Anda di halaman 1dari 90

PROPOSAL

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, FINANCIAL DISTRESS,


RISIKO LITIGASI, DAN INSENTIF PAJAK TERHADAP
KONSERVATISME AKUNTANSI
(Studi Empiris Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-2020)

M. Farras Apfrisya
NIM.1802124121

Program Studi S1 Akuntansi


Jurusan Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................13
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................13
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................14
1.5 Sistematika Penulisan..........................................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................16
2.1 Landasan Teori....................................................................................16
2.1.1 Teori Agency..........................................................................16
2.1.2 Teori Akuntansi Positif...........................................................18
2.1.3 Konservatisme Akuntansi.......................................................21
2.1.4 Ukuran Perusahaan.................................................................33
2.1.5 Financial Distress....................................................................35
2.1.6 Risiko Litigasi.........................................................................38
2.1.7 Insentif Pajak..........................................................................44
2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................47
2.2 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu............................................................50
2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis.....................................................57
2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Konservatisme
Akuntansi.............................................................................................57
2.2.2 Pengaruh Financial Distress Terhadap Konservatisme
Akuntansi.............................................................................................58
2.2.3 Pengaruh Risiko Litigasi Terhadap Konservatisme Akuntansi. .
................................................................................................60
2.2.4 Pengaruh Insentif Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi....
................................................................................................61

i
2.4 Model Penelitian..................................................................................63
BAB III......................................................................................................................64
3.1 Metode Penelitian................................................................................64
3.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................67
3.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................67
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel..................................68
3.4.1 Variabel Dependen (Y)...........................................................68
3.4.2 Variabel Independen...............................................................69
3.5 Metode Analisis...................................................................................75
3.5.1 Statistik Deskriptif..................................................................75
3.5.2 Uji Normalitas Data................................................................76
3.5.3 Uji Asumsi Klasik...................................................................77
3.5.4 Analisis Regresi Linier Berganda...........................................79
3.5.5 Pengujian Hipotesis................................................................80
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................83

ii
iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan go public memiliki suatu kewajiban untuk menerbitkan laporan

keuangan setiap tahunnya. Dalam penggunaan informasi laporan keuangan yang

akan digunakan oleh public, perusahaan dituntut untuk mengungkapkan dan

menyajikan menyeluruh dan benar, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Penyajian laporan keuangan merupakan hal penting dalam menunjang

keberlangsungan perusahaan yang mana digunakan sebagai sarana perusahaan untuk

mengukur kinerja manajemen dan memberikan informasi bagi pihak internal seperti

komisaris, direktur, manajer, dan karyawan maupun pihak eksternal seperti investor,

kreditor dan pemerintah.

Laporan keuangan juga memberikan informasi mengenai kondisi keuangan

perusahaan terutama laba yang menjadi salah satu fokus utama bagi pihak

yang membutuhkan. Informasi laba dan komponennya berfungsi untuk mengestimasi

daya melaba dalam jangka panjang, evaluasi kinerja perusahaan, memprediksi laba

di masa yang akan datang, dan menaksir risiko investasi atau pinjaman kepada

perusahaan. Laba yang cenderung negatif dapat membuat penilaian kinerja keuangan

perusahaan menjadi kurang baik dan akan mengurangi kepercayaan banyak pihak.
2

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kebebasan bagi perusahaan

untuk memilih metode maupun estimasi akuntansi yang digunakan dalam

penyusunan laporan keuangan. Perusahaan dapat memilih metode akuntansi yang

sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut sehingga perusahaan lebih fleksibel dalam

menyesuaikan metode akuntansi yang akan digunakan dengan kondisi perekonomian

yang dialami perusahaan. Fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku

manajemen dalam pencatatan akuntansi dan laporan transaksi perusahaan. Manajer

dapat secara fleksibel melaksanakan pelaporan keuangan yang optimis dan

konservatif. pelaporan keuangan yang optimis serta cenderung dilebih-lebihkan

terkadang dapat menyesatkan dan merugikan pengguna laporan keuangan

perusahaan. Dalam penyajian laporan keuangan yang berkualitas, penyaji juga

dihadapkan oleh pertimbangan konservatisme yang merupakan prinsip kehati-hatian.

Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip kehati-hatian

dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui

dan mengukur asset dan laba serta segera mengakui kerugian dan hutang yang

memungkinkan yang terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode

akuntansi ditujukan pada metode laba yang melaporkan laba atau asset yang lebih

rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Dengan demikian, pemberi pinjaman

akan menerima perlindungan atas risiko menurun dari neraca yang menyajikan asset

bersih dan laporan keuangan yang melaporkan buruk secara tepat waktu (Haniati dan

Fitriany, 2010).
3

Menurut Glosarium Pernyataan Konsep No.2 dalam FASB (Financial

Accounting Statement Board) konservatisme didefinisikan sebagai reaksi kehati-

hatian (prudent reaction) untuk menghadapi ketidakpastian pada perusahaan, untuk

mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko pada lingkungan bisnis yang

sudah dipertimbangkan. Ketidakpastian dan risiko tersebut harus dicerminkan dalam

laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralan bisa diperbaiki. Pelaporan yang

didasari kehati-hatian akan memberi manfaat yang terbaik untuk semua

pemakai laporan keuangan. Konservatisme akuntansi merupakan prinsip yang jika

diterapkan akan menghasilkan angka-angka laba dan asset cenderung rendah, serta

angka-angka pendapatan dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya

cenderung tinggi. Akibatnya, laporan keuangan akan menghasilkan laba yang terlalu

rendah (understatement). Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme

menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat

pengakuan biaya (Rachmawati, 2010).

Lafond dan Watts (2006) juga menjelaskan bahwa laporan keuangan yang

konservatif dapat mencegah adanya information asymmetry dengan cara membatasi

manajemen dalam melakukan manipulasi laporan keuangan. Menurutnya, laporan

keuangan yang konservatif dapat mengurangi biaya keagenan. Dengan semakin

berkembangnya riset mengenai konservatisme akuntansi, mengindikasikan bahwa

keberadaan konservatisme dalam pelaporan keuangan masih memiliki peranan

penting dalam praktek akuntansi. Dengan adanya konsep konservatisme tersebut


4

manajemen hanya mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian dimasa yang

akan datang dan tidak mengantisipasi kemungkinan keuntungan yang mungkin

akan diperoleh.

Namun perusahaan di Indonesia masih ada yang tidak menerapkan prinsip

konservatisme akuntansi. Terbukti masih banyaknya tindakan kecurangan yang

terjadi di dalam perusahaan menunjukkan bahwa rendahnya penerapan

konservatisme akuntansi pada penyusunan laporan keuangan. Kasus pertama pada

PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) terindikasi melakukan kecurangan terhadap

penyajian laporan keuangan tahun 2005. Pada laporan keuangan PT KAI tahun 2005

tercatat perusahaan itu mendapat keuntungan sebesarRp 6,9 Miliar, setelah diteliti

dan dikaji lebih rinci ternyata perusahaan itu merugi sebesar Rp 63 Miliar. Kasus

yang terjadi selanjutnya di PT Garuda Indonesia Tbk mengenai laporan keuangan

Garuda Indonesia tahun anggaran 2018. Pada tahun 2018 GIAA dan PT Mahara

Aero Teknologi melakukan kerja sama penyediaan layanan konektivitas (wifi) dalam

penerbangan. Menurut catatan kontrak GIAA dan Mahata, kerja sama itu

membuahkan pendapatan dalam bentuk piutang senilai US$ 239 Juta atau sekitar

3,47 triliun. Garuda tidak mengeluarkan investasi sama sekali dan mendapatkan

pembayaran.

Garuda Indonesia memasukkan piutang kontrak dari PT Mahata Aero

Teknologi yang belum melunasi pembayaran utang sampai akhir tahun 2018 sebagai

pendapatan. Atas piutang itu, Garuda Indonesia mengklaim untung US$ 5,01 juta

dari kerja sama dengan Mahata. Setelah menyajikan ulang laporan keuangan tahun
5

buku 2018 ternyata Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang

dilaporkan sebelumnya. Garuda merugi US$ 175 juta atau setara 2,45 triliun. Salah

satunya disajikan kembali pada pos pendapatan lain-lain bersih, yaitu dengan angka

US$ 38,9 juta dari sebelumnya US$ 278,8 juta. Disini terjadi penyusutan pendapatan

sebesar US$ 239 juta.

Hal tersebut membuktikan bahwa kasus diatas terjadi karena manajemen

tidak menerapkan prinsip konservatisme akuntansi dalam menyajikan laporan

keuangan yang merupakan tanggung jawabnya dan terjadi karena penyalahgunaan

kekuasaan pihak terutama dalam memilih metode akutansi yang digunakan

perusahaan. Adanya kasus manipulasi laporan keuangan tersebut dapat menurunkan

tingkat kepercayaan dari pengguna laporan keuangan suatu perusahaan. Dilihat dari

kasus yang terjadi mengenai manipulasi laporan keuangan, perusahaan lebih sering

melaporkan laba dan asset terlalu tinggi dari yang seharusnya dilaporkan. Hal

tersebut dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam mengambil

keputusan.

Menurut Jensen & Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya

hubungan kontraktual antara dua pihak atau lebih yang salah satu pihak

disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak lain yang disebut agen (agent)

untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian

wewenang. Dalam hal ini pihak prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas

decision making kepada agen. Prinsipal memberikan tanggung jawab kepada agen

sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab
6

agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal

mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk

dalam pendelegasian otoritas pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali

dibuat berdasarkan angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi

mempunyai implikasi terhadap akuntansi.

Teori Akuntansi positif didasarkan pada proposisi bahwa manajer, pemegang

saham, dan regulator (politisi) adalah rasional dan mereka berusaha untuk

memaksimalkan utility mereka, yang secara langsung terkait dengan kompensasi dan

kemakmuran mereka. Pilihan akuntansi tergantung pada variabel-variabel yang

merepresentasi insentif manajemen untuk memilih metode akuntansi dengan rencana

bonus, kontrak hutang, dan proses politisi.

Penerapan prinsip konservatisme akuntansi sangatlah penting bagi

kelangsungan hidup perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian sekarang ini

ataupun dimasa yang akan datang. Penerapan konservatisme akuntansi diperusahaan

akan menyebabkan understatement terhadap laba pada periode kini yang dapat

mengarahkan pada overstatement terhadap laba pada periode – periode berikutnya,

sebagai akibat understatement terhadap biaya pada periode sebelumnya. Selain itu

konservatisme akuntansi juga akan menyebabkan laporan keuangan menjadi bias

sehingga hal tersebut menjadi perdebatan apakah konservatisme masih layak

untuk dipertahankan.

Konservatisme akuntansi dapat dipengaruhi oleh banyak factor, baik dari

internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut mampu


7

berdampak besar maupun tidak dalam memengaruhi apakah perusahaan menerapkan

prinsip Konservatisme Akuntansi di dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.

Beberapa faktor yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan,

financial distress, risiko litigasi, dan insentif pajak.

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi adalah

ukuran perusahaan. Menurut (Suharni et al., 2019) ukuran perusahaan merupakan

alat ukur untuk menilai apakah perusahaan tersebut tergolong besar atau kecil.

Ukuran perusahaan juga dimana jumlah aset suatu perusahaan menjadi salah satu

indikator untuk menentukan berapa besar biaya politis yang harus ditanggung

perusahaan (Biduri et al., 2019). Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka akan

memiliki standar kinerja dan cenderung memiliki profit yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, oleh karena itu perusahaan besar

lebih sering menghadapi risiko yang lebih besar. Perusahaan yang tergolong besar,

Pemerintah akan lebih menyoroti perusahaan tersebut untuk meminta tanggung

jawab sosial perusahaan dan akan membayar biaya politis yang lebih besar. Sehingga

mendorong manajer cenderung untuk lebih konservatisme dalam melaporkan laba

agar terlihat rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2019) menunjukkan ukuran

perusahaan berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Atika et al (2020), Hotimah dan Retnani

(2018) dan Hariyanto (2020) ukuran perusahaan berpengaruh terhadap


8

konservatisme akuntansi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharni et

al (2019) dan Sinambella dan Almilia (2018) menunjukkan ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi adalah

financial distress. Menurut (Rahayu, 2017) Financial Distress adalah suatu kondisi

dimana perusahaan atau individu tidak dapat menghasilkan pendapatan atau laba

yang cukup. Sehingga tidak dapat membayar kewajiban utangnya. Financial Distress

juga dapat diartikan sebagai gejala awal kebangkrutan perusahaan akibat penurunan

kondisi keuangan yang dialami perusahaan. Perusahaan yang mengalami kesulitan

keuangan akan lebih berhati-hati dalam menghadapi situasi ketidakpastian karena

ketika perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan maka situasinya akan menjadi

lebih sulit. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan maka akan cenderung

diawasi secara lebih ketat oleh berbagai pihak untuk itu perusahaan perlu

menerapkan metode akuntansi yang konservatif. Penelitian yang di lakukan oleh

(Fitriani & Ruchjana, 2020) dan (Sugiyarti & Rina, 2020) bahwa financial distress

berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Bertolak belakang dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Wiecandy & Khairunnisa, 2018), (Amalina et.al,

2017) menyatakan bahwa financial distress tidak berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi.

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi adalah

risiko litigasi. Risiko litigasi merupakan risiko yang melekat pada perusahaan yang
9

memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak kreditor, investor dan

regulator yang merasa dirugikan oleh perusahaan tersebut. Ketika ancaman terjadi

maka akan merugikan suatu perusahaan yaitu hilangnya kepercayaan kreditor,

investor dan masyarakat selain itu adanya tuntutan hukum yang dialami perusahaan

akan merusak citra perusahaan sehingga akan berimbas ke harga saham. Risiko

litigasi jika sudah terjadi akan mengakibatkan perusahaan mengeluarkan biaya yang

besar untuk menyelesaikan tuntutan hukum tersebut. Dengan adanya risiko litigasi

dari kreditor, perusahaan yang sedang mengalami konflik kepentingan antara

investor dan kreditor tersebut akan meningkatkan konservatisme akuntansinya.

Penelitian yang di lakukan oleh (Mumayiz & Cahyaningsih, 2020) dan (Sugiarto &

Nurhayati, 2017) bahwa risiko litigasi berpengaruh terhadap konservatisme

akuntansi. Bertolak belakang dengan penelitian yang di lakukan oleh (Wiecandy &

Khairunnisa, 2018), (Nursani et.al,2019) menyatakan bahwa risiko litigasi tidak

berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi adalah

insentif pajak. Insentif pajak merupakan suatu pemberian fasilitas perpajakan

yang diberikan pemerintah kepada investor luar negeri maupun dalam negeri untuk

aktivitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu yang mempengaruhi kegiatan

ekonomi (Maulina, 2016). Pemajakan dengan tujuan memberikan perangsang.

Penggunaan pajak bukan untuk maksud menghasilkan pendapatan pemerintah saja,

melainkan pula memberikan dorongan ke arah perkembangan ekonomi, dalam


10

bidang tertentu. Pada tahun 2008 pemerintah melakukan perubahan terhadap

Undang- Undang Pajak Penghasilan yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang

No. 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 memberikan insentif

dan kemudahan bagi wajib pajak. Salah satu insentif tersebut adalah penurunan tarif

pajak, dimana tarif pajak badan mengalami penurunan dari tarif progresif

berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 dirubah menjadi tarif tunggal. Perubahan tarif

pajak ini memberikan dampak tersendiri bagi perusahaan khususnya yang telah Go

public karena beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan menjadi lebih kecil.

Jika manajer memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak,

maka perubahan tarif pajak ini memberikan insentif bagi manajer untuk melakukan

konservatisme akuntansi.

Penelitian yang dilakukan oleh Atika et al (2020) menunjukkan bahwa

insentif pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Harini et al (2020) dan Sugiyarti dan

Rina (2020) bahwa insentif pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Bertolak dengan penelitian yang di lakukan oleh (Safira, 2020) menyatakan insentif

pajak tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang di lakukan

(Sugiyarti & Rina, 2020) yang berjudul pengaruh insentif pajak, financial distress,
11

earning pressure terhadap konservatisme akuntansi. Perbedaan pertama adalah

sampel penelitian, yaitu dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah

perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di BEI tahun

2018-2020. Alasan peneliti menggunakan sektor tersebut di karenakan fenomena

yang sudah di jelasin sebelumnya. Peneliti menggunakan periode 2018-2020 untuk

mendapatkan data terbaru dan memberikan gambaran terkini secara lebih akurat

terhadap prinsip suatu perusahaan. Peneliti menambahkan variabel risiko litigasi

berdasarkan penelitian (Biduri et.al, 2020) yang berjudul pengaruh konflik

bondholders-shareholders, bonus plan, dan ukuran perusahaan teradap konservatisme

akuntansi (studi pada perusahaan menufaktur sektor industry barang konsumsi

terdaftar di BEI periode 2013-2017) yang dimana disaran jurnal tersebut

menyarankan menambahkan variabel risiko litigasi dan juga hasil nya masih belum

konsisten. Peneliti juga menggatikan variabel earning pressure menjadi ukuran

perusahaan. alasannya di karenakan hasil penelitian variabel ukuran perusahaan

masih banyak belum konsisten.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berhubungan dengan konservatisme akuntansi. Penelitian

ini dilakukan karena masih terdapat lemahnya penerapan konservatisme akuntansi

yang dilakukan pada perusahaan yang ada di Indonesia yang mengakibatkan

perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan dan membuat perusahaan

merugi. Disamping itu dapat mengakibatkan kepercayaan investor dan kreditor


12

berkurang untuk berinvestasi dan memberikan pinjaman. Pemilihan objek yang

dipilih oleh peneliti adalah perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi.

Alasan peneliti memillih sektor tersebut karena perusahaan sektor transportasi dan

utilitas merupakan salah satu sub sektor dari sektor infrastruktur di Bursa Efek

Indonesia. Infrastruktur merupakan salah satu faktor pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi yang dapat mendukung kelancaran aktivitas ekonomi

masyarakat, distribusi aliran produk dan jasa dan menjadi sistem pelayanan

masyarakat Selain itu, infrastruktur merupakan komponen utama dalam

meningkatkan efisiensi kegiatan ekonomi suatu negara. Infrastruktur yang memadai

meyebabkan biaya produksi, transportasi, komunikasi dan logistik semakin murah,

jumlah produksi meningkat, laba usaha meningkat, sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat. Hal tersebut akan menarik investor dan kreditor untuk

menanamkan modal dan memberikan pinjaman. Maka dari itu perlunya jaminan

berupa perlindungan risiko yang memungkinkan terjadi, dan menerapakan prinsip

konservatisme akuntansi. Penelitian ini menggunakan konservatisme akuntansi

sebagai variabel dependen, dan empat variabel independen lainnya yaitu ukuran

perusahaan, financial distress, risiko litigasi, dan insentif pajak. Dengan judul “

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Financial Distress, Risiko Litigasi, dan Insentif

Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi ( Studi Empiris pada Perusahaan

Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Pada Tahun 2018-2020) “


13

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah :

1. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi?

2. Apakah Financial Distress berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi?

3. Apakah Risiko Litigasi berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi?

4. Apakah Insentif Pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap konservatisme

akuntansi ?

2. Untuk mengetahui pengaruh Financial Distress terhadap konservatisme

akuntansi ?

3. Untuk mengetahui pengaruh Risiko Litigasi terhadap konservatisme

akuntansi ?

4. Untuk mengetahui pengaruh Insentif Pajak terhadap konservatisme

akuntansi ?
14

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi manajemen

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi manajemen

perusahaan dalam menentukan pilihan mengenai konservatisme akuntansi

2. Bagi Pihak Investor dan Kreditor

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi kepada investor dan

kreditor untuk mempertimbangan keputusan investasi dan pemberian

pinjaman pada masa yang akan datang.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan suatu bukti empiris sehingga dapat mengembangkan

kemampuan penulis dalam mengaplikasikan teoriteori yang sudah diperoleh

sebelumnya, terutama dalam menganalisis kebijakan pilihan konservatisme

akuntansi.

4. Bagi Peneliti Lebih Lanjut

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi untuk penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan kebijakan pilihan konservatisme akuntansi.


15

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari tiga bab dan dilaporkan

dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Bab satu berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab dua berisi tentang teori-teori yang digunakan, penelitian terdahulu, kerangka

pemikiran dan hipotesis, serta model penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN


Bab tiga berisi tentang metode penelitian, jenis dan sumber data, metode

pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran pengukuran variabel, serta

metode analisis data.


16
17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

1.5.1 Teori Agency

Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang

memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap

terjadinya konflik, sebab adanya perbedaan kepentingan antara pihak pengelola dan

pihak pemilik. Dimana pemilik ingin perusahaan beroperasi dengan baik sehingga

laba yang dihasilkan tinggi sedangkan pihak manajeman sebagai pengelola

perusahaan ingin mendapatkan kompensasi yang tinggi dari pihak pemilik atas

kinerja yang telah diberikan. Pihak manajemen beranggapan jika laba yang

dihasilkan tinggi maka kompensasi yang diberikan tinggi pula. Namun ketika kinerja

perusahaan buruk maka kompensasi yang diberikan akan rendah.

Supriyono (2018) mendiskripsikan bahwa teori agensi (keagenan) adalah

konsep yang mendeskripsikan hubungan antara principal (pemberi kontrak) dan agen

(penerima kontrak), principal mengontrak agen untuk bekerja demi kepentingan atau

tujuan prinsipal sehingga prinsipal memberikan wewenang pembuatan keputusan

kepada agen untuk mencapai tujuan tersebut. Agen bertanggung jawab atas

pencapaian tujuan tersebut dan agen menerima balas jasa dari prinsipal. Dalam

organsiasi perusahaan, prinsipal adalah para pemegang saham dan agen adalah

manajemen puncak (dewan komisaris dan direksi), prinsipal dapat juga manajemen
18

puncak dengan manajemen pusat pertanggungjawaban dalam organisasi. Biasanya,

semakin tinggi pencapaian tujuan prinsipal maka semakin tinggi pula balas jasa yang

diterima oleh agen.

Konflik keagenan lainya yang mungkin terjadi adalah mengenai informasi

asimetri (assymetries information). Konflik ini terjadi ketika salah satu pihak lebih

banyak mengetahui informasi dari pada pihak yang lainya. Contohnya pihak

manajemen lebih banyak mengetahui informasi mengenai perusahaan daripada para

pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena manajemen setiap hari berhubungan

dengan operasional perusahaan sehingga manajemen akan mengetahui betul kondisi

perusahaan. Para pemegang saham yang memiliki informasi yang terbatas akan

kesulitan dalam mengontrol kinerja perusahaan.

Penerapan konservatisme akuntansi tersebut diharapkan dapat mencegah

pihak manajemen bertindak terlalu optimis dengan ketidakpastian yang dialami

perusahaan. Selain itu dapat mencegah manajamen melebih-lebihkan laba karena

penerapan prinsip konservatisme mengakui biaya dan kerugian lebih cepat dan

menunda pengakuan pendapatan dan keuntungan ketika belum benar-benar

terealisasi. Penerapan konservatisme akuntansi menyebabkan laba yang dilaporkan

terlihat rendah dan aset bersih bernilai rendah. Melaporkan laba yang rendah dan aset

bersih rendah akibat penerapan konservatisme akuntansi lebih baik daripada

melaporkan laba dan a aset terlalu tinggi. Namun penerapan konservatisme akuntansi

harus dilakukan secara tepat, ketika diaplikasikan secara tepat maka perusahaan akan
19

menyediakan pedoman yang paling rasional dalam situasi yang sulit.

1.5.2 Teori Akuntansi Positif

Menurut Watts & Zimmerman (1986), teori akuntansi positif berusaha untuk

menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan pada alasan alasan yang

menyebabkan suatu peristiwa. Dengan kata lain, teori akuntansi positif dimaksudkan

untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer

menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam teori akuntansi positif

didasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan antara manajer dengan

kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan

institusi pemerintah.

Kebebasan yang diberikan kepada para manajer dalam memilih suatu

kebijakan akuntansi dapat memungkinan manajer berperilaku oportunistik. Manajer

akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan tujuan mereka. Teori

akuntansi positif menganggap bahwa manajer secara rasional akan memilih

kebijakan akuntansi yang menurut mereka baik. Menurut Chariri dan Ghozali (2007)

teori akuntansi positif adalah paham maksimalisasi kemakmuran (wealth

maximisation) dan kepentingan individu. Sehingga teori ini menjelaskan bahwa

manajer memiliki sifat untuk memaksimalkan kemakmurannya sendiri. Teori ini

memprediksi bahwa manajer mempunyai kecenderungan menaikkan laba untuk

menyembunyikan kinerja buruk. Kecenderungan manajer untuk menaikkan laba

dapat didorong oleh adanya empat masalah pengontrakan yaitu asimetri informasi,
20

masa kerja terbatas manajer, kewajiban terbatas manajer, dan asimetri pembayaran

(asymmetric payoff). Oleh karena itu manajer cenderung menyelenggarakan

akuntansi liberal, tetapi kreditor (dalam kontrak utang) dan pemegang saham (dalam

kontrak kompensasi) cenderung meminta manajer menyelenggarakan akuntansi

konservatif (Watts, 2003).

Menurut Watts & Zimmerman (1986) dalam teori akuntansi positif terdapat

tiga hipotesis yang mendorong manajer memilih kebijakan kebijakan akuntansi

tertentu:

1. Hipotesis rencana dan bonus (bonus plan hypothesis) Hipotesis ini

menjelaskan para manajer perusahaan yang menginginkan rencana bonus

akan memilih metode akuntansi yang cenderung meningkatkan laba yang

dilaporkan pada periode berjalan guna untuk meningkatkan nilai bonus yang

dapat diperoleh.

2. Hipotesis perjanjian hutang (debt covenant hypothesis), Hipotesis ini

memprediksi semakin tinggi rasio debt/eguity (DER) suatu perusahaan,

kemungkinan manajer akan menggunakan metode-metode akuntansi untuk

meningkatkan pendapatan, sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada

investor dan kreditor atas pengembalian jumlah investasinya.

3. Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis) Hipotesis ini

mempredikasi bahwa perusahaan yang besar dibandingkan perusahaan yang


21

kecil akan memilih metode akuntansi untuk mengurangi laba yang

dilaporkan guna menghindari tuntutan lebih dari pihak eksternal perusahaan.

Chariri dan Ghozali (2007) juga mengemukakan terdapat tiga hubungan

keagenan dalam teori akuntansi positif, yaitu:

1. Hubungan manajemen dengan pemilik (pemegang saham), manajemen akan

cenderung menerapkan akuntansi yang kurang konservatif atau optimis

apabila kepemilikan saham yang ada di perusahaan lebih rendah

dibandingkan dengan kepemilikan saham eksternal. Agen atau manajer

ingin agar kinerjanya dinilai bagus sehingga meningkatkan laba periode

berjalan, sedangkan prinsipal atau pemegang saham hanya menginginkan

deviden maupun capital gain dari saham yang dimilikinya. Sebaliknya, jika

kepemilikan manajerial lebih tinggi dibanding pemegang saham eksternal,

maka manajemen cenderung melaporkan laba yang lebih konservatif.

2. Hubungan manajemen dengan kreditor, apabila rasio hutang atau ekuitas

perusahaan tinggi maka kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode

akuntansi yang konservatif atau yang cenderung menurunkan laba semakin

besar karena kreditor dapat mengawasi kegiatan operasional manajemen

dan menuntut manajemen untuk melaporkan laba yang konservatif demi

keamanan dananya.

3. Hubungan manajemen dengan pemerintah, manajer akan cenderung

melaporkan laba secara konservatif untuk menghindari pengawasan yang


22

lebih ketat dari pemerintah, para analis, dan masyarakat dikarenakan

perusahaan yang besar akan lebih disoroti oleh pihak-pihak eksternal

dibanding perusahaan kecil.

1.5.3 Konservatisme Akuntansi

Savitri (2016:24) prinsip konservatisme adalah konsep yang mengakui beban

dan kewajiban sesegara mungkin meskipun ada ketidakpastian tentang hasilnya,

namun hanya mengakui pendapatan dan asset ketika sudah yakin diterima.

Konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku oppurtunistik

manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan laporan keuangan

sebagai media kontrak. Konsekuensinya, apabila terdapat kondisi yang kemungkinan

menimbulkan kerugian, biaya dan hutang tersebut harus segera diakui.(Rohminatin,

2016). Hal yang hampir serupa juga dinyatakan Watts (2003) yang mendefinisikan

konservatisme sebagai prinsip kehati-hatian dalam pelaporan keuangan dimana

perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur asset dan laba serta

segera mengakui kerugian dan utang yang mempunyai kemungkinan yang terjadi.

Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada

metode yang melaporkan laba atau aset yang lebih rendah serta melaporkan

utang lebih tinggi.

Konservatisme adalah prinsip yang pesimis dikarenakan biaya diungkapkan

terlebih dahulu dibandingkan dengan pendapatan. Nilai yang ada di pos-pos


23

keuangan mengungkapkan segala biaya terlebih dahulu, agar berhati-hati dalam

semua kemungkinan yang akan terjadi bila pendapatan tidak berjalan atau tidak

sesuai target (Agustina dkk 2015).

Wolk et al. (2001: 144-145) memberikan definisi konservatisme akuntansi

sebagai usaha untuk memilih metode akuntansi berterima umum yang (a)

memperlambat pengakuan revenues, (b) mempercepat pengakuan expenses, (c)

merendahkan penilaian aktiva, dan (d) meninggikan penilaian utang. Definisi

tersebut mengakibatkan nilai aktiva bersih yang understated secara persisten.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konservatisme

akuntansi merupakan salah satu prinsip akuntansi yang menerapkan kehati-hatian

dalam pelaporan keuangan. Metode pelaporan keuangan yang digunakan dalam

prinsip konservatisme ini adalah memperlambat atau tidak terburu-buru dalam

mengakui aset dan pendapatan yang sudah terealisasi tetapi mempercepat pengakuan

kewajiban dan beban walaupun hal tersebut masih kemungkinan dan belum

terealisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip konservatisme akuntansi lebih

mengantisipasi semua rugi tetapi tidak mengantisipasi laba. Penggunaan prinsip

konservatisme dalam laporan keuangan membuat laba dan aset lebih rendah dan

utang menjadi lebih tinggi. Penggunaan prinsip konservatisme akan menyebabkan

pelaporan keuangan yang pesimistik, hal tersebut dapat menetralisir sikap optimisme

para pengguna laporan yang terlalu belebihan dalam melaporan hasil usahanya.
24

Di kalangan para peneliti, prinsip konservatisme akuntansi masih dianggap

sebagai prinsip yang kontroversial. Penggunaan konservatisme dapat dianggap

bermanfaat yaitu untuk memprediksi ketidakpastian yang mungkin dialami

perusahaan di masa yang akan datang, namun di sisi lain penggunaan konservatisme

dianggap tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya

sehingga dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan perusahaan. Konservatisme

akuntansi digunakan untuk mengurangi risiko dan optimisme yang berlebihan oleh

manajer dan pemilik perusahaan. Konservatisme tidak dapat digunakan secara

berlebihan, karena akan menyebabkan kesalahan dalam perhitungan laba atau rugi

periodik perusahaan, dan tidak dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang

sebenarnya (Sulastri & Anna, 2018). Konsekuensi yang timbul dari kerugian atau

kebangkrutan akan lebih berbahaya dari pada keuntungan. Pendapat yang menentang

mengatakan bahwa konservatisme akuntansi dianggap sebagai kendala yang

mempengaruhi kualitas laporan keuangan (Sulastri & Anna, 2018). Kiryanto &

Suprianto (2006) menyatakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip

konservatisme akan cenderung bias karena tidak bisa mengambarkan keadaan yang

sebenarnya. Hal ini terjadi karena tidak adanya kesesuaian antara beban yang

dikeluarkan dengan pendapatan yang akan diperoleh. Bahkan ketika perusahaan

menerapkan prinsip konservatisme akan berdampak pada periode selanjutnya. Pada

periode pertama biaya yang dikeluarkan perusahaan akan meningkat, sehingga laba

menurun. Sedangkan pengakuan pendapatan terjadi pada periode kedua yang akan

meningkatkan nilai laba. Oleh karena itu beberapa peneliti tidak setuju dengan
25

penerapan prinsip konservatisme. Terlepas dari pendapat yang pro dan kontra

mengenai konservatisme, beberapa hasil penelitian saat ini menunjukkan bahwa

laporan keuangan secara konservatif saat ini masih bermanfaat.

Watts (2003) menjelaskan ada 4 hal yang menyebabkan konservatisme

masih diterapkan dalam akuntansi, yaitu :

1. Contracting Explanation

Konservatisme merupakan upaya untuk membentuk mekanisme kontrak

yang efisien antara perusahaan dan berbagai pihak eksternal. Atas dasar

penjelasan kontrak, konservatisme akuntansi dapat digunakan untuk

menghindari moral hazard yang disebabkan oleh pihak-pihak yang

mempunyai informasi asimetris, pembayaran asimetris, horison waktu yang

terbatas, dan tanggung jawab yang terbatas. Moral hazard adalah suatu tipe

asimetri informasi dimana satu orang atau lebih pelaku bisnis dapat

mengamati kegiatan-kegiatan dibandingkan dengan pihak lain.

2. Litigation Risiko

Litigasi berkaitan dengan posisi kreditor dan investor sebagai pihak

eksternal. Investor dan kreditor adalah pihak yang memperoleh

perlindungan hukum. Risiko potensial terjadinya litigasi dipicu oleh potensi

yang melekat pada perusahaan berkaitan dengan tidak terpenuhinya

kepentingan investor dan kreditor. Dalam rangka memperjuangkan hak-

haknya investor dapat saja melakukan litigasi dan tuntutan hukum terhadap
26

perusahaan. Juanda (2007) menyatakan bahwa untuk menghindari litigasi

dan tuntutan hukum, manajer memberikan informasi kepada investor dan

kreditor yang mengarah pada:

a. Pengungkapan berita buruk dengan segera dalam laporan

keuangan.

b. berita baik.

c. Menerapkan akuntansi yang konservatif.

3. Taxation

Penerapan akuntansi konservatif dilakukan dalam upaya memperkecil pajak

penghasilan perusahaan. Perusahaan dapat memilih metode-metode yang

cenderung konservatif dalam rangka menekan biaya pajak sepanjang

diperbolehkan oleh Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Di

Indonesia peraturan perpajakan mewajibkan dilakukannya rekonsiliasi fiskal

dengan tujuan mencocokkan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Ada

peraturan yang diperbolehkan dalam standar akuntansi namun tidak

diperbolehkan dalam perpajakan. Meskipun aspek perpajakan tetap menjadi

pertimbangan pilihan perusahaan untuk menerapkan akuntansi konservatif.

4. Regulation

Regulator membuat serangkaian intensitf bagi laporan keuangan

agar disusun secara konservatif. Negara-negara dengan regulasi

tinggi memiliki tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada


27

negara-negara dengan tingkat regulator rendah.

Menurut Sitohang (2018) terdapat dua pandangan yang bertentangan

mengenai manfaat konservatisme akuntansi, yaitu:

1. Akuntansi konservatif bermanfaat

Akuntansi konservatif akan menguntungkan dalam kontrak- kontrak antara

pihak-pihak dalam perusahaan maupun dengan luar perusahaan karena

konservatisme dapat membatasi tindakan manajer untuk melaporkan laba

lebih besar dari keadaan sesungguhnya serta memanfaatkan informasi

yang asimetri ketika menghadapi klaim atas aktiva perusahaan.

Konservatisme juga berperan mengurangi konflik yang terjadi antara

manajemen dan pemegang saham akibat kebijakan deviden yang

diterapkan oleh perusahaan. Selain itu konservatisme memiliki value

relevance yang digambarkan dalam laporan keuangan perusahaan

bahwa perusahaan tersebut menggunakan prinsip konservatisme

sehingga dapat mencerminkan nilai pasar perusahaan.

2. Akuntansi konservatif tidak bermanfaat

Konservatisme sebagai sistem akuntansi bias. Pendapat ini dipicu oleh

difinisi konservatisme yang mengakui biaya dan kerugian lebih cepat,

mengakui pendapatan dan keuntungan lebih lambat, menilai aktiva dengan

nilai terendah, dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi. Selain itu
28

konservatisme menghasilkan kualitas laba yang rendah dan kurang relevan

dimana konservatisme mempengaruhi kualitas angka-angka yang dilaporkan

di neraca maupun laba dalam laporan laba rugi. Ketika perusahaan

meningkatkan jumlah investasi, maka akuntansi konservatif akan

menghasilkan perhitungan laba yang lebih rendah dibandingkan akuntansi

liberal/optimis. Akuntansi konservatif juga akan menciptakan cadangan

yang tidak tercatat, sehingga memungkinkan manajemen lebih leluasa

melaporkan angka laba dimasa mendatang.

Watts (2003) membagi konservatisme menjadi 3 pengukuran, yaitu

Earning/Stock Return Relation Measure, Earning/Accrual Measures, Net Asset

Measure. Berikut beberapa pengukuran konservatisme jika dikelompokkan sesuai

dengan pendekatan Watts (2003):

1. Earning/stock returns relation measures

Pengukuran jenis ini bertujuan untuk merefleksikan perubahan nilai aset

pada saat terjadinya perubahan, baik perubahan atas rugi ataupun laba tetap

dilaporkan sesuai waktunya. Basu (1997) menyatakan bahwa konservatisme

menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar buruk atau kabar

baik terefleksi dalam laba yang tidak sama. Hal ini disebabkan karena

kejadian yang diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan

harus segera diakui sehingga mengakibatkan bad news lebih cepat diakui

dalam laba dibandingkan good news. Dalam modelnya basu menggunakan


29

model piecewise-linier regression sebagai berikut :

Dimana ∆NIt adalah net income sebelum adana extraordinary items dari

tahun t-1 hingga t, yang diukur dengan menggunakan total assets awal nilai

buku. Sedangkan D∆NI t −1 adalah dummy variabel, dimana bernilai 1 jika

perubahaan ∆NI t −1 bernilai negatif 2.

2. Earning /Accrual Measures Konservatisme diukur dengan menggunakan

akrual, yaitu selisih antara laba dengan arus kas.

a. Model Givoly dan Hayn (2000)

Pengukuran ini difokuskan pada laporan laba rugi komperehensif

selama beberapa tahun. Mereka berpendapat bahwa konservatisme

akan menghasilkan akrual yang terus menerus, yang dimaksud

akrual adalah perbedaan laba bersih sebelum depresiasi/amortisasi

dan arus kas kegiatan operasi jika hasilnya negatif maka perusahaan

menerapkan prinsip konservatisme. Jadi semakin negatif hasil

accrual maka semakin tinggi penerapan konservatisme akuntansi.

Terdapat dua macam akrual yaitu operating accrual yang merupakan

jumlah akrual yang muncul dalam laporan keuangan sebagai hasil

dari kegiatan operasional dan non operating accrual yang

merupakan jumlah akrual yang muncul di luar hasil kegiatan

operasional perusahaan berikut model menurut Givoy dan Hawn


30

(2002) :

Keterangan :

Total Accruals : Laba bersih + depresiasi/amortisasi – arus kas

operasi Operating accrual : ∆Piutang Usaha + ∆ persediaan + ∆

Biaya dibayar dimuka -∆ utang usaha - ∆ utang pajak

b. Model Zhang (2007)

Pengukuran jenis ini menggunakan conv_accrual sebagai salah satu

pengukuran konservatisme. Conv_accrual didapat dengan membagi

akrual non operasi dengan total aset. akrual non operasi

memperlihatkan pencatatan kejadian buruk yang terjadi dalam

perusahaan. Dalam peneliatian Zhang (2007) mengalihkan

conv_accrual dengan -1 bertujuan untuk memudahkan analisia.

Dimana semakin tinggi nilai conv_accrual menunjukan penerapan

konservatisme yang semakin tinggi juga.

c. Model discretionary accruals.

Terdapat beberapa model untuk menghitung discretionary accrual.

Discretionary accrual yang paling sering digunakan adalah

discretionary accrual model Kasznik (1999). Kasznik (1999)

memodifikasi model Dechow et al. (1995) dengan memasukkan

unsur selisih arus kasoperasional (ΔCFO) untuk mendapatkan nilai

akrual non-diskresioner dan akrual diskresioner.


31

3. Net asset measure

Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui tingkat konservatisme dalam

laporan keuangan adalah nilai aktiva yang understatment dan kewajiaban

yang overstatement. Salah satu model pengukurannya dengan menggunakan

market to book ratio (MTB) yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000).

Pengukuran dengan MTB mencerminkan nilai pasar terhadap nilai buku

perusahaan. Jika nilai rasio lebih dari 1 artinya perusahaan menerapkan

prinsip konservatisme karena perusahaaan mencatat nilai perusahaan lebih

rendah dari nilai pasarnya. Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran

net asset measure yaitu dengan MTB (market to book ratio) jika rasio ini

lebih dari 1 maka perusahaan menerapkan prinsip konservatisme dalam

melaporkan aktivitasnya ke dalam laporan keuangan bahwa perusahaan

mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya. Nilai

perusahaan di dalam laporan keuangan dicatat lebih rendah dari nilai

pasarnya karena sebagai akibat bahwa perusahaan mencatat aset lebih

rendah dan mencatat hutangnya lebih tinggi dari nilai pasarnya.

Menurut (Savitri, 2016: 50-53) secara lebih spesifik, pendefinisian secara

operasional yang sering digunakan dalam mengukur konservatisme:

1. Basu (1997) asymmetric timeliness of earnings measure (AT)

EPSit
= 𝛼0 + 𝛼1𝐷𝑅𝑖𝑡 + 𝛽0𝑅𝑖𝑡 + 𝛽1𝐷𝑅𝑖𝑡+∈ 𝑖𝑡
Pit
32

Keterangan:

EPSit : Earnings per share untuk perusahaan i tahun t

Pit : Harga pasar pembukaan untuk perusahaan I tahun t Rit :

Return saham perusahaan i tahun t

Drit :1 bila return pasar untuk perusahaan i pada tahun t


adalah negatif dan 0 bila sebaliknya

2. Ball dan Shivakumar (2005) asymmetric cash flow to accruals

measure (AACF).

ACCt = β0 + β1DCFOt + β2CFOt + β3DCFOt × CFOt + εt

Keterangan:

ACCt : Akrual yang diukur dengan Net Income - Arus Kas

Total DCFOt : Dummy 0 bila CFOt lebih besar sama dengan 0 dan

1 bila CFOt lebih kecil dari 0

CFOt : Arus Kas Operasi tahun t

3. Rasio Market to Book (atau Book to Market) (MTB atau BTM).

BTMt, i = αt + αi + ∑ βjRt − j, i + εt, i


j=0

Keterangan:

BTMit : book to market ratio perusahaan i pada akhir


tahun t
αt : year to year variation in the BTM common to
33

the sample firms αi : Bias component dari BTM untuk perusahaan i


Rt-i,j : Return on Equity (ROE) selama 6 tahun
sebelum

4. Penman dan Zhang (2002) Hidden Reserves Measure (HR)

𝐸𝑅𝑖𝑡
𝐶𝑖𝑡 =
𝑁𝑂𝐴𝑖𝑡

Keterangan:

INV : Inventory reserves RD : R&D reserves ADV : Brand asset

5. Adaptasi dari Givolyn dan Hayn (2000) Conservatism Based On

Accrued Items.

(NIO+DEP−CFO)X(−1)
CONACC =
TA

Keterangan:

CONACC : Earnings conservatism based on accrued items


NIO : Operating profit of current year
DEP : Depreciation of fixed assets of current year
CFO : Net amount of cash flow from operating activities of
current year

TA : Book value of closing total assets.

6. Besaran Akrual (Dikembangkan oleh Givoly dan Hayn 2002)

Proksi konservatisme yang dikembangkan oleh Givoly dan Hayn (2002),

yaitu besaran akrual, apabila akrual bernilai negatif, maka laba digolongkan
34

konservatif, dan sebaliknya. Rumus yang digunakan:

𝐶𝑖𝑡 = 𝑁𝐼𝑖𝑡 − 𝐶𝐹𝑂𝑖𝑡

Keterangan:
Cit : Net income sebelum extraordinary item dikurangan
depresiasi dan amortisasi
CFit : Cash Flow dari kegiatan operasional

1.5.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu ukuran atau besarnya sebuah perusahaan

yang dilihat dari besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan

dapat diukur dengan melihat total asset yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Menurut Bahaudin dan Wijayanti (2011) ukuran perusahaan dibagi menjadi tiga

kategori yaitu perusahaan besar (large size), perusahaan menengah (medium size)

serta perusahaan kecil (small size). Perusahaan besar tergolong memiliki profit yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, oleh karena itu

perusahaan besar lebih sering menghadapi risiko yang lebih besar. Perusahaan

besar dihadapkan dengan besarnya biaya politis yang tinggi, sehingga perusahaan

besar cenderung menggunakan prinsip akuntansi yang konservatif untuk mengurangi

besarnya biaya politis.

Biaya politis mencakup semua biaya atau transfer kekayaan yang harus

ditanggung perusahaan terkait tindakan-tindakan antitrust, regulasi, subsidi

pemerintah, tarif pajak, tuntutan buruh, dan sebagainya (Watts dan Zimmerman,
35

1990). Pemerintah akan memungut pajak yang relatif tinggi kepada perusahaan

besar, karena seiring tingginya laba yang dihasilkan oleh perusahaan besar , maka

pajak yang harus dibayarkan akan mengikuti besarnya laba. Oleh karena itu, semakin

besar ukuran perusahan akan menyebabkan semakin besar pula biaya politis yang

harus dibayarkan, sehingga untuk mengurangi biaya politis tersebut perusahaan

berupaya untuk melaporkan laba secara konservatif dengan tujuan agar laba tidak

terlihat tinggi. Lafond dan Roycodwhury (2007) menyatakan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Perusahaan besar

cenderung memiliki pemegang saham atau shareholders yang juga sangat banyak.

Pemegang saham akan meminta kepada pihak manajemen perusahaan untuk

menerapkan prinsip konservatisme akuntansi dalam penyajian laporan keuangan

perusahaan.

Tidak seperti perusahaan besar yang cenderung menyajikan laba yang

konservatif untuk mengurangi biaya politis, perusahaan kecil akan lebih optimis

dalam melakukan pelaporan laba. Hal tersebut dikarenakan perusahaan kecil tidak

terlalu menjadi sorotan pemerintah. Perusahaan kecil tidak terdorong untuk

melakukan pelayanan publik dan kepentingan sosial lainnya sehingga pajak yang

dibayarkan pun relatif rendah. Oleh karena itu, mereka cenderung mengurangi

tingkat penerapan konservatisme dalam pelaporan keuangannya. Ukuran perusahaan

dapat diukur menggunakan log total aset yang dapat dilihat melalui aset lancar dan

aset tidak lancar perusahaan pada tahun pelaporan (Jogiyanto, 2000:254).


36

Ukuran Perusahaan = Log Natural (Total Aset)

1.5.5 Financial Distress

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan adalah

kebangkrutan atau kepailitan, hal tersebut dapat dihindari dengan cara memprediksi

sebab-sebab yang mengakibatkan kebangkrutan yaitu dengan melihat adanya

financial distress. Financial distress dapat diartikan sebagai munculnya sinyal-sinyal

atau gejala awal kebangkrutan terhadap penurunan kondisi keuangan yang dialami

oleh suatu perusahaan. Sinyal-sinyal tersebut dapat berupa penurunan laba yang

dihasilkan oleh perusahaan, mendapat surat tagihan dari bank akibat tidak tepat

waktu dalam membayar kewajiban, ketidakmampuan perusahaan dalam melunasi

hutang yang telah jatuh tempo dan perusahaan dalam kondisi tidak solvable dimana

nilai buku hutang lebih besar dari nilai buku aset. Perusahaan yang mengalami

kesulitan keuangan dapat disebabkan karena permasalahan ekonomi, penurunan

kinerja dan manajemen yang buruk.

Menurut Hofer dan Whitaker (2006) mendefinisikan financial distress

sebagai suatu kondisi perusahaan mengalami laba bersih (net income) negatif

selama beberapa tahun. Namun menurut (Fahmi 2017:93) financial distress adalah

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan

atau likuditas. Sedangkan (Risdiyani & Kusmuriyanto, 2015) mengemukakan bahwa

Financial Distress merupakan perusahaan yang mengalami gejala-gejala awal


37

terhadap penurunan kondisi laporan keuangan perusahaan. Kesulitan keuangan dapat

diukur dengan metode altman Z-score melalui hasil penelitian pertama yang

dilakukan Hadi dan Anggreani (2008) menunjukkan bahwa model prediksi Altman

merupakan prediktor yang terbaik dan menunjukan metode yang paling popular

untuk melakukan prediksi financial distress. Selain itu, menurut Haron (2009)

Altman mampu memprediksi kesulitan keuangan dengan tingkat akurasi 95%

melalui analisis diskriminan yang digunakannya. Edward I. Altman pada tahun 1968

merilis model Altman Z-score untuk Model pertama, kemudian pada tahun

selanjutnya ia mengembangkan 2 model lanjutan Z-Score. Penelitian kali ini

menggunakan metode Altman Z- Score model 3 (untuk perusahaan non manufaktur),

dia menghilangkan variabel X5 dengan proxy sebagai berikut:

Model 1 :

Z=1,2(X1)+1,4(X2)+3,3(X3)+0,6(X4)+0,999(X5)

Keterangan:
Z = Nilai Indeks Kebangkrutan
X1 = Modal Kerja/Total Asset
X2 = Laba Ditahan/Total Asset
X3 = EBIT/Total Asset
X4 = Nilai Pasar Saham/Total Hutang
X5 = Penjualan/Total Asset

Untuk Model 1, Peluang kebangkrutan semakin tinggi jika skor berada di

bawah1,8. Sementara, Perusahaan yang memiliki skor diatas 3 berpeluang kecil untuk
38

bangkrut dan relatif aman. Sedangkan, skor antara 1,81 dan 3 mewakili zona hati-

hati.

Model Pertama Altman diatas tidak cocok untuk perusahaan kecil, non-

manufaktur, atau swasta. Dalam membangun modelnya, Altman menggunakan data

statistik dari perusahaan manufaktur publik. Selain itu, dia mengecualikan semua

perusahaan dengan aset kurang dari USD1 juta. Sehingga, diluar kategori tersebut,

model tidak relevan karena sampel yang tidak memadai.

Kemudian, Altman mengembangkan dua model lanjutan Z score. Dia

menggunakan sampel perusahaan swasta dan perusahaan non-manufaktur. Sehingga,

model yang diupdate tersebut lebih relevan untuk semua perusahaan.

Untuk perusahaan swasta, karena informasi harga saham tidak tersedia, Altman

mengganti nilai pasar ekuitas pada variabel X4 dengan nilai buku ekuitas pemegang

saham. Model Altman Z-Score untuk perusahaan swasta adalah :

Model 2

Z = 0,717(X1)+ 0,847(X2)+3,107(X3)+0,420(X4) 0,998(X5)

Untuk Model 2, Z-Score yang bagus untuk perusahaan swasta berada diatas 2,9

menunjukkan peluang bangkrut yang rendah. Sebaliknya, perusahaan swasta

berpeluang besar untuk bangkrut jika nilai Z-Score berada dibawah 1,23.

Sedangkan, untuk perusahaan non-manufaktur, dia menghilangkan variabel X5.

Persamaan untuk modelnya adalah sebagai berikut :

Model 3 :

Z = 6,56(X1)+3,26(X2)+6,72(X3)+1,05(X4)
39

Untuk Model 3, nilai diatas 2,60 kemungkinan bangkrut sangat kecil dan nilai

dibawah 1,1 berarti perusahaan berpeluang besar untuk bangkrut.

1.5.6 Risiko Litigasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) risiko adalah akibat yang

kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau

tindakan. Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa

sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau

penggantian atas kerusakan. Perusahaan berisiko untuk mendapatkan litigasi dan

tuntutan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan olehnya. Tuntutan hukum

dan litigasi dapat disebabkan adanya laporan keuangan yang tidak sesuai dengan

kondisi yang sebenarnya sehingga merugikan bagi pihak-pihak yang berkepentingan

(Putri, 2018).

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Juanda (2007) yang mengartikan

bahwa risiko litigasi sebagai risiko yang melekat pada perusahaan yang

memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang mempunyai

kepentingan dengan perusahaan yang merasa dirugikan. Pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap perusahaan meliputi kreditor, investor dan regulator. Risiko

litigasi dapat diukur dari berbagai indikator keuangan yang menjadi determinan

kemungkinan terjadinya litigasi.

Sedangkan menurut Putri (2018), litigasi merupakan proses gugatan atas

suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya,


40

dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan

yang bertentangan. Litigasi merupakan proses yang sangat dikenal (familiar) bagi

para lawyer dengan karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan

untuk memutuskan (to impose) solusi diantara para pihak yang bersengketa. Johnson

et al dan Qiang dalam Juanda (2007) menambahkan bahwa risiko potensial

terjadinya litigasi dipicu oleh potensi yang melekat pada perusahaan berkaitan

dengan tidak terpenuhinya kepentingan investor dan kreditor. Apabila hak tersebut

tidak diberikan, pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan litigasi dan

tuntutan hukum kepada perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa risiko litigasi

merupakan risiko yang sudah terikat dalam setiap perusahaan. Jadi jika perusahaan

yang bersangkutan melakukan manipulasi pada pelaporan keuangan, hal ini dapat

mengakibatkan terjadinya kerugian kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Apabila hak mereka tidak dapat diberikan oleh perusahaan yang bersangkutan, maka

pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan tuntutan hukum terhadap

perusahaan yang sudah dianggap merugikan.

Saputra (2016) mengatakan bahwa risiko litigasi bisa timbul dari pihak

kreditor maupun investor. Dari sisi kreditor, litigasi dapat timbul karena perusahaan

tidak menjalankan operasinya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.


41

Misalnya ketidakmampuan perusahaan membayar utang-utang yang telah diberikan

kreditor. Risiko litigasi yang berasal dari kreditor dapat diperoleh dari indikator

risiko ketidakmampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendek maupun

jangka panjang. Dari sisi investor, litigasi dapat timbul karena pihak perusahaan

menjalankan operasi yang akan berakibat pada kerugian bagi pihak investor yang

tercermin dari pergerakan harga dan volume saham. Misalnya menyembunyikan

beberapa informasi negatif yang seharusnya dilaporkan (Juanda, 2007).

Putri (2018) mengungkapkan bahwa beberapa peneliti telah mengungkapkan

faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas ancaman litigasi antara lain: terbitnya

peraturan baru, tingkat kepemilikan saham asing, komposisi dewan direksi, kondisi

politik, lingkungan hukum dan peraturan dalam suatu negara, sensitivitas investor

dan tingkat keketatan aturan kontrak utang. Seluruh faktor tersebut merupakan

pendorong terjadinya litigasi bila perusahaan tidak hati-hati dalam melaporkan

kinerja keuangannya.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan terdapat berbagai

indikator yang digunakan untuk mengukur risiko litigasi. Berikut beberapa

pengukuran risiko litigasi :

5. Analisis faktor (component factor analysis)

Juanda (2007) melakukan pengukuran risiko litigasi dengan

menggunakan analisis faktor terhadap variabel-variabel:


42

a. Beta saham dan perputaran volume saham, keduanya merupakan

proksi volatilitas saham

b. Likuiditas dan solvabilitas, keduanya merupakan proksi dari

risiko keuangan

c. Ukuran perusahaan yang merupakan proksi dari risiko politik.

Adapun tahapan pengukuran risiko litigasi adalah sebagai berikut :

a. Menghitung Return Saham (RET), perputaran saham (TURNOV),

likuiditas (LIK), leverage (LEV), ukuran perusahaan (SIZE)

b. Kelima variabel tersebut dikomposit dengan melakukan component

factor analysis untuk menentukan indeks risiko litigasi. LITRISK

adalah hasil penjumlahan faktor-faktor yang memiliki nilai MSA>

0,50. Nilai LITRISK yang tinggi menunjukkan risiko litigasi yang

tinggi, sedangkan nilai LITRISK yang rendah menunjukkan risiko

litigasi yang rendah.

6. Model Rogers dan Stocken


Risiko litigasi diukur dengan skor yang didapatkan dari hasil perhitungan

menggunakan model Rogers dan Stocken (2005). Skor litigasi dihitung

dengan menggunakan variabel variabel yang berhubungan dengan kinerja

harga saham yaitu nilai pasar saham, perputaran volume saham, beta saham,

return saham, serta return minimal. Nilai pasar (SIZE) merupakan nilai
43

saham perusahaan selama satu tahun. Perputaran volume saham (TURN)

merupakan rata-rata volume saham yang diperdagangkan dibandingkan

dengan rata-rata saham yang beredar. Beta saham (BETA) merupakan slope

koefisien dari model pasar. Beta merupakan suatu pengukur volatilitas

return suatu saham terhadap return pasar yang menggambarkan nilai risiko

suatu saham. Return saham (RETURN) dihitung dengan mengamati

perubahan harga saham bulanan. Return minimal (MIN_RET) merupakan

perubahan harga saham bulanan yang menghasilkan return paling kecil.

Skor LITRISK dihitung dengan menggunakan model yang ditentukan

dengan persamaan :

Keterangan :

𝑳𝑰𝑻𝑹𝑰𝑺𝑲 = −𝟓. 𝟕𝟑𝟖 + 𝟎. 𝟏𝟒𝟏(𝑺𝑰𝒁𝑬) + 𝟎. 𝟐𝟖𝟒 (𝑻𝑼𝑹𝑵) +

𝟎. 𝟎𝟏𝟐(𝑩𝑬𝑻𝑨) − 𝟎. 𝟐𝟑𝟕 (𝑹𝑬𝑻𝑼𝑹𝑵) − 𝟑. 𝟏𝟔𝟏(𝑴𝑰𝑵_𝑹𝑬𝑻

SIZE : log natural dari nilai pasar saham


TURN : rata-rata volume saham yang diperdagangkan
dibandingkan dengan rata-rata saham outstanding
BETA : slope koefisien dari model pasar
RETURN : return yang didapat rata-rata per tahun
MIN_RET : return minimal
44

7. Asset Growth
Asset growth adalah kenaikan aset yang dimiliki perusahaan, kenaikan aset

dapat membandingkan antara banyaknya aset tahun sebelumnya dengan aset

pada tahun yang berjalan. Ketika kenaikan aset yang dimiliki

perusahaan rendah maka resiko litigasi yang dimiliki perusahaan rendah dan

ketika kenaikan aset perusahaan tinggi maka resiko litigasi yang

ditimbulkan tinggi pula. Hal tersebut karena ketika kenaikan aset rendah

maka kreditor tidak akan mencurigai perusahaan melakukan tindakan yang

tidak etis sehingga tidak melakukan tuntutan hukum namun ketika

kenaikan aset tinggi maka akan menimbulkan kecurigaan bagi pihak

kreditor ataupun investor karena kenaikan tersebut dianggap tidak wajar

sehingga resiko litigasi yang dimiliki perusahaan akan tinggi pula.

8. Debt to Equity Ratio


Perhitungan risiko litigasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Debt to

Equity Ratio sebagai berikut (Nugroho, 2012):

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑳𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒂𝒔
𝑫𝑬𝑹 = 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒌𝒖𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Dimana penggunaan Debt to Equity Ratio ini adalah untuk mengetahui

risiko litigasi perusahaan, yaitu semakin tinggi rasio ini maka akan semakin

besar risiko litigasi yang dihadapi perusahaan. Karena hutang yang dimiliki

jauh lebih besar dari ekuitas yang dimiliki perusahaan, yang akan digunakan
45

untuk menutupi utang-utang. Batas perusahaan dikatakan tidak memiliki.

1.5.7 Insentif Pajak

Insentif pajak adalah suatu bentuk fasilitas perpajakan yang diberikan oleh

pemerintah kepada wajib pajak tertentu berupa penurunan tarif pajak yang bertujuan

untuk memperkecil besarnya beban pajak yang harus dibayarkan (Ayu, 2019).

Sedangkan menurut UNTAD (United Nations Conference on Trade and

Development) mendefinisikan insentif pajak sebagai segala bentuk insentif yang

mengurangi beban pajak perusahaan dengan tujuan untuk mendorong

perusahaanperusahaan tersebut untuk berinvestasi di proyek dan sektor tertentu

(Prasetya & Gayatri, 2016).

Menurut Sitohang (2018) insentif pajak diberikan dengan tujuan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah seperti meningkatkan aktivitas perekonomian, menjaga

pertumbuhan ekonomi, mengantisipasi gejolak ekonomi yang memburuk,

mempercepat investasi, meningkatkan pertumbuhan perusahaan, menjaga keuangan

perusahaan, dan untuk melindungi pegawai yang bekerja di perusahaan agar

perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada para karyawannya.

Insentif pajak juga mampu memotivasi perusahaan untuk memanajemen laba sebagai

bentuk penghematan pajak, sehingga dapat disebut sebagai bentuk manajemen pajak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa insentif pajak

merupakan salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak,

biasanya wajib badan. Fasilitas yang diberikan berupa penurunan tarif pajak,
46

sehingga dapat memperkecil beban pajak yang harus dibayarkan. Insentif pajak ini

diberikan guna untuk meminimalisir terjadinya penghindaran pajak yang bersifat

illegal. Karena seperti yang kita ketahui, banyak perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak secara illegal. Jadi dengan adanya insentif pajak ini diharapkan

bagi perusahaan- perusahaan untuk tetap dapat memenuhi kewajibannya sebagai

wajib pajak.

Suandy (2013) menjelaskan secara umumnya terdapat empat macam bentuk

insentif pajak, yaitu :

9. Pengecualian dari pengenaan pajak


10. Pengurangan dasar pengenaan pajak
11. Pengurangan tarif pajak
12. Penangguhan pajak
Di Indonesia pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara

(budgetair) dan juga berfungsi sebagai regulasi (regulerend) yaitu mengatur tatanan

kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat suatu negara. Menurut Mardiasmo

(2013:135) pajak penghasilan didefinisikan sebagai suatu kewajiban yang harus

dibayarkan oleh para wajib pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Perusahaan selalu

berusaha untuk meminimalkan pajak penghasilannya. Metode– metode untuk

menghitung laba kena pajak sangat berkaitan dengan perhitungan laba dalam laporan

keuangan.
47

Pada tahun 2008 pemerintah melakukan perubahan terhadap UndangUndang

Pajak Penghasilan yaitu dengan diterbitkan Undang Undang No.36 Tahun 2008.

Undang Undang tersebut memberikan insentif dan kemudahan bagi wajib pajak.

Salah satu insentif tersebut adalah penurunan tarif pajak, dimana tarif pajak 41 badan

mengalami penurunan dari tarif progresif. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 (ada 3

lapisan : 10%, 15%, dan 30%) dirubah menjadi tarif tunggal berdasarkan UU PPh

No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku efektif pada tahun

2009, yaitu: (1) 28% (diefektifkan pada tahun 2009) dan 25% (diefektifkan pada

tahun 2010) untuk perusahaan dan (2) 5% lebih rendah dari tarif nomor (1) untuk

perusahaan yang telah go public dan minimal 40% jumlah keseluruhan saham yang

disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Harini dkk, 2020). Serta

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2020 Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b, yaitu penurunan tarif pajak penghasilan

wajib pajak badan menjadi 22% berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021, dan 20%

yang mulai berlaku pada tahun 2022. Dimana perubahan tarif pajak ini memberikan

dampak tersendiri bagi perusahaan.

Penurunan tarif pajak ini secara otomatis menguntungkan bagi perusahaan

khususnya yang telah go public karena beban pajak yang harus dibayarkan

perusahaan menjadi lebih kecil. Jika manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan

dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif ini akan memberikan

insentif bagi manajer untuk melakukan konservatisme yang tinggi. Biasanya


48

perusahaan menempuh strategi meminimalkan pajak (taxminimizing) dengan laba

dilaporkan lebih rendah (Wijaya & Martani, 2011).

Perhitungan perubahan tarif pajak penghasilan menggunakan proksi

perencanaan pajak sebagai ukuran insentif pajak sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Yin dan Cheng (2004) yaitu sebagai berikut :

TAXPLAN(TP)=𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃ℎ 𝑥 (𝑃𝑇𝐼−𝐶𝑇𝐸)


𝑇𝐴

Keterangan:
TAXPLAN (TP) :Perencanaan pajak

PTI :Pre-tax income


CTE :Current portion of total tax expense (beban
pajak kini)
2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan review tentang penelitian terdahulu yang telah

melakukan pengujian mengenai konservatisme akuntansi dan berbagai faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

Atika dkk pada tahun 2021 melakukan penelitian tentang pengaruh insentif

pajak, leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa insentif pajak, leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas

berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Pada tahun yang sama Andani dan

Nurhayati juga meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan, financial distress, dan

risiko litigasi terhadap konservatisme akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa


49

ukuran perusahaan dan risiko litigasi berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Sedangkan financial distress tidak berpengaruh terhadap konservatisme akutansi.

Selanjutnya pada tahun 2020, Harini dkk melakukan penelitian tentang

pengaruh insentif pajak, pajak dan cash flow terhadap konservatisme akuntansi. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa cash flow berpengaruh. Sedangkan insentif

pajak dan pajak tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Sugiarti dan

Rina pada tahun 2020 juga meneliti tentang pengaruh insentif pajak, financial

distress dan earning pressure terhadap konservatisme akuntansi. Hasilnya

menunjukkan bahwa insentif pajak dan financial distress berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi. Sedangkan earning pressure tidak berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi. Selanjutnya Mumayiz dan Cahyaningsih pada tahun 2020

juga meneliti tentang pengaruh asimetri informasi, risiko litigasi, investment

opportunity dan intensitas modal terhadap konservatisme akuntansi. Dari hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa asimetri informasi, risiko litigasi berpengaruh

terhadap konservatisme akuntansi. Sedangkan investment opportunity dan intensitas

modal tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Biduri dkk pada tahun 2019 yang

meneliti tentang pengaruh konflik bondholders-shareholders, bonus plan, dan ukuran

perusahaan terhadap konservatisme akuntansi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa konflik bondholders-shareholders berpengaruh terhadap konservatisme

akuntansi. Sedangkan bonus plan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh.


50

terhadap konservatisme akuntansi. Pada tahun 2019, Fitriani dan ruchjana melakukan

penelitian tentang pengaruh financial distress dan leverage terhadap konservatisme

akuntansi. Hasilnya menunjukkan financial distress dan leverage berpengaruh

terhadap konservatisme akuntansi. Selanjutnya Ramadhani pada tahun 2019 juga

meneliti tentang pengaruh financial distress, leverage, ukuran perusahaan terhadap

konservatisme akuntansi. Dari hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa financial

distress, leverage, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap konservatisme

akuntansi.

Sinambela dan Almilia pada tahun 2018 yang meneliti tentang pengaruh

ukuran perusahaan, risiko perusahaan, intensitas modal, pajak, risiko litigasi, debt

covenant, komite audit, dan kepemilikan manajerial terhadap konservatisme

akuntansi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas modal dan pajak

berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Sedangkan ukuran perusahaan, risiko

perusahaan, risiko litigasi, debt covenant, komite audit, dan kepemilikan manajerial

tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Pada tahun 2018, Sulastri dan

Anna melakukan penelitian tentang pengaruh financial distress dan leverage

terhadap konservatisme akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa financial distress

dan leverage berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Penelitian selanjutnya

pada tahun yang sama juga dilakukan oleh wiecandy dan khairunnisa tentang

pengaruh kesulitan keuangan, risiko litigasi dan political cost terhadap

konservatisme akuntansi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh

kesulitan keuangan, risiko litigasi dan political cost berpengaruh terhadap


51

konservatisme akuntansi.

Penelitian pada tahun 2017 dilakukan oleh Sugiarto yang meneliti tentang

pengaruh struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan manajerial,

struktur kepemilikan public, peluang pertumbuhan, leverage, pajak dan biaya politik

dan risiko litigasi terhadap konservatisme akuntansi. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan

manajerial, struktur kepemilikan public, peluang pertumbuhan tidak berpengaruh.

Sedangkan leverage, pajak dan biaya politik dan risiko litigasi berpengaruh.

1.6 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1 Listya Sugiarti Pengaruh Insentif Variabel Independen : - Insentif Pajak


dan Stefany Pajak, Financial berpengaruh
Rina (2020) Distress dan - Insentif Pajak - Financial
Earning Pressure - Financial Distress Distress
Terhadap - Earning Pressure berpengaruh
Konservatisme Variabel Dependen: - Earning
Akuntansi Pressure
Konservatisme tidak
Akuntansi berpengaruh
52

2 Sarwenda Pengaruh Konflik Variabel Independen : - Konflik


Biduri, Eva Bondholders- Bondholders-
Wany, Ade Irma Shareholders, - Konflik Shareholders
Suryani, Siti Bonus Plan, dan Bondholders- berpengaruh
Nur Afifah Ukuran Perusahaan Shareholders - Bonus Plan
(2019) teradap - Bonus Plan tidak
konservatisme - Ukuran Perusahaan berpengaruh
akuntansi Variabel Dependen: - Ukuran
Perusahaan
Konservatisme tidak
Akuntansi berpengaruh

3 Nicko Pengaruh Kesulitan Variabel Independen: - Financial


Wiecandy, Keuangan, Risiko Distress
Khairunnisa Litigasi dan - Kesulitan Keuangan berpengaruh
(2018) Political Cost - Risiko Litigasi - Risiko
Terhadap - Political Cost Litigasi
Konservatisme Variabel Dependen : berpengaruh
Akuntansi Konservatisme - Political Cost
Akuntansi berpengaruh
4 Susi Sulastri, Pengaruh Financial Variabel Independen : - financial
Yane Devi Anna Distress dan distress
(2018) Leverage terhadap - Financial Distress berpengaruh
konservatisme - Leverage - leverage
akuntansi Variabel dependen : berpengaruh
Konservatisme
Akuntansi
53

5 Siti Suharni, Pengaruh Jumlah Variabel Independen: - Jumlah


Arini Dewan Komisaris, dewan
Wildaniyati, Leverage, - Jumlah Dewan komisaris
Dea Andreana Profitabilitas, Komisaris tidak
(2019) Intensitas Modal, - Leverage berpengaruh
Cash Flow, Dan - Profitabilitas - Leverage
Ukuran Perusahaan - Intesitas Modal tidak
Terhadap - Cash Flow berpengaruh
Konservatisme - Ukuran Perusahaan - Profitabilitas
(Studi Empiris Variabel Dependen : berpengaruh
Pada Perusahaan Konservatisme - Intensitas
Manufaktur Yang Akutansi modal tidak
Terdaftar Di Bursa berpengaruh
Efek Indonesia - Cash flow
Tahun 2012-2017) berpengaruh
- Ukuran
perusahaan
tidak
berpengaruh

6 Gustia Harini, Pengaruh Insentif Variabel Independen : - Insentif pajak


Yesmira Syamra Pajak, Pajak dan berpngaruh
& Puguh Cash Flow - Insentif Pajak - Cash Flow
Setiawan (2020) - Pajak berpengaruh
- Cash Flow - Pajak tidak
Variabel Dependen : berpengaruh
Konservatisme
Akuntansi
54

7 Elvina Atika, Pengaruh Insentif Variabel independen: - Insentif pajak


Agussalim M., Pajak, Leverage, berpengaruh
Andre Bustari Ukuran Perusahaan - Insentif Pajak - Leverage
(2021) Dan Profitabilitas - Leverage berpengaruh
Terhadap - Ukuran Perusahaan - Ukuran
Konservatisme - Profitabilitas Perusahaan
Akuntansi Pada Variabel Dependen: berpengaruh
Perusahaan Konservatisme - Profitabilitas
Industri Barang Akuntansi berpengaruh
Konsumsi Yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2014-2018

8 Yasintha Pengaruh Debt Variabel Independen: - Debt


Nursani, Sri Covenant, Political Covenant
Fadilah, Cost dan Risiko - Debt Covenant berpengaruh
Diamonalisa Litigasi terhadap - Political Cost - Political Cost
Sofianty (2019) Konservatisme - Risiko Litigasi berpengaruh
Akuntansi Variabel Dependen : - Risiko
Litigasi tidak
Konservatisme berpengaruh
Akuntansi

9 Nurul Afyani Analisis Faktor Variabel Independen: - Asimetri


Mumayiz, Faktor yang informasi
Cahyaningsih Mempengaruhi - Asimetri Informasi berpengaruh
Konservatisme - Risiko Litigasi - Risiko
55

(2020) Akuntansi - Investment litigasi


Oppurtunity berpengaruh
- Intensitas Modal - Investment
opportunity
Variabel Dependen : tidak
Konservatisme berpengaruh
Akuntansi - Intensitas
modal tidak
berpengaruh

10 Helena Hara Pengaruh, Variabel Independen : - kepemilikan


Husnul Kepemilikan manajerial
Hotimah, Manajerial,Ukuran - Kepemilikan berpengaruh
Endang Dwi Perusahaan, Rasio Manajerial - ukuran
- Ukuran Perusahaan
Retnani (2018) Leverage Dan perusahaan
- Leverage
Intensitas Modal berpengaruh
- Intensitas Modal - Leverage
Terhadap
Konservatisme Variabel Dependen : berpengaruh
Akuntansi Konservatisme - intensitas
Akuntansi modal
berpengaruh

11 Anisa Fitriani, Pengaruh Financial Variabel Independen: - Financial


Eva Theresna Distress dan Distress
Ruchjana (2019) Leverage Terhadap - Financial Distress berpengaruh
Konservatisme - Leverage - Leverage
Akuntansi Pada Variabel Dependen : berpengaruh
Perusahaan Retail Konservatisme
Di Indonesia Akuntansi
56

12 Bella Nurlintang Pengaruh Financial Variabel Independen: - Financial


Ramadhani, Distress, Leverage, Distress
(2019) Ukuran Perusahaan - Financial Distress berpengaruh
Terhadap - Leverage - Leverage
Konservatisme - Ukuran Perusahaan berpengaruh
Akuntansi Pada Variabel Dependen : - Ukuran
Perusahaan Food Konservatisme Perusahaan
And Beverage Akuntansi berpengaruh
Yang terdaftar Di
BEI Tahun 2015-
2017

13 Mega Andani, Pengaruh Ukuran Variabel Independen : - Ukuran


Netty Nurhayati Perusahaan, Perusahaan
(2021) Financial Distress, - Ukuran Perusahaan berpengaruh
Risiko Litigasi - Financial Distress - Financial
Terhadap - Risiko Litigasi Distress tidak
Konservatimse berpengaruh
Akuntansi - Risiko
Litigasi
berpengaruh

14 Nobita Sugiarto, Faktor Faktor Yang Variabel Independen : - struktur


Ida Nurhayati Mempengaruhi kepemilikan
(2017) Konservatisme - Struktur institusional
Akuntansi Pada Kepemilikan tidak
Perusahaan institusional berpengaruh
Manufaktur Yang - Struktur - struktur
terdaftar Di Bursa Kepemilikan kepemilikan
Efek Indonesia Manajerial manajerial
Tahun 2014-2016 - Struktur tidak
Kepemilikan Publik berpengaruh
- Peluang - struktur
Pertumbuhan kepemilikan
- penghutang public tidak
(Leverage) berpengaruh
57

- Pajak dan Biaya - peluang


Politik pertumbuhan
- Risiko Litigasi tidak
berpengaruh
Variabel Dependen : - leverage
Konservatisme berpengaruh
Akuntansi - pajak dan
biaya politik
berpengaruh
- Risiko
Litigasi
berpengaruh

15 Maria Oktavia Faktor-faktor yang Variabel Independen : - Ukuran


Elizabeth mempengaruhi Perusahaan
Sinambela, konservatisme - Ukuran Perusahaan tidak
Luciana Spica Akuntansi - Risiko Perusahaan berpengaruh
Almilia (2018) - Intensitas Modal - Risiko
- Pajak Perusahaan
- Risiko Litigasi tidak
- Debt Covenant berpengaruh
- Komite Audit - Intensitas
- Kepemilikan Modal
Manajerial berpengaruh
Variabel Dependen : - Pajak
Konservatisme berpengaruh
Akuntansi - Risiko
Litigasi tidak
berpengaruh
- Debt
Covenant
tidak
berpengaruh
- Komite Audit
tidak
58

berpengaruh
Kepemilika
n Manajerial
tidak
berpengaruh
- Risiko Litigasi
tidak
berpengaruh

2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.6.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Konservatisme Akuntansi

Ukuran Perusahaan merupakan alat ukur untuk menilai apakah perusahaan

tersebut tergolong kecil atau besar. Apabila perusahaan tergolong sebagai perusahaan

yang besar, perusahaan akan membayar pajak yang tinggi daripada perusahaan yang

tergolong kecil.

Menurut (Sari dkk, 2017) semakin besar laba yang diperoleh perusahaan,

maka semakin besar tuntutan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Perusahaan

yang berukuran besar diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap

lingkungan sekitarnya terkait tanggung jawab sosial. Selain itu perusahaan juga

menerapkan konservatisme karena beban pajak yang tinggi dari laba yang

ditimbulkannya.

Menurut (Purwasih, 2020) ukuran perusahaan berhubungan dengan biaya

politik, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar biaya yang politis

yang akan diberikan kepada perusahaan tersebut, seperti pemerintah yang akan
59

menetapkan pajak yang lebih besar pada perusahaan tersebut, sehingga perusahaan

akan semakin berhati-hati dan berusaha untuk mengakui rugi terlebih dahulu

daripada laba, dan ini membuat laporan keuangan menjadi konservatif.

Menurut (Hariyanto, 2020) menunjukan bahwa semakin besar ukuran

perusahaan akan membuat tingkat konservatisme semakin rendah. Karena

perusahaan yang memiliki ukuran besar cenderung akan menyajikan laba dengan

optimis agar dapat memperlihatkan kinerja yang baik. Berbeda dengan ukuran

perusahaan yang kecil dalam menyajikan labanya sangat berhati-hati demi

kelangsungan operasional perusahaan itu sendiri. Sejalan dengan penelitian yang di

lakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2019), Atika et al (2020)

dan Hotimah & Retnani (2018) ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi. Dengan penjelasan diatas maka dapat di ambil kesimpulan

bahwa:

H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.

1.6.2 Pengaruh Financial Distress Terhadap Konservatisme Akuntansi

Kesulitan keuangan merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang

terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress dimulai

dengan ketidakmampuan memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban

yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk

kewajiban dalam kategori solvabilitas (Fahmi, 2013:158).


60

Dalam kondisi keuangan yang bermasalah, manajer cenderung menerapkan

konservatisme akuntansi untuk mengurangi konflik antara investor dan kreditor.

Konservatisme merupakan prinsip kehati-hatian, maka dengan adanya kesulitan

keuangan mendorong perusahaan akan lebih berhati-hati dalam menghadapi

lingkungan yang tidak pasti. Dengan demikian, financial distress perusahaan semakin

tinggi akan mendorong manajer untuk menaikan tingkat konservatisme

akuntansi, dan sebaliknya jika financial distress rendah manajer akan menurunkan

tingkat konservatisme akuntansi (Suryadari dan Priyanto, 2012).

Financial distress yang tinggi tercermin dari nilai Z-Score yang semakin

rendah dan financial distress yang rendah tercermin dari nilai Z Score yang semakin

tinggi. Sementara tingkat konservatisme yang tinggi tercermin dari nilai Cit yang

semakin negatif dan sebaliknya. Sehingga ketika perusahaan mengalami financial

distress yang tinggi maka perusahaan akan semakin konservatif dan begitupun pula

ketika perusahaan memiliki financial distress yang rendah maka perusahaan

cenderung tidak konservatif.

Menurut (Sulastri & Anna, 2018) semakin tinggi financial distress

perusahaan maka perusahaan akan semakin konservatif. Financial distress

merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya

kebangkrutan ataupun likuidasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi financial

distress adalah laba. Selain itu, laba juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi bagaimana cerminan dari penerapan konservatisme akuntansi. Ketika


61

laba kecil, nilai Altman Z-score kecil dan mengindikasikan financial distress

meningkat dan juga ketika laba yang kecil maka perusahaan juga mencerminkan

penerapan prinsip konservatisme akuntansi yang tinggi, begitupun juga sebaliknya.

Konservatisme akuntansi diterapkan ketika kerugian terjadi maka seluruh kerugian

tersebut akan langsung diakui meskipun belum terealisasi, akan tetapi ketika

keuntungan terjadi, maka keuntungan yang belum terealisasi tidaklah diakui. Dalam

kondisi keuangan yang bermasalah, manajer cenderung menerapkan konservatisme

akuntansi untuk mengurangi konflik antara investor dan kreditor. Konservatisme

merupakan prinsip kehati-hatian, maka dengan adanya kesulitan keuangan

mendorong perusahaan akan lebih berhati-hati dalam menghadapi lingkungan yang

tidak pasti. Dengan demikian, financial distress perusahaan semakin tinggi akan

mendorong manajer untuk menaikan tingkat konservatisme akuntansi, dan

sebaliknya jika financial distress rendah manajer akan menurunkan tingkat

konservatisme akuntansi. Sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh (Fitriani &

Ruchjana, 2020) dan (Sugiyarti & Rina, 2020) bahwa financial distress berpengaruh

terhadap konservatisme akuntansi. Dengan penjelasan diatas maka dapat di ambil

kesimpulan bahwa:

H2: Financial Distress berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi

1.6.3 Pengaruh Risiko Litigasi Terhadap Konservatisme Akuntansi

Risiko litigasi dapat diartikan sebagai risiko yang melekat pada perusahaan

yang mengakibatkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang


62

berkepentingan dengan perusahaan yang merasa dirugikan. Pihak-pihak tersebut

meliputi kreditor, investor, dan regulator . Litigasi cenderung lebih banyak dihasilkan

oleh pernyataan yang berlebihan dibanding dengan pernyataan yang lebih rendah

dari laba atau asset bersih. Pelaporan laba yang besar atau aset yang besar akan

meningkatkankemungkinan diatur atau dibebani secara monopoli (Widya, 2005).

Karena biaya litigasi ekspektasian dari penyertaan yang berlebihan lebih tinggi

daripada penyertaan laba yang lebih rendah, maka manjemen dan auditor mempunyai

insentif untuk menyatakan lebih rendah laba dan aset bersih (Lasdi, 2008). Dengan

demikian biaya litigasi yang semakin besar mempunyai hubungan positif terhadap

pilihan perusahaan menggunakan akuntansi konservatif.

Menurut (Mumayiz & Cahyaningsih, 2020) Risiko litigasi merupakan risiko

yang akan dihadapi perusahaan dan dapat menimbulkan ancaman litigasi dari pihak

yang merasa dirugikan, sehingga perusahaan dapat mengeluarkan biaya yang tinggi.

Risiko litigasi dapat memicu seorang manajer untuk menerapkan konservatisme

akuntansi dalam pelaporan keuangan. Sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

(Sugiarto & Nurhayati, 2017) bahwa risiko litigasi berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi. Dengan penjelasan diatas maka dapat di ambil kesimpulan

bahwa

H3: Risiko Litigasi berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi

1.6.4 Pengaruh Insentif Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi

Insentif merupakan perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk


63

melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah

ditetapkan. Adapun insentif pajak sendiri berarti bahwa suatu perangsang yang

ditawarkan kepada wajib pajak, dengan harapan wajib pajak termotivasi untuk patuh

terhadap ketentuan pajak (Verawaty et al., 2015). Macam insentif pajak diantaranya

adalah pembebasan pajak (tax holiday) dan pemotongan pajak (tax allowance).

Menurut (Sugiyarti & Rina, 2020) menunjukkan bahwa tingkat pengggunaan

insentif pajak dalam suatu perusahaan mempengaruhi tingkat konservatisme

akuntansi suatu perusahaan karena pajak penghasilan telah lama dikaitkan dengan

laba perusahaan dan akibatnya mempengaruhi kalkulasi laporan laba perusahaan.

Pajak penghasilan mempengaruhi pelaporan keuangan dalam metode akuntansi,

maka perlambatan pengakuan pendapatan dan percepatan pengakuan biaya akan

terjadi penundaan pembayaran pajak. Dengan demikian, semakin besar perusahaan,

maka semakin besar pula perhatian pemerintah terhadap perusahaan tersebut dan

semakin besar kemungkinan untuk perusahaan melakukan tax planning dalam

memaksimalkan laba perusahaan.Sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

Atika et al (2020) dan Harini et al (2020) bahwa insentif pajak berpengaruh terhadap

konservatisme akuntansi. Dengan penjelasan diatas maka dapat di ambil kesimpulan

bahwa:

H4: Insentif pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.


64

2.4 Model Penelitian

Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka

model kerangka pemikiran penelitian ini dapat disampaikan dalam Gambar 1

dibawah ini :

Ukuran Perusahaan (X1)

Financial Distress (X2)


Konservatisme Akuntansi
(Y)
Risiko Litigasi (X3)

Insentif Pajak (X4)

Gambar 2. 1 Metode Penelitian


65

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian

Populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian,

atau hal-hal menarik yang ingin peneliti investigasi. Populasi adalah kelompok

orang, kejadian, atau hal-hal menarik di mana peneliti ingin membuat opini

(berdasarkan statistik sampel) (Sekaran dan Bougie, 2019:53). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) tahun 2018-2020.

Sampel (sample) adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi

perhatian (Suharyadi dan Purwanto, 2016:6). Sampel dalam penelitian ini adalah

seluruh perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) tahun 2018-2020 dengan karakteristik tertentu.

Proses pengambilan sampel adalah proses memilih sejumlah elemen yang

tepat dari populasi, sehingga studi terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat

atau karakteristik tersebut pada elemen populasi (Sekaran dan Bougie, 2019: 58).

Teknik atau pola pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode purposive sampling. Sampel purposive adalah penarikan

sampel dengan pertimbangan tertentu (Suharyadi dan Purwanto, 2016:19). Hal ini

untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan dan digunakan representatif dan

dapat memberikan distribusi normal. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam


66

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia yang tidak mengalami delisting atau baru IPO selama periode

2018-2020.

2. Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang menyajikan

laporan keuangan menggunakan mata uang dalam (Rp) Rupiah selama

periode 2018-2020

3. Perusahaan yang mengalami keuntungan setiap tahun selama periode 2018-


2020.

Tabel berikut ini menyajikan hasil seleksi sampel dengan metode purposive
sampling :
Tabel 3.1 Kriteria Sampel

Kriteria Jumlah

Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang 84

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2018-2020

Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi (13)

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengalami

delisting atau baru IPO selama periode 2018-2020

Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang (20)

menyajikan laporan keuangan menggunakan mata uang

asing selama periode 2018-2020


67

Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang (32)

tidak mengalami keuntungan setiap tahun selama periode

2018-2020

Total sampel perusahaan 19

Total pengamatan untuk periode penelitian 2018 - 3

2020

Berdasarkan kriteria diatas, maka perusahaan yang dapat dijadikan sampel

dalam penelitian ini sebanyak 19 perusahaan dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3.2 Sampel Penelitian Tahun 2018-2020

No Nama Perusahaan Kode Status

1. Maming Enam Sembilan Mineral, AKSI Tetap


Tbk
2. Adi Sarana Armada, Tbk ASSA Tetap

3. Bali Towerindo, Tbk BALI Tetap

4. Batavia Prosperindo, Tbk BPTR Tetap

5. Bukaka Teknik Utama, Tbk BUKK Tetap

6. Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk CMNP Tetap

7. Gihon Telekomunikasi Indonesia, Tbk GHON Tetap

8. Jaya Trishindo, Tbk HELI Tetap

9. Inti Bangun Sejahtera, Tbk IBST Tetap

10. Jasa Armada Indonesia, Tbk IPCM Tetap


68

11. LCK Global Kedaton, Tbk LCKM Tetap

12. Nusantara Infrastructure, Tbk META Tetap

13. Bukaka Teknik Utama, Tbk NELY Tetap

14. PP Presisi, Tbk PPRE Tetap

15. Tower Bersama Infrastructure, Tbk TBIG Tetap

16. Transcoal Pacific, Tbk TCPI Tetap

17. Telekomunikasi Indonesia, Tbk TLKM Tetap

18. Temas, Tbk TMAS Tetap

19. Sarana Menara Nusantara, Tbk TOWR Tetap

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang telah ada dan tidak perlu dikumpulkan oleh peneliti

(Sekaran dan Bougie, 2019:8). Sumber data yang digunakan merupakan publikasi

laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2018-2020 yang diperoleh dari situs www.idx.co.id,

emiten.kontan.co.id, dan situs perusahaan tersebut.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan

seluruh data sekunder dan seluruh informasi yang digunakan untuk


69

menyelesaikan masalah yang ada dalam dokumen. Pengumpulan data dokumentasi

dilakukan dengan kategori dan klasifikasi data-data tertulis yang berhubungan

dengan masalah penelitian, antara lain dari sumber dokumen, buku, jurnal, internet,

dan lain sebagainya.

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1.6.5 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen.

Melalui analisis terhadap variabel dependen adalah mungkin untuk menemukan

jawaban atas suatu masalah. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

konservatisme akuntansi.

Konservatisme akuntansi mengukur asset dan laba dengan kehati-hatian oleh

karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang memiliki ketidakpastian yang tercermin

dalam laporan keuangan perusahaan untuk memberikan manfaat bagi pengguna

laporan keuangan. Implikasinya yaitu pemilihan metode akuntansi pada metode yang

mengarahkan pada metode yang melaporkan laba dan asset yang lebih rendah atau

melaporkan biaya atau utang yang lebih tinggi (Wulandari, 2014).

Penelitian ini menggunakan pengukuran konservatisme akuntansi dengan non

operating accrual yang mengacu pada Givolyn dan Hayn (2002). Menurut 65 Givoly

dan Hayn (2000) pengukuran ini difokuskan pada laporan laba rugi komperehensif

selama beberapa tahun. Mereka berpendapat bahwa konservatisme akan


70

menghasilkan akrual yang terus menerus. Akrual yang dimaksud adalah perbedaan

antara laba bersih sebelum depresiasi/amortisasi dan arus kas kegiatan operasi.

Semakin besar akrual negatif maka akan semakin konservatif akuntansi yang

diterapkan. Namun hasil perhitungan CONNAC dikalikan dengan -1 untuk

memudahkan analisa. Sehingga semakin besar nilai CONNAC maka akan semakin

tinggi penerapan prinsip konservatisme. Hal ini dilandasi oleh teori bahwa

konservatisme menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat penggunaan biaya.

Dengan begitu, laporan laba rugi yang konservatisme akan menunda pengakuan

pendapatan yang belum terealisasi dan biaya yang terjadi pada periode tersebut

dibandingkan dan dijadikan cadangan pada neraca. Konservatisme akuntansi

dihitung dengan cara berikut:

(NIO+DEP−CFO)X(−1)
CONACC =
TA

Keterangan:

CONACC : Earnings conservatism based on accrued items


NIO : Operating profit of current year
DEP : Depreciation of fixed assets of current year
CFO : Net amount of cash flow from operating activities of current year
TA : Book value of closing total assets.

1.6.6 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


71

1.6.6.1 Ukuran Perusahaan (X1)

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan

besar atau kecilnya perusahaan serta menunjukan kekayaan yang dimiliki oleh

perusahaan yang cenderung dapat dilihat dan dapat menjadi perhatian para pemegang

kepentingan perusahaan (Verawaty et al., 2015). Perusahaan besar tergolong

memiliki profit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil,

oleh karena itu perusahaan besar lebih sering menghadapi risiko yang lebih besar.

Menurut Alfian dan Arifin (2013), variabel ukuran perusahaan dapat diproksikan

dengan logaritma natural total asset perusahaan. Logaritma natural digunakan karena

pada umumnya nilai asset perusahaan sangat besar, sehingga dapat dirumuskan

sebagai berikut :

SIZE = Ln Total Aset

Keterangan : Ln = Logaritma Natural

1.6.6.2 Financial Distress (X2)


Menurut (Fitriani & Ruchjana, 2020) financial distress yaitu keadaan

perusahaan yang tidak bias membayar utangnya terutama pada utang jangka pendek

dikarenakan peusahaan sedang dalam fase krisis sehingga masuk dalam kategori

sedang menghadapi kesulitan keuangan. Sedangkan (Risdiyani & Kusmuriyanto,

2015) mengemukakan bahwa Financial Distress merupakan perusahaan yang

mengalami gejala-gejala awal terhadap penurunan kondisi laporan keuangan

perusahaan.
72

Kesulitan keuangan dapat diukur dengan metode altman Z-score melalui hasil

penelitian pertama yang dilakukan Hadi dan Anggreani (2008) menunjukkan bahwa

model prediksi Altman merupakan prediktor yang terbaik dan menunjukan metode

yang paling popular untuk melakukan prediksi financial distress. Selain itu, menurut

Haron (2009) Altman mampu memprediksi kesulitan keuangan dengan tingkat

akurasi 95% melalui analisis diskriminan yang digunakannya. Penelitian kali ini

menggunakan metode Altman Z-Score Model 3 (untuk perusahaan non manufaktur)

dengan proxy sebagai berikut:

Z=6,56(X1)+3,26(X2)+6,72(X3)+1,05(X4)

Keterangan: Z= Nilai Indeks Kebangkrutan

Modal Kerja (Aset Lancar - Kewajiban Lancar)

X1 = Total Aset

X2 = Laba Ditahan
Total Aset

X3 = EBIT
Total Aset

Nilai pasar Saham


X4 = Total Utang

Penelitian yang dilakukan Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak

bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi

kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of


73

ignorance yaitu daerah nilai Z, dimana nilai Z dikategorikan sebagai berikut :

Kriteria Nilai Z
Zona Aman Z > 2,60
Zona Abu-Abu 1,1 < Z < 2,60
Zona Berbahaya Z < 1,1

Untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,1 berarti perusahaan

mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi. Untuk nilai Z-Score anatara 1.1

sampai 2,6 perusahaan dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada grey

area ini ada kemungkinan perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung

bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk

segera mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan. Untuk nilai Z-Score lebih

besar dari 2,6 memberikan penilaian bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang

sangat sehat sehingga kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.

1.6.6.3 Risiko Litigasi (X3)


Risiko litigasi mempunyai arti sebagai risiko bawaan yang sudah

melekat pada suatu perusahaan yang dapat menyebabkan terjadinya ancaman

litigasi atau hukum dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan

perusahaan dan merasa dirugikan (Sinambela & Almilia, 2018). Pihak-pihak

yang berkepentingan tersebut meliputi kreditor, investor dan regulator.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada risiko litigasi

yang ditimbulkan dari kreditor. Merujuk dari penelitian

yang dilakukan oleh Fitri (2015), risiko litigasi yang berasal dari

kreditor diukur dengan Debt Equity Ratio (DER). Semakin besar nilai DER
74

maka semakin besar pula tingkat risiko litigasi yang dialami oleh suatu

perusahaan dengan rumus sebagai berikut:

1.6.6.4 Insentif Pajak (X4)

Menurut (Loen, SE., M.Si., 2021) insentif pajak adalah insentif yang

dikeluarkan perusahaan dengan tujuan untuk menurunkan pajak yang akan

dibayarkan. Yin dan Cheng (2004) berpendapat bahwa upaya meminimalkan

pembayaran pajak perusahaan dibatasi oleh perencanaan pajaknya. Perhitungan

perubahan tarif pajak penghasilan menggunakan proksi perencanaan pajak sebagai

ukuran insentif pajak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yin dan Cheng

(2004) yaitu sebagai berikut :

TAXPLAN(TP)=𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃ℎ 𝑥 (𝑃𝑇𝐼−𝐶𝑇𝐸)


𝑇𝐴

Keterangan:
TAXPLAN (TP) :Perencanaan pajak

PTI :Pre-tax income


CTE :Current portion of total tax expense (beban pajak kini)
75

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Skala
Konservatisme Perbedaan antara Rasio
Akuntansi (Y) laba bersih sebelum (NIO + DEP − CFO)x(−1)
CONNAC =
depresiasi/ TA
Amortisasi dan arus
kas kegiatan
operasi. Semakin
besar akrual
negative maka akan
semakin
konservatif
akuntansi yang di
Terapkan
Ukuran Ukuran perusahaan SIZE = Ln Total Aset Rasio
Perusahaan merupakan suatu
(X1) skala dimana dapat
diklasifikasikan
besar atau kecilnya
perusahaan serta
menunjukan
kekayaan yang
dimiliki oleh
perusahaan yang
cenderung dapat
dilihat dan dapat
menjadi perhatian
para pemegang
kepentingan
perusahaan.
Financial Financial distress Z=6,57(X1)+3,26(X2)+6,72(X3)+1,05(X4) Rasio
Distress (X2) adalah tahap
penurunan kondisi
keuangan
yang
terjadi

sebelum terjadinya
kebangkrutan
atau
76

likuditas.
Risiko Risiko litigasi yang Rasio
Litigasi(X3) berasal dari 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
kreditor diukur 𝐷𝐸𝑅 = 𝑥 100%
dengan debt equity 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
ratio (DER).
Semakin besar nilai
DER maka semakin
besar pula tingkat
risiko litigasi yang
dialami oleh suatu
perusahaan
Insentif Pajak Upaya Rasio
(X4) meminimalkan
pembayaran pajak 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃ℎ 𝑥 (𝑃𝑇𝐼−𝐶𝑇𝐸)
perusahaan dibatasi TAXPLAN(TP)= 𝑇𝐴
oleh perencanaan
pajaknya.
Perhitungan
perubahan tarif
pajak penghasilan
menggunakan
proksi perencanaan
pajak sabagai
ukuran insentif
pajak.

3.5 Metode Analisis

Analisis data merupakan bagian dari proses pengujian data yang hasilnya

digunakan sebagai bukti yang memadai untuk menarik kesimpulan peneliti. Dalam

penelitian ini, alat statistik yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, uji

normalitas, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda dan uji hipotesis.

1.6.7 Statistik Deskriptif

Analisa statistik deskriptif merupakan langkah awal pengujian statistik dalam


77

penelitian ini. Statistik deskriptif berhubungan dengan pengumpulan data,

peringkasan data, penyamplingan dan penyajian hasil peringkasan tersebut. Statistik

Deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata

rata (mean), standar deviasi, varian, nilai maksimum, nilai minimum, sum, range,

kurtosis dan skewness (Ghozali, 2016:19). Pada penelitian ini uji statistik deskriptif

digunakan untuk mencari gambaran nilai rata- rata (mean), standar deviasi, nilai

maksimum dan nilai minimum.

1.6.8 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah nilai residual

terdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2016:154). Model persamaan regresi yang

baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Cara untuk mendeteksi

nilai residual terdistribusi dengan normal yaitu menggunakan analisis grafik atau

analisis statistik. Dalam penelitian ini, untuk menguji data terdistribusi normal atau

tidak normal menggunakan uji normal P-Plot dan uji Kolmogorov Smirnov. Dasar

pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal. Jika data

menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal,

maka model regresi tidak memenuhi uji normalitas.

b. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka data terdistribusi normal. Jika data

menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka

model regresi memenuhi uji normalitas.


78

1.6.9 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan uji menggunakan model analisis regresi berganda harus

melakukan uji asumsi klasik dan memenuhi persyaratan teoritis dalam pengujian

statistik. Hal ini bertujuan guna menghindari adanya estimasi yang bias karena tidak

semua data dapat menerapkan model analisis regresi berganda. Jika persamaan

model regresi telah memenuhi persyaratan teoritis statistik berarti persamaan model

yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi nilai dari suatu variabel. Uji

asumsi klasik yang akan digunakan terdiri dari:

1.6.9.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah

antara variabel bebas (independen) ditemukan adanya tingkat korelasi yang tinggi.

Apabila ditemukan adanya tingkat korelasi yang tinggi antar variabel bebas

(independen), maka dapat dikatakan model regresi yang ada tidaklah baik (Ghozali,

2016:103). Model regresi dikatakan memiliki multikolinieritas jika minimum ada

dua variabel independen yang berkorelasi tinggi, dan hal ini menyebabkan model

regresi tidak valid (Soentoro, 2015:440).

Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation

Factore (VIF). Multikolinieritas terjadi jika nilai Tolerance rendah dan nilai VIF

cenderung tinggi, yaitu apabila Tolerance ≥ 0,10 dan VIF ≤ 10 (Ghozali, 2016:104).
79

1.6.9.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi korelasi. maka dinamakan ada problem

autokorelasi (Ghozali 2016:107). Model regresi yang baik adalah bebas dari

autokorelasi. Metode yang digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala

autokorelasi, salah satunya adalah menggunakan teknik regresi dengan melihat 72

nilai Durbin- Watson (DW). Menurut Santoso (2012:243) dasar pengambilan

keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

a. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.


b. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
c. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
1.6.9.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas (Ghozali, 2016:138).

Dalam penelitian ini, cara untuk mendeteksi heterokedastisitas adalah dengan

melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan residualnya dan

melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot. Metode yang digunakan

untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu melalui pengujian


80

dengan menggunakan scatter plot. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Selain dengan melihat grafik scatter plot, dalam penelitian ini juga dilakukan

uji rank speareman untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas (Gujarat

& Porter, 2015:483-484). Adapun dasar-dasar pengambilan keputusan dalam uji

heteroskedastisitas dengan rank spearman adalah sebagai berikut:

a. Apabila nilai signifikansi atau sig. (2-tailed) lebih besar dari nilai 0,05 maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

b. Apabila nilai signifikansi atau sig. (2-tailed) lebih kecil dari nilai 0,05 maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas.

1.6.10 Analisis Regresi Linier Berganda

Uji analisis regresi linier beganda selain bertujuan untuk mengukur kekuatan

hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen (Ghozali, 2016). Adapun variabel-

variabel independen dalam penelitian ini adalah kesulitan keuangan, risiko litigasi,

biaya politik, dan insentif pajak. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini
81

adalah konservatisme akuntansi. Untuk menguji hipotesis dari variabel-variabel

tersebut digunakan rumusY=α+β


persamaan
1X1+βregresi
2X2+β3X sebagai
3+β4X4berikut
+е :

Keterangan:

Y : Konservatisme akuntansi
α : Konstanta
β1–β4 : Koefisien regresi
X1 : Ukuran Perusahaan
X2 : Financial Distress
X3 : Risiko Litigasi
X4 : Insentif Pajak
e : Standar error
1.6.11 Pengujian Hipotesis

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu

variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Ada atau tidaknya pengaruh signifikan dari masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan

membandingkan nilai signifikannya dengan derajat kepercayaannya. Apabila tingkat

signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima. Demikian pula sebaliknya, jika

tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Bila Ha diterima dan Ho

ditolak berarti ada hubungan signifikan antara variabel independen dengan variabel

dependen (Ghozali, 2016:97).


82

1.6.11.1 Uji t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu

variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Ada atau tidaknya pengaruh signifikan dari masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan

membandingkan nilai signifikannya dengan derajat kepercayaannya. Apabila tingkat

signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima. Demikian pula sebaliknya, jika

tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Bila Ha diterima dan Ho

ditolak berarti ada hubungan signifikan antara variabel independen dengan variabel

dependen (Ghozali, 2016:97).

1.6.11.2 Uji F

Uji F adalah pengujian statistik yang digunakan untuk menguji apakah

variabel independen secara bersama-sama dapat mempengaruhi variabel dependen

secara signifikan (Soentoro, 2015:459). Variabel independen secara bersamasama

dapat dikatakan mempengaruhi variabel dependen apabila hasil uji F (uji Anova)

“signifikan” atau memiliki nilai kurang dari 5% (α = 0,05), dan dikatakan “sangat

signifikan” apabila memiliki nilai kurang dari 1% (α = 0,001). Namun apabila uji F

memiliki 10% (α = 0,1) maka hasil “tidak signifikan” dan variabel independen secara

bersama sama tidak dapat mempengaruhi variabel dependennya (Soentoro,

2015:461).
83

1.6.11.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2016:95).

Kelemahan pada penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap

jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu

variabel independen, maka R2 pasti akan meningkat tanpa melihat apakah variabel

tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu,

banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R2 pada saat

mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R 2 , nilai Adjusted R2dapat naik

atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,

2016:95). Dengan demikian, pada penelitian ini menggunakan nilai Adjusted R2

untuk mengevaluasi model regresi.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rice, & Stephen. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Penerapan Konservatisme Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Simposium Nasional Akuntansi
XVIII. Medan, 53(9), 1689–1699
Ayu, B. D. P. 2019. Pengaruh Insentif Pajak dan Insentif Non-Pajak terhadap
Manajemen Laba. Skripsi
Chariri, A & Ghozali, I. 2007. Teori Akuntansi. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Fitriani, A., & Ruchjana, E. T. (2020). Pengaruh Financial Distress dan Leverage
terhadap Konservatisme Akuntansi pada Perusahaan Retail di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Manajemen Akuntansi, 16(2), 82–93.
Ghozali, I. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23
(VIII), Cetakan Kedelapan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Haniati, S., & Fitriany, F. (2010). Pengaruh Konservatisme Terhadap Asimetri
Informasi Dengan Menggunakan Beberapa Model Pengukuran
Konservatisme. In di Purwokerto: Seminar Nasional Akuntansi XIII.
Harini, G., Syamra, Y., & Setiawan, P. 2020. Pengaruh Insentif Pajak , Pajak , dan
Cash Flow terhadap Konservatisme. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan,
Vol 11. No(Januari), 10–23
Hariyanto, E. (2020). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG. XVIII(1), 116–
129.
https://bisnis.tempo.co/read/81332/laporan-keuangan-kereta-api-diduga-salah
https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-
kasus-
laporan-keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. 1976. Theory Of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs And Ownership Structure. Journal of Financial
Economics 3, 3, 305–360.

84
Juanda, A. 2007. Pengaruh Risiko Litigasi dan Tipe Strategi Terhadap Hubungan
Antara Konflik Kepentingan dan Konservatisma Akuntansi. Simposium
Nasional Akuntansi X, 1–25.
KBBI. 2020. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Online. Diakses 27 Juli
2020. http://kbbi.web.id/litigasi
Lafond, Ryan., Watts, R.L. 2006. The Information Role of Conservative Financial
Statements. Diakses 30 Juli 2020. http://papers.ssrn.com
Loen, SE., M.Si., M. (2021). Pengaruh Financial Distress Dan Leverage Terhadap
Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2016 –
2019. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Krisnadwipayana, 8(2), 23–36.
https://doi.org/10.35137/jabk.v8i2.541
Mumayiz, N. A., & Cahyaningsih, C. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Konservatisme Akuntansi. Studi Akuntansi Dan Keuangan
Indonesia, 3(1), 29–49. https://doi.org/10.21632/saki.3.1.29-49
Rahayu, S. 2017. Pengaruh Leverage, Risiko Litigasi, Financial Distress, Biaya
Politik dan Company Growth terhadap’ Konservatisme Akuntansi (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2013-2016. Skripsi.
Risdiyani, Fani, and Kusmuriyanto Kusmuriyanto. "Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Konservatisme Akuntansi." Accounting Analysis
Journal 4.3 (2015).
Savitri, E. 2016. Akuntansi Konservatisme Cara Pengukuran, Tinjauan Empiris dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Edisi Kesatu, Pustaka Sahila
Yogyakarta, Yogyakarta
Sinambela, M. O. E., & Almilia, L. S. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi
konservatisme akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 21(2), 289–312.
https://doi.org/10.24914/jeb.v21i2.1788
Sugiarto, N., & Nurhayati, I. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016. Dinamika Akuntansi, Keuangan Dan
Perbankan, 6(2), 102–116.
Sugiyarti, L., & Rina, S. (2020). Pengaruh Insentif Pajak, Financial Distress,
Earning Pressure Terhadap Konservatisme Akuntansi. Jurnal Litbang

85
Sukowati : Media Penelitian Dan Pengembangan, 4(1), 10.
https://doi.org/10.32630/sukowati.v4i1.148
Suharni, S., Wildaniyati, A., & Andreana, D. (2019). Pengaruh Jumlah Dewan
Komisaris, Leverage, Profitabilitas, Intensitas Modal, Cash Flow, Dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Konservatisme (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2017).
JURNAL EKOMAKS : Jurnal Ilmu Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi,
8(1), 17–24. https://doi.org/10.33319/jeko.v8i1.30
Suharyadi dan Purwanto S.K. 2016. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan
Moderen Edisi 3 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sulastri, S., & Anna, Y. D. (2018). Pengaruh Financial Distress Dan Leverage
Terhadap Konservatisme Akuntansi. Akuisisi: Jurnal Akuntansi, 14(1), 59–
69. https://doi.org/10.24127/akuisisi.v14i1.251
Sumantri, I. I. 2018. Pengaruh Insentif Pajak , Growth Opportunity , dan Leverage
terhadap Konservatisme Akuntansi. Universitas Pamulang, 122– 145.
Verawaty, Merina, C. I., & Yani, F. (2015). Insentif Pemerintah (Tax Incentives)
dan Faktor Non Pajak Terhadap Konservatisme Akuntansi Perusahaan
Perbankan di Indonesia. Sriwijaya Economic and Business Conference, 2009,
36–48. http://eprints.binadarma.ac.id/2591/
Watts, Ross L & Zimmerman, J. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice
Hall.
New York.
Watts, R. L. 2003. Conservatism in Accounting - Part I: Explanations and
Implications. SSRN Electronic Journal.

86

Anda mungkin juga menyukai