Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

QUALITY OF EARNINGS ANALYSIS AND


EARNINGS MANAGEMENT

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Analisis Laporan Keuangan
Dosen Pengampu : Dr. Novita Indrawati,SE,M.Si,AK,CA

Oleh :
Kelompok 2
Yosi Safitri (2110247730)
Qory Dasvina (2110247820)
Fitria Nurhapizah (2110247612)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1


BAB II ...............................................................................................................................4

PEMBAHASAN ...............................................................................................................4

2.1 Quality of Earnings Analisys ................................................................................... 4


2.1.1 Kualitas Laba ....................................................................................................................... 4
2.1.2 Analisis QOE pada Income Statement ............................................................................... 6
2.1.3 Faktor Eksternal dari QOE................................................................................................. 7
2.1.4 Penilaian dan Pengukuran Kualitas Laba ......................................................................... 7
2.1.5 Karakteristik Kualitas Laba ............................................................................................... 7
2.2 Earning Management ............................................................................................ 8
2.2.1 Manajemen Laba ................................................................................................................... 8
2.2.2 Pola Manajemen Laba ........................................................................................................... 9
2.2.3 Motivasi Praktik Manajemen Laba ..................................................................................... 11
2.2.4 Analisis DuPont ................................................................................................................... 12
2.2.5 Deteksi Manipulasi Laba ..................................................................................................... 14
2.3 Kaitan Kualitas Laba dan Manajemen Laba........................................................... 17
BAB III............................................................................................................................20

PEMBAHASAN KASUS ...............................................................................................20

Tabel 3.1 : Model Beneish M-Score ...............................................................................24

Tabel 3.2 : Hasil Perhitungan Beneish M-Score .............................................................25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................27

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Quality of Earnings
Analysis and Earnings Management yang diampu oleh Bapak Dr.H.Edyanus Herman
Halim, SE.,M.S.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Analisis Laporan Keuangan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagaimana kualitas analisis laba dan manajemen laba
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Pekanbaru, 1 September 2022

Penulis,

Kelompok 6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Laporan keuangan sebagai produk akuntansi yang merupakan salah satu
sarana bagi prinsipal (pemilik sumber daya) untuk memonitor kegiatan yang
dilakukan agen (manajemen). Laporan keuangan menjadi alat utama bagi
perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai
pertanggungjawaban pihak manajemen. Laba digunakan oleh pihak eksternal
sebagai indikator untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Manajer
sebagai pihak internal perusahaan lebih banyak memiliki informasi mengenai
kondisi perusahaan di bandingkan pihak eksternal. Hal ini yang menyebabkan
adanya tindakan manajemen perusahaan untuk melaporkan laba yang tidak
menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya (manajemen laba) untuk
kepentingan pribadi, misalnya untuk mendapatkan bonus . Hal ini dapat
menyebabkan manajemen melakukan tindakan praktik akuntansi yang berorientasi
pada laba untuk mencapai kinerja pribadinya.
Pentingnya informasi laba membuat sebagian pihak manajemen
perusahaan memanipulasi informasi laba perusahaan yang sesungguhnya.
Asimetri informasi akan timbul ketika manajer perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang
akan datang dibanding dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Asimetri informasi ini memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara
prinsipal dan agen untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk
kepentingan pribadinya. Kualitas laba, dalam akuntansi, merujuk kepada
rasionalitas seluruh laba yang dilaporkan. Ini adalah penilaian sejauh mana laba
sebuah perusahaan itu dapat diperoleh berulang-ulang, dapat dikendalikan, dan
laik bank, di antara faktor- faktor lainnya. Kualitas laba mengakui fakta bahwa
dampak ekonomi transaksi yang terjadi akan beragam antar perusahaan sebagai
fungsi (gabungan) dari karakter dasar bisnis mereka, dan secara beragam
dirumuskan sebagai tingkat laba yang menunjukkan apakah dampak ekonomi
pokoknya lebih baik dalam memperkirakan arus kas, ataukah konservatif, atau

1
juga dapat diramalkan. Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur
keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang
ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk:
mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk
memprediksi laba dimasa yang akan datang.
Beberapa penelitian mendukung bahwa manipulasi terhadap earnings juga
sering dilakukan oleh manajemen. Penyusunan earnings dilakukan oleh
manajemenyang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan, kondisi tersebut
diprediksi oleh Dechow (1995) dapat menimbulkan masalah karena manajemen
sebagai pihak yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi
dan dihargai berdasarkan laporan yang dibuatnya sendiri. Laba yang kurang
berkualitas bisa terjadi karena dalam menjalankan bisnis perusahaan, manajemen
bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan kepemilikan ini akan dapat
menimbulkan konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan
perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan
keinginan para pemilik. Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini
disebut dengan konflik keagenan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang
perlu dikemukakan, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Kualitas Laba?
2. Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Laba?
3. Bagaimana mendeteksi Manajemen Laba?
4. Bagaimana mengukur Manajemen Laba?
5. Bagaimana kaitan Kualitas Laba dengan Manajemen Laba?

1.3. Tujuan Pemulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tim kelompok menentukan tujuan

2
penulisan makalah sebagai berikut:

1. Untuk memiliki pemahaman atas Analisis Kualitas Laba.

2. Untuk memiliki pemahaman atas Manajemen Laba dan kateristiknya.

3. Untuk mampu mengukur Manajemen Laba.


4. Untuk mampu mendeteksi Manajemen Laba.
5. Untuk memahami kaitan Kualitas Laba dengan Manajemen Laba.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Quality of Earnings Analisys


2.1.1 Kualitas Laba
Kualitas laba adalah ukuran untuk mencocokkan apakah keuntungan yang
diperoleh sama dengan perkiraan yang sebelumnya direncanakan. Kalau semakin
dekat dengan perencanaan awal, berarti kualitas labanya tinggi. Melakukan
analisis terhadap laba tidak hanya dapat dilakukan dengan hanya sekedar melihat
angka dari laba yang dilaporkan. Proses pelaporan angka tersebut merupakan
proses yang panjang, melibatkan berbagai metode, asumsi dan estimasi dalam
sebuah pemisahan batas (cut-off) periode akuntansi yang lazim disebut
dengan tahun takwim (financial year).
Financial Accounting Standards Board (FASB) dan International
Accounting Standards Board (IASB) tidak memberikan definisi pasti tentang
kualitas laba namun, mereka memberikan rincian mengenai karakteristik kualitatif
yang menunjukkan bahwa informasi mengenai laba perusahaan dapat dikatakan
berkualitas tinggi seperti: relevansi (relevance), pengungkapan yang jujur (faithful
representation), komparabilitas (comparability), keterbuktian (verifiability),
ketepatwaktuan (timeliness), dan kemudahan untuk dimengerti
(understandability). Pengertian kualitas laba menurut Dictionary of Accounting
Terms (Shimdan Siegel,
2000) adalah besarnya laba bersih menggambarkan kinerja operasi sebuah
perusahaan yang sesungguhnya - hasil yang dilaporkan tidak dengan sengaja
disajikan lebih besar atau lebih rendah oleh manajemen. Dechow and Schrand
(2004) mendefinisikan kualitas laba sebagai cara mengukur seberapa baik
pendapatan mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya.
Dalam penelitian (Farichah, 2017) menyebutkan kualitas laba sangat
menentukan keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham terkait dengan
perusahaan. Ukuran yang digunakan untuk menilai apakah kualitas laba tinggi atau
rendah, salah satunya adalah persistensi laba. Laba persisten adalah laba yang
dapat mencerminkan keberlangsungan laba (sustainable earning) di masa yang
akan
4
datang yang ditentukan oleh komponen akrual dan arus kasnya. Persistensi laba
merupakan revisi laba yang diharapkan dimasa yang akan datang yang tercermin
dari laba tahun berjalan. Oleh karena itu, persistensi laba dapat digunakan sebagai
indikator laba masa depan.
Menurut White, Sondhi dan Fried (1998, 956), Indikator Kualitas Laba
yang baik adalah:
1. Pengakuan pendapatan dengan metode yang konservatif
2. Menggunakan metode persediaan LIFO (jika diasumsikan harga-harga
mengalami peningkatan)
3. Cadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debts) relatif tinggi terhadap piutang
dan kerugian kredit dimasa lalu.
4. Menggunakan metode penyusutan dipercepat dan umur yang singkat.
5. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud
lainnya.
6. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.
7. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer.
8. Membebankan langsung biaya awal untuk operasi-operasi baru.
9. Menggunakan metode kontrak penuh dalam akuntansi pekerjaan dalam
jangka panjang.
10. Menyediakan provisi yang memadai terhadap tuntutan hukum dan kerugian
kontijensi .
11. Meminimalkan penggunaan teknik pembiayaan off-balance sheet.
12. Tidak memperhitungkan keuntungan yang tidak berulang (non-recurring
gains).
13. Tidak memperhitungkan laba yang bukan kas.
14. Pengungkapan (disclosure) yang jelas dan memadai.
15. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat untuk
karyawan (employee benefit plans).
Kualitas laba memiliki arti berbeda untuk berbagai pihak. Analis
mendefinisikan QOE sebagai sejauh mana perusahaan mengaplikasikan
koservatisme – perusahaan dengan QOE yang lebih tinggi diharapkan memiliki

5
rasio Price Earning Ratio (PER) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan
dengan QOE rendah.
2.1.2 Analisis QOE pada Income Statement
Pengeluaran yang fleksibel (discretionary expenditures) merupakan
pengeluaran yang dapat dipindahkan antar periode untuk membuat cadangan dan
atau mempengaruhi laba. Untuk alasan tersebut pengeluaran ini memerlukan
perhatian khusus. Pengeluaran ini seringkali disajikan pada income statement atau
catatan atas laporan keuangan, oleh karena itu evaluasi pengeluaran inimengacu
pada analisis QOE pada income statement. Dua contoh pengeluaran iniyaitu :
1. Beban Iklan. Sebagian besar pengeluaran untuk iklan memiliki dampak yang
melampaui periode saat ini. Hal ini merupakan penyebab lemahnya hubungan
antara beban iklan dengan kinerja jangka pendek perusahaan. Manajer dalam
kasus tertentu dapat mengurangi beban iklan tanpa menimbulkan pengaruh
langsung terhadap penjualan. Namun tindakan ini akan berdampak buruk
terhadap penjualan jangka panjang. Analis harus memperhatikan perubahan
beban iklan setiap tahun untuk menilai dampaknya terhadap penjualan di masa
yang akan datang dan QOE.
2. Beban penelitian dan pengembangan. Biaya penelitian dan pengembangan atau
litbang (R&D) merupakan pengeluaran dalam laporan keuangan yang paling
sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Beban litbang ini penting, tidak
hanya karena jumlahnya tetapi juga karena dampaknya terhadap kinerja di masa
yang akang datang. Terdapat berbagai kasus aktivitas penelitian dan
pengembangan yang berhasil pada bidang genetika, kimia, elektronik, fotografi,
dan biologi tetapi setiap proyek yang berhasil juga diiringi oleh sejumlah
kegagalan. Kegagalan penelitian ini mencerminkan sejumlah besar beban atau
penghapusan beban yang tidak memiliki manfaat yang dapat diukur. Tujuan
analisis adalah untuk menentukan jumlah biaya litbang saat ini yang
mempunyai manfaat masa depan. Beberapa pengeluaran yang fleksibel lainnya
yang berdampak pada kinerja di masa yang akan datang adalah biaya pelatihan,
penjualan, pengembangan kemampuan manajer, serta perbaikan dan
pemeliharaan. Meskipun biaya ini biasanya dibebankan pada periode
terjadinya,

6
biaya ini sering kali memiliki manfaat masa depan.
2.1.3 Faktor Eksternal dari QOE
QOE dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan. Salah satu faktor adalah
laba luar negeri yang dipengaruhi kesulitan dan ketidakpastian pengembalian dana,
fluktuasi mata uang, kondisi politik dan sosial, aturan dan pungutan lokal. Pada
Negara tertentu, perusahaan tidak bebas untuk memutuskan hubungan kerja
karyawan sehingga biaya tenaga kerja menjadi biaya tetap.
Faktor lain yang mempengaruhi QOE adalah undang-undang, misalnya
undang-undang lingkungan hidup atas suatu perusahaan listrik mempengaruhi
QOE-nya. Stabilitas dan reliabilitas sumber laba juga mempengaruhi QOE.
Pendapatan yang terkait dengan pertahanan pemerintah sangat andal ketika
hubungan internasional memanas, tetapi terpengaruh pada kejadian politik sedang
aman. Tingkat perubahan harga pun mempengaruhi QOE. Terakhir, kerumitan
operasional mempengaruhi QOE.
2.1.4 Penilaian dan Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas Laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian
kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah:
1. Mengukur dengan menggunakan skala:
Baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahwa seberapa
baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus
dikuantifikasi dalam angka-angka.
2. Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu:
Lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa
banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba. Yaitu berdasarkan
sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas
(kemampuan prediksi), dan variabilitas, serta berdasarkan kualitas.
2.1.5 Karakteristik Kualitas Laba
Laba bersih (net earnings) adalah merupakan titik awal dalam melakukan
penilaian terhadap kualitas laba. Tujuan analisis yang berbeda, akan menyebabkan

7
pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik dari suatu laba.
Kualitas laba mengacu pada kemampuan laba yang dilaporkan untuk
mencerminkan kebenaran laba perusahaan, serta kegunaan laba yang dilaporkan
untuk memprediksi laba masa depan (Bellovary. dkk , 2005). Kualitas laba
merupakan informasi penting yang dapat digunakan oleh publik dan dapat
digunakan oleh investor untuk menilai perusahaan.
Laba yang berkualitas dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
sehingga tingginya kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan dapat membuat
keputusan yang diambil oleh investor adalah tepat. Hal ini dikarenakan sedikitnya
gangguan persepsi dalam laba akuntansi. Menurut Chandrarin (2003), laba yang
berkualitas mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi di
dalamnya. Selain itu, laba dikatakan berkualitas jika laba dapat mencerminkan
kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.

2.2 Earning Management


2.2.1 Manajemen Laba

Manajemen laba (earning management) adalah perubahan kinerja ekonomi


perusahaan yang dilaporkan oleh orang dalam baik untuk menyesatkan pemangku
kepentingan atau untuk mempengaruhi hasil yang dijanjikan (Leuz et al., 2003).

Manajemen laba muncul ketika manajemen menggunakan estimasi


mereka dalam membentuk hasil penyiaran keuangan baik untuk menyesatkan
pemegang saham dan pemangku kepentingan atau untuk memanipulasi aspek yang
dapat dipengaruhi oleh angka akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999).

Untuk menghindari perilaku oportunisme seperti yang dipikirkan oleh


manajer dan teori keagenan staf, CG kemungkinan besar merupakan mekanisme
terbaik dalam mengurangi praktik manajemen laba di tempat kerja (Mersni & Ben
Othman, 2016).

(Scott, 2009) mendefinisikan manajemen laba sebagai pemilihan kebijakan


akuntansi oleh seorang manajer, atau kegiatan yang mempengaruhi laba, sehingga
mencapai beberapa tujuan spesifik laba yang dilaporkan.

8
Manajemen laba akan mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan, karena
laba tidak mencerminkan kinerja ekonomi yang sesungguhnya. Manajemen laba
merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang
dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa
mengaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka
panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Praktik
manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi karena di dalam
manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba
menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan
Penelitian (Kourdoumpalou, 2017) menemukan terdapat tiga asumsi
manipulasi:
(1) Manipulasi Biaya - pengakuan biaya yang tertunda. Pendekatan ini diterapkan
dengan menambahkan jumlah asumsi manipulasi biaya ke total akrual pada
tahun manajemen laba, dan mengurangi jumlah yang sama pada tahun
berikutnya.
(2) Manipulasi Pendapatan - pengakuan pendapatan prematur (dengan asumsi
semua biaya adalah tetap). Pendekatan ini diimplementasikan dengan
menambahkan jumlah asumsi manipulasi pendapatan ke total akrual,
pendapatan dan piutang. Jumlah yang sama dikurangi dari total akrual,
pendapatan dan piutang pada tahun berikutnya; dan
(3) Manipulasi Margin - pengakuan pendapatan prematur (dengan asumsi semua
biaya adalah variabel). Pendekatan ini diimplementasikan dengan
menambahkan jumlah asumsi manipulasi margin ke total akrual dan dengan
menambahkan pendapatan dan piutang

2.2.2 Pola Manajemen Laba


Menurut (Scoot, 2009), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:

9
a. Taking a Bath
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrem rendah
(bukan rugi) atau sangat ekstrem tinggi dibandingkan dengan laba pada periode
sebelumnya atau sesudahnya. Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya
pada periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi
keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode
berjalan. Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode berikutnya
akan lebih tinggi dari seharusnya. Biasanya terjadi selama periode tekanan
organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru.
b. Income Minimization
Cara ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih halus. Income minimization
biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil
dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud,
pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran penelitian dan pengembangan, dan
lain-lain.
c. Income Maximization
Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang
lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari daripelanggaran
atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximizationdilakukan dengan cara
mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya
untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income.
d. Income Smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk manajemen
laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten (rata
atau smooth) dari periode ke periode. Dalam hal ini, pihak manajemen dengan
sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam
pelaporan laba sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko tinggi. Pihak

10
manajer dengan efektif akan menabung penghasilannya saat sekarang untuk
kemungkinan

11
penggunaan di masa mendatang. Perusahaan melakukannya dengan cara
meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.

2.2.3 Motivasi Praktik Manajemen Laba


Menurut (Scott, 2009) terdapat berbagai motivasi manajer melakukan
manajemen laba, yaitu:
a. Bonus Scheme. Banyak perusahaan yang berusaha memacu dan meningkatkan
kinerja karyawan dalam hal ini manajer dengan cara menetapkan kebijakan
pemberian bonus. Setelah mencapai target yang telah ditetapkan, laba sering
dijadikan sebagai indikator penilaian manajer perusahaan dengan cara menetapkan
tingkat laba yang harus dicapai dalam periode tertentu.
b. Other Contractual Motivations. Manajer memiliki dorongan untuk memilih
kebijakan akuntansi yang dapat memenuhi kewajiban kontraktual.
c. Political Motivations. Untuk mengurangi political cost dan pengawasan dari
pemerintah, pemerintah biasanya memberikan perhatian khusus pada perusahaan
yang menjadi sorotan publik, misalnya karena memiliki banyak karyawan,
menguasai sebagian besar dalam pangsa pasar dalam pemasaran produk industri
tertentu, dan lain-lain. Dalam kasus ini, manajemen laba dilakukan dengan cara
menaikkan laba. Selain itu, untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari
pemerintah, misalnya subsidi, perlindungan dari pesaing luar negeri dan
meminimalkan tuntutan serikat buruh. Dalam kasus ini, manajemen laba dilakukan
dengan cara menurunkan laba.
d. Taxation Motivations. Manajer juga melakukan manajemen laba untuk
mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh pemerintah. Dalam hal
ini, manajer berusaha untuk menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang
harus dibayarkan. Berkenaan dengan masalah perpajakan, biasanya manajer
membuat lebih dari satu macam laporan keuangan untuk tujuan yang berbeda.
e. Change of CEO. Manajer melakukan manajemen laba salah satunya agar
kinerjanya dinilai baik. Dalam kasus pergantian manajer biasanya diakhiri tahun
tugasnya, manajer akan melaporkan laba yang tinggi sehingga CEO yang baru

12
akan merasa sangat berat mencapai tingkat laba tersebut.
f. Initial Public Offerings (IPO). Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan
keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar, yaitu persepsi investor dalam
rangka go public, perusahaan pembuat laporan keuangan cenderung mempertinggi
laba. Tindakan mempertinggi laba dilakukan dalam usaha memaksimalkan
penerimaan (proceeds) dari penawaran saham perdana perusahaan tersebut. Jika
perusahaan sudah go public manajemen laba yang dilakukan tidak hanya
mempertinggi laba tetapi dalam periode tertentu juga dapat menurunkan laba.
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan tidak bergejolak.
g. To Communicate Information To Investors. Manajer melakukan manajemen laba
agar laporan keuangan perusahaan tersebut terlihat lebih baik. Hal ini dikarenakan
kecenderungan investor untuk melihat laporan keuangan dalam menilai suatu
perusahaan. Pada umumnya, investor lebih tertarik pada kinerja keuangan
perusahaan di masa yang akan datang dan menggunakan laba yang dilaporkan saat
ini untuk meninjau kembali kemungkinan apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang.
2.2.4 Analisis DuPont
Analisis dengan sistem DuPont ini menggabungkan bersama rasio aktivitas
dan marjin laba terhadap penjualan, menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut
saling berinteraksi dalam menentukan profitabilitas dari aktiva. rasio-rasio
keuangan yang digunakan dalam DuPont Analysis System adalah:
1. Perputaran Total Aktiva.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh
aset/investasi untuk menghasilkan penjualan. Umumnya, semakin tinggi rasio ini,
semakin kecil investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan dan
dengan demikian lebih menguntungkan bagi perusahaan.
𝐏𝐞𝐧𝐣���������� 𝐁𝐞������𝐡
Total Aset Turnover = 𝐓𝐨������ 𝐀𝐤������𝐚

Secara umum, semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk mengelola aset.
2. Marjin Laba.
Rasio Net Profit Margin menunjukkan berapa besar keuntungan bersih yang

13
diperoleh perusahaan, jika profit margin suatu perusahaan lebih rendah daripada
rata-rata industrinya, maka hal ini dapat disebabkan harga jual perusahaan lebih
rendah daripada perusahaan pesaing atau harga pokok penjualan lebih tinggi
daripada perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya.
𝐋𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞������𝐡
Net Profit Margin = 𝐏𝐞𝐧𝐣���������� 𝐁𝐞������𝐡

3. Pengembalian atas Aktiva atau Return On Asset.


Rasio return on asset mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset
yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan
dalam
perusahaan.
𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞������𝐡
ROA =𝐓𝐨������ 𝐀𝐤��������
Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan mampu mendayagunakan asset dengan
baik untuk memperoleh keuntungan.
4. Asset Leverage.
Sering juga disebut dengan pengganda ekuitas (equity multiplier), menggambarkan
seberapa besar ekuitas atau modal dibandingkan dengan total aktiva perusahaan
atau pengukuran atas efektivitas perusahaan dalam menggunakan modal untuk
membiayai aktivanya.
𝐨𝐭𝐚�� 𝐀𝐤������𝐚
Equity Multiplier =𝐓𝐨������ 𝐄𝐤𝐮𝐢������
5. Pengembalian atas Ekuitas atau Return on Equity
Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada.
ROE dalam DuPont System dihitung dengan mengalikan ROA dengan pengganda
ekuitas (equity multiplier).
Return on Equity = Return on Assets (ROA) x Equity Multiplier.

Melalui diagram dibawah ini ditunjukkan sistem DuPont menggabungkan


laporan laba rugi dan neraca ke dalam ringkasan alat ukur profitabilitas yaitu
Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE).

14
Gambar 2.1 Bagan Analisis DuPont System

2.2.5 Deteksi Manipulasi Laba


Sebuah model matematika di ciptakan untuk menemukan apakah sebuah
perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan atau tidak, yaitu di sebut
dengan Beneish Model atau M-Score. yang didasarkan atas 8 indikator, yaitu :
1. DSRI (Days Sales in Receivable Index), untuk memperkirakan adanya distorsi
laporan keuangan dalam hal akumulasi yang di luar kebiasaan pada piutang.
Dalam hal ini, DSRI merupakan rasio yang menggunakan 2 variabel, net
receivable dan Sales, di tahun yang diukur (t), dengan di tahun sebelumnya (t-
1). Kedua variabel ini mengukur apakah penjualan dan pendapatan dalam
kondisi yang seimbang dalam dua tahun berturut-turut. Kenaikan DSRI yang
sangat tinggi dapat disebabkan oleh perubahan kebijakan kredit untuk
memacu penjualan dalam menghadapi persaingan usaha, akan tetapi
peningkatan piutang yang tidak proporsional secara relatif terhadap penjualan
dapat pula memberi kesan terjadinya peningkatan pendapatan. Peningkatan
DSRI yang tinggi dapat pula menandakan adanya kemungkinan yang lebih
tinggi bahwa pengungkapan pendapatan yang terlalu tinggi.
2. GMI (Gross Margin Index) rasio untuk melihat adanya penurunan gross

15
margin. GMI adalah rasio dari Gross Margin tahun sebelumnya (t-1) terhadap
Gross Margin pada tahun yang diukur (t). Gross Margin Index lebih dari 1
mengindikasikan penurunan Gross Margin. Penurunan Gross Margin
merupakan salah satu sinyal negatif atas prospek perusahaan, dan perusahaan
dengan prospek yang tidak bagus lebih berpotensi untuk terlibat dalam
manipulasi pendapatan. Namun demikian, manipulasi persediaan atau beban
produksi lainnya dapat pula menyebabkan peningkatan Gross Margin. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan Gross Margin dapat
mengindikasikan kemungkinan terjadinya manipulasi.
3. AQI (Asset Quality Index), Untuk mengukur potensi kapitalisasi biaya yang
tidak biasa, AQI adalah rasio non-aset lancar selain PPE (Property, Plant,
and Equipment) terhadap total asset yang mengukur proporsi total aset dengan
manfaat di masa mendatang yang relatif kurang dapat dipastikan. AQI adalah
rasio kualitas aset di tahun yang diukur (t), terhadap kualitas aset di tahun
sebelumnya (t-1). AQI merupakan ukuran agregat dari perubahan dalam
analisis risiko realisasi aset (Siegel, 1991). AQI lebih besar dari 1
menunjukkan peningkatan potensi terjadinya penangguhan biaya.
4. SGI (Sales Growth Index), pertumbuhan penjualan yang tidak wajar dapat
teridentifikasi dengan rasio ini. SGI adalah rasio penjualan pada tahun t
terhadap penjualan pada tahun t-1. Pertumbuhan tidak mengindikasikan
adanya manipulasi, akan tetapi perusahaan yang tengah berkembang memiliki
kecenderungan lebih untuk melakukan kecurangan dalam laporan keuangan
yang disebabkan posisi keuangan dan kebutuhan akan modal (ACFE, 1993).
5. DEPI (Depreciation Index), untuk mengidentifikasi penurunan nilai
depresiasi yang terlalu besar. DEPI lebih besar dari 1 mengindikasikan
penyusutan aset yang melambat, yang mana meningkatkan potensi bahwa
perusahaan telah merevisi dengan menambah estimasi masa manfaat aset atau
memberlakukan metode penyusutan baru yang cenderung meningkatkan
pendapatan.
6. SGAI (Selling, General & Administrative Expense Index), peningkatan beban
administrasi dapat mengindikasikan terjadinya penurunan prospek di masa
datang. Rasio beban Selling, General and Administrative (SGA) terhadap

16
penjualan pada tahun t dengan beban SGA terhadap penjualan tahun t-1.
Peningkatan penjualan yang tidak proporsional merupakan sinyal negatif
tentang prospek perusahaan di masa depan.
7. LVGI (Leverage Index), untuk mengukur ketergantungan pada pembiayaan
berbasis hutang yang akan meningkatkan risiko finansial perusahaan dan
potensi manipulasi pendapatan terkait dengan limitasi yang diatur pada
perjanjian hutang. LVGI adalah rasio total hutang terhadap total aset pada
tahun t relatif terhadap rasio serupa pada tahun sebelumnya (t-1). LVGI lebih
besar dari 1 menunjukkan peningkatan leverage.
8. TATA (Total Accruals to Total Assets), Total akrual dihitung sebagai
perubahan dalam akun-akun modal kerja selain kas dikurangi penyusutan.
Total akrual terhadap total aset dipergunakan sebagai proxy sejauh mana kas
yang mendasari laba yang dilaporkan, dan akrual yang tinggi / uang tunai
yang sedikit, menggambarkan potensi manipulasi pendapatan yang lebih
tinggi (Beneish, 1999).
Kemudian dari 8 variable tersebut di kombinasikan dan di hasilkan suatu
score di sebut dengan M-Score. Apabila nilai M-Score di bawah -2.22 maka
kemungkinan perusahaan tersebut prudent, tetapi apabila M-Score lebihbesar dari
-2.22 maka kemungkinan perusahaan tersebut melakukan manipulasi pada
laporan keuangannya. Perhitungan (M-Score) menggunakan data-data dari laporan
keuangan perusahaan dua tahun berturut-turut.
Model M-Score dalam penelitian Beneish, Lee and Nichols (2012) yang
telah dilakukan oleh Benesih pada tahun (1999) dengan judul “The Detection of
Earning Manipulations”. Penelitian yang dilakukan Beneish et al., (2012) adalah
untuk mendeteksi fraud pada kasus-kasus fraud yang terkenal dari tahun 1998-
2002 salah satunya adalah Enron. Fakta menunjukkan model yang digunakan
tersebut dapat mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada Enron sebelum menuju
ke masa kehancurannya atau mampu mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada
sebagian besar perusahaan sebelum kasusnya diungkapkan ke publik. Setelah
nilai M-score diperoleh, pada penelitian ini kemudian akan dilakukan pengujian
faktor- faktor yang dinilai mempengaruhi pemanipulasian laba yaitu dengan
pendekatan

17
teori fraud triangle. Meskipun tidak terungkap ke publik dan tidak terdeteksi
oleh auditor, tetap terdapat kemungkinan bahwa suatu perusahaankemungkinan
melakukan manipulasi laba terhadap laporan keuangannya.
Tabel 2.1 Rasio Keuangan Untuk Mengukur Beneish M-Score

2.3 Kaitan Kualitas Laba dan Manajemen Laba


Penelitian Robik dkk (2021), Manajemen laba baik secara riil maupun akrual
mampu mengurangi kualitas laba baik laba bersih maupun komprehensif. Semakin
tinggi manajemen laba yang dilakukan oleh oknum disebuah perusahaan akan semakin
menurunkan kualitas dari laba perusahaan. Tindakan manajemen laba tersebut dapat
menurunkan respon investor terhadap informasi laba perusahaan.
Untuk memenuhi tujuan penyajian informasi keuangan yaitu bermanfaat dalam

18
pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan
merupakan laba yang berkualitas. Namun demikian, hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa laba tidak selalu berkualitas. Hal ini banyak ditemukan dalam literatur tentang
manajemen laba sebagai yang dapat didefinisi sebagai pemilihan kebijakan akuntansi
oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu (Scott, 2006).
Salah satu akternatif solusi untukmencegah manajemen laba yang berlebihan
yaitu dengan penerapan standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas
laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat
dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen
laba real) serta meningkatkan biaya manajemen laba karena standar akuntansi hanya
mampu mencegah manajemen laba akuntansi bukan manajemen laba real, dan
manajemen laba tetap dilakukan jika terdapat tujuan tertentu yang harus dicapai dengan
manajemen laba tersebut (Ewert dan Wagenhover, 2005).
Di samping itu, untuk mencegah manajemen laba yang berlebihan, penerapan
good corporate governance (GCG) diperlukan. Struktur corporate governance yang baik
dapat mengurangi manajemen laba. Lee et al. (2007) menemukan bahwa manajemen
laba berhubungan positif dengan keterkaitan organisasional (manajemen laba cenderung
terjadi pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi). Manajemen laba
tersebut berkurang pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi yang
disertai proporsi direksi eksternal yang besar dan kepemilikan ekuitas institusional yang
tinggi (struktur corporate governance relatif baik). Penerapan GCG memungkinkan
keputusan-keputusan operasional yang relatif baik, misalnya pemilihan auditor sesuai
dengan spesialisasi auditor dalam industri yang diaudit. Balsam et al. (2003)
menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri mempunyai
discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menunjukkan
bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi
manajemen laba (meningkatkan kualitas laba) dan menambah manfaat informasi laba.
Perluasan pengungkapan merupakan alternatif untuk mencegah atau mengurangi
manajemen laba berlebihan. Sebagai contoh, kewajiban pengungkapan tentang dampak
pemilihan kebijakan akuntansi yang menaikkan atau menurunkan laba, misalnya
dampak

19
untung penghentian aset, biaya kerugian piutang, atau rugi penghentian aset sesuai
temuan Yoon et al. (2006), memungkinkan manajemen laba lebih terkendali karena
pengungkapan tersebut menjadikan manajemen laba berlebihan lebih mudah diketahui
oleh pengguna laporan keuangan (misalnya investor) dan dapat berakibat buruk bagi
manajemen (misalnya terkena sanksi akibat melanggar efficient contracting). Di
samping itu, perluasan pengungkapan dapat memudahkan keputusan pemanfaatan
informasi selain laba dalam pengambilan keputusan, misalnya informasi aliran kas yang
lebih bermanfaat ketika tingkat perataan laba semakin tinggi (Sutopo, 2003).
Untuk memenuhi tujuan penyajian informasi keuangan yaitu bermanfaat dalam
pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan
merupakan laba yang berkualitas. Meskipun demikian, hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa laba tidak selalu berkualitas. Hal ini banyak ditemukan dalam
literatur tentang manajemen laba, yaitu pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen laba dapat dilakukan untuk tujuan mendapat
keuntungan dari pembelian dan atau penjualan saham, menghindari pelanggaran
kontrak, mendapatkan bonus sesuai target, menghindari atau mengurangi biaya politis,
mengkomunikasikan informasi privat (private information) secara efisien, dan tujuan
tertentu yang lain.

20
BAB III PEMBAHASAN
KASUS

PT Garuda Indonesia, Tbk.

PT Garuda Indonesia, Tbk., merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan


nasional Indonesia yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan ini sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Laporan Keuangan PT Garuda
Indonesia, Tbk. Tahun 2018, tercatat membukukan laba bersih USD 809 ribu, yang
mana berbeda jauh dengan kinerja di tahun sebelumnya, di mana perusahaan
mengalami kerugian sebesar USD 216,58 juta. Hal ini menarik perhatian publik,
termasuk dalam hal ini pemegang saham, pemerintah, pihak regulator maupun
pengawas serta masyarakat umum. Makalah ini mencoba untuk melihat apakah terdapat
potensi manipulasi pendapatan pada laporan keuangan Garuda Indonesia pada tahun
2018 tersebut.
Dalam menganalisis apakah adanya potensi manipulasi pendapatan padalaporan
keuangan Garuda Indonesia, tentu diperlukan laporan keuangan PT Garuda Indonesia,
Tbk., tahun 2018, yang termasuk di dalamnya informasi mengenai posisi keuangan di
tahun 2017, yang terdiri atas Neraca dan laporan Laba Rugi.

21
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018

22
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018 (lanjutan)

23
Laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018

Berdasarkan laporan keuangan tersebut, dapat kita lakukan analisis apakah


terdapat potensi manipulasi laba pada laporan keuangan tahun 2018 tersebut dengan
menggunakan model Beneish M-Score. Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan

24
rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, maka didapatlah hasil sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Model Beneish M-Score
Indikator Deskripsi Rumus Bobot
Days Receivable (Net Receivable t /Sales t ) / (Net
DSRI 0,920
Index Receivable t-1 /Sales t-1 ) /

[(Sales t-1 - COGS t-1 ) / Sales t-1 ] / 0,528


GMI Gross Margin Index [(Sales t - COGS t ) / Sales t ]
[1-(Current Assets t + PP&E t + Securities t
) / Total Asset t ] / [1-(Current Assets t-1 +
AQ Asset Quality Index 0,404
PP&E t-1 + Securities t -1) / Total Asset t-
1]
SGI Sales Growth Index Sales t / Sales t-1 0,892
[Depreciation t-1 / (PP&E t-1 +
DEPI Depreciation Index Depreciation t-1 )] / [Depreciation t / 0,115
(PP&E t + Depreciation t)]
SG& A Expense (SG&A Expense t / Sales t ) / (SG&A
SGAI 0,172
Index Expense t-1 / Sales t-1 )
[(Current Liabilities t + Total Long Term
Debt t ) / Total Asset t ] / [(Current
LVGI Leverage Index 0,327
Liabilities t -1 + Total Long Term Debt t -
1) / Total Asset t-1 ]
Total Accrual to (Income from Continuing Operations t –
TATA Cash Lows from Operations t ) / Total 4,697
Total Asset
Asset t
Adapun rumus model ini adalah sebagai berikut:

M = -4.84 + 0.92 DSRI + 0.528 GMI + 0.404 AQI + 0.892 SGI + 0.115DEPI – 0.172
SGAI + 4.679 TATA – 0.327 LVGI

Interpretasi dari model ini didasarkan pada perbandingan nilai m-score dengan
nilai acuan -2.22. Apabila m-score lebih tinggi dari -2.22 (m-score > 2.22), maka
terdapat potensi manipulasi pada laporan keuangan perusahaan.

25
Tabel 3.2 : Hasil Perhitungan Beneish M-Score

Nilai Beneish m-score untuk PT Garuda Indonesia, Tbk. adalah -0,46,atau lebih
besar dari -2,22, sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan model ini, terdapat
potensi terjadinya manipulasi pendapatan pada laporan keuangan perusahaan untuk
tahun buku 2018.
Di samping itu, variabel-variabel yang digunakan pada model ini atas data laporan
keuangan PT Garuda Indonesia Tbk juga memberikan informasi sebagai berikut:
- DSRI, mengindikasikan terjadinya kenaikan rasio nilai piutang terhadap penjualan di
periode 2017-2018 sebesar 9,4%, di mana kenaikan nilai piutang yang signifikan
hingga 150% tidak linier dengan peningkatan penjualan yang hanya naik sebesar
4,7%, yang mana menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya manipulasi
pendapatan.
- GMI, menunjukkan gross margin tahun ini (0,01) menurun dari tahun tahun lalu
(0,06), meskipun dengan kondisi penjualanyang meningkat sebesar USD
195.851.289, dari USD 4.177.325.781 di tahun 2017, menjadi USD 4.373.177.070.
- AQI, menggambarkan bahwa peningkatan rasio aset (current asset, PPE dan
Securities, terhadap total aset), tidak mengalami peningkatan yang berarti, yaitu hanya
2,85%.
- SGI, memperlihatkan bahwa rasio penjualan tahun ini dengan tahun lalu tidak
meningkat secara signifikan, hanya 4,69%, jika dibandingkan dengan peningkatan
biaya-biaya yang terjadi.
- DEPI, rasio tingkat depresiasi memperlihatkan adanya peningkatan depresiasi tahun
ini dibanding tahun lalu.
- SGAI, mengindikasikan terjadinya peningkatan biaya terkait penjualan (10,9%) yang
26
tidak linier dengan nilai penjualan yang hanya meningkat sebesar 4,7%.
- LVGI, memperlihatkan bahwa rasio total hutang terhadap total aset mengalami
peningkatan sebesar 4% pada kurun waktu satu tahun terakhir.
- TATA, menunjukkan nilai akrual yang tidak signifikan dibandingkan dengan nilai
total aset perusahaan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Balsam, S., J. Khrisnan, dan J. S. Yang. 2003. Auditor industry specialization and
earnings quality. Auditing 22 (2): 71-97.
Bellovary, J.L., Giacomino, D.E. and Akers, M.D. (2005). Earnings Quality: It’s Time to
Measure and Report. The CPA Journal, 75, 32-37.
Beneish, M. D. (1999). The Detection of Earnings Manipulation. Financial Analysts
Journal, 55(5), 24–36. https://doi.org/10.2469/faj.v55.n5.2296
DeChow, P.M., R.G. Sloan, A.P. Sweeney, Detecting earnings management, Accounting
Review April 1995, p. 193-226
Ewert, R., dan A. Wagenhover. 2005. Economic effects of tightening accounting
standards to restrict earnings management. The Accounting Review 80 (4): 1101-
1124.
Farichah, F. (2017). Relationship of earnings management and earnings quality before
and after IFRS implementation in Indonesia. European Research Studies Journal,
20(4), 70–81. https://doi.org/10.35808/ersj/875

Hawkins, David F., Corporate Financial Reporting and Analysis Text and Cases, 4th
edition., Irwin/McGraw Hill, 1998
Healy, P.M. and Wahlen, J.M. (1999), “A review of the earnings management literature
and its implications for standard setting”, Accounting Horizons, Vol. 13 No. 4,
pp.
365-383
Kourdoumpalou, S. (2017). Detecting earnings management: a review of the proxies.
International Journal of Critical Accounting, 9(2), 103.
https://doi.org/10.1504/ijca.2017.10005951
Lee, K. W., B. Lev, dan G. Yeo. 2007. Organizational structure and earnings
management. Journal of Accounting, Auditing & Finance 22 (2): 293-331.
Leuz, C., Nanda, D. and Wysocki, P.D. (2003) Earnings Management and Investor
Protection: An International Com- parison. Journal of Financial Economics
Mersni, H., & Ben Othman, H. (2016). The impact of corporate governance mechanisms
on earnings management in Islamic banks in the Middle East region. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, 7(4), 318–348.

28
https://doi.org/10.1108/JIABR-11-2014-0039
Palepu, Healy & Bernard. (2020). Business Analysis and Valuation Using Financial
Statements. Third Edition
PT Garuda Indonesia. 2018. Laporan Keuangan Tahunan 2018 (Audited).
Robik, Kurnia; Naruli, Akhmad; Kusuma, Marhaendra (2021). Moderasi Kualitas Audit
Dalam Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Kualitas Laba Komprehensif. JCA
(Jurnal Cendekia Akuntansi), [S.L.], V. 2, N. 2, P. 27-46, Jan. 2022. ISSN 2723-
0090.
Schipper, K. and Vincent, L. (2003) Earnings Quality. Accounting Horizons, 17, 97-110.
Scott, W. R. 2006. Financial Accounting Theory. 4th ed. Toronto: Prentice-Hall.
Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Pearson Education
Canada Inc., Toronto, Ontario.
Siegel, Joel G. 2000. Dictionary of accounting terms / Joel G. Siegel, Jae K. Shim. New
York : Barron
Sutopo, B. 2003. The moderating impact of income smoothing on the incremental
information content of cash flows. Jurnal Bisnis Strategi 12 (Desember): 44-57.
White, Gerald I., Ashwinpaul Sondhi, and Dov Fried, The Analysis and Use of Financial

Statements, 3th. Edition, John Wiley, 2008 (WSF)


Yoon, S. S., G. Miller, dan P. Jiraporn. 2006. Earnings management vehicles for Korean
firms. Journal of International Financial Management & Accounting 17 (2): 85-
109.

29

Anda mungkin juga menyukai