Anda di halaman 1dari 10

RUTE INTRADERMAL

Rute intradermal lebih mengutamakan efek lokal daripada sistemik, dan lebih digunakan
untuk tujuan diagnostik seperti pengujian alergi atau tuberkulin atau untuk anestesi lokal.

Untuk memberikan suntikan intradermal digunakan jarum 25G yang ditusukan dengan sudut
10-15 °, bevel up, sampai tepat di bawah epidermis, dan selanjutnya cairan disuntikkan 0.5
ml sampai gembungan muncul di permukaan kulit. Lokasi yang cocok untuk suntikan
intradermal sama dengan untuk suntikan subkutan, termasuk juga lengan bagian dalam dan
tulang belikat.

Gambar.1 : Bevel up

Gambar.2 : Ilustrasi perbedaan Bevel up dengan Bevel down

RUTE SUBKTAN
Rute subkutan digunakan untuk penyerapan obat yang lambat dan berkelanjutan. Biasanya
cairan yang diberikan sebanyak 1-2 ml disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. Rute ini
sangat ideal untuk obat-obatan seperti insulin, yang memerlukan pelepasan obat yang lambat
dan stabil, dan juga karena relatif bebas dari nyeri, sangat cocok untuk suntikan yang sering
dilakukan.

Suntikan Subkutan dilakukan dengan sudut 45 ° pada kulit yang sedikit diangkat. Namun,
dengan adanya jarum insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi suntikan
dengan sudut 90 ° untuk insulin. Pengangkatan kulit dilakukan dengan mencubit kulit untuk
mengangkat jaringan adiposa menjauhi otot yang berada di bawahnya, terutama pada pasien
kurus.

Gambar.3 : Ilustrasi mencubit untuk mengangkat jaringan adiposa dari otot

Jika suntikan diberikan terlalu dalam dan masuk ke dalam otot, insulin diserap lebih cepat
dan dapat menyebabkan ketidakstabilan glukosa dan potensi hipoglikemia. Episode
hipoglikemik ini dapat juga terjadi jika lokasi anatomis suntikan dipindah, seperti insulin
diserap pada tingkat yang bervariasi dari lokasi anatomi yang berbeda. Oleh karena itu
suntikan insulin harus sistematis diputar dalam lokasi anatomi misalnya, menggunakan lokasi
pada lengan atas atau perut selama beberapa bulan, sebelum dipindah ke tempat lain di tubuh.

Aspirasi yang dilakukan sebelum suntikan Subkutan masih diperdebatkan. Peragallo-Dittko


(1997) melaporkan hasil penelitian yang mengemukakan darah tidak tersedot pada aspirasi
sebelum suntikan subkutan, menunjukkan bahwa menusuk pembuluh darah dalam suntikan
subkutan merupakan kejadian yang sangat langka. Selain itu, produsen perangkat insulin
tidak menganjurkan aspirasi sebelum suntikan. Dilaporkan juga aspirasi sebelum pemberian
heparin meningkat risiko pembentukan hematoma.

Gambar.4 : Lokasi penyuntikan rute Intrakutan dan Subkutan

RUTE INTRAMUSKULAR

Suntikan Intramuskular (IM) merupakan teknik memasukan obat dengan memanfaatkan


perfusi otot, memberikan penyerapan sistemik yang cepat dan menyerap dosis yang relatif
besar. Pilihan lokasi dalam suntikan Intramuskular ini harus mempertimbangkan keadaan
umum pasien, usia, dan jumlah obat yang diberikan. Lokasi yang direncanakan untuk
suntikan harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda adanya peradangan, dan harus bebas dari
lesi kulit. Demikian pula, 2-4 jam setelah suntikan, lokasi suntikan harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada reaksi yang merugikan. Dokumentasi berupa foto dan notifikasi
diperlukan pada suntikan yang dilakukan berulang atau sering, untuk memastikan rotasi yang
seimbang. Hal ini dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien akibat suntikan yang
berlebihan dari salah satu lokasi, dan mengurangi kemungkinan komplikasi, seperti atrofi otot
atau abses steril yang dihasilkan dari jeleknya absorbsi jaringan.

Pasien yang telah berumur dan pasien kurus cenderung memiliki lebih sedikit otot daripada
yang lebih muda atau pasien yang aktif. Oleh karena itu lokasi suntikan harus dinilai
banyaknya massa otot. Pada pasien yang memiliki massa otot sedikit lebih baik melakukan
penggembungan otot sebelum penyuntikan.
Ada lima situs yang tersedia untuk suntikan Intramuskular, yaitu:

 Otot deltoid lengan atas, yang digunakan untuk vaksin seperti hepatitis B dan tetanus
toksoid.
 Lokasi dorsogluteal memanfaatkan musculus Gluteus maximus. Catatan, ada
komplikasi yang terkait dengan lokasi ini, karena ada kemungkinan merusak nervus
sciatic atau arteri Gluteal superior jika penusukan jarum salah. Beyea dan Nicholl
(1995) melaporkan suntikan ke lokasi dorsogluteal, cairan yang disuntikan lebih
sering masuk ke dalam jaringan adiposa daripada otot, dan akibatnya memperlambat
laju penyerapan obat.
 Lokasi ventrogluteal merupakan pilihan yang lebih aman dalam mengakses musculus
Gluteus medius. Lokasi ini merupakan lokasi utama untuk suntikan Intramuskular
karena menghindari semua saraf utama dan pembuluh darah dan tidak ada komplikasi
dilaporkan. Selain itu, jaringan adiposa pada lokasi ventrogluteal memiliki ketebalan
yang relatif konsisten, yaitu: 3.75 cm dibandingkan dengan 1-9 cm pada lokasi
dorsogluteal, sehingga memastikan bahwa ukuran jarum 21G akan menembus area
otot gluteus medius.
 Vastus lateralis adalah otot paha depan terletak di sisi luar tulang paha. Lokasi ini
umunya dipilih pada pasien anak-anak. Resiko yang terkait dengan otot ini adalah
cedera pada nervus femoralis dan atrofi otot dikarenakan suntikan yang sering. Beyea
dan Nicholl (1995) mengemukakan bahwa situs ini aman untuk pasien anak-anak
sampai usia tujuh bulan.
 Musculus Rektus femoris adalah otot paha anterior yang jarang digunakan, tetapi
mudah dicapai jika menyuntik diri sendiri atau untuk bayi.

      
Slider.1 : Situs injeksi intramuskular

TEKNIK INJEKSI

Sudut masuk jarum dapat berkontribusi pada nyeri yang dirasakan pasien. Suntikan
intramuskular harus dilakukan dengan sudut 90 ° untuk memastikan jarum mencapai otot,
dan mengurangi rasa sakit. Tangan non dominan diposisikan dekat dengan lokasi
penyuntikan, berguna untuk fiksasi lokasi dan meningkatkan akurasi situs.

Oleh karena itu, untuk memastikan suntikan masuk dengan sudut yang tepat, penyuntikan
dimulai dengan bantalan telapak tangan (yang dekat dengan pergelangan) diletakan pada ibu
jari tangan non-dominan, dan memegang suntik antara ibu jari dan jari telunjuk, selanjutnya
dorong masuk jarum ke dalam kulit dengan tegas dan akurat pada sudut yang tepat.

Untuk rute Intravena perlunya pembendungan vena untuk memunculkan vena ke superfisial
sehingga akan mempermudah penyuntikan. Dan jika perlunya suntikan yang sering dan
berkelanjutan, perlu dipertibangkan untuk pemasangan kanul bercabang (three way).

TEKNIK Z
Teknik Z awalnya diperkenalkan untuk obat yang meninggalkan noda pada kulit atau
menyebabkan iritasi. Sekarang ini direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai obat
Intramuskular dan diyakini dapat mengurangi rasa sakit, serta kejadian kebocoran.

Pada teknik suntikan ini, kulit ditarik ke salah satu sisi pada lokasi yang dipilih. Dengan ini
kulit dan jaringan subkutan bergerak sekitar 1-2 cm. Penting untuk diingat, bahwa kulit yang
bergerak akan mengalihkan perhatian dari tujuan jarum yang akan disuntikan. Oleh karena
itu, setelah lokasi permukaan pertama kali diidentifikasi, selanjutnya adalah
memvisualisasikan otot yang akan menerima suntikan, dan arah tujuan ke lokasi itu, bukan
tanda pada kulit. Jarum dimasukkan dan suntikan diberikan. Biarkan sepuluh detik sebelum
mencabut jarum untuk memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot. Setelah jarum dicabut,
kulit yang tadinya ditarik sekarang dapat dilepaskan. Jaringan kemudian akan menutup
deposit obat dan mencegah kebocoran. Menggerak-gerakan ekstremitas setelah penyuntikan
diyakini membantu penyerapan obat dengan meningkatkan aliran darah ke lokasi tersebut.

Gambar.5 : Ilustrasi dari teknik Z

PROSEDUR ASPIRASI PADA INJEKSI

Meskipun aspirasi tidak lagi direkomendasikan untuk suntikan Subkutan, aspirasi harus
dilakukan pada suntikan Intramuskular. Jika jarum masuk dalam pembuluh darah, obat akan
diberikan secara intravena dan dapat menyebabkan embolus sebagai akibat dari komponen
obat. Setelah penyisipan ke dalam otot, aspirasi harus dipertahankan selama beberapa detik
untuk memungkinkan darah muncul, terutama jika diameter jarum kecil. Jika darah yang
tersedot, jarum suntik harus dibuang dan obat baru yang disiapkan. Jika darah tidak tersedot,
lanjutkan untuk menyuntikkan obat dengan tingkatan sekitar 1 ml setiap sepuluh detik.
Suntikan yang lambat ini memungkinkan waktu untuk serat otot untuk memperluas dan
menyerap cairan. Ada beberapa obat yang harus menunggu sepuluh detik sebelum jarum
dapat ditarik keluar, untuk memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot. Jika ada rembesan
dari lokasi, tekan lokasi suntikan menggunakan kasa. Rekatkan plester kecil pada lokasi
penyuntikan. Pijatan atau menggosok setelah penyuntikan sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan obat bocor dari lokasi masuknya jarum dan akan mengiritasi jaringan sekitar.

Aspirasi pada suntikan Intravena berguna untuk memastikan jarum telah masuk ke dalam
pembuluh vena, maka berbeda dengan Intramuskular pada suntikan Intravena yang
diharapkan adalah tersedotnya darah.
PEMBERSIHAN KULIT PADA INJEKSI

Meskipun diketahui bahwa membersihkan lokasi dengan kapas alkohol sebelum suntikan
parenteral mengurangi bakteri, ada perdebatan dalam prakteknya. Pembersihan dengan
menggunakan alkohol sebelum penyuntikan insulin Subkutan akan membuat kulit mengeras
oleh alkohol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembersihan tersebut tidak selalu
diperlukan dan bahwa kurangnya persiapan kulit tidak mengakibatkan infeksi.

Beberapa ahli percaya bahwa jika pasien secara fisik telah membersihkan kulitnya dengan
baik dan tenaga medis mempertahankan standar yang tinggi dalam kebersihan tangan dan
asepsis selama prosedur, pembersihan kulit sebelum suntikan Intramuskular tidak perlu
dilakukan. Jika pembersihan kulit diputuskan untuk dilakukan, kulit harus dibersihkan
dengan kapas alkohol selama 30 detik, dan kemudian dibiarkan kering selama minimal 30
detik. Selain itu, jika suntikan diberikan sebelum alkohol mengering, tidak hanya dapat
meningkatkan rasa sakit bagi pasien, bakteri belum benar-benar tidak aktif dan dapat masuk
ke dalam tempat suntikan.

PERALATAN INJEKSI

Untuk penyuntikan Intramuskular, jarum harus cukup panjang untuk menembus otot dan
masih memungkinkan seperempat jarum untuk tetap di luar kulit. Ukuran yang paling umum
untuk suntikan Intramuskular adalah nomor 21G (hijau) atau 23G (biru) dengan panjang
1,25-2 inchi. Pada pasien gemuk yang memiliki banyak jaringan adiposa, jarum yang lebih
panjang diperlukan untuk memastikan suntikan mencapai otot sasaran. Cockshott et al (1982)
menemukan bahwa pada lokasi dorsogluteal, wanita memiliki jaringan adiposa hingga 2,5 cm
lebih banyak dari pada laki-laki, oleh karena itu dengan menggunakan jarum nomor 21G
dengan panjang 1,5 inci (hijau) hanya akan mencapai otot gluteus maximus pada 5%
perempuan dan 15% laki-laki.
Gambar.6 : Ilustrasi warna jarum suntik dan panjang

Beyea dan Nicholl (1995) merekomendasikan jarum harus diganti setelah pengambilan obat,
untuk memastikan bahwa jarum itu kering dan tajam. Pada pengambilan obat yang berasal
dari botol kaca, jarum yang mempunyai penyaring dianjurkan untuk digunakan, hal ini
menghindari potensi terhisapnya pecahan kaca yang masuk ke obat. Jika obat dari ampul
plastik, jarum dapat tumpul. Begitu juga pada penusukan karet penutup obat. Jarum yang
tumpul itu dapat menyebabkan trauma jaringan lokal, dan kontaminasi obat selama persiapan
akan meningkatkan sensitivitas jaringan, dan akibatnya nyeri bagi pasien.

Ukuran barel suntik ditentukan oleh jumlah cairan yang diperlukan untuk mengisi obat.
Untuk suntikan kurang dari 1 ml, barel suntik kecil (dosis rendah) harus digunakan untuk
memastikan dosis yang akurat. Untuk suntikan dari lebih 5 ml, disarankan agar dosis dibagi
sama rata untuk dua lokasi penyuntikan.
SARUNG TANGAN DAN APRON

Ada kebijakan di beberapa institusi yang mengharuskan penggunaan sarung tangan dan
celemek selama prosedur suntikan untuk perlindungan. Tetapi harus diingat bahwa sarung
tangan dapat melindungi tenaga medis dari cairan tubuh atau alergi, tetapi tidak untuk
perlindungan terhadap luka tusuk jarum.

Beberapa orang akan canggung saat menggunakan sarung tangan dalam melaksanakan
prosedur, terutama jika pertama kali melaksanakan prosedur itu. Tetapi perlu lebih berhati-
hati jika mempersiapkan dan memberikan suntikan tanpa sarung tangan untuk memastikan
bahwa tumpahan obat tidak terjadi. Jarum langsung dibuang ke pembuangan setelah prosedur
selesai. Sadarilah bahwa jarum bisa jatuh dari nampan ke seprai ketika memposisikan pasien
selama prosedur dan mungkin secara tidak sengaja menyebabkan cedera tertusuk jarum
suntik baik staf maupun pasien.

Celemek dapat dipakai untuk melindungi seragam dari tumpahan selama persiapan obat dan
untuk mencegah transfer organisme antara pasien. Selanjutnya membuang celemek setelah
prosedur untuk memastikan tumpahan tidak kontak dengan kulit tenaga medis.

MENGURANGI SAKIT INJEKSI

Pasien sering takut untuk disuntik karena mereka menganggap bahwa suntik itu sakit. Rasa
sakit dari suntikan Intramuskular dapat menjalar ke reseptor nyeri di kulit, atau reseptor
tekanan di otot. Torrance (1989) mencantumkan sejumlah faktor yang menyebabkan rasa
sakit:

 Jarum
 Komposisi kimia dari obat.
 Teknik
 Kecepatan suntikan.
 Volume obat.

Dengan teknik yang baik dan informasi yang sesuai juga sikap tenaga medis yang tenang dan
percaya diri akan membantu untuk mengurangi kecemasan pasien. Teknik pengalihan
perhatian atau modifikasi perilaku dapat berguna, terutama untuk program pengobatan yang
panjang, juga persiapan yang dilakukan tidak terlihat oleh pasien dapat mengurangi
kecemasan.
Gambar.7 : Kecemasan berlebih dengan melihat jarum suntik

Tenaga medis perlu menyadari bahwa pasien dapat saja mengalami sinkop atau pusing
setelah suntikan rutin. Dengan memastikan riwayat respon pasien terhadap suntikan dan
memastikan lingkungan aman, akan mengurangi resiko cedera. Yang paling rentan untuk
terjadinya pingsan adalah kelompok umur remaja.

KOMPLIKASI INJEKSI

Komplikasi yang terjadi sebagai akibat dari infeksi dapat dicegah dengan tindakan aseptik
ketat dan praktek cuci tangan yang baik. Abses steril dapat terjadi sebagai hasil dari
seringnya suntikan diberikan pada satu lokasi atau miskinnya aliran darah lokal. Lokasi yang
edema atau lumpuh memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyerap obat dan tidak boleh
digunakan sebagai lokasi penyuntikan.
Pemilihan lokasi yang hati-hati akan mengurangi kemungkinan cedera saraf, suntikan
intravena dan embolus yang dihasilkan dari komposisi obat. Rotasi sistematis dari lokasi akan
mencegah miopati atau lipohipertrofi. Ukuran jarum yang tepat dan pemilihan loksi pada
lokasi ventrogluteal, akan memastikan bahwa obat disuntik ke otot, bukan jaringan adiposa.
Penggunaan teknik Z akan mengurangi rasa sakit dan perubahan warna kulit yang terkait
dengan beberapa obat.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL INJEKSI

Setelah obat parenteral telah disuntikan, obat itu tidak dapat diambil kembali. Identifikasi
pasien yang tepat untuk obat yang tepat, dalam dosis yang tepat, pada waktu yang tepat,
melalui rute yang tepat sangat penting untuk mencegah kesalahan pengobatan. Semua obat
harus disiapkan menurut petunjuk pabrik, dan tenaga medis harus memastikan mereka
menyadari tindakan, kontraindikasi dan efek samping obat yang diberikan.

REFERENSI

1. Hofman PL, Derraik JGB, Pinto TE, et al. Defining the Ideal Injection Techniques
When Using 5-mm Needles in Children and Adults. Diabetes Care. 2010; 33(9):
1940–4.
2. Jin JF, Zhu LL, Chen M, et al. The optimal choice of medication administration route
regarding intravenous, intramuscular, and subcutaneous injection. Patient Prefer
Adherence. 2015; 9: 923–42.
3. Taddio A, Appleton M, Bortolussi R, et al. Reducing the pain of childhood
vaccination: an evidence-based clinical practice guideline. CMAJ. 2010 14; 182(18):
E843–55.
4. Lankenau SE, Clatts MC. Drug injection practices among high-risk youths: The first
shot of ketamine. J Urban Health. 2004 June; 81(2): 232–48.
5. Tandon N, Kalra S, Balhara YPS, et al. Forum for Injection Technique (FIT), India:
The Indian recommendations 2.0, for best practice in Insulin Injection Technique,
2015. Indian J Endocrinol Metab. 2015; 19(3): 317–31.

Anda mungkin juga menyukai