه‬ َُ ‫عنُْ أَبِى ه َهري َْرُةَ قَا‬
َ ‫ل َو َّد‬ َ
ََُّ َُ‫» أ َ ْست َْو ِدعهك‬
ِ ‫َّللا الَّذِى لَُ ت‬
‫َضي هُع َودَائِعه ُهه‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi meninggalkanku dan
beliau mengucapkan, “Astawdi’ukallaha alladzi laa
tadhi’u wa daa-i’uhu (Aku menitipkan kalian pada
Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya)”

12
HR. Abu Daud no. 5094 dan Ibnu Majah no. 3884, dari Ummu Salamah.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At
Targhib wa At Tarhib no. 2442
13
Doa dan Wirid, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka Imam Syafi’I,
Jakarta, 2011

Adab Safar | 21
(HR. Ibnu Majah no. 2825 dan Ahmad 2: 358. Al Hafizh
Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dan bagi orang yang akan ditinggal, maka ia


mengucapkan doa sebagai berikut:

َُ‫ع َُملِك‬ َُ ‫َّللا دِينَكَُ َوأ َ َمانَُت َكَُ َوخ ََوات‬


َ ‫ِيم‬ ََُّ ُ‫أ َ ْست َْو ِدعه‬

“Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan


perbuatan terakhirmu kepada Allah”. 14

Dalilnya adalah,

َُ‫سف ًَرا ادْنهُ مِ نِِّى أ ه َو ِ ِّدعْكَُ َك َما كَان‬ َُ ‫هل إِذَا أ َ َرا َُد‬ ُ‫أَنَُّ ابْنَُ عه َم َُر كَانَُ يَقهو ه‬
ُِ ‫ل لِلرَّ ج‬
ََُّ ُ‫ل « أ َ ْست َْو ِدعه‬
َُ‫َّللا دِينَك‬ ُ‫فَ َيقهو ه‬.‫ ي َهو ِ ِّدعهنَا‬-‫صلى للا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ َُِّ ‫ل‬ ُ‫َرسهو ه‬
َُ‫ع َملِك‬
َ ‫ِيم‬ َُ ‫» َوأ َ َمانَت َكَُ َوخ ََوات‬

Sesungguhnya Ibnu ‘Umar pernah mengatakan pada


seseorang yang hendak bersafar, “Mendekatlah
padaku, aku akan menitipkan engkau sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menitipkan
kami, lalu beliau berkata: “Astawdi’ullaha diinaka, wa
amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan
agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu
kepada Allah)”.(HR. Tirmidzi no. 3443 dan Ahmad 2: 7.

14
Ibid

Adab Safar | 22
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan. Sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)

3. Menaiki kendaraan dan mengucapkan


do’a safar (bepergian).

Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


menaiki kendaraannya, beliau mengucapkan takbir
sebanyak tiga kali: ‫ ُللاه ُأ َ ْكبَ هُر‬,‫ ُللاه ُأ َ ْك َب هر‬,‫ للاه ُأ َ ْك َب هر‬kemudian
berdo’a:

ُ‫ الَلَُّ هه َّم‬، َ‫ َو ِإنَّا ِإ َلى َر ِِّبنَا لَ هم ْنقَ ِلب ْهون‬، َ‫خَّر لَنَا َهذَا َو َما كهنَّا لَهه هم ْق ُِرنِيْن‬
َُ ‫س‬ َ ‫ِي‬ ُْ ‫سه ْب َحانَُ الَّذ‬
‫إِنَّا نَسْأَلهكَُ فِي‬
‫سف ََرنَا‬ َ ‫علَ ْينَا‬ َ ُْ‫ الَلَّ هه َُّم َه ِّ ِون‬،‫ضى‬ َ ُْ‫ل َما ت َر‬ ُِ ‫ َومِ نَُ ْالعَ َم‬،‫سف َِرنَا َهذَا ْالبِرَُّ َوالت َّ ْق َوى‬ َ
‫ الَلَُّ هه َُّم‬،‫ي اْأل َ ْه ِل‬ ُْ ِ‫َر َو ْال َخ ِل ْيفَ ُةه ف‬
ُِ ‫سف‬َّ ‫ الَلَّ هه َُّم أ َ ْنتَُ الصَّاحِ بهُ فُِي ال‬،‫عنَّا به ْع َدهه‬ ْ ‫َهذَا َو‬
َ ‫اط ُِو‬
ُِ ‫ب فِي ْال َم‬
‫ال‬ ُِ َ‫ظ ُِر َوس ْهوءُِ ْال هم ْنقَل‬ َ ‫ي أَع ْهوذهبِكَُ مِ نُْ َو ْعثَاءُِ ال َّسف َُِر َوكَآبَ ُِة ْال َمُْن‬ ُْ ِِّ‫إِن‬
ُِ ‫َواْأل َ ْه‬
‫ل‬

“Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini


untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak
mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada
Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah, sesungguhnya
kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan
ini, kami memohon perbuatan yang membuat-Mu
ridha. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini, dan
dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah
teman dalam perjalanan dan yang mengurus

Adab Safar | 23
keluarga(ku). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian,
pemandangan yang menyedihkan dan perubahan
yang jelek dalam harta dan keluarga.” 15

Dalam hadits yang lain:

‫سَُف ُِر‬ َُ ‫سلَّ َُم إِذَا‬


َّ ‫ساف ََُر يَتَعَ َّو ُذه مِ نُْ َو ْعثَاءُِ ال‬ َ ُ‫صلَّى للاه‬
َ ‫علَ ْي ُِه َو‬ َ ُِ‫ل للا‬ ُ‫كَانَُ َرس ْهو ه‬
‫ظ ُِر ِفُي‬ َ ‫ َوس ْهوءُِ ْال َم ْن‬،‫ظله ْو ِم‬ْ ‫ع َوةُِ ْال َم‬
ُْ ‫ َو َد‬،‫ب َو ْال َح ْو ُِر بَ ْع َُد ْالك َْو ِر‬ُِ َ‫َوكَآبَ ُِة ْال هم ْنقَل‬
ُِ ‫ل َو ْال َما‬
‫ل‬ ُِ ‫اْأل َ ْه‬.

“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


melakukan perjalanan jauh, beliau berlindung kepada
Allah dari kelelahan perjalanan, perubahan yang
menyedihkan, kekurangan setelah kelebihan, do’a
orang-orang yang teraniaya serta pemandangan yang
buruk dalam keluarga dan hartanya.” [HR. Muslim no.
1343 (426)]

4. Bertakbir (mengucapkan ‫( هللاُ أ َ ْكب َُر‬Allahu


Akbar)) ketika sedang jalan mendaki dan

15
HR. Muslim no. 1342 dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, at-
Tirmidzi no. 3444, Abu Dawud no. 2599, Ahmad II/144 dan 150 dan an-
Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 548.

Adab Safar | 24
bertasbih (mengucapakan ‫هللا‬ َ‫سُ ْبحَان‬
(Subhanallaah) ketika jalan menurun.

Sebagaimana hadits Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu


anhu, ia berkata:

‫ص ِع ْدنَا َكبَّرْ نَا َُو إِذَا نَزَُ ْلنَا َسبَّحْ نَا‬


َ ‫كهنُا َّ إِذَا‬.

“Kami apabila berjalan menanjak mengucapkan takbir


(Allahu Akbar) dan apabila jalan menurun membaca
tasbih (Subhanallaah).” [HR. Al-Bukhari no. 2993-2994,
Ahmad III/333, ad-Da-rimi no. 2677, an-Nasa-i dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah no. 541 dan Ibnu Sunni dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah no. 516]

5. Memperbanyak mengucapkan do’a,

berdasarkan hadits:

ُ‫ع َوات‬ ‫ُثَال ه‬:‫ُِو َسلَّ َم‬


َ ‫َثُ َد‬ َ ‫علَ ْيه‬ ُ ُ‫ص َّلى‬
َ ُ‫للاه‬ َ ُِ‫ُرس ْهو هل ُللا‬ ْ ِ‫عنْ ُأَب‬
َ ‫ُقَا َل‬:َ‫يُه َهري َْرة َُقَال‬ َ
ْ ‫ُو َدع َْوة‬،
ُِ‫هُال َوا ِلد‬ َ ‫ساف ِِر‬ ْ ‫ُو َدع َْوة‬،
َ ‫هُال هم‬ ْ ‫هُال َم‬
َُ ‫ظله ْو ِم‬ ُْ ‫هم ْست َ َجابَات ُلَُشَكَّ ُفِ ْي ِهنَّ ُ َدع َْوة‬
‫ىُولَ ِدُِه‬
َ َ‫عل‬ َ .

Adab Safar | 25
Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Tiga do’a yang pasti dikabulkan (mustajab) dan tidak
ada keraguan lagi tentang-nya, do’anya seorang yang
dizhalimi, do’anya musafir (orang yang melakukan
perjalanan), do’a buruk orang tua terhadap anaknya.’”
[HR. Ah-mad II/434, Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidzi
no. 2741. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah oleh
Imam al-Albani no. 596]

6. Melantunkan sya’ir dan puisi

Sebagaimana hadits Salamah bin al-Akwa’


Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Kami bepergian
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menuju Khaibar, kemudian kami terus bergerak ketika
malam, lalu berkatalah seseorang kepada Amir bin
Akwa’, ‘Tidakkah engkau perdengarkan kepada kami
sya’ir-sya’ir kegembiraanmu?’ Hal ini dikarenakan
Amir adalah seorang penyair, kemudian beliau (Amir)
turun dari tunggangannya dan memberikan semangat
kepada orang-orang, seraya berkata: ‘Ya Allah, jika
tidak karena Engkau pasti kami tidak akan pernah
mendapatkan petunjuk, tidak pula kami bershadaqah
dan tidak pula kami shalat (hingga akhir do’a).’
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya: ‘Siapakah yang bersenandung itu?’ Mereka
menjawab: ‘Amir bin al-Akwa’.’ Kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Semoga Allah

Adab Safar | 26
memberikan rahmat kepadanya…’” [HR. Al-Bukhari
no. 2477 dan Muslim no. 1802 (124)]

7. Beristirahat ketika sedang melakukan


perjalanan.

Hal tersebut merupakan belas kasih kita kepada


hewan tunggangan, di samping memanfaatkannya
untuk tidur dan beristirahat. Namun demikian, perlu
memperhatikan keadaan tempat pemberhentian dan
sebaiknya menjauhkan diri dari jalanan, terutama
pada waktu malam hari, karena banyak serangga-
serangga dan hewan melata yang berbisa, juga
binatang buas berkeliaran pada malam hari di jalan-
jalan untuk memudahkan gerak mereka, di samping
mereka memunguti makanan yang berjatuhan (dari
para musafir) atau yang lainnya di jalanan tersebut
boleh jadi akan didatangi oleh mereka dan terganggu.
Apabila seseorang membuat tenda, maka sudah
seharusnya ia menjauhkan diri dari jalanan (saat
malam hari).

Saat singgah di suatu tempat berdoalah dengan doa


sebagai berikut:

َُ‫َر َما َخلَُق‬ ُِ ‫َّللا التَّا َّما‬


ُِّ ِ ‫ت مِ نُْ ش‬ َُِّ ‫ت‬ُِ ‫أَعهو ُذه بِ َك ِل َما‬

Adab Safar | 27
"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang
sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-
Nya." (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Sa'd bin Abi Waqqash Radhiyallahu


'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Khaulah binti
Hakim al-Salamiyah Radhiyallahu 'Anha berkata: Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:

‫َر َما َخلَقَُ لَ ُْم يَُضهرَّ ُهه‬ َّ َّ ‫َّللا الت‬


ُِّ ِ ‫اماتُِ مِ نُْ ش‬ َُِّ ‫ت‬ُِ ‫ل أَعهو ُذه بِ َك ِل َما‬
َُ ‫ل ث هَُّم قَا‬
ًُ ‫ل َم ْن ِز‬
َُ َ‫َمنُْ نَز‬
َُ‫ل مِ نُْ َم ْن ِز ِل ُِه ذَلِك‬
َُ ِ‫حتَّى يَرْ تَح‬ َُ ُ‫يء‬ ْ ‫ش‬ َ

"Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia


membaca: A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min
Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-
kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk
yang diciptakan-Nya) maka tak ada sesuatupun yang
membahayakannya sehingga ia beranjak dari
tempatnya tersebut." (HR. Muslim) 16

8. Berdoa menjelang subuh

16
http://www.voa-islam.com/read/doa/2011/04/23/14306/doa-saat-
singgah-di-satu-tempat-dalam-perjalanan-atau-
lainnya/#sthash.dBSN8YDg.dpbs, diakses tgl 21 oktober 2018

Adab Safar | 28
Bagi setiap orang yang sedang safar disunnahkan
membaca doa berikut ini ketika menjelang shubuh:

َ ََ َْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ
‫اح ْبنا َو أف ِض ْل عل ْينا‬ َ ٌ َ َ َ
ِ ‫س َّمع س ِامع ِبح ْم ِد‬
ِ ‫ ربنا ص‬، ‫هللا و حس ِن بال ِئ ِه علينا‬
َّ َ ً َ
. 17‫اهلل ِمن النار‬ ِ ‫ع ِائذا ِب‬

"Semoga ada yang mendengarkan pujian kami kepada


Allah (atas nikmat) dan cobaan-Nya yang baik bagi
kami. Wahai Rabb kami, dampingilah kami (peliharalah
kami) dan berilah karunia kepada kami dengan
berlindung kepada Allah dari api neraka." (HR. Al-
Bukhari no. 2993 Hadits ini Shohih. ).

9. Membaca Bismillah ketika Anda atau


Kendaraan Anda Tergelincir

Ketika seseorang tergelincir, hendaknya ia membaca


basmallah dan tidak mengucapkan caci-maki atau
perkataan buruk lainya. Bacalah:

ُِ‫بِس ُِْم للا‬

17
Doa dan Wirid, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka Imam Syafi’I,
Jakarta, 2011

Adab Safar | 29
“Dengan nama Allah.”18 (HR. Abu Dawud (no.4982)
dan Ahmad (5/95))

Imam Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya


meriwayatkan dari seseorang yang dibonceng oleh
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata,

“Tunggangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam


tergelincir, maka aku katakan: ‘Celaka setan.’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Janganlah
engkau mengucapkan ‘celakalah setan.’ Karena jika
engkau mengucapkannya, maka ia akan membesar
dan berkata: ‘dengan kekuatanku, aku jatuhkan dia.’
Jika engkau mengucapkan bismillah, maka ia akan
menjadi kecil hingga seperti seekor lalat.’”(HR. Ahmad,
Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

10. Doa masuk desa atau kota

Pada saat musafir memasuki desa atau kota kita


disunnahkan untuk membaca:

ْ َ ‫سبْعُ َو َماأ‬
ِ ‫ َو َربَُّ اْأل َ َر‬، َ‫ظلَ ْلن‬ َّ ‫اَللَّ هه َُّم َربَُّ ال‬
ِ‫سب ُْع‬
َّ ‫ضيْنَُ ال‬ ِ َّ ‫ت ال‬ ُِ ‫س َم َاوا‬
َُ‫ أَسْأَلهك‬.َُ‫الر َياحُِ َو َماذَ َريْن‬
ِّ ِ َُّ‫ َو َرب‬،‫ضلَ ْلن‬ ْ َ ‫و َربَُّ ال َّشيَاطِ يْنَُ َو َماأ‬، َ َ‫َو َماأ َ ْقلَ ْلن‬

18
https://muslimah.or.id/10314-amalkan-doa-doa-ini-ketika-mudik.html,
diakses 21 Oktober 2018

Adab Safar | 30
‫وأَع ْهوذهبِكَُ مِ ْنش ِ َِّرهَا َوش ِ َِّرأ َ ْه ِل َها‬،‫ا‬
َُ ‫ َو َخي َْر َمافِ ْي َه‬،‫َخي َْر َه ِذُِه ْالقَرْ يَ ُِة َو َخي َْرأ َ ْه ِل َها‬
‫َوش ِ َِّر َما ِف ْي َها‬

“Ya Allah, Rabb tujuh langit dan apa yang dinaunginya,


Rabb Penguasa tujuh bumi dan apa yang ada di
atasnya, Rabb yang menguasai setan-setan dan apa
yang mereka sesatkan, Rabb yang mengendalikan
angin dan apa yang diterbangkannya. Aku mohon
kepada-Mu kebaikan desa ini, kebaikan penduduknya
dan apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekan desa ini, kejelekan
penduduknya dan apa yang ada di dalamnya.” 19

(HR. An-Nasai dalam Sunanul Kubra (no.8775, 8776),


dan ‘Amalul Yaum wal Lailah (no.547, 548). Ibnus
Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no.524), al-
Hakim (II/100), dan yang lainnya Shuhaib. Hadits
Shahih. Imam adz-Dzahabi menyetujuinya)

19
ibid

Adab Safar | 31
C. ADAB-ADAB SETELAH
SAFAR (BEPERGIAN)

1. Mengucapkan doa sepulang safar

Yaitu dengan mengucapkan do’a Safar (bepergian),


sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kemudian
menambahkannya dengan lafazh do’a:

َُ‫عابِد ْهونَُ ل َِربِِّنَا حَامِ د ْهون‬


َ َُ‫آيِب ْهونَُ ت َائِب ْهون‬.

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan


selalu memuji kepada Rabb kami.” [HR. Muslim no.
1345, Ahmad III/187;189, an-Nasa-i no. 551 dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Sunni no. 526 dari
Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahua anhu]

Apabila kembali dari bepergian dan melalui bukit atau


melalui tempat yang luas lagi tinggi, bertakbir tiga kali
kemudian berdo’a:

‫ي ُء‬ ْ ‫ش‬َ ‫ل‬ُِِّ ‫علَى هك‬ َ ‫ لَ ُهه ْال هم ْلكهُ َولَهه ْالحَمْ هُد َوه َُهو‬،‫ل ش َِريْكَُ لَهه‬َُ ‫لَّ للاهُ َوحْ َدُهه‬
ُ ِ‫لَ إِلهَُ إ‬ُ
‫صدَقَُ للاهُ َو ْع َدهُه‬ َ ، َ‫ ل َِربِِّنَا حَامِ د ْهون‬، َ‫اجد ْهون‬ ِ ‫س‬ َ ، َ‫عابِد ْهون‬ َ ، َ‫ ت َا ِئب ْهون‬، َ‫قَ ِديْرُ آيِب ْهون‬
‫اب َوحُْ َدُهه‬ َ
َُ َ‫ع ْب َدُهه َوهَزَ َُم األحْز‬َ ‫ص َُر‬ َ َ‫ َون‬.

Adab Safar | 32
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah
Yang Mahaesa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya
kerajaan dan segala pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa
atas segala sesuatu, kami kembali dengan bertaubat,
tetap beribadah dan bersujud, serta selalu memuji
Rabb kami. Dialah Yang membenarkan janji-Nya,
menolong hamba-Nya dan menghancurkan segala
musuh dengan ke-Maha-esaan-Nya.” [HR. Al-Bukhari
no. 1797, Muslim no. 1344 (428)]

Dan sangat disukai (dianjurkan) untuk mengulang do’a


tersebut:

َُ‫عابِد ْهونَُ ل َِربِِّنَا حَامِ د ْهون‬


َ َُ‫آيِب ْهونَُ ت َائُِبه ْون‬.

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan


selalu memuji kepada Rabb kami.” [HR. Muslim no.
1345, Ahmad III/187;189, an-Nasa-i no. 551 dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Sunni no. 526 dari
Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu]

Hal ini berdasarkan perkataan Anas Radhiyallahu anhu


bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus
mengucapkan hal tersebut hingga kami tiba di
Madinah. [HR. Muslim no. 1345 (429)]

Adab Safar | 33
2. Memberitahukan terlebih dahulu
kedatangannya kepada keluarganya dan
tidak disukai untuk datang kembali dari
bepergian pada malam hari tanpa
memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarganya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang


seseorang mengetuk pintu rumah keluarganya di
waktu malam. Hal ini berdasarkan hadits berikut,

ْ َ‫سلَّ َُم أَنُْ ي‬


ًُ‫ط هرقَُ ُأَ ْهلَ ُهه لَ ْيال‬ َ ‫علَ ْي ُِه َو‬ ُ ‫ص َّلى‬
َ ‫للاه‬ َ ُ‫نَ َهى النَّ ِبي‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah


melarang seseorang untuk mengetuk (pintu rumah)
keluarganya pada waktu malam hari.” [HR. Al-Bukhari
no. 1801, Muslim no. 715 (184), dan lafazh ini
berdasarkan riwayat al-Bukhari]-penj.

Dan di dalam hadits lainnya disebutkan:

ْ َ‫سلَّ َم ُلَي‬
ُ‫ُكَانَ ُلَيَ ْد هخ هل ُ ِإلَّ ُغهد َْوة ًُأ َ ْو‬،‫ط هرقه ُُأ َ ْهلَهه‬ َ ُ‫صلَّىُللاه‬
َ ‫علَ ْيه‬
َ ‫ُِو‬ َ ُ ‫كَانَ ُالنَّ ِبي‬
ًُ‫ع ِشيَّة‬َُ .

Adab Safar | 34
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
mengetuk pintu (rumah keluarganya), tidak pula
masuk (ke rumah, setelah pulang dari bepergian)
kecuali pada pagi hari atau sore hari.” [HR. Al-Bukhari
no. 1800 dan Muslim no. 1928 (180), lafazh hadits ini
berdasarkan riwayat al-Bukhari]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan


hikmah, di balik dari pelarangan tersebut, dimana
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ش ِعث َ ُةه َوت َ ْستَحِ َُّد ْال هم ِغ ْيبَ ُةه‬ َُ ‫ي تَمْ ت َ ِش‬
َّ ‫ط ال‬ ُْ ‫ َك‬.

“Agar keluarganya mempunyai waktu terlebih dahulu


untuk merapikan diri, berhias, menyisir rambut yang
kusut dan dapat bersolek setelah ditinggal pergi.” [HR.
Muslim no. 715 (181)]

3. Shalat dua raka’at di masjid ketika tiba


dari safar (perjalanan)

sebagaimana hadits berikut:

ْ ‫سفَرُضهحً ىُ َد َخ َل‬
َُ‫ُال َمس ِْجد‬ َ ُ ْ‫سلَّ َمُكَانَ ُإِذَاُقَد َِمُمِ ن‬
َ ‫ُِو‬ َ ُ‫صلَّىُللاه‬
َ ‫علَ ْيه‬ َّ ِ‫إِنَّ ُالنَّب‬
َ ُ‫ي‬
َُ ‫ىُر ْكعَتَي ِْنُقَ ْبلَُأَنْ ُيَجْ ل‬
‫ِس‬ َ َّ‫صل‬
َ َ‫ف‬.

Adab Safar | 35
“Sesungguhnya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah tiba dari bepergian pada saat Dhuha,
beliau masuk ke dalam masjid dan kemudian shalat
dua raka’at sebelum duduk.” [HR. Al-Bukhari no. 3088
dan Muslim no. 2769, lafazh hadits ini berdasarkan
riwayat al-Bukhari]

Sedangkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah


Radhiyallahu anhu ia berkata: “Aku pernah bepergian
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika kami telah tiba di kota Madinah, beliau berkata
kepadaku:

ُ‫ُر ْكعَتَي ِْن‬ ْ ‫ا ه ْد هخ ِل‬.


َ َ‫ُال َمس ِْجدَُف‬
َ ‫ص ِِّل‬

“Masuklah masjid dan shalatlah dua raka’at.” [HR. Al-


Bukhari no. 3087]

Adab Safar | 36
D. KERINGANAN-KERINGANAN
YANG DIDAPAT SEORANG
MUSAFIR

Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan oleh


Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah dengan
menetapkan keringanan-keringanan (rukhsah). Dan
rukhsah yang Allah berikan kepada para musafir
adalah sebagai berikut

1. Boleh tidak membasuh kaki saat


berwudhu, tapi cukup mengusap bagian
atas sepatu/sandal

Musafir yang memakai sepatu/sandal saat


diperjalanan, diperbolehkan untuk tidak membasuh
kakinya tapi cukup mengusap sepatu/sandalnya
berdasarkan hadits Al-Mughirah bin Syu’bah yang
mnyatakan, “Nabi Sallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah
wudhu lalu mengusap kaus kaki dan sandalnya.” (HR.
Ahmad dinyatakan shahih oleh Al-Albani)20

Ibnu Umar pernah ditanya, “Kami melihatmu memakai


sandal model sabtiyah?” Ia menjawab, “Aku
memakainya karena Rasulullah Sallallahu ‘alayhi wa

20
Fiqih Sunnah untuk Wanita, Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Al-
I’tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2007

Adab Safar | 37
Sallam pernah memakainya dan berwudhu tanpa
melepasnya (mengusapnya).” (HR Bukhari dan
Muslim)

Zaid bin Wahb berkata, “Ali pernah kencing sambil


berdiri, lalu dia wudhu dan mengusap sandalnya.” (HR.
Baihaqi dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Syarat bolehnya mengusap bagian atas


sepatu/sandal
Agar boleh mengusap sepatu/sandal maka syarat yang
harus dipenuhi adalah ketika memakai sepatu/sandal
tersebut, ia (si pemakai) harus dalam keadalah suci
(berwudhu).

Al-Mughirah bin Syu’bah menuturkan, “Pada suatu


malan, aku menemani Nabi Sallallahu ‘alayhi wa
Sallam dalam perjalanan. Aku menuangka ari wudhu
beliau dari wadah, maka beliau membasuh wajah dan
kedua sikunya, lalu mengusap kepala. Ketika aku
membungkuk untuk melepas khufnya, beliau berkata,
“Tidak usah dilepas, karena aku memakainya dalam
keadaan suci.” Maka aku hanya mngusapnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)21

21
ibid

Adab Safar | 38
Waktu mengusap bagian atas sepatu/sandal
Seorang boleh mengusap sepatu/sandalnya setiap kali
wudhu selama sehari semalam. Perhitungannya
dimulai sejak usapan pertama setelah wudhu
sebelumnya batal. Jangka waktu ini diperuntukkan
bagi orang yang mukim, tetapi orang yang sedang
dalam perjalanan (safar) dibolehkan melakukannya
selama tiga hari tiga malam berdasarkan hadits yang
diriwayatkan Ali Radiyallahu ‘anhu. Ia menyatakan,
“Rasulullah Sallallahu ‘alayhi wa Sallam memberi
jangka waktu tiga hari tiga malam bagi musafir dan
sehari semalam bagi orang yang bermukim.” (HR
Muslim)

Kapan Tidak dibenarkan mengusap bagian atas


sepatu/sandal
Mengusap sepatu/sandal tidak berlaku jika terjadi hal-
hal berikut ini:

a. Junub baik karena mimpi ataupun karena


berhubungan badan
b. Berakhirnya jangka waktu mengusap
sepatu/sandal
c. Melepas sepatu/sandal

Bila seorang musafir hendak berwudlu dan


sebelumnya terjadi salah satu ketiga hal tersebut di

Adab Safar | 39
atas maka wajib atasnya melepaskan
sepatu/sandalnya dan membasuh kakinya

Cara mengusap bagian atas sepatu/sandal


Bagian sepatu/sandal yang boleh diusap adalah bagian
punggung kaki luar dan bukan bagian dalam atau
bawah telapak. Hal ini berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi
Tholib radhiyallahu ‘anhu,

ُ‫ْح مِ نُْ أ َ ْعالَُهه َوقَ ُْد َُرأَيْته‬


ُِ ‫هف ُأ َ ْو َلى ِب ْال َمس‬
ُِ ِّ ‫ل ْالخ‬ ُِ ْ‫لَ ُْو كَانَُ ال ِّدِينهُ بِالرَّ أ‬
ُ‫ى لَُكَانَُ أ َ ْس َف ه‬
َ ‫علَى‬
‫ظا ُِه ُِر هخفَّ ْي ُِه‬ َ ‫ح‬ ُ‫س ه‬َ ْ‫ يَم‬-‫صلى للا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ َُِّ ‫ل‬َُ ‫ َرسهو‬.

“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka


tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap
daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri
telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud
dinyatakan shahih oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar)

2. Boleh menggabung sholat & meringkas


sholat

Disyariatkan bagi orang yang safar (melakukan


perjalanan) untuk mengqoshor(menyingkat) shalatnya
jika telah keluar dari bangunan-bangunan negrinya.

Al-Bukhari meriwayatkan secara mu'alak di dalam


kitab sohihnya dari Ali bahwa Ali (melakukan safar)

Adab Safar | 40
keluar dari Kuffah dan mengqoshor shalatnya padahal
dia masih melihat bangunan-bangunan rumah. Ketika
kembali dikatakan kepadanya, "Ini adalah Kuffah" Ali
menjawab: "Jika kita telah memasukinya."(Hakim dan
Baihaqi menetapkan kemausulan (ketersambungan
hadits ini).

Dan Nabi pernah melakukan shalat zuhur empat


rakaat di Mandinah sedangkan shalat ashar di
Zulhulaifah dilakukan dua rakaat (qoshor).

Jika menjama (menggabungkan) dua shalat,


hendaknya mengumandangkan satu kali adzan dan
membaca dua kali Iqomat. Pada setiap shalat satu
Iqomat.

Dia boleh melaksanakannya pada awal waktu (jamak


taqdim), pertengahannya atau di akhirnya (jamak
takhir), selama pada waktu-waktu itu adalah masih
merupakan waktu untuk kedua shalat tersebut.

Menjama' (menggabungkan dua shalat) ketika dalam


perjalanan adalah sunnah ketika diperlukan. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu
Taimiyyah. Adapun bila tidak ada keperluan hukumnya
mubah (boleh).

Adab Safar | 41
Jika musafir shalat di belakang orang yang mukim, dia
mutlak melakukan empat rakaat sekalipun masbuk
(terlambat menjadi makmum) ketika tasyahud akhir.
Dia hendaknya melakukan shalat sebagaimana
shalatnya orang yang mukim empat rakaat. Yang
demikian adalah pendapat jumhur dan sunnah yang
jelas, yang dinukil dari para sahabat. Inilah yang dipilih
oleh dua Imam, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin –semoga
Allah merahmati keduanya-. (Lihat al-Majmu oleh an-
Nawawi 4/236)

Jika Musafir menjadi imam terhadap orang yang


mukim, maka dia mengqoshor shalat. Disyariatkan
baginya setelah selesai salam mengatakan (kepada
makmum yang mukim):

"Sempurnakanlah shalat kalian."

Telah diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' dari Ibu Umar


dari Umar bahwa dia datang ke Mekkah dan shalat
menjadi Imam. (Setelah selesai dari salam dia berujar,
"Sempurnakanlah shalat kalian sesungguhnya kami
adalah musafir."

Diriwayatkan pula secara marfu' dari Imron bin


Hushain dari Nabi, tetapi hadits ini lemah. Juga
dikeluarkan oleh Abu Dawud dan selainnya.

Adab Safar | 42
Jika diingatkan sebelum shalatpun tidak mengapa agar
tidak membuat kebingungan. 22

3. Boleh tidak puasa ramadhan

Bagi mereka yang dibolehkan melakukan shalat


qoshor, boleh baginya tidak berpuasa di siang bulan
Ramadhan, tetapi tidak sebaliknya. 23

Jika musafir melakukan safar (perjalanan) pada bulan


Ramadan, dia boleh berbuka dan boleh juga berpuasa,
tetapi yang terbaik baginya adalah yang paling mudah
(ringan). Jika puasa lebih ringan maka hendaknya
berpuasa. Tapi jika puasa lebih mudah hendaknya
berpuasa. Jika keduanya sama, maka puasa lebih
utama. Demikianlah yang dilakukan Nabi, sosok yang
paling bersegera menunaikan kewajiban dan
memudahkan manusia. Yang demikian adalah
pendapat jumhur menurut sebagian yang lain.

4. Boleh sholat sunnah di atas kendaraan


kemanapun arah kendaraan

22
Lihat “Bekal Penting Bagi Para Musafir” karya Abdullah bin Maani' al-
Utaibi
23
Ibid

Adab Safar | 43
Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) boleh
melakukan shalat nafilah (shalat sunah) di mobil atau
pesawat. Hal ini sebagaimana riwayat yang falid dari
Nabi bahwa beliau mengerjakan shalat sunnah di atas
punggung hewan tunggangannya dari berbagai
riwayat.24

5. Boleh tidak sholat Jumat, tapi cukup sholat


dzuhur sebagai penggantinya

Bagi mereka yang tidak terkena kewajiban melakukan


shalat jumu'at seperti musafir (orang-orang yang
sedang dalam perjalanan) atau orang yang sakit, boleh
melakukan shalat zuhur setelah matahari tergelincir,
sekalipun imam belum melaksanakan shalat jumu'at.

Musafir yang berdiam di suatu tempat tidak harus


melakukan shalat jumu'at selama dia masih dalam
perjalanan (belum membatalkan niat safarnya). Ibnu
al-Mundzir menukil ijma akan hal itu di dalam kitabnya
al-Ausath dan berkata, "Tidak ada yang menyelisihinya
selain Zuhri."

Diriwayatkan secara mualaq oleh al-Bukhari. Jika


musafir menghadiri shalat jumu'at hal itu sudah

24
Ibid

Adab Safar | 44
menggatikan shalat dzuhur. Sama saja apakah dia
mendapatkan dua rakaat atau satu rakaat (jumu'at)
dan melengkapi kekurangannya. Akan tetapi jika
musafir mendapat kurang dari satu rakaat maka yang
shahih baginya adalah mengqoshor, berbeda dengan
mereka yang mewajibkan melaksanakan empat
rakaat.

Adab Safar | 45
E. PERKARA PENTING KETIKA
SAFAR25

1. Perempuan tidak boleh melakukan


perjalanan kecuali ditemani dengan
mahrom

yaitu suami, atau setiap lelaki baligh, berakal yang


haram dinikahinya selamanya, baik lantaran nasab
(keturunan) atau sebab yang mubah (susuan atau
pernikahan).

2. Jika masuk waktu shalat sementara dia


masih mukim lalu melakukan safar dan
shalat diperjalanan, apakah (sebaiknya)
mengqoshor salat atau tidak?

Yang benar adalah mengqoshor shalatnya. Hal ini


sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Mundzir di
dalam kitab al-Aushat hal.4354 secara ijma.

25
Ibid

Adab Safar | 46
Adapun pendapat yang masyhur tidak mengqoshar
menurut Madzhab Hanbaly adalah pendapat yang
marjuh (lemah).

3. Jika lupa mengerjakan shalat ketika


mukim lalu teringat ketika berada dalam
perjalanan, hendaknya dikerjakan tanpa
mengqoshor.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu al-


Mundzir di dalam kitab al-Aushat hal.4368 secara ijma.
Adapun jika teringat belum melakukan shalat ketika
safar padahal dia telah dalam keadaan mukim, dalam
hal ini terdapat khilaf, apakah menyempurnakan atau
mengqoshor. Yang shahih adalah mengqoshor.

4. Shalat-shalat sunnah rawatib yang gugur


(tidak dikerjakan) ketika dalam
perjalanan

adalah shalat sunnah zuhur (qobliah dan ba'diah),


rawatib magrib (ba'diah magrib), rawatib isya' (ba'diah
Isya'). Sedangkan shalat sunnah fajr (2 rakaat sebelum
shalat subuh) juga shalat witir tidak gugur, bahkan
hendaknya mengerjakan keduanya. Boleh baginya
melakukan shalat dhuha, shalat setelah berwudhu dan
ketika masuk masjid (tahiyatul masjid).

Adab Safar | 47
5. Merupakan sunnah meringankan bacaan
shalat ketika dalam perjalanan.

Telah falid diriwayatkan bahwa Umar ketika shalat


sunnah fajar membaca al-Quraisy, juga al-Ikhlas.
Sedang Anas membaca al-A'la. (Hadits ini dikeluarkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dan semuanya shahih).

6. Safar dihari Jum’at

Melakukan safar (perjalanan) boleh dihari jum'at.


Akan tetapi jika telah dikumandangan adzan kedua
shalat jumu'at dan dia masih mukim haruslah tetap
tinggal untuk melakukan shalat jumu'at. Lain halnya
jika khawatir akan tertinggal rombongan atau jadwal
penerbangan. Dalam kondisi ini dibolehkan baginya
melakukan perjalanan.

Boleh juga melakukan perjalanan setelah adzan kedua


jika hendak melaksanakannya tetapi dia masih dalam
perjalanan; seperti jika akan melewati suatu negri
yang dekat dan akan melaksanakan shalat jumu'at
bersama mereka (setibanya disana).

7. Bacaan dzikir setelah shalat yang di jama’

Adab Safar | 48
Bacaan dzikir setelah sholat gugur pada shalat
pertama yang dijama'. Yang tinggal hanya bacaan
dzikir setelah shalat kedua. Akan tetapi jika bacaan
dzikir setelah shalat yang pertama lebih banyak
(panjang) maka dilakukan setelah shalat yang kedua;
seperti jika menjama shalat maghrib dengan shalat
isya', maka bacaan dzikir setelah magrib dibaca setelah
shalat isya'.

8. Jika dia telah melakukan shalat dzuhur


dalam keadaan mukim, kemudian
melakukan perjalanan, apakah boleh
melakukan shalat ashar sebelum masuk
waktu?

Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Utsaimin –semoga Allah


meridhoi keduanya- memilih tidak boleh. Yang
demikian karena tidak terpenuhi syarat melakukan
shalat jama. Dan dikarenakan tidak ada keperluan
untuk itu. Dia akan dan musti melaksanakan shalat
ashar. Sehingga hendaknya tidak melaksanakannya
kecuali setelah masuk waktunya.

9. Jika melakukan jama takhir 2 dan dia


dalam perjalanan, kemudian mukim
(selesai dari safar) sebelum habis waktu
shalat yang pertama

Adab Safar | 49
maka hendaknya menyempurnakan shalatnya (tanpa
qoshor). Sama saja apakah shalat pertama
dilaksanakan pada waktunya atau setelah keluar
waktu. Sedangkan jika waktu shalat yang pertama
telah terlewat diperjalanan kemudian mukim (selesai
dari safar) pada waktu shalat yang kedua, maka
hendaknya melakukan shalat yang pertama dengan
sempurna (tidak diqoshor). Pendapat ini dipilih oleh
Syaikh Ibnu Utsaimin.

Perbedaan antara hal ini dengan point ketiga adalah


tersisanya waktu antara dua waktu. Sedangkan
keadaan yang kedua telah sempurna. (Lihat al-Majmu
oleh an-Nawawi hal.4245)

10. Jika musafir tahu atau memiliki keyakinan


kuat bahwa dia akan sampai di negerinya
sebelum shalat ashar atau shalat isya'

yang lebih utama baginya adalah tidak menjama


karena tidak ada keperluan untuk dijama'. Tetapi jika
dia menjama'nya, maka tidak mengapa. (Lihat Majmu
Fatawa wa Rosail Syaikh Muhammad bin Utsaimin
hal.32215.)

11. Ketika safar (melakukan perjalanan)


tidak disyaratkan niat melakukan qoshor,
menurut pendapat yang shahih.

Adab Safar | 50
(Lihat Fatawa Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah
hal.24104)

12. Kebanyakan Ahli Ilmu (ulama) melarang


menjama shalat ashar dengan shalat
jumu'at.

Yang demikian ini masyhur pada madzab Hanbaly,


Syafi'iy dan selain mereka. Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu
Utsaimin –semoga Allah merahmati keduanya- juga
memilih pendapat yang melarang. (Lihat Majmu
Fatawa wa Rosail Syaikh Muhammad bin Utsaimin hal.
15371)

13. Melakukan shalat qoshor adalah sunnah


muakkadah (sunnah yang ditekankan)

bahkan ada yang mengatakan wajib. Sehingga Ibnu


Umar berkata, "Shalat dalam perjalanan dua rokaat,
siapa yang menyelisihi sunnah dia telah kafir."
(Sanadnya shahih. Dikeluarkan oleh Abdurrazaq, ath-
Thahawi dan selain keduanya).

14. Rukhos as-safar (keringanan dalam


perjalanan) dibolehkan pada perjalanan
ketaatan dan maksiat menurut pendapat
yang benar.

Adab Safar | 51
Yang demikian adalah pendapat yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang masyur
diriwayatkan darinya.

15. Waktu sholat witir bagi musafir

Jika musafir telah usai melakukan shalat jama taqdim


antara shalat maghrib dan shalat isya, masuklah waktu
shalat witir (shalat malam) (bersamaan dengan
usainya shalat jama). Tidak perlu menunggu sampai
masuk waktu isya' (untuk melakukan shalat
witir/malam).

16. Jika makmum yang musafir ragu dengan


shalatnya imam, apakah shalat sebagai
musafir atau mukim,

Maka pada asalnya makmum hendaknya


menyempurnakan shalatnya (tidak mengqoshor).
Akan tetapi jika makmum di dalam hatinya berkata,
"Jika imam menyempurnakan shalatnya, maka akupun
akan menyempurnakannya, tetapi jika dia
mengqoshor, maka akupun akan mengqoshor"
shalatnya sah. Yang demikian adalah bentuk pengaitan
niat bukan keragu-raguan. Yang demikian
sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad
Utsaimin t dalam penjelasan kitab al-Mumti' hal.4521.

Adab Safar | 52
DAFTAR PUSTAKA

Adab Harian Muslim Teladan, ‘Abdul Hamid bin


‘Abdirrahman as-Suhaibani, Penerbit Pustaka Ibnu
Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret
2006M

Persiapan Sebelum Safar, Muhammad Abduh Tuasikal,


MSc, https://rumaysho.com/1890-persiapan-
sebelum-safar.html, diakses tgl 13-10-2018

Doa dan Wirid, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka


Imam Syafi’I, Jakarta, 2011

Fiqih Sunnah untuk Wanita, Abu Malik Kamal bin


Sayyid Salim, Al-I’tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2007

Bekal Penting Bagi Para Musafir, Abdullah bin Maani'


al-Utaibi, indonesia, 2009

Amalkan doa-doa ini ketika mudik,


https://muslimah.or.id/10314-amalkan-doa-doa-ini-
ketika-mudik.html, diakses 21 Oktober 2018

Adab Safar | 53
Doa saat singgah di satu tempat dalam perjalanan
atau lainnya, http://www.voa-
islam.com/read/doa/2011/04/23/14306/doa-saat-
singgah-di-satu-tempat-dalam-perjalanan-atau-
lainnya/#sthash.dBSN8YDg.dpbs, diakses tgl 21
oktober 2018

Adab Safar | 54

Anda mungkin juga menyukai