Oleh :
Kelompok 2
Yosi Safitri (2110247730)
Qory Dasvina (2110247820)
Fitria Nurhapizah (2110247612)
BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
PEMBAHASAN ...............................................................................................................4
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Quality of Earnings
Analysis and Earnings Management yang diampu oleh Bapak Dr.H.Edyanus Herman
Halim, SE.,M.S.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Analisis Laporan Keuangan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagaimana kualitas analisis laba dan manajemen laba
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Penulis,
Kelompok 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
juga dapat diramalkan. Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur
keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang
ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk:
mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk
memprediksi laba dimasa yang akan datang.
Beberapa penelitian mendukung bahwa manipulasi terhadap earnings juga
sering dilakukan oleh manajemen. Penyusunan earnings dilakukan oleh
manajemenyang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan, kondisi tersebut
diprediksi oleh Dechow (1995) dapat menimbulkan masalah karena manajemen
sebagai pihak yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi
dan dihargai berdasarkan laporan yang dibuatnya sendiri. Laba yang kurang
berkualitas bisa terjadi karena dalam menjalankan bisnis perusahaan, manajemen
bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan kepemilikan ini akan dapat
menimbulkan konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan
perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan
keinginan para pemilik. Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini
disebut dengan konflik keagenan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang
perlu dikemukakan, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Kualitas Laba?
2. Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Laba?
3. Bagaimana mendeteksi Manajemen Laba?
4. Bagaimana mengukur Manajemen Laba?
5. Bagaimana kaitan Kualitas Laba dengan Manajemen Laba?
2
penulisan makalah sebagai berikut:
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
rasio Price Earning Ratio (PER) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
dengan QOE rendah.
2.1.2 Analisis QOE pada Income Statement
Pengeluaran yang fleksibel (discretionary expenditures) merupakan
pengeluaran yang dapat dipindahkan antar periode untuk membuat cadangan dan
atau mempengaruhi laba. Untuk alasan tersebut pengeluaran ini memerlukan
perhatian khusus. Pengeluaran ini seringkali disajikan pada income statement atau
catatan atas laporan keuangan, oleh karena itu evaluasi pengeluaran inimengacu
pada analisis QOE pada income statement. Dua contoh pengeluaran iniyaitu :
1. Beban Iklan. Sebagian besar pengeluaran untuk iklan memiliki dampak yang
melampaui periode saat ini. Hal ini merupakan penyebab lemahnya hubungan
antara beban iklan dengan kinerja jangka pendek perusahaan. Manajer dalam
kasus tertentu dapat mengurangi beban iklan tanpa menimbulkan pengaruh
langsung terhadap penjualan. Namun tindakan ini akan berdampak buruk
terhadap penjualan jangka panjang. Analis harus memperhatikan perubahan
beban iklan setiap tahun untuk menilai dampaknya terhadap penjualan di masa
yang akan datang dan QOE.
2. Beban penelitian dan pengembangan. Biaya penelitian dan pengembangan atau
litbang (R&D) merupakan pengeluaran dalam laporan keuangan yang paling
sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Beban litbang ini penting, tidak
hanya karena jumlahnya tetapi juga karena dampaknya terhadap kinerja di masa
yang akang datang. Terdapat berbagai kasus aktivitas penelitian dan
pengembangan yang berhasil pada bidang genetika, kimia, elektronik, fotografi,
dan biologi tetapi setiap proyek yang berhasil juga diiringi oleh sejumlah
kegagalan. Kegagalan penelitian ini mencerminkan sejumlah besar beban atau
penghapusan beban yang tidak memiliki manfaat yang dapat diukur. Tujuan
analisis adalah untuk menentukan jumlah biaya litbang saat ini yang
mempunyai manfaat masa depan. Beberapa pengeluaran yang fleksibel lainnya
yang berdampak pada kinerja di masa yang akan datang adalah biaya pelatihan,
penjualan, pengembangan kemampuan manajer, serta perbaikan dan
pemeliharaan. Meskipun biaya ini biasanya dibebankan pada periode
terjadinya,
6
biaya ini sering kali memiliki manfaat masa depan.
2.1.3 Faktor Eksternal dari QOE
QOE dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan. Salah satu faktor adalah
laba luar negeri yang dipengaruhi kesulitan dan ketidakpastian pengembalian dana,
fluktuasi mata uang, kondisi politik dan sosial, aturan dan pungutan lokal. Pada
Negara tertentu, perusahaan tidak bebas untuk memutuskan hubungan kerja
karyawan sehingga biaya tenaga kerja menjadi biaya tetap.
Faktor lain yang mempengaruhi QOE adalah undang-undang, misalnya
undang-undang lingkungan hidup atas suatu perusahaan listrik mempengaruhi
QOE-nya. Stabilitas dan reliabilitas sumber laba juga mempengaruhi QOE.
Pendapatan yang terkait dengan pertahanan pemerintah sangat andal ketika
hubungan internasional memanas, tetapi terpengaruh pada kejadian politik sedang
aman. Tingkat perubahan harga pun mempengaruhi QOE. Terakhir, kerumitan
operasional mempengaruhi QOE.
2.1.4 Penilaian dan Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas Laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian
kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah:
1. Mengukur dengan menggunakan skala:
Baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahwa seberapa
baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus
dikuantifikasi dalam angka-angka.
2. Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu:
Lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa
banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba. Yaitu berdasarkan
sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas
(kemampuan prediksi), dan variabilitas, serta berdasarkan kualitas.
2.1.5 Karakteristik Kualitas Laba
Laba bersih (net earnings) adalah merupakan titik awal dalam melakukan
penilaian terhadap kualitas laba. Tujuan analisis yang berbeda, akan menyebabkan
7
pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik dari suatu laba.
Kualitas laba mengacu pada kemampuan laba yang dilaporkan untuk
mencerminkan kebenaran laba perusahaan, serta kegunaan laba yang dilaporkan
untuk memprediksi laba masa depan (Bellovary. dkk , 2005). Kualitas laba
merupakan informasi penting yang dapat digunakan oleh publik dan dapat
digunakan oleh investor untuk menilai perusahaan.
Laba yang berkualitas dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
sehingga tingginya kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan dapat membuat
keputusan yang diambil oleh investor adalah tepat. Hal ini dikarenakan sedikitnya
gangguan persepsi dalam laba akuntansi. Menurut Chandrarin (2003), laba yang
berkualitas mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi di
dalamnya. Selain itu, laba dikatakan berkualitas jika laba dapat mencerminkan
kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
8
Manajemen laba akan mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan, karena
laba tidak mencerminkan kinerja ekonomi yang sesungguhnya. Manajemen laba
merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang
dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa
mengaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka
panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Praktik
manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi karena di dalam
manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba
menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan
Penelitian (Kourdoumpalou, 2017) menemukan terdapat tiga asumsi
manipulasi:
(1) Manipulasi Biaya - pengakuan biaya yang tertunda. Pendekatan ini diterapkan
dengan menambahkan jumlah asumsi manipulasi biaya ke total akrual pada
tahun manajemen laba, dan mengurangi jumlah yang sama pada tahun
berikutnya.
(2) Manipulasi Pendapatan - pengakuan pendapatan prematur (dengan asumsi
semua biaya adalah tetap). Pendekatan ini diimplementasikan dengan
menambahkan jumlah asumsi manipulasi pendapatan ke total akrual,
pendapatan dan piutang. Jumlah yang sama dikurangi dari total akrual,
pendapatan dan piutang pada tahun berikutnya; dan
(3) Manipulasi Margin - pengakuan pendapatan prematur (dengan asumsi semua
biaya adalah variabel). Pendekatan ini diimplementasikan dengan
menambahkan jumlah asumsi manipulasi margin ke total akrual dan dengan
menambahkan pendapatan dan piutang
9
a. Taking a Bath
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrem rendah
(bukan rugi) atau sangat ekstrem tinggi dibandingkan dengan laba pada periode
sebelumnya atau sesudahnya. Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya
pada periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi
keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode
berjalan. Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode berikutnya
akan lebih tinggi dari seharusnya. Biasanya terjadi selama periode tekanan
organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru.
b. Income Minimization
Cara ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih halus. Income minimization
biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil
dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud,
pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran penelitian dan pengembangan, dan
lain-lain.
c. Income Maximization
Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang
lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari daripelanggaran
atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximizationdilakukan dengan cara
mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya
untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income.
d. Income Smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk manajemen
laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten (rata
atau smooth) dari periode ke periode. Dalam hal ini, pihak manajemen dengan
sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam
pelaporan laba sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko tinggi. Pihak
10
manajer dengan efektif akan menabung penghasilannya saat sekarang untuk
kemungkinan
11
penggunaan di masa mendatang. Perusahaan melakukannya dengan cara
meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.
12
akan merasa sangat berat mencapai tingkat laba tersebut.
f. Initial Public Offerings (IPO). Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan
keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar, yaitu persepsi investor dalam
rangka go public, perusahaan pembuat laporan keuangan cenderung mempertinggi
laba. Tindakan mempertinggi laba dilakukan dalam usaha memaksimalkan
penerimaan (proceeds) dari penawaran saham perdana perusahaan tersebut. Jika
perusahaan sudah go public manajemen laba yang dilakukan tidak hanya
mempertinggi laba tetapi dalam periode tertentu juga dapat menurunkan laba.
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan tidak bergejolak.
g. To Communicate Information To Investors. Manajer melakukan manajemen laba
agar laporan keuangan perusahaan tersebut terlihat lebih baik. Hal ini dikarenakan
kecenderungan investor untuk melihat laporan keuangan dalam menilai suatu
perusahaan. Pada umumnya, investor lebih tertarik pada kinerja keuangan
perusahaan di masa yang akan datang dan menggunakan laba yang dilaporkan saat
ini untuk meninjau kembali kemungkinan apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang.
2.2.4 Analisis DuPont
Analisis dengan sistem DuPont ini menggabungkan bersama rasio aktivitas
dan marjin laba terhadap penjualan, menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut
saling berinteraksi dalam menentukan profitabilitas dari aktiva. rasio-rasio
keuangan yang digunakan dalam DuPont Analysis System adalah:
1. Perputaran Total Aktiva.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh
aset/investasi untuk menghasilkan penjualan. Umumnya, semakin tinggi rasio ini,
semakin kecil investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan dan
dengan demikian lebih menguntungkan bagi perusahaan.
𝐏𝐞𝐧𝐣���������� 𝐁𝐞������𝐡
Total Aset Turnover = 𝐓𝐨������ 𝐀𝐤������𝐚
Secara umum, semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk mengelola aset.
2. Marjin Laba.
Rasio Net Profit Margin menunjukkan berapa besar keuntungan bersih yang
13
diperoleh perusahaan, jika profit margin suatu perusahaan lebih rendah daripada
rata-rata industrinya, maka hal ini dapat disebabkan harga jual perusahaan lebih
rendah daripada perusahaan pesaing atau harga pokok penjualan lebih tinggi
daripada perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya.
𝐋𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞������𝐡
Net Profit Margin = 𝐏𝐞𝐧𝐣���������� 𝐁𝐞������𝐡
14
Gambar 2.1 Bagan Analisis DuPont System
15
margin. GMI adalah rasio dari Gross Margin tahun sebelumnya (t-1) terhadap
Gross Margin pada tahun yang diukur (t). Gross Margin Index lebih dari 1
mengindikasikan penurunan Gross Margin. Penurunan Gross Margin
merupakan salah satu sinyal negatif atas prospek perusahaan, dan perusahaan
dengan prospek yang tidak bagus lebih berpotensi untuk terlibat dalam
manipulasi pendapatan. Namun demikian, manipulasi persediaan atau beban
produksi lainnya dapat pula menyebabkan peningkatan Gross Margin. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan Gross Margin dapat
mengindikasikan kemungkinan terjadinya manipulasi.
3. AQI (Asset Quality Index), Untuk mengukur potensi kapitalisasi biaya yang
tidak biasa, AQI adalah rasio non-aset lancar selain PPE (Property, Plant,
and Equipment) terhadap total asset yang mengukur proporsi total aset dengan
manfaat di masa mendatang yang relatif kurang dapat dipastikan. AQI adalah
rasio kualitas aset di tahun yang diukur (t), terhadap kualitas aset di tahun
sebelumnya (t-1). AQI merupakan ukuran agregat dari perubahan dalam
analisis risiko realisasi aset (Siegel, 1991). AQI lebih besar dari 1
menunjukkan peningkatan potensi terjadinya penangguhan biaya.
4. SGI (Sales Growth Index), pertumbuhan penjualan yang tidak wajar dapat
teridentifikasi dengan rasio ini. SGI adalah rasio penjualan pada tahun t
terhadap penjualan pada tahun t-1. Pertumbuhan tidak mengindikasikan
adanya manipulasi, akan tetapi perusahaan yang tengah berkembang memiliki
kecenderungan lebih untuk melakukan kecurangan dalam laporan keuangan
yang disebabkan posisi keuangan dan kebutuhan akan modal (ACFE, 1993).
5. DEPI (Depreciation Index), untuk mengidentifikasi penurunan nilai
depresiasi yang terlalu besar. DEPI lebih besar dari 1 mengindikasikan
penyusutan aset yang melambat, yang mana meningkatkan potensi bahwa
perusahaan telah merevisi dengan menambah estimasi masa manfaat aset atau
memberlakukan metode penyusutan baru yang cenderung meningkatkan
pendapatan.
6. SGAI (Selling, General & Administrative Expense Index), peningkatan beban
administrasi dapat mengindikasikan terjadinya penurunan prospek di masa
datang. Rasio beban Selling, General and Administrative (SGA) terhadap
16
penjualan pada tahun t dengan beban SGA terhadap penjualan tahun t-1.
Peningkatan penjualan yang tidak proporsional merupakan sinyal negatif
tentang prospek perusahaan di masa depan.
7. LVGI (Leverage Index), untuk mengukur ketergantungan pada pembiayaan
berbasis hutang yang akan meningkatkan risiko finansial perusahaan dan
potensi manipulasi pendapatan terkait dengan limitasi yang diatur pada
perjanjian hutang. LVGI adalah rasio total hutang terhadap total aset pada
tahun t relatif terhadap rasio serupa pada tahun sebelumnya (t-1). LVGI lebih
besar dari 1 menunjukkan peningkatan leverage.
8. TATA (Total Accruals to Total Assets), Total akrual dihitung sebagai
perubahan dalam akun-akun modal kerja selain kas dikurangi penyusutan.
Total akrual terhadap total aset dipergunakan sebagai proxy sejauh mana kas
yang mendasari laba yang dilaporkan, dan akrual yang tinggi / uang tunai
yang sedikit, menggambarkan potensi manipulasi pendapatan yang lebih
tinggi (Beneish, 1999).
Kemudian dari 8 variable tersebut di kombinasikan dan di hasilkan suatu
score di sebut dengan M-Score. Apabila nilai M-Score di bawah -2.22 maka
kemungkinan perusahaan tersebut prudent, tetapi apabila M-Score lebihbesar dari
-2.22 maka kemungkinan perusahaan tersebut melakukan manipulasi pada
laporan keuangannya. Perhitungan (M-Score) menggunakan data-data dari laporan
keuangan perusahaan dua tahun berturut-turut.
Model M-Score dalam penelitian Beneish, Lee and Nichols (2012) yang
telah dilakukan oleh Benesih pada tahun (1999) dengan judul “The Detection of
Earning Manipulations”. Penelitian yang dilakukan Beneish et al., (2012) adalah
untuk mendeteksi fraud pada kasus-kasus fraud yang terkenal dari tahun 1998-
2002 salah satunya adalah Enron. Fakta menunjukkan model yang digunakan
tersebut dapat mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada Enron sebelum menuju
ke masa kehancurannya atau mampu mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada
sebagian besar perusahaan sebelum kasusnya diungkapkan ke publik. Setelah
nilai M-score diperoleh, pada penelitian ini kemudian akan dilakukan pengujian
faktor- faktor yang dinilai mempengaruhi pemanipulasian laba yaitu dengan
pendekatan
17
teori fraud triangle. Meskipun tidak terungkap ke publik dan tidak terdeteksi
oleh auditor, tetap terdapat kemungkinan bahwa suatu perusahaankemungkinan
melakukan manipulasi laba terhadap laporan keuangannya.
Tabel 2.1 Rasio Keuangan Untuk Mengukur Beneish M-Score
18
pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan
merupakan laba yang berkualitas. Namun demikian, hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa laba tidak selalu berkualitas. Hal ini banyak ditemukan dalam literatur tentang
manajemen laba sebagai yang dapat didefinisi sebagai pemilihan kebijakan akuntansi
oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu (Scott, 2006).
Salah satu akternatif solusi untukmencegah manajemen laba yang berlebihan
yaitu dengan penerapan standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas
laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat
dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen
laba real) serta meningkatkan biaya manajemen laba karena standar akuntansi hanya
mampu mencegah manajemen laba akuntansi bukan manajemen laba real, dan
manajemen laba tetap dilakukan jika terdapat tujuan tertentu yang harus dicapai dengan
manajemen laba tersebut (Ewert dan Wagenhover, 2005).
Di samping itu, untuk mencegah manajemen laba yang berlebihan, penerapan
good corporate governance (GCG) diperlukan. Struktur corporate governance yang baik
dapat mengurangi manajemen laba. Lee et al. (2007) menemukan bahwa manajemen
laba berhubungan positif dengan keterkaitan organisasional (manajemen laba cenderung
terjadi pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi). Manajemen laba
tersebut berkurang pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi yang
disertai proporsi direksi eksternal yang besar dan kepemilikan ekuitas institusional yang
tinggi (struktur corporate governance relatif baik). Penerapan GCG memungkinkan
keputusan-keputusan operasional yang relatif baik, misalnya pemilihan auditor sesuai
dengan spesialisasi auditor dalam industri yang diaudit. Balsam et al. (2003)
menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri mempunyai
discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menunjukkan
bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi
manajemen laba (meningkatkan kualitas laba) dan menambah manfaat informasi laba.
Perluasan pengungkapan merupakan alternatif untuk mencegah atau mengurangi
manajemen laba berlebihan. Sebagai contoh, kewajiban pengungkapan tentang dampak
pemilihan kebijakan akuntansi yang menaikkan atau menurunkan laba, misalnya
dampak
19
untung penghentian aset, biaya kerugian piutang, atau rugi penghentian aset sesuai
temuan Yoon et al. (2006), memungkinkan manajemen laba lebih terkendali karena
pengungkapan tersebut menjadikan manajemen laba berlebihan lebih mudah diketahui
oleh pengguna laporan keuangan (misalnya investor) dan dapat berakibat buruk bagi
manajemen (misalnya terkena sanksi akibat melanggar efficient contracting). Di
samping itu, perluasan pengungkapan dapat memudahkan keputusan pemanfaatan
informasi selain laba dalam pengambilan keputusan, misalnya informasi aliran kas yang
lebih bermanfaat ketika tingkat perataan laba semakin tinggi (Sutopo, 2003).
Untuk memenuhi tujuan penyajian informasi keuangan yaitu bermanfaat dalam
pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan
merupakan laba yang berkualitas. Meskipun demikian, hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa laba tidak selalu berkualitas. Hal ini banyak ditemukan dalam
literatur tentang manajemen laba, yaitu pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen laba dapat dilakukan untuk tujuan mendapat
keuntungan dari pembelian dan atau penjualan saham, menghindari pelanggaran
kontrak, mendapatkan bonus sesuai target, menghindari atau mengurangi biaya politis,
mengkomunikasikan informasi privat (private information) secara efisien, dan tujuan
tertentu yang lain.
20
BAB III PEMBAHASAN
KASUS
21
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018
22
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018 (lanjutan)
23
Laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018
24
rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, maka didapatlah hasil sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Model Beneish M-Score
Indikator Deskripsi Rumus Bobot
Days Receivable (Net Receivable t /Sales t ) / (Net
DSRI 0,920
Index Receivable t-1 /Sales t-1 ) /
M = -4.84 + 0.92 DSRI + 0.528 GMI + 0.404 AQI + 0.892 SGI + 0.115DEPI – 0.172
SGAI + 4.679 TATA – 0.327 LVGI
Interpretasi dari model ini didasarkan pada perbandingan nilai m-score dengan
nilai acuan -2.22. Apabila m-score lebih tinggi dari -2.22 (m-score > 2.22), maka
terdapat potensi manipulasi pada laporan keuangan perusahaan.
25
Tabel 3.2 : Hasil Perhitungan Beneish M-Score
Nilai Beneish m-score untuk PT Garuda Indonesia, Tbk. adalah -0,46,atau lebih
besar dari -2,22, sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan model ini, terdapat
potensi terjadinya manipulasi pendapatan pada laporan keuangan perusahaan untuk
tahun buku 2018.
Di samping itu, variabel-variabel yang digunakan pada model ini atas data laporan
keuangan PT Garuda Indonesia Tbk juga memberikan informasi sebagai berikut:
- DSRI, mengindikasikan terjadinya kenaikan rasio nilai piutang terhadap penjualan di
periode 2017-2018 sebesar 9,4%, di mana kenaikan nilai piutang yang signifikan
hingga 150% tidak linier dengan peningkatan penjualan yang hanya naik sebesar
4,7%, yang mana menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya manipulasi
pendapatan.
- GMI, menunjukkan gross margin tahun ini (0,01) menurun dari tahun tahun lalu
(0,06), meskipun dengan kondisi penjualanyang meningkat sebesar USD
195.851.289, dari USD 4.177.325.781 di tahun 2017, menjadi USD 4.373.177.070.
- AQI, menggambarkan bahwa peningkatan rasio aset (current asset, PPE dan
Securities, terhadap total aset), tidak mengalami peningkatan yang berarti, yaitu hanya
2,85%.
- SGI, memperlihatkan bahwa rasio penjualan tahun ini dengan tahun lalu tidak
meningkat secara signifikan, hanya 4,69%, jika dibandingkan dengan peningkatan
biaya-biaya yang terjadi.
- DEPI, rasio tingkat depresiasi memperlihatkan adanya peningkatan depresiasi tahun
ini dibanding tahun lalu.
- SGAI, mengindikasikan terjadinya peningkatan biaya terkait penjualan (10,9%) yang
26
tidak linier dengan nilai penjualan yang hanya meningkat sebesar 4,7%.
- LVGI, memperlihatkan bahwa rasio total hutang terhadap total aset mengalami
peningkatan sebesar 4% pada kurun waktu satu tahun terakhir.
- TATA, menunjukkan nilai akrual yang tidak signifikan dibandingkan dengan nilai
total aset perusahaan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Balsam, S., J. Khrisnan, dan J. S. Yang. 2003. Auditor industry specialization and
earnings quality. Auditing 22 (2): 71-97.
Bellovary, J.L., Giacomino, D.E. and Akers, M.D. (2005). Earnings Quality: It’s Time to
Measure and Report. The CPA Journal, 75, 32-37.
Beneish, M. D. (1999). The Detection of Earnings Manipulation. Financial Analysts
Journal, 55(5), 24–36. https://doi.org/10.2469/faj.v55.n5.2296
DeChow, P.M., R.G. Sloan, A.P. Sweeney, Detecting earnings management, Accounting
Review April 1995, p. 193-226
Ewert, R., dan A. Wagenhover. 2005. Economic effects of tightening accounting
standards to restrict earnings management. The Accounting Review 80 (4): 1101-
1124.
Farichah, F. (2017). Relationship of earnings management and earnings quality before
and after IFRS implementation in Indonesia. European Research Studies Journal,
20(4), 70–81. https://doi.org/10.35808/ersj/875
Hawkins, David F., Corporate Financial Reporting and Analysis Text and Cases, 4th
edition., Irwin/McGraw Hill, 1998
Healy, P.M. and Wahlen, J.M. (1999), “A review of the earnings management literature
and its implications for standard setting”, Accounting Horizons, Vol. 13 No. 4,
pp.
365-383
Kourdoumpalou, S. (2017). Detecting earnings management: a review of the proxies.
International Journal of Critical Accounting, 9(2), 103.
https://doi.org/10.1504/ijca.2017.10005951
Lee, K. W., B. Lev, dan G. Yeo. 2007. Organizational structure and earnings
management. Journal of Accounting, Auditing & Finance 22 (2): 293-331.
Leuz, C., Nanda, D. and Wysocki, P.D. (2003) Earnings Management and Investor
Protection: An International Com- parison. Journal of Financial Economics
Mersni, H., & Ben Othman, H. (2016). The impact of corporate governance mechanisms
on earnings management in Islamic banks in the Middle East region. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, 7(4), 318–348.
28
https://doi.org/10.1108/JIABR-11-2014-0039
Palepu, Healy & Bernard. (2020). Business Analysis and Valuation Using Financial
Statements. Third Edition
PT Garuda Indonesia. 2018. Laporan Keuangan Tahunan 2018 (Audited).
Robik, Kurnia; Naruli, Akhmad; Kusuma, Marhaendra (2021). Moderasi Kualitas Audit
Dalam Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Kualitas Laba Komprehensif. JCA
(Jurnal Cendekia Akuntansi), [S.L.], V. 2, N. 2, P. 27-46, Jan. 2022. ISSN 2723-
0090.
Schipper, K. and Vincent, L. (2003) Earnings Quality. Accounting Horizons, 17, 97-110.
Scott, W. R. 2006. Financial Accounting Theory. 4th ed. Toronto: Prentice-Hall.
Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Pearson Education
Canada Inc., Toronto, Ontario.
Siegel, Joel G. 2000. Dictionary of accounting terms / Joel G. Siegel, Jae K. Shim. New
York : Barron
Sutopo, B. 2003. The moderating impact of income smoothing on the incremental
information content of cash flows. Jurnal Bisnis Strategi 12 (Desember): 44-57.
White, Gerald I., Ashwinpaul Sondhi, and Dov Fried, The Analysis and Use of Financial
29