Materi Manajemen Laba Lengkap PDF
Materi Manajemen Laba Lengkap PDF
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1.3 Managemen Laba dan IFRS ......................................................................... 34
4.2 Hubungan antara Manajemen Laba dengan Fraud ......................................... 36
4.3 Pandangan Akuntansi Terhadap Manajemen Laba......................................... 38
BAB V PENUTUP............................................................................................... 42
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR RUMUS
v
BAB I
PENDAHULUAN
perhatian utama dari investor dan kreditor karena mereka menggunakan laba untuk
yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan return
saham. Kualitas laba yang rendah dapat mengakibatkan para pemakai laporan
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses
meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu. Manajemen laba yang dilakukan
oleh manajer tersebut timbul karena adanya masalah keagenan yaitu konflik
atau manajemen (agent) akibat tidak bertemunya utilitas maksimal di antara mereka
1
2
praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu.
sehingga laba yang dilaporkan bersifat semu, akan menyebabkan nilai perusahaan
akuntansi yang curang, manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil (real
Roychowdhury (2006), Zang (2006), Cohen & Zarowin (2008), serta Cohen &
Zarowin (2008) menemukan bahwa manajer sudah bergeser dari manajemen laba
akrual menuju manajemen laba riil setelah perioda Sarbanes-Oxley Act (SOX).
Menurut Gunny, et. al., (2005), pergeseran dari manajemen laba akrual ke
manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual
lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator
Graham, et. al., (2005) juga memberikan bukti empiris bahwa para manajer
manajemen laba akrual. Hal ini disebabkan karena aktivitas manajemen laba riil
sulit dibedakan dengan keputusan bisnis optimal dan lebih sulit dideteksi, meskipun
kos-kos yang digunakan dalam aktivitas tersebut secara ekonomik signifikan bagi
manipulasi melalui akrual dalam memanipulasi laba karena manipulasi aktivitas riil
digunakan apabila manipulasi akrual tidak mencapai target. Selain itu, manipulasi
akrual hanya dapat dilakukan pada akhir perioda untuk mencapai target, apabila
riil yang dilakukan sepanjang tahun dan sulit dideteksi. Oleh karena itu, metoda
manipulasi aktivitas riil menjadi alternatif lain bagi manajer yang dapat dilakukan
untuk mengatur laba selain manajemen laba akrual yang mudah dideteksi.
jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial akan menurunkan
nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena tindakan yang diambil manajer untuk
meningkatkan laba tahun sekarang akan memiliki dampak negatif terhadap kinerja
saham perusahaan oleh manajemen (Jensen & Meckling, 1976); (2) kepemilikan
melakukan manajemen laba (Pratana & Mas’ud, 2003); (3) peran monitoring yang
dilakukan dewan komisaris independen (Barnhart & Rosenstein, 1998); dan (4)
kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang memiliki kompetensi yang
4
memadai dan bersikap independen sehingga menjadi pihak yang dapat memberikan
berkaitan dengan kebijakan regulasi atau peraturan akuntansi. Adanya aturan pada
standar akuntansi merupakan salah satu alat yang memfasilitasi perusahaan untuk
banyak diterapkan oleh perusahaan, bukan merupakan kegiatan yang baik bagi
perusahaan karena apabila manajemen laba tersebut terdeteksi oleh pihak lain,
maka hal ini akan merusak / mengurangi nilai perusahaan untuk jangka waktu yang
cukup panjang yang dikarenakan oleh para principal telah kehilangan kepercayaan
Oleh karena itu, pada penelitian ini, penulis menganalisa lebih dalam mengenai
manajemen laba seputar pengaruh manajemen laba terhadap kinerja dan nilai
governance), perbandingan antara manajemen laba riil dan manajemen laba akrual,
hubungan antara manajemen laba dan IFRS serta Financial Fraud, dan pandangan
akuntansi terhadap manajemen laba, serta mengenai kontroversi yang ada pada
5
manajemen laba yang diteliti pada penelitian ini dan melalui analisis terhadap
Hasil dari penelitian dan analisis penulis dapat dijadikan referensi dan
hubungan antara manajemen laba dan IFRS serta Financial Fraud, dan
manajemen laba akrual, hubungan antara manajemen laba dan IFRS serta
mengenai kontroversi yang ada yang diteliti pada penelitian ini dan berbagai
LANDASAN TEORI
2.1 Laba
Menurut Harahap (2008) laba adalah kenaikan modal yang berasal dari
transaksi yang jarang dalam suatu perusahaan. Harnanto (2003) berpendapat bahwa
laba merupakan selisih pendapatan dengan biaya-biaya yang terjadi dalam jangka
(Wild, et. al., 2005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laba adalah
pendapatan yang direalisasikan dalam transaksi suatu perioda dengan biaya historis.
Dalam biaya historis, laba diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal dengan
akhir perioda yang dilihat berdasarkan biaya historis. Di dalam laba akuntansi
terdapat beberapa bentuk laba seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak,
dan laba sesudah pajak. Untuk menentukan besar laba dalam laporan keuangan,
2. Dapat diukur dan dilaporkan secara objektif dan dapat diuji kebenarannya
pertanggungjawaban manajemen.
6
7
Khasan (2003) menjelaskan bahwa perataan laba adalah cara yang digunakan
oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas jumlah laba yang dilaporkan agar
memanipulasi laba baik secara artifisial (melalui metoda akuntansi), maupun secara
real (melalui transaksi). Pada umumnya hanya perusahaan besar saja yang memiliki
dorongan lebih kuat untuk melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan kecil.
Hal ini dikarenakan perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat
melalui:
yang secara langsung dapat memiliki pengaruh laba dimasa yang akan
b. Perataan artifisial
dengan cara menggeser pendapatan dari suatu perioda ke perioda yang lain.
2. Natural Smoothing
laba yang rata. Tipe ini terjadi begitu saja secara alami tanpa adanya intervensi dari
pihak manapun
Informasi laba yang berada di dalam laporan keuangan sering menjadi target
merugikan para pemegang saham dan investor. Informasi yang diberikan oleh
manajer dapat merupakan hasil rekayasa dimana dianggap angka yang tanpa
rekayasa.
Manajemen laba menurut Rahmawati, et. al., (2006) merupakan investasi dari
disimpulkan bahwa manajemen laba adalah hasil campur tangan manajemen dalam
Watt & Zimmermaan (1986) menjelaskan bahwa terdapat tiga hipotesis dalam
bonus dimana bonus tersebut dihitung dari dasar laba. Pada umumnya, manajer
meningkatkan pendapatan pada saat perioda berjalan. Hal ini dilakukan kadang
Motivasi ini terjadi ketika ada perjanjian utang maupun kompensasi manajerial
terdapat dalam perjanjian utang dan semakin besar pula probabilitas terhadap
meningkatkan pendapatan.
10
Terdapat tiga motivasi manajer melakukan manajemen laba menurut Wild, et.
1. Intensif Perjanjian
seperti perjanjian kompensasi dimana kompensasi ini memiliki batas bawa dan
batas atas. Manajer tidak mendapat bonus jika tidak mencapai target laba dan
pasar terhadap risiko yang akan terjadi serta menurunkan biaya modal
3. Insentif Lain
Laba diturunkan oleh manajer pada umumnya untuk mengurangi biaya politik
dan penelitian yang biasanya dilakukan oleh badan pemerintah, seperti anti
monopoli. Selain itu juga utuk mendapatkan keuntungan yang diberikan oleh
Berbeda dengan Wild, Scott (2000) menjelaskan terdapat enam alasan mengapa
2. Bonus Sheme
Motivasi ini terjadi karena manajer menginginkan bonus yang didapat dari laba
dasar. Bonus sheme seperti pada the bonus plan hypothesis pada Watt &
Zimmerman.
3. Political Motications
4. Taxation Motivations
Laba dikurangi untuk menurunkan beban pajak yang harus dibayar kepada
pemerintah karena laba semakin besar maka semakin besar pula pajak yang
tahunnya, manajer dapat melaporkan laba yang tinggi yang harus dipenuhi pada
(Sulistyanto, 2008):
1. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu atau lebih dari satu perioda
Hal ini mengakibatkan pendapatan menjadi lebih besar dari yang sebenarnya
Manajer mencatat pendapatan yang tidak pernah ada sehingga pendapatan tidak
akan pernah terealisasi seperti piutang yang pelunasannya tidak akan pernah
diterima. Hal ini mengakibatkan pendapatan menjadi lebih besar daripada yang
sesungguhnya.
3. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lebih lambat dari yang
seharusnya
Ketika mengakui biaya lebih cepat maka akan membuat biaya perioda berjalan
menjadi lebih baik daripada yang seharusnya, begitu juga ketika mengakui
biaya lebih lambat maka akan membuat biaya perioda berjalan menjadi lebih
Bila dilihat dari agency theory, manajemen laba terjadi karena adanya
ini terjadi karena manajemen memiliki informasi yang lebih dalam daripada
stakeholder. Bathala, et. al., (1994) menjelaskan beberapa cara untuk mengurangi
Selain faktor yang disebutkan oleh Bathala, et. al., (1994) faktor lain yang
mempengaruhi manajemen laba adalah firm size (Halim, et. al., 2005). Ukuran
dalam perusahaan besar, sedang, atau kecil. Semakin besar perusahaan maka akan
semakin besar pula kesempatan manajer dalam melakukan manajemen laba karena
perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dan dituntut
Menurut Wild, et. al., (2005) terdapat tiga teknik manajemen laba:
1. Meningkatkan Laba
2. Big Path
Big Path adalah teknik penghapusan laba sebanyak mungkin dalam satu
perioda. Biasanya perioda yang dipilih adalah perioda yang memiliki kinerja
yang buruk atau terjadi kejadian yang tidak biasa di dalam perusahaan seperti
3. Perataan Laba
yang tidak dilaporkan akan dijadikan cadangan laba dan akan dilaporkan ketika
laba. Ada pula yang disebut dengan non-discretionary accrual, yaitu pengakuan
dengan standarisasi dengan penjualan pada perioda yang diuji dan totak akrual
Total akrual adalah selisih antara laba bersih operasi dengan aliran kas dari
aktivitas operasi (Gumanti, 2001). Berikut adalah rumus total akrual menurut
Gumanti (2001):
1. Taking a Bath
Dilakukan oleh manajer ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan
tidak bisa dihindari pada perioda berjalan. Taking a bath dilakukan dengan cara
mengakui biaya pada perioda yang akan datang dan kerugian berjalan.
2. Income Minimization
tinggi dan perusahaan berharap keuntungan tersebut tidak terlihat besar dengan
3. Income Maximization
untuk dapat memperoleh bonus yang lebih besar atau untuk menghindari
4. Income Smoothing
laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko
tinggi.
suatu perioda akuntansi. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja
dengan sebuah tujuan utama, yaitu memenuhi target laba. Tujuan lain dari
manajemen laba riil ini adalah untuk menghindari kerugian dan mencapai target
ramalan analisis.
Salah satu teknik pengelolaan laba yang biasa digunakan manajemen adalah
akrual. Akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi
perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi dan bisa
bukan diskresioner.
Teori keagenan menurut Jensen & Meckling (1976) adalah adalah dasar untuk
anggota perusahaan. Hubungan ini terjadi ketika satu atau lebih pemegang saham
2. Manusia memiliki daya pikir yang terbatas terhadap persepsi di masa depan
pribadinya agar mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari kepentingan para
pemegang saham. Masalah ini dapat terjadi jika porsi kepemilikan saham
perusahaan kurang dari seratus persen sehingga manajer akan cenderung untuk
18
pemegang saham.
Kreditor memiliki standar untuk pemberian bunga dan utang bagi perusahaan
dimana mereka akan melihat arus kas perusahaan. Ketika perusahaan akan
dari kreditor dan mereka dapat terus mereorganisasi perusahaan. Pada saat ini
(Laily ,2009):
kerugiannya.
Arifin (2005), juga menjabarkan beberapa hal yang dapat mengurangi masalah
keagenan:
1. Kepemilikan terkonsentrasi
terkonsentrasi ini akan memberikan peluang yang kecil bagi investor untuk
2. Pasar Manager
Kinerja manager akan dicatat oleh pasar manager baik oleh dalam perusahaan
berkurang karena pemantauan ini. Lapisan manager atas bila tidak memberikan
hasil kerja yang memuaskan maka akan digantikan oleh manager lapis bawah.
Dengan adanya persaingan ini maka para manager akan bertindak sebaik
Husnan (2000), berpendapat bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang sedia
dibayarkan oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan
al., 2004). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan merupakan
nilai beli menurut investor terhadap perusahaan yang memiliki saham mereka.
Nilai saham perusahaan tinggi akan membuat nilai perusahaan juga tinggi. Jika
nilai perusahaan tinggi akan membuat pasar percaya terhadap kinerja perusahaan
dan prospek perushaaan di masa depan. Nurlela & Islahuddin (2008) berpendapat
bahwa nilai perusahaan merupakan konsep penting untuk investor, karena akan
seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin
tinggi nilai rasio ini, maka akan semakin tinggi kepercayaan pasar terhadap prospek
perusahaan. Selain PBV, Tobin’s Q juga dapat mengukur nilai pasar. Sukamulja
(2004) menjelaskan bahwa Tobin’s Q dapat memasukkan semua unsur utang dan
modal saham perusahaan sehingga fokus dapat diberikan kepada banyak tipe
2002):
nilai peusahaan. Namun sering terjadi konflik antara pemilik perusahaan dengan
penyedia dana, sehingga nilai saham dapat mengukur nilai efektivitas perusahaan.
Nilai perusahaan juga dapat dilihat dari nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari
ekuitasnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar akan
sangat dipengaruhi oleh peluang investasi. Dengan adanya peluang investasi maka
Permasalahan dalam teori ini menjelaskan bahwa nilai perusahaan akan naik
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar dapat memberikan nilai
perusahaan untuk para pemegang saham. Dengan demikian GCG (Good Corporate
dengan berbagai pihak di dalam perusahaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam
mekanisma pengelolaan tersebut. Tujuan dari GCG ini adalah untuk menciptakan
nilai tambah bagi para stakeholder. Berikut adalah prinsip-prinsip utama GCG
(Wardani, 2008):
22
1. Keadilan
saham minoritas dan pemegang saham asing. Perlakuan sama ini dilakukan
2. Kererbukaan/Transparansi
Perusahaan harus transparan dalam pengungkapan dan tepat waktu dalam hal
memberikan informasi yang material dan relevan agar mudah diakses dan
3. Akuntabilitas
komisaris, direksi, dan para pemegang saham. Pengawasan ini terdiri dari
yang berkepentingan.
4. Responsibilitas
5. Independen
diperlukan untuk menghindari adanya konflik yang dapat timbul dalam para
Menurut FCGI Booklet terdapat tiga komite penting yang berperan dalam GCG:
& Rockness (1994), praktik manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh
Binter & Dolan (1996) telah melakukan penelitian antara manajemen laba
sebagai alternatif kualitas laba dan nilai perusahaan dengan menggunakan variabel
leverage dan firm size. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa baik dengan
menggunakan laba bersih atau ordinary income yang digunakan sebagai sasaran
Sementara itu firm size berhubungan secara negatif namun tidak signifikan.
sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi.
24
25
dan meningkatkan nilai perusahaan, maka hal tersebut merupakan hal yang positif.
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian
ini mengindikasikan bahwa pasar modal Indonesia lebih memilih perusahaan yang
terhadap nilai dan kinerja perusahaan pada saat dan setelah IPO kepada publik.
manajemen laba yang meningkatkan laba pada saat melakukan penawaran publik
perdana saham. Pada saat IPO, manajemen laba berpengaruh positif pada nilai
perusahaan.
atau nilai dari perusahaan dengan cara mempengaruhi laba yang dilaporkan oleh
manajemen yang menyebabkan kualitas dari laba yang dilaporkan menjadi rendah,
akan tetapi jika manajemen memberikan banyak informasi kepada para pemegang
Fama & Jensen (1983), meyakini bahwa dewan komisaris memiliki peranan
puncak. Penelitian yang dilakukan oleh Beasley (1996), mengenai hubungan antara
proporsi dewan komisaris dan kecurangan dalam laporan keuangan. Hasil dari
daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Hafiza & Devi (2006) yang mengakatan bahwa dewan komisaris
jawab untuk memonitor perbuatan manajer. Dewan komisaris memiliki tugas utama
para pemegang saham terlebih dahulu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dilakukan dengan manajemen laba akrual murni dan manajemen laba riil.
Manajemen laba akrual dilakukan pada akhir perioda ketika manajer mengetahui
laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui berapa besar manipulasi yang
dibutuhkan untuk mencapai target laba. Manajemen laba riil merupakan manipulasi
akuntansi. Kegiatan manajemen laba riil dimulai dari praktek operasional normal
yang dimotivasi oleh manajer yang memiliki keinginan untuk menipu dan
perusahaan.
Teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen laba riil antara lain manajemen
ini diawali dengan perhitungan total akrual. Total akrual didapatkan dari selisih
antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Menurut Koyuimirsa
(2011), total akrual dapat dibedakan menjadi normal accrual, yaitu bagian akrual
yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, dan
akuntansi.
BAB IV
adalah beberapa bukti empiris mengenai hubungan antara manajemen laba dengan
1. Putri (2012)
untuk melakukan manajemen laba ataupun tidak. Hal ini terjadi karena
28
29
2. Agustia (2013)
audit dan proporsi dewan komisaris di perusahaan publik sampai saat ini
sehingga besar kecilnya jumlah komite audit dan proporsi dewan komisaris di
manajemen laba karena saham yang dimiliki manajer relatif sangat kecil jika
3. Rahmawati (2013)
agar informasi yang terkandung dalam laporan keuangan semakin baik dan
di pasar modal oleh manajer. Bagi masyarakat, terutama investor yang akan
dari ketiga mekanisme motivasi dari Good Corporate Governance, yaitu dewan
(2012), dan Agustia (2013), tiga mekanisma monitoring GCG belum mampu
mengurangi manajemen laba. Namun seiring berjalannya waktu dan perbaikan dari
manajemen perusahaan, dari ketiga mekanisma tersebut sudah ada yang mampu
diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi yang terdapat dalam
kepentingan manajer. Maka dari itu, ketiga mekanisma monitoring GCG ini
manajer perusahaan.
perusahaan (Fitriyani, et. al., 2010). Manajemen akan memilih metoda tertentu
untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Berikut ini adalah
beberapa bukti empiris mengenai hubungan antara manajemen laba dengan kinerja
1. Roychowdhury (2006)
manajemen laba riil pada nilai perusahaan. Semakin tinggi manajemen laba
riil yang dilakukan maka nilai perusahaan akan semakin rendah. Manajemen
kinerja yang baik dalam jangka pendek atau meningkatkan nilai perusahaan.
32
2. Herawaty (2008)
yang baik dalam jangka pendek dan meningkatkan nilai perusahaan. Akan
tetapi hal ini akan berdampak pada laba perusahaan perioda berikutnya yang
3. Afriyenti (2009)
perusahaan.
4. Ferdawati (2009)
melakukan manajemen laba riil lebih rendah dari nilai perusahaan yang tidak
kinerja dan nilai perusahaan. Manajemen laba riil memperlihatkan kinerja jangka
laba tertentu. Sebagai contoh, perusahaan melakukan aktivitas manajemen laba riil
dengan cara melakukan pemberian diskon yang besar pada tahun berjalan untuk
penjualan akan meningkat dan menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus
kas menurun karena arus kas masuk kecil akibat penjualan kredit dan potongan
harga. Akan tetapi, aktivitas ini akan membuat pelanggan berharap bahwa ia akan
memperoleh diskon-diskon yang sama di masa yang akan datang dan perusahaan
belum tentu mampu menerapkan hal serupa pada beberapa tahun berikutnya.
Investor dan kreditor juga biasanya menggunakan laporan laba sebagai salah
ekonomi yang sebenarnya, hal ini akan berdampak pada menurunkan nilai
kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun demikian secara potensial akan
menurunkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena tindakan yang diambil
nilai perusahaan yang lebih baik. Manajer tidak melibatkan arus kas perusahaan
34
dan hanya bermain pada pos -pos laporan posisi keuangan. Manajemen laba akrual
dengan waktu substansinya dan tidak memperhatikan kapan arus kas masuk atau
keluar seperti pada manajemen laba riil. Biaya dapat diakui di perioda yang akan
datang walaupun pengeluaran kas telah terjadi pada perioda berjalan, begitu juga
sebaliknya.
berkaitan dengan kebijakan regulasi atau peraturan akuntansi. Adanya aturan pada
standar akuntansi merupakan salah satu alat yang memfasilitasi perusahaan untuk
manajemen laba. Salah satu upaya mengurangi manajemen laba tersebut yaitu
Reporting Standard (IFRS). Berikut ini adalah beberapa uji empiris yang
IFRS.
laba.
35
2. Dewi (2011)
laba.
4. Yayu (2012)
Riil Sebelum dan Setelah Adopsi IFRS. Hasil penelitian menyatakan bahwa
tidak adanya perbedaan antara manajemen laba akrual dan riil pada perioda
IFRS akan mengurangi manajemen laba, namun di sisi lain, penerapan IFRS juga
aktivitas manajemen laba. Penerapan standar IFRS ini, akan memiliki dampak yang
sangat besar pada pilihan kebijakan yang akan dilakukan oleh perusahaan, sehingga
36
karakteristik suatu perusahaan atau pun negara secara umum juga dapat
menyebabkan pemberlakuan adopsi IFRS ini tidak berjalan efektif. Keadaan bentuk
menjadi pertimbangan lain. Seperti di Indonesia, adopsi IFRS yang masih belum
laba.
Kajian literatur dari berbagai sumber dan pakar ahli menyebutkan bahwa
manajemen laba merupakan kegiatan yang secara sengaja dilakukan oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan atau IFRS. Manajemen Laba merupakan salah
satu media untuk mempergunakan peluang yang yang ada dalam prinsip akuntansi
pemegang sahamnya. Sebagai contoh, menerapkan basis akrual atau basis riil dalam
hal kebijakan akuntansi, pendapatan, dan biaya. Dari pernyataan diatas, dapat
yang secara fakta tidak relevan, akan tetapi hal tersebut tidak menyimpang secara
merupakan suatu tindakan fraud. Menurut Tuanakotta (2013), yang disebut dengan
advantage) yang bisa berupa uang, barang, jasa, atau memperoleh bisnis
dilakukan oleh manajer memiliki dua sisi. Pertama, apabila manajemen laba
dilakukan bukan atas dasar niat jahat, penipuan, mengambil keuntungan haram,
memperkaya diri sendiri, dan menyimpang dari Standar Akuntansi Keuangan atau
tidak melakukan salah satu diantara poin-point tersebut, maka praktek manajemen
yang laporan keuangan yang tidak relevan dengan mengatur naik-turunya laba demi
diatas dilakukan oleh manajemen laba secara bersamaan, maka tindakan tersebut
dikategorikan sebagai fraud dan melanggar hukum dan atau apabila laporan
perdebatan dan persoalan yang rumit. Menilai baik atau buruknya manajemen laba
tergantung pada teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta
motivasi dan tujuan dilakukannya manajemen laba tersebut. Praktik yang dilakukan
untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal.
Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba
pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal
pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah atau mengurangi nilai
Manajemen laba merupakan suatu hal yang kontroversial bagi dunia bisnis
dan dunia akuntansi. Persoalan dalam praktik manajemen laba dimulai ketika
dapat menambah bias dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
39
mengelola informasi. Manajer juga dapat dengan leluasa memilih metoda yang
selain itu dapat juga cenderung mendorong kearah ilegal. Maka dari itu, dapat
tidak bertentangan dengan aturan Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dengan cara
metoda akuntansi, dan menggeser perioda pendapatan atau biaya. Namun hal ini
manajemen, analis kredit) terkait dengan etika profesi akuntansi serta moral
diperbolehkannya manajemen laba atau tidak terhadap manajemen laba. Dari sisi
akuntan publik dapat dilihat bahwa praktik manajemen laba merupakan sesuatu
yang melanggar etika bagi akuntan karena akuntan tidak hanya semata-mata ahli
dan mampu dalam memberikan pendapat dan solusi kebijakan yang berlandaskan
cara tersebut bukanlah perbuatan curang. Manajemen laba akan berubah menjadi
40
laba melalui manajemen akrual pada dasarnya akan hanya mempengaruhi angka
laba di atas kertas dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang fleksibel. Praktik
manajemen laba hanyalah upaya mempermainkan angka laba di atas kertas, dan
Permainan angka laba di atas kertas ini dilakukan oleh manajemen dengan
mencatat fakta tertentu dengan cara yang berbeda, serta peluang untuk
sesuatu yang wajar dan diperbolehkan sepanjang tidak menyalahi aturan Standar
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa dan ini merupakan hal yang
tidak dapat diterima. Disamping itu manajemen laba juga tidak sesuai dengan
karakteristik kualitas laporan keuangan dalam hal keandalan dan netralitas. Dimana
laporan keuangan itu harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal
apabila bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan
41
untuk disajikan dan dalam kaitannya dengan netralitas, dimana informasi harus
diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan tidak bergantung pada kebutuhan
dan keinginan pihak tertentu, tidak boleh adanya usaha untuk menyajikan informasi
yang menguntungkan beberapa pihak, karena hal tersebut akan merugikan pihak
lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan. Di sisi lain meskipun tidak
ada pihak yang merasa dirugikan secara langsung namun dari aspek hukum, praktik
pilihan-pilihan akuntansi secara sistematis dan yang terpenting adalah niat serta
motivasi dari tindakan manajemen laba didasari atas kepentingan pribadi atau
golongan dalam rangka memperoleh manfaat lebih cepat dan menunda pemberian
manfaat bagi yang lain. Praktik manajemen laba dapat mengakibatkan kerugian
bagi pihak stakeholder dan juga bisa menurunkan kualitas dari informasi akuntansi
yang sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba bukanlah suatu
Keuangan. Akan tetapi, praktik manajemen laba tetap saja menyebabkan tidak
PENUTUP
5.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat dijabarkan dari penelitian diatas adalah bahwa
mengurangi praktik manajemen laba. Manajemen laba memiliki dua sisi, apabila
dilakukan dengan tujuan yang tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
fraud, dan sebaliknya. Pergeseran SAK menjadi IFRS awalnya diharapkan mampu
legal serta tidak bertentangan dengan aturan SAK dan ketika manajemen laba
baik namun secara potensial akan menurunkan nilai perusahaan pada janga panjang
42