Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Penyakit (CKD)


1.1.1 Definisi CKD
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan,
dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009)
1.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m dengan rumus Kockroft Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 12-29
5 Gagal Ginjal <15
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

1.1.2 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit

1
2

ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni
uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal
System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%,
disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan
12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2006).

1.1.4 Patofisiologi (Patway)


Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit.
Proses patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal
ginjal. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi
interstisial dan fibrosis adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan
fungsi ginjal (Copstead& banasik, 2010). Seluruh unit nefron secara bertahap
hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam
nefron ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi
massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron
yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan
kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di
duga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu
ini terus berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi
(Fauci et al., 2008).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga
tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron
yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan
pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika
penyakit berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal
di tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata
3

lebih lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi
uliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR
kurang dari 10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk
mempertahankan hidup. (Lemon, 2016: 1063)
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016: 1064
a. Nefropati diabetik : Peningkatan awal laju aliran glomerulus
menyebabkan hiperfiltrasi dengan akibat kerusakan glomerulus,
penebalan dan sklerosis membran basalis glomerulus dan glomerulus
kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan GFR
b. Nefrosklerosis hipertensi : Hipertensi jangka panjang menyebabkan
skelrosis dan penyempitan arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat
penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia, kerusakan
glomerulus, dan atrofi tubulus.
c. Glomerulonefritis kronik : Inflamasi interstisial kronik pada parenkim
ginjal menyebabkan obstruksi dan kerusakan tubulus dan kapiler yang
mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus dan sekresi dan
reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.
d. Pielonefritis kronik : Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan
obstruksi atau reluks vesikoureter menyebabkan jaringan parut dan
deformitas kaliks dan pelvis ginjal , yang menyebabkan refluks
intrarenal dan nefropati
e. Penyakit ginjal polisistik : kista bilateral multipel menekan jaringan
ginjal yang merusak perfusi ginjal dan menyebabkan iskemia,
remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan mediator inflamasi, yang
merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal.
f. Eritematosa lupus kompleks : kompleks imun terbentuk di
membaran basalis kapiler yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis
dengan glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus
4

1.1.5 Manifestasi Klinis


5

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan
sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian
dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda
dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

1.1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan
Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
6

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi


produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko
terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan
nefropati asam urat.
d. USG
7

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi
Jantung Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis.
g. Pemeriksaan radiologi
Tulang Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik.
h. Pemeriksaan radiologi
Paru Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi
Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel
koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
8

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan


tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.

3) Ureum dan Kreatinin


Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta
mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007).
Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat
progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian
ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol
berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein
(pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai
biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
9

3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;


4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR
sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk

1.1.9 Pengkajian Fokus Keperawatan


Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.
Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
10

3. Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah,


terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah
anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara
output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi
konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak
singkronnya antara tekanan darah dan suhu
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
11

h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

1.1.10 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
No Diagnosa Keperawatan

1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan heluaran urine, diet


berlebih, dan retensi cairan dan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia

5. Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan

6 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan penanganan

1.1.11 Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan heluaran
urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Intervensi :
a. Kaji Status Cairan
1) Timbang berat badan harian
12

2) Keseimbangan masukan dan haluran


3) Turgor kulit dan adanya edema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
R/ pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Batasi masukan cairan
R/ pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran
urin, dan respons terhadap penyakit
c. Identifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan: oral dan
intravena
b. Makanan

R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi

d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan


R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan
R/ Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet
f. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
R/ Higiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
1) Perubahan berat badan
2) Pengukuran antropometik
13

3) Nilai Laboratorium (elektrolit serum, BUN,kreatinin,


protein,transfein, dan kadar besi)

R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan


mengevaluasi intervensi.

b. Kaji pola diet nutrisi pasien


1) Riwayat diet
2) Makanan kesukaan
3) Hitung Kalori

R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam


menyusun menu

c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi


1) Anoreksia, mual atau muntah
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
3) Depresi
4) Kurang memahami pembatasan diet

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah


atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet


R/ Mendorong peningkatan masukan diet
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi
telur, susu, daging
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis
Tujuan : berpartisipasidalam aktifitas yang dapat di toleransi
Intervensi :
a. Anjurkan aktifitas sambil istirahat
R/ mendorong latihan dan aktifitas dalam batas- batas yang dapat di
toleransi dan istirahat yang adekuat
14

b. Anjurkan untuk berisitirahat setelah dialisis


R/ istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis agar pasien tidak
mudah kelelahan
c. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat
di toleransi, bantu jika keletihan terjadi
R/ meningkatkan aktifitas ringan atau sedang dan memperbaiki
harga diri
d. Observasi :
1) Anemia
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3) Depresi
R/ menyediakan informasi indikasi tingkat keletihan

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia


Tujuan : menunjukkan pola pernapasan efektif
Intervensi
a. Ajarkan tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
R/ Tehnik relaksasi membuat pasien lebih tenang sehingga bernafas
lebih mudah.
b. Berikan posisi fowler atau semifowler.
R/ Diafragma tidak tertekan abdomen
c. Batasi aktivitas yang terlalu berat pada pasien
R/ Aktivitas berat menyebabkan pernapasan lebih cepat
d. Kolaborasi dalam pemberian nebulezer dan bronkodilator dengan
dokter
R/ Bronkodilator dan nebulezer dapat melonggarkan saluran
pernapasan
e. Kolaborasi dalaam pemberian oksigen dengan dokter
R/ membantu mencukupi kebutuhan oksigen pada pasien
15

f. Pantau adanya pucat dan sianosis, efek obat pada status pernapasan,
kecepatan irama kedalaman nafas
R/ Menentukan keefektivitasan tindakan yang diberikan dan
menentukan tindakan selanjutnya

5. Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak


seimbangan cairan
Tujuan : mempertahankan curah jantung
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/
kongesti vaskular dan keluhan dipsnuea
R/ takikardi, frekuensi jantung tak teratur, takipnea,dispnea,mengi,
edema/ distensi jugular menunjukkan GGK
b. Observasi adanya derajat hipertensi : awasi TD; perhatikan
perumahan postural, contoh duduk, berbaring, berdiri
R/ Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya
(skala 0-10) dan apakah tidak menetap dengan inspirai dalam dan
posisi terlentang
R/ Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kurang lebih
pasien GGK dengan dialisis mengalami perikarditis, potensial resiko
evusi perikardial/ tamponade
d. Evaluasi bunyi jantung (perhatiakan friction rub ), TD, nadi perifer,
pengisian kapiler, kongesti vaskular, suhu, dan sensori/ mental
R/ Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan
tekanan nadi, penurunn/ tak adanya nadi perifer, distensi jugular
nyata, pucat dan penyimpangan mental cepat menunjukkan
tamponade, yang merupakan kedaruratan medik.
e. Observasi tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas
R/ kelelahan dapat mnyertai GJK juga Anemia
16

f. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, foto


dada)
R/ Ketidak seimbangan elektrolit dan BUN dapat mengganggu
konduksi elektrikal dan fungsi jantung. Foto dada berguna dalam
mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau klasifikasi jaringan
lunak
g. Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi contoh prazozin
(minipress), captopril (capoten), klonodil (catapres), hidralazin
(Apresoline).
R/ menurunkan tahanan vaskular sistemik dan atau pengeluaran
renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah
GJK dan atau IM
h. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi
R/ akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat mempengaruhi
pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial mengganggu curah
jantung dan potensial resiko henti jantung
i. Siapkan dialisis
R/ penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan dapat membatasi/ mencegah
manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi perikardial.

6. Kurang Pengetahuan tentang kondisi dan penanganan


Tujuan : meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan
penanganan yang bersangkutan
Intervensi :
a. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
R/ pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya
17

b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara- cara untuk memahami


berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya
R/ pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit
c. Sediakan informasi baik tertulis maupun tidak tertulis dengan tepat
tentang :
1) Fungsi dan kegagalan renal
2) Pembatasan cairan dan diet
3) Medikasi
4) Melaporkan masalah tanda dan gejala
5) Jadwal tingkat lanjut
6) Pilihan terapi
R/ pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya dirumah .
d. Observasi pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal,
konsekuensinya, dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien
2) Pengertian gagal ginjal
3) Pemahaman mengenai fungsi renal
4) Hubungan antara cairan,, pembatasan diet dengan gagal ginjal
5) Penanganan (hemodialisis, dialisis peritoneal, transplatasi)
R/ merupakan isntruksi dasar untuk penjeasan dan penyuluhan
lebih lanjut

1.2 Konsep Dasar Manusia ( Oksigenasi )


1.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
18

diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan


kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan
biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan
metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga
berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke
seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel). Terapi oksigen
merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan
dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam
darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.

1.2.2 Fisiologi Oksigen


Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
a. Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran
pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih
besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif
yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada
turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
1
ventilasi, difusi dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:

1) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,


maka tekanan udaranya semakin rendah.
2) Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
19

3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang


di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan
CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:

1) Luasnya permukaan paru-paru.


2) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
3) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O²
dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
4) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
c. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh dan
CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:

1) curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.


2) kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

1.2.3 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas
tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy, kelelahan, kerusakan
neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas,
posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan
membrane kapiler-alveoli.
20

1.2.4 Faktor Predisposisi


a. Faktor Fisiologi

1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.


2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain-lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik seperti TBC
paru.
b. Faktor Perkembangan

1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.


2) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.

c. Faktor Perilaku

1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,


gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet
yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
2) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
21

4) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe


menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
d. Faktor Lingkungan

1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dan permukaan laut.

1.2.5 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002)
22
23

1.1.6 Manifestasi Klinis

1) Suara napas tidak normal.


2) Perubahan jumlah pernapasan.
3) Batuk disertai dahak.
4) Penggunaan otot tambahan pernapasan.
5) Dispnea.
6) Penurunan haluaran urin.
7) Penurunan ekspansi paru.
8) Takhipnea

1.2.7 Tanda Dan Gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif
sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis,
warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit
kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA,
2013).

1.2.8 Pemeriksaan Fisik


a. Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)
2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
3) konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
24

2) Penurunan turgor (dehidrasi)


3) Edema.
4) Edema periorbital.

c. Jari dan kuku


1) Sianosis
2) Clubbing finger.
d. Mulut dan bibir
1) membrane mukosa sianosis
2) bernapas dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
f. Vena leher
Adanya distensi / bendungan.
g. Dada

1) retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan,


dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
3) Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapasan
4) Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
5) Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
h. Pola pernapasan
1) pernapasan normal (eupnea)
2) pernapasan cepat (tacypnea)
3) pernapasan lambat (bradypnea)

1.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
25

a. Pemeriksaan fungsi paru


Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler alveolar
dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing yang
menghambat jalan nafas.
f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan kontraksi
paru.
h. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

1.2.10 Masalah Kebutuhan Oksigen


a. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat defisiensi oksigen.
b. Perubahan Pola Nafas

1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit


karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
26

4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.


5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
saluran nafas
c. Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat
disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta
batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.
d. Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

1.2.11 Penatalaksanaan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning
27

1.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk
b. Pola nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b) Pasien mengatakan berat saat bernafas
2) Data Objektif
a) Irama nafas pasien tidak teratur
b) Orthopnea
c) Pernafasan disritmik
d) Letargi
c. Gangguan pernafasan gas
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b) Pasien mengeluh susah tidur
c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif

a) Pasien tampak pucat


28

b) Pasien tampak gelisah


c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efktif berhubungan dengan:

1) Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau


influenza.
2) Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
3) Sumbatan jalan nafas karena benda asing
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan:

1) Lemahnya otot pernafasan


2) Penurunan ekspansi paru
c. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:

1) Perubahan suplai oksigen


2) Adanya penumpukan cairan dalam paru
3) Edema paru

1.3.3 Perencanaan Keperawatan


Diagnosa yang diangkat:

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan sputum ditandai dengan
batuk produktif
2) Pola nafas tidak efektif b/d posisi tubuh ditandai dengan bradipnea
3) Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan paru

NO TUJUAN DAN INTERVENSI/ ONEC RASIONAL


DX KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan O : Obsevasi 1. Pernafasan rochi,
tindakan keperawatan wheezing menunjukkan
29

selama … x 24 jam - Auskultasi dada untuk tertahannya secret


diharapkan bersihan karakter bunyi nafas dan obstruksi jalan nafas
jalan napas efektif adanya secret. 2. Membantu
sesuai dengan - Pembersihan jalan nafas mengencerkan secret
kriteria: - Anjurkan klien minum
air minum hangat 3. Memudahkan pasien
1. Menunjukkan
N : Nursing untuk bernafas
jalan nafas bersih
2. Suara nafas - Beri posisi yang nyaman
normal tanpa seperti posisi semi fowler 4. Pakaian yang ketat
suara tambahan E : Education menyulitkan pasien untuk
3. Tidak ada bernafas
- Sarankan keluarga agar
penggunaan otot
tidak memakaikan
bantu nafas 5. Kelembapan
pakaian ketat kepada
4. Mampu mempermudah
pasien
melakukan pengeluaran dan mencegah
C : Caloborasi
perbaikan pembentukan mucus tebal
bersihan jalan - Kolaborasi penggunaan pada bronkus dan
nafas nebulizer membantu pernafasan
2 Setelah dilakukan O : Obsevasi 1. Mengetahui frekuensi
tindakan keperawatan pernafasan paasien
- Kaji frekuensi pernafasan
selama….X24 jam
pasien.
diharapkan pola napas 2. Duduk tinggi
N : Nursing
efektif dengan kriteria memungkinkan ekpansi
: - Tinggikan kepala dan paru dan memudahkan
bantu mengubah posisi. pernafasan
1. Menunjukkka
E : Education
n pola nafas
3. HE dapat memberikan
efektif dengan - Ajarkan teknik bernafas
pengetahuan pada pasien
frekuensi nafas dan relaksasi yang benar
tentang teknik bernafas
16-20 kali/menit C : Caloborasi
dan irama teratur
30

2. Mampu - Kolaborasikan dalam 4. Pengobatan


menunjukkan pemberian obat mempercepat
perilaku penyembuhan dan
peningkatan memperbaiki pola nafas
fungsi paru

-
3 Setelah dilakukan O : Obsevasi 1. Weezing atau
tindakan keperawatan mengiindikasi akumulasi
- Auskultasi dada untuk
selama ….X 24 jam sekret/ketidakmampuan
karakter bunyi nafas dan
diharapkan membersihkan jalan
adanya secret.
pertukaran gas dapat napas sehingga otot
N : Nursing
dipertahankan dengan aksesori digunakan dan
- Beri posisi yang nyaman
kriteria : kerja pernapasan
seperti posisi semi fowler
meningkat.
1. Menunjukkan E : Education
2. Memudahkan pasien
perbaikan
- Anjurkan untuk bedrest, untuk bernafas
ventilasi dan
batasi dan bantu aktivitas 3. Mengurangi konsumsi
oksigenasi
sesuai kebutuhan oksigen pada periode
jaringan
- Ajarkan teknik bernafas respirasi.
2. Tidak ada
dan relaksasi yang benar.
sianosis
4. HE dapat memberikan
pengetahuan pada pasien
C : Caloborasi
- tentang teknik bernafas
- Kolaborasikan terapi
oksigen
5. Memaksimalkan
sediaan oksigen khususnya
ventilasi menurun
31

1.3.4 Implementasi Keperawatan


Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan

a) Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan


bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
b) Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang
c) Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama.

1.3.5 Evaluasi Keperawatan


a. Dx 1: menunjukkkan adanya kemampuan dalam
1) Menunjukkan jalan nafas paten
2) Tidak ada suara nafas tambahan
3) Mampu melakukan perbaikan bersihan jalan nafas
b. Dx 2:

1) Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas


yang normal
2) Tidak ada sianosis
c. Dx 3:

1) Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan


2) Tidak ada gejala distres pernafasan
32

DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta


Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2015. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC
Nanda International (2013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Potter & Perry. 2015. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Tarwonto dan Wartonah.2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan
Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management . USA : Oxford University Press. 2010
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. 2012
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2014

Anda mungkin juga menyukai