PEMBERIAN OBAT
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpentingperawat.
Obat adalah alat utma terapi yang di gunakan dokteruntuk mengobati klien yang memiliki
masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal. Beberapa obat
dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek samping
yang berbahaya bila tidak tepat diberikan.
a. Nomenklatur obat dan bentuk obat
Suatu obat, atau medikasi, adalah zat yang digunakan dalam diagnosis, terapi,
penyembuhan, penurunan atau pencegahan penyakit. Anggota tim kesehatan menggunakan
istilah obat dan medikasi untuk maksud yang sama. Orang awam biasanya mengartikan
medikasi sebagai obat (medicines).
b. Nama
Sebuah obat dapat memiliki empat nama berbeda. Nama kimia member gambaran
komposisi obat. Salah satu contoh nama kimia ialah asam asetilsalisilat yang biasa disebut
sebagai aspirin. Nama generic diberikan oleh pabrik yang pertama kali mempoduksi obat
tersebut sebelum mendapat izin dr FDA dan hal ini dilindungi hokum. Aspirin dan
verapamilhidro klorida adalah contoh nama generic. Undang-undang federal pada tahun 1962
mewajibkan setiap obat diberi sebuah nama resmi. Nama resmi obat adalah nama obat dalam
publikasi resmi, missal dalam United States Pharmaciea (USP). Sebuah nama obat generic
seringkali menjadi nama resmi, missal pada kasus aspirin. Nama dagang, nama merk atau
nama pabrik adalah nama yang digunakan pabrik dalam memasarkan obat. Sebuah obat
generic dapat memiliki nama dagang yang berbeda.
c. Klasifikasi
Pemberian perawatan mengategorikan obat yang karakteristiknya sama berdasarkan
klasifikasi obat tersebut. Klasifikasi obat mengidentifikasikan efek pada system tubuh. Gejala
yang dihilangkan, atau efek yang diinginkan. Setiap golongan berisi obat yang diprogramkan
untuk masalah kesehatan yang sama.
d. Bentuk obat
Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat obat. Misalnya, kapsul diberikan
peroral dan larutan diberikan per intravena. Komposisi obat dibuat untuk meningkatkan
absorbs dan metabolism di dalam tubuh. Banyak obat tersedia dalam beberapa bentuk.
Misalnya tablet, kapsul, eliksir, dan supositoria. Ketika member obat, perawat harus yakin
bahwa dia memberikan obat dengan benar.
Mekanisme Kerja
Obat menghasilakan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau
dengan berinteraksi dengan tempat reseptor. Obat – obatan, misalnya gas anestesi umum,
berinteraksi dengan membrane membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan
pengaruhnya. Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel.
Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki
bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan
kuncinya.Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik dirasakan. Setiap jaringan
atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik. Misalnya, reseptor pada sel
jantung berespon terhadap preparat digitalis.
Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh, mencapai
tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh, mencapai tempat kerjanya,
dimetabolisme, dan keluar darii tubuh. Dokter dan perawat menggunakan pengetahuan
farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pembarian obat, menilai risiko
perubahan kerja obat, dan mengobservasi respons klien.
Absorpsi
Absorpsi adalah cara moolekul obat masuk ke dalam darah. Kebanyakan ibat,
kecuali obat yang digunakan secar topical untuk memperoleh efek local harus masuk
kedalam sirkulasi sistematik untuk menghasilakn efek yang terapeutik. Fakto – factor yang
mempengaruhi absorpsi obat antara lain rute pemberian obat, daya larut obat, dan kondisi di
tempat absorpsi.
Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat,
bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingg
absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat
vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Karena obat yang
diberika per oral harus melewati system pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi
secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat
karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk ke dalam sirkulasi sistematik.
Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam
sirkulasi sistematik. Apabila kulit tergores, obat topical lebih mudah diabsorpsi. Obat topical
yang biasanya diprogramkan untuk memperoleh efek local dapat menimbulkan reaksi yang
serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membrane mukosa
memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu lama untuk berdifusi ke dalam
pembuluh darah. Absorpsi obat parental yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam
jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya
factor local, misalnya edema, memar atau jaringan parut bekas luka, yang dapat menurunkan
yang paling cepat absorpsi obat. Karena otot mempunyai suplai darah yang lebih banyak
daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuscular (melalui otot)
diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per subkutan. Pada beberapa kasus ,
absorpsi subkutan yang lambah lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan
lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute
pemberian obat yang terbaik ialah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan
absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan,
Rute pemberian obat diprogramkan dan perawatan kesehatan. Perawat dapat
meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik
klien. Contoh bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam
bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang factor yang dapat mengubah atau menurunkan
absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makanan didalam
saluran cerna dapat mempengaruhi Ph, motilitas, dan pengankutan obat ke dalam saluran
cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus
mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti
aspirin, zat besi, dan fenitoin natrium ( Dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus
diberikan bersama makanan atau segera setelah makan. Oleh karena itu, obat – obatan
tersebut harus diberikan satu sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam
setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan,
informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan
nutrien.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan di dalam tubuh ke jaringan dan organ tubuh
dan akhirnya ke tempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat
fisik dan kimia obat dan struktur fisiologis individu yang menggunakannya.
Dinamika Sirkulasi
Obat lebih mudah keluar interstial ke dalam ruang intravascular daripadadi antara
kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut,
kecuali oleh partikel obat yang besar atau berikatan dengan protein serum. Konsentrasi
sebuah obat pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam
jaringan, tingkat vasolidasi atau vasokontruksi local, dan kecepatan aliran darah ke sebuah
jaringan. Latihan fisik, udara yang hangat, dan badan yang menggigil mengubah sirkulasi
local. Contoh, jika klien melakukan kompres hangat pada tempat suntikn intramuscular, akan
terjadi vasoliditas yang meningkatkan distribusi obat.
Ikatan protein
Derajat kekuatan ikatan obat dengan protein serum, misalnya albumin, memengaruhi
distribusi obat. Kebanyakan obat terikat pada protein dalam tingkatan tertentu. Ketika
molekul obat terikat pada albumin, obat tidak dapat menghasilkan aktivitas farmakologis.
Obat yang tidak berikatan atau “bebas” adalah bentuk aktif obat. Lansia mengalami
penurunan kadar albumin dalam aliran darah, kemungkinan disebabkan oleh penurunan
fungsi hati. Hal yang sama terjadi pada klien yang menderita penyakit hati atau malnutrisi.
Akibatnya, lansia dapat beresiko mengalami peningkatan aktivitas obat, toksisitas obat, atau
keduanya.
Metabolisme
Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak
aktif, sehingga lebih mudah diekskresi. Sebagian besar Biotransformasi berlangsung
dibawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat
kimia aktif secara biologis. Kebanyakan biotransformasi berlangsung didalan hati, walaupun
paru – paru, ginjal, darah, dan usus juga memetabolisasi obat.
Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah
banyak zat toksi. Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan.
Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati memengaruhi
kecepatan eliminasi obat dari tubuh. Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat
terakumulasi didalam tubuh. Akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
Apabila organ yang berpartisipasi dalam metabolisme obat mengalami perubahan, klien
berisiko mengalami toksisitas obat.
Ekskresi
Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru, dan
kelenjar eksokrin. Struktur kimia sebuah obat menentukan organ yang mengekskresinya.
Senyawa gas dan senyawa volatile (zat yang mudah menguap), misalnya eter, dinitrogen
monoksida, dan alcohol keluar melalui paru.
Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak. Ketika obat keluar melalui
kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi.
Saluran cerna adalah jalur lain ekskresi obat. Banyak obat masuk ke dalam
sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu. Setelah zat kimia
masuk ke dalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorbsi kembali oleh usus.
Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltik, misalnya laksatif dan enem, mempercepat
ekskresi obat melalui feses. Sedangkan factor-faktor yang memperlambat peristaltic,
misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat, memperpanjang efek obat.
Ginjal adalah organ utama ekskresi obat. Obat lain menjalani biotransformasi di
hati sebelum diekskresi oleh ginjal.
Efek Terapeutik
Efek terapeutik merupakan respons fisiologis obat yang diharapkan atau yang
diperkirakan timbul. Pengobatan tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik.
Efek samping
Efek samping ini mungkin tidak berbahaya atau bahkan menimbulkan cedera.
Apabila efek samping cukup serius hingga menghilangkan efek terapeutik obat, dokter dapat
menghentikan pemberian obat.
Efek Toksik
Umumnya, efek toksik terjadi setelah klien meminum obat berdosis tinggi dalam
jangka waktu lama, setelah lama menggunakan obat yang ditujukan untuk aplikasi eksternal,
atau setelah suatu obat berakumulasi di dalam darah akibat kerusakan metabolisme atau
ekskresi. Satu dosis obat dapat menimbulkan efek toksik pada beberapa klien. Jumlah obat
yang berlebihan di dalam tubuh dapat menimbulkan efek yang mematikan, bergantung pada
kerja obat.
Reaksi Idiosinkratik
Obat dapat menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya reaksi
idiosinkratik, yang meliputi klien bereaksi kelebihan, tidak bereaksi, atau bereaksi tidak
normal terhadap obat.
Reaksi Alergi
Reaksi alergi adalah respons lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat.
Dari seluruh reaksi obat, 5% sampai 10% merupakan reaksi alergi. Apabila obat diberikan
secara berulang kepada klien, ia akan mengalami respons alergi terhadap obat, zat pengawet
obat, atau metabolitnya. Dalam hal ini obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu
pelepasan antibody.
Reaksi yang berat atau reaksi anafilaksis ditandai oleh konstriksi (pengecilan) otot
bronkiolus, edema faring dan laring, mengi berat, dan sesak napas.
Interaksi Obat
Interaksi obat umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat.
Sebuah obat dapat menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah
absorpsi, metabolisme, atau pembuangan obat tersebut dari tubuh.
Dengan efek sinergis, kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih besar
dari pada efek obat bila diberikan terpisah. Alcohol adalah depresan susunan saraf pusat yang
memiliki efek sinergis pada antihistamin, antidepresan, berbiturat, dan analgesik narkotik.
Interaksi obat selalu diharapkan seringkali seorang dokter memprogramkan terapi
obat kombinasi untuk menciptakan interaksi obat guna mendapatkan keuntungan terapeutik.
Inhalasi
Saluran nafas bagian dalam memungkinkan area permukaan yang luas untuk absorpsi obat.
Obat dapat diberikan melalui pasase nasal, pasase oral, atau selang yang di pasang ke dalam
trakea.
Inhalasi Nasal
Obat diinhalasi melalui hidung menggunakan sebuah alat yang menghantar obat. Alat tipe
semprotan, misalnya fenilefrin (Neo-Synephrine), yang menghasilkan efek local.
Inhalasi Oral
Inhalasi oral paling sering digunakan untuk menghantar obat ke sel target atau organism di
parenkim paru. Obat selalu dihantar oleh alat yang dipegang di tangan klien. Obat yang
diberikan menggunakan inhailer yang dipegang di tangan disebar melalui semprot aerosol,
uap, atau bubuk yang masuk ke saluran udara di paru. Ibat untuk mengatasi infeksi paru,
misalnya pneumocystis carinii, dapat diberikan dalam bentuk obat yang mebulisasi
Kalkulasi dosis
Perawat dapat menggunakan rumus sederhana dalam banyak tipe kalkulasi dosis . rumus
berikut dapat digunakan ketika perawat mempersiapkan obat dalam bentuk padat atau cair.
Dosis yang diprogamkan x jumlah ang tersedia = jumlah yang akan diberikan
Dosis pediatric
Pada kebanyakan kasus dokter menghitung dosis yang aman untuk anak sebelum
memprogramkan obat. Namun perawat harus megetahui rumus yang digunakan untuk
menghitung dosis pediatric dan memerika kembali semua dosis sebelum diberkan . metode
perhitungan obat pediatric yang paing akurat berdasarkan pada area permukaan tubuh.
Dosis anak = area permukaan tubuh anak x dosis dewasa normal 1,7 m2
Pemberian obat
Peran dokter
Dokter menulis instruksinya pada format yang telah dibuat dalam catatan medis klien,dalam
buku instruksi dokter atau dalam kertas resep resmi. Perawat mencatatat dan menandatangani
semua instruksi,baik yang diberikan per telepon maupun secara verbal dengan menulis
waktu,tanggal dan nama dokter yang memberi instruksi obat dan kemudian dokter
menendatangani instruksi tersebut. Ada berbagai kebijakan institusi tentang personel mana
yang dapat menerima instruksi verbal atau per telepon. Umumnya,mahasiswa keperawatan
tidak boleh menerima anstruksi obat. Tidak ada obat yang diberikan tanpa sebuah instruksi.
Tipe instruksi
Empat tipe umum instruksi obat didasarkan pada frekuensi pemberian obat.
Standing orders
Sebuah instruksi tetap(standing order) dilaksanakan sampai dokter menggantinya dengan
instruksi baru atau sampai jumlah hari penggunaan obat yang diresepkan berlalu.standing
order mempunyai batas waktu. Banyak institusi memiliki kebijakan untuk secara otomatis
menghentikan standing order .contoh standing order adalah:’’tetracyline 500mg PO
q6h’’decadron 10 mg qd x 5 hari.’’
Instuksi PRN
Dokter dapat menginstuksikan sebuah obat berdasarkan PRN(ketika klien membutuhkannya).
Seringkali dokter memerlukan interval minimal untuk waktu pemberian obat.
Artimya,sebuahobat tidak boleh diberikan terlalu sering dari yang telah diprogramkan. Ketika
obat diberikan,perawat menctat pengkajian yang telah dilakukan dan mencatat waktu obat
dioberikan. Perawat harus mengavaluasi secara berkala keefektifan obat dan mencatat temuan
di tempat yang seharusnya. Evaluasi ini di catat pada catatan pemberian obat atau pada
catatan medis klien.
Instuksi tunggal
Dokter dapat menginstruksikan sebuah obat untuk diberikan hanya sekali pada waktu
tertentu. Hal ini biasanya berlaku pada obat pra operasi atau obat yang diberikan sebelum
pemeriksaan diagnostik.
Instruksi STAT
Sebuah instruksi STAT menandakan bahwa suatu dosis tunggal obat di berikan segera dan
hanya sekali.seringkali instruksi ini diberikan ketika kondisi klien tiba-tiba berubah.
Beberapa kondisi mengubah status instruksi obat klien. Tindakan operasi secara otomatis
membatalkan semua obat operasi. Karena kondisi klien biasanya berubah pasca
operasi,dokter harus menulis instruksi baru.
Peresepan
Dokter menulis resep untuk klien yang akan mrngonsumsi obat di luar rumah sakit. Karena
klien harus memahami cara mengonsumsi obat dan kapan harus mengisi kembali resep,jika
diperlukan.dibawah ini adalah bagian dari resep:
1. superscription. Nama,alamat dan usia klien serta tanggal dicantumkan untuk
mengidentifikasi klien.simbol R (Take Thou) di tulis di bagian atas format.
2. inscription. Terdiri dari nama,kekuatan,dan dosis obat.
3. subcription. Petunjuk tentang jumlah tablet atau jumlah yang akan dikeluarkan diberikan
kepada ahli farmasi.
4. tanda tangan. Informasi yang akan ditulis pada label obat ,misalnya petunjuk untuk klien.
5. data pribadi. Dokter menendatangani resepapabila obat merupakan zat terkontrol,dokter
menuliskan nomor registrasi dan almatnya.
Data obat
Perawat mengkaji data informasi tentang setiap obat termasuk kerja, tujuan, dosis normal,
rute pemberian, efek samping, dan implikasi keperawatan dalam pemberian dan pengawasan
obat.beberapa sumber sering kali harus dikonsultasi untuk memperoleh keterangan yang
dibutuhkan. Perawat bertanggung jawab untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi
tentang obatyang diberikan. Banyak mahasiswa keperawatan menyiapkan atau membeli kartu
dan buku yang memuat keterangan obat untuk mereka gunakan sebagai rujukan cepat.
Riwayat diet
Riwayat diet memberikan keterangan tentang pola makan dan pilihan makanan klien. Perawat
kemudian dapat merncanakan penjadwalan dosis obat yang lebih efektif dan menganjurkan
klien menghindari makanan yang dapat berinteraksi dengan obat.
Kondisi klien terkini
Status fisik dan mental klien yang berkesinmbungan dapat menentukan apakah obat
sebaiknya diberikan dan cara pemberian obat. Contoh, perawat memeriksa tekanan darah
sebelum memberi sebuah obat antihipertensi. Apabila klien mual kemungkinan ia tidak dapat
menelan tablet.
Perencanaan
Perawat mengatur aktifitas perawat untuk memastikan bahwa teknik pemberian obat
aman. Tergesa – gesa dalam pemberian obat dapat memicu terjadi kesalahan. Perawat dapat
merencanakan untuk meggunakan waktu selama memberikan obat.Dengan demikian perawat
mengajarkan klien tentang obat yang digunakannya perawat harus mengkaji klien secara
komprehensif dan mengidentifikasikan faktor – faktor, psikologis, ekonomi, atau sosial yang
membuat klien tidak mampu dengan konsiten menggunaka obat secara mandiri.misalnya,
kien menderita artritis yang membuatnya sulit pergi ke apotek. Perawat, dengan bantuan
tenaga kesehatan lain, bekerja sama mecari jalan keluar untuk masalah ini sebelum klien
dipulangkan. Apabila waktu yang tersedia untuk menjelaskan intruksi terbatas brosur atau
pamflet dapat digunakan untuk menggunaan informai, sehingga klien dapat meninjaunya
kembali.baik seorang klien mencoba menggunakan obat secara mandiei maupun perawat
bertanggung jawab memberikan obat
Sasaran tersbut harus dicapai :
Tidak ada komplikasi yang timbukl akibt rute obat yang digunakan
Efek tarapeutik obat yang diprogamkan dicapai dengan aman sementara kenyamanan klien
tetap dipertahankan.
Klien dan keluarga memahami terapi obat.
Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman.
Sistem Distribusi
Sistem penyimpanan dan distribusi obat dan variasi diantara lembaga perawat
kesehatan. Institusi yang menyediakan pelayanan keperawatan menetapkan willayah
tertentuuntuk penyimpanandan menyalurkan obat. Ruang obat khusus, karena portabel
terkunci, dan uni penyimpanan indiviu yang dekat dengan kamar klien merupakan beberapa
fasilitas yang digunakan. Perawat harus tetap nengawasi persediaan obat dengan ketat dan
memastikan area penyimpanan terkunci saat tidak diawasi.
Suplai Persediaan
Denagn sistem persediaan, obat tersedia dalam jumlah banyak dalam kotak persediaan.
Seseorang perawat mempersiapkan dosis individual dari sebuah wadah supi persediaan besar.
Tipe sistem ini memakan waktu dan biaya. Tipe sistem pemberian obat ini dikaitkan dengan
tingkat kesalahan pengobatan yang tinggi dan saat ini umumnya tidak lagi digunakan.
Narkotika serig kali disediakan dalam suplai persediaan.
Sistem unit – dosis
Unit dosis adalah dosis pbat yang dprogamkan, yang klien terima pada waktu yang
diprogamkan. Dosis ini mencangkup obat PRN dalam jmlah tebatas perawat dan ahli farmasi
memliki kemugkinan lebih besar untuk mengidentofikasi dosis yang lebih dahulu habis.
Kesalahan Pengobatan
Kesalah pngobatan adalah suatu kejadian yang dapt membuat klien menerima obat yang
salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh
setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan
pemberian obat. Sistem penyaluran obat di rumah sakit harus di rancang supaya ada sebuah
sitem pemeriksaan dan keseimbangan. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan
pengobatan.
Perawat juga bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat insiden
tersebut. Laporan insiden bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau menjadi dasar
untuk member hukuman dan bukan merupakan bagian catatan medis klien yang sah. Laporan
ini merupakan analisis objektif tentang apa yang terjadi dan merupakan penatalaksanaan
risiko yang dilakukan institusi untuk memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian
membantu komite intedisiplin mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah system
di rumah sakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan
Kesalahan Pengobatan
Kesalah pngobatan adalah suatu kejadian yang dapt membuat klien menerima obat yang
salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh
setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan
pemberian obat. Sistem penyaluran obat di rumah sakit harus di rancang supaya ada sebuah
sitem pemeriksaan dan keseimbangan. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan
pengobatan.
Perawat juga bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat insiden
tersebut. Laporan insiden bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau menjadi dasar
untuk member hukuman dan bukan merupakan bagian catatan medis klien yang sah. Laporan
ini merupakan analisis objektif tentang apa yang terjadi dan merupakan penatalaksanaan
risiko yang dilakukan institusi untuk memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian
membantu komite intedisiplin mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah system
di rumah sakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan.
Lansia
Pemberian obat pada lansia juga membutuhkan pertimbangan khusus. Di samping perubahan
fisiologis penuaan, factor tingkah laku dan ekonomi juga mempengaruhi penggunaan obat
pada lansia.
Perawat yang memberi obat kepada lansia harus mencermati lima pola penggunaan obat oleh
klien lansia sebagaimana yang diidentifikasi Ebersole dan Hess (1994).
1. Polifarmasi. Artinya klien menggunakan banyak obat, yang diprogramkan atau tidak, sebagai
upaya mengatasi beberapa gangguan secara bersamaan. Apabila ini terjadi, ada risiko
interaksi obat dengan obat lain dan makanan.
2. Meresepkan obat sendiri (self-prescibing of medication). Berbagai gejala dapat dialami oleh
klien lansia, misalnya nyeri, konstipasi, insomnia, dan ketidakmampuan mencerna. Semua
gejala ini ditemukan pada penggunaan obat yang dijual bebas.
3. Obat yang dijual bebas. Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75% lansia untuk meredakan
gejala.
4. Penggunaan obat yang salah (missue). Bentuk-bentuk penggunaan obat yang salah oleh
lansia antara lain : penggunaan berlebih (overuse), penggunaan yang kurang (underuse),
penggunaan yang tidak teratur (erratic use), dan penggunaan yang dikontraindikasikan.
5. Ketidakmampuan (non compliance). Ketidakpatuhan didefinisikan sebagai penggunaan obat
yang salah secara disengaja.