bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa
delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat
dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan
di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut.[1] Pemerintah Indonesia turut
menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium
itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8
buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk
pembangunan dan pengentasan kemiskinan.[2] Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen
dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita
akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan
kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan
mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Daftar isi
1 Tujuan
3 Kontroversi
4 Lihat pula
5 Referensi
6 Pranala luar
Tujuan
Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua negara:
Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan
menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan
penyakit berat lainnya.
Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki
akses air minum yang sehat.
Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam
kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan,
dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik,
pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting yang terjangkau
dalam negara berkembang
Dalam kerja sama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-
teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs.
Pemerintah Indonesia melaksanakannya di bawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja
PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah
Indonesia atas laporan tersebut. Tujuan Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal
pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian
tujuan MDGs, mengukur, dan menganalisis kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-
pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan
dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan
utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan di bawah upah minimum regional antara tahun
1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan
tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.[2]
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan
seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya.
Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan
ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerja sama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani,
pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian
kerja sama dan implementasinya pada masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar
guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah
Asia dan Pasifik.[3][4]
Kontroversi
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit
karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat
besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup,
kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk
data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban
pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari
Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs.
Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya
negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan
MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut
Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-
negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal
0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia
[5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban
mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban
pembayaran utang diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala
Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian
utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan
renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary
consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju
menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang
pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6
negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7
persen.[6]
Lihat pula
Referensi
^ (Inggris) Badan PBB untuk Program Pembangunan: Informasi Dasar Tujuan Pembangunan Milenium
Sebenarnya, faktor kesehatan sangat berpengaruh dalam pencapaian MDGs ini. Pencapaian
MDGs berpengaruh dalam meningkatnya taraf kesehatan, begitu pula meningkatnya taraf
kesehatan dapat membantu dalam pencapaian MDGs. Contohnya adalah, kesehatan yang lebih
baik dapat membantu anak-anak untuk belajar lebih baik dan orang dewasa untuk mendapatkan
pendapatan yang lebih baik, kesetaraan gender yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan yang
lebih baik (contoh: KB untuk laki-laki dan perempuan), serta penurunan kemiskinan, kelaparan,
dan kerusakan lingkungan yang dapat mempengaruhi tapi juga bergantung pada taraf kesehatan
yang lebih baik. Tapi untuk kali ini, mari kita fokuskan pembahasan pada tujuan-tujuan MDGs
yang berkaitan langsung dengan dunia kesehatan dan salling berkaitan pula satu sama lain, yaitu
menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, serta
meningkatkan kesehatan ibu.
Tujuan pertama adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Salah satu target spesifik yang
telah ditetapkan untuk tujuan ini adalah antara lain adalah menurunnya jumlah balita dengan
berat badan rendah/kekurangan gizi. Begitu banyak berita di surat kabar atau saluran televisi
nasional yang mengabarkan tentang anak yang mengalami malnutrisi atau kekurangan nutrisi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa capaian penurunan persentase anak
malnutrisi tahun 2010 mencapai 17,9% , masih sedikit di atas target MDGs 2015 yaitu 15,5%.
Dalam hal ini kita dapat melihat usaha pemerintah yang cukup baik dalam perbaikan gizi anak-
anak yang diwujudkan dalam bentuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pemberian vitamin
serta suplemen yang dibutuhkan bagi balita oleh Posyandu dan Puskesmas, serta perbaikan
layanan kesehatan. Tapi sebagaimana kita tahu bahwa masih banyak anak-anak yang tidak
mendapatkan akses untuk layanan kesehatan yang baik karena masalah sarana dan prasarana
(jalan yang rusak, rumah yang terpencil) serta karena masalah ekonomi. Hal tersebut adalah
alasan kenapa kemiskinan dan kelaparan saling berkaitan satu sama lain. Hal-hal yang dapat
pemerintah lakukan adalah menyediakan akses yang lebih baik menuju layanan kesehatan serta
meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui penambahan lapangan kerja, dll.Pemerintah juga
dapat menggencarkan blusukan ke desa-desa atau tempat-tempat lain untuk program PMT dan
memberikan penyuluhan tentang gizi makanan yang seimbang yang mungkin dapat melibatkan
mahasiswa kesehatan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah penyuluhan ke sekolah-sekolah
dasar dan menengah serta pemberian makanan yang menyehatkan dan bernutrisi baik di sekolah-
sekolah.
Tujuan selanjutnya adalah menurunkan angka kematian anak hingga 2/3 dalam kurun waktu
1990-2015. Data dari BPS dan SDKI menunjukkan bahwa penurunan angka kematian anak
sudah sejalan dengan sasaran MDGs, yaitu angka kematian balita dari 97 (tahun 1991) menjadi
44 perseribu kelahiran hidup (tahun 2007), angka kematian bayi dari 68 menjadi 34 perseribu
kelahiran, dan neonatal dari 32 menjadi 19 perseribu kelahiran. Hal ini sekali lagi menunjukkan
kinerja pemerintah yang patut kita apresiasi dalam hal ini. Tapi tentu saja kita dapat
mengharapkan dan mengusahakan perkembangan yang lebih baik dari yang telah dicapai. Salah
satunya adalah dengan lebih memperhatikan (kembali lagi) asupan makanan bergizi yang cukup
bagi anak-anak, serta diperkuat dengan program ASI Eksklusif. Hal lain yang perlu kita cermati
adalah penanganan kelahiran oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman. Karena di daerah-
daerah tertentu masih banyak para ibu hamil yang lebih mempercayakan proses persalinan
kepada dukun-dukun beranak yang belum jelas kemampuannya serta seberapa steril alat-alat
yang digunakan. Untuk itu sekali lagi, kemudahan akses layanan kesehatan sangat diperlukan.
Tujuan terakhir adalah AKI atau angka kematian ibu dan meningkatkan kesehatan ibu.
Sayangnya, indikator AKI merupakan salah satu yang diramalkan tidak mudah untuk dicapai.
Data SDKI pada 2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari
harapan MDGs sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
oleh kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan kurangnya tenaga kesehatan
berpengalaman seperti bidan di daerah-daerah terpencil. Hal ini juga dikarenakan pembangunan
yang tidak merata antara satu provinsi dengan provinsi lain, yang menyebabkan tersedianya
layanan kesehatan yang tidak sebanding antar provinsi, serta rasio jumlah Puskesmas yang tidak
sebanding dengan jumlah penduduk. KB dan pernikahan dini juga merupakan faktor-faktor lain
yang patut dicermati, terutama di daerah-daerah pedesaan. Akses terhadap kontrasepsi yang
kurang dan jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat meningkatkan resiko kematian ibu.
Pernikahan dini yang dilakukan oleh perempuan yang belum cukup umur dan belum cukup
mampu fisiknya untuk proses kehamilan juga memperparah hal ini.
Intinya, hal-hal yang dapat mengatasi 3 permasalahan ini dan membantu pencapaian tujuan-
tujuan MDGs ini adalah peningkatan kecukupan gizi masyarakat, digencarkannya penyuluhan
tentang kesehatan, serta kemudahan akses layanan kesehatan dan penambahan jumlah layanan
kesehatan itu sendiri dan tenaga kesehatan yang berpengalaman. Dengan meningkatkan
pelaksanaan hal-hal tersebut, diharapkan kita dapat menuju Indonesia yang lebih sehat dan
tercapainya tujuan-tujuan MDGs yang berkaitan.
Sumber : https://www.who.int/topics/millenium_development_goals/about/en/index.html
https://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2240-kebijakan-kementerian-kesehatan-
dalam-mencapai-mdgs.html
https://mdgsindonesia.org/official/index.php/component/content/article/20-Materi%20MDGs/51
https://www.menkokesra.go.id/content/menko-kesra-perbaikan-gizi-kunci-penekan-angka-
kematian-bayi
https://m.tempo.co/read/news/2013/04/10/173472398/Empat-Target-MDGs-yang-Sulit-Tercapai
Negara berkembang adalah istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan suatu negara dengan
kesejahteraan material tingkat rendah. Karena tidak ada definisi tetap negara berkembang yang diakui
secara internasional, tingkat pembangunan bisa saja bervariasi di dalam negara berkembang tersebut.
Sejumlah negara berkembang memiliki standar hidup rata-rata yang tinggi.[2][3]
Negara yang memiliki ekonomi yang lebih maju daripada negara berkembang lainnya, namun tidak
sepenuhnya menampakkan tanda-tanda negara maju dikelompokkan dalam istilah negara industri
baru.[4][5][6][7]
Daftar isi
1 Definisi
4.2 Daftar ekonomi berkembang yang sudah menjadi ekonomi maju (Empat Macan Asia dan negara
Euro Baru)
5 Lihat pula
6 Catatan kaki
8 Pranala luar
Definisi
Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menetapkan negara berkembang
sebagai "negara yang memperbolehkan seluruh warga negaranya menikmati hidup yang bebas dan
sehat dalam lingkungan yang aman."[8] Namun menurut Divisi Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa:
Tidak ada konvensi resmi untuk penetapan negara atau wilayah "maju" dan "berkembang" dalam
sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3]
Penetapan "maju" dan "berkembang" hanya ditujukan untuk kemudahan statistik dan tidak
mengekspresikan penilaian terhadap tahap-tahap yang telah dicapai suatu negara atau wilayah dalam
proses pembangunannya.[9]
Dalam kenyataannya, Jepang di Asia, Kanada dan Amerika Serikat di Amerika Utara, Australia dan
Selandia Baru di Oseania, dan Eropa dianggap sebagai wilayah atau kawasan "maju". Dalam statistik
perdagangan internasional, Persatuan Bea Cukai Afrika Bagian Selatan juga dianggap sebagai kawasan
maju dan Israel sebagai negara maju; negara yang muncul dari bekas Yugoslavia dianggap sebagai
negara berkembang; dan negara-negara di Eropa Timur dan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka
(kode 172) di Eropa tidak termasuk dalam wilayah maju ataupun berkembang.[3]
Pada abad ke-21, wilayah Empat Macan Asia asli[10] (Hong Kong,[10][11] Singapura,[10][11] Korea
Selatan,[10][11][12][13] dan Taiwan[10][11]), bersama Siprus,[11] Malta,[11] dan Slovenia,[11] dianggap
"negara maju".
Di sisi lain, menurut klasifikasi IMF sebelum April 2004, seluruh negara Eropa Timur (kecuali negara
Eropa Tengah yang masih tergabung dalam "Eastern Europe Group" di PBB) juga bekas negara Uni Soviet
(USSR) di Asia Tengah (Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Turkmenistan) dan Mongolia
tidak dimasukkan dalam kawasan maju atau berkembang, namun disebut sebagai "negara transisi",
mereka sekarang lebih dikenal (dalam laporan internasional) sebagai "negara berkembang".
IMF menggunakan sistem klasifikasi fleksibel yang memperhitungkan "(1) tingkat pendapatan per kapita,
(2) diversifikasi ekspor sehingga eksportir minyak yang memiliki PDB per kapita tinggi tidak akan masuk
dalam klasifikasi maju karena 70% barang ekspornya berupa minyak, dan (3) tingkat integrasinya ke
dalam sistem keuangan global."[14]
Bank Dunia mengelompokkan negara-negara di dunia ke dalam empat kelompok pendapatan. Kelompok
ini diatur setiap tahun pada tanggal 1 Juli. Ekonomi yang terbagi menurut pendapatan nasional per
kapita 2008 menggunakan tingkatan pendapatan berikut:[15]
Negara pendapatan menengah bawah memiliki PN per kapita antara US$976 dan US$3.855.
Negara pendapatan menengah atas memiliki PN per kapita antara US$3.856 dan US$11.905.
Bank Dunia mengelompokkan semua negara berpendapatan rendah dan menengah sebagai negara
berkembang namun menyatakan, "Penggunaan sebutan ini tujuannya adalah memudahkan; tidak
ditujukan untuk menyatakan bahwa semua ekonomi dalam kelompok ini mengalami pembangunan yang
sama atau ekonomi lain telah mencapai tahap akhir pembangunan yang dituju. Pengelompokkan
menurut pendapatan nasional secara langsung tidak mencerminkan status pembangunan suatu
negara."[15]
Pembangunan suatu negara diukur dengan indeks statistik seperti pendapatan per kapita (per orang)
(PDB), harapan hidup, tingkat melek aksara, dan lain-lain. PBB telah mengembangkan HDI, sebuah
indikator statistik untuk mendorong tingkat pembangunan manusia di negara-negara yang terdata oleh
PBB.
Negara berkembang umumnya adalah negara yang belum mencapai tingkat industrialisasi yang relatif
terhadap penduduknya dan memiliki standar hidup menengah ke rendah. Terdapat korelasi kuat antara
pendapatan rendah dan pertumbuhan populasi yang tinggi.
Istilah yang digunakan ketika membicarakan negara berkembang mengarah pada tujuan dan
pembangunan negara-negara yang memakai istilah ini. Istilah lain yang kadang digunakan adalah negara
kurang maju (LDC), negara ekonomi kurang maju (LEDC), "bangsa belum maju" atau bangsa Dunia
Ketiga, dan "bangsa non-industri". Sebaliknya, ujung lain dari spektrum ini disebut negara maju, negara
ekonomi sangat maju (MEDC), bangsa Dunia Pertama dan "bangsa industri".
Untuk mengurangi aspek eufemistik dari kata berkembang, organisasi internasional mulai memakai
istilah negara ekonomi kurang maju (LEDC) untuk negara miskin yang dalam hal apapun tidak dapat
disebut sebagai negara berkembang. LEDC adalah subset termiskin dari LDC. Penggunaan ini dapat
menentang keyakinan bahwa seluruh dunia berkembang memiliki standar hidup yang sama.
Konsep bangsa berkembang dapat ditemukan (dalam satu istilah atau lain) di berbagai sistem teoretis
yang memiliki beragam orientasi — misalnya, teori dekolonisasi, teologi pembebasan, Marxisme, anti-
imperialisme, dan ekonomi politik.
Ada berbagai kritik terhadap pemakaian istilah 'negara berkembang'. Istilah ini menekankan inferioritas
sebuah 'negara berkembang' jika dibandingkan dengan sebuah 'negara maju' yang tidak disukai oleh
banyak negara. Istilah ini seolah menekankan sebuah negara agar 'berkembang' mengikuti model
pembangunan ekonomi tradisional 'Barat' yang tidak diikuti beberapa negara seperti Kuba.
Istilah 'berkembang' berarti mobilitas dan tidak mengakui bahwa pembangunan menurun atau tetap di
sejumlah negara, terutama Afrika bagian selatan yang terkena dampak parah dari HIV/AIDS. Dalam
beberapa kasus, istilah negara berkembang dapat dianggap sebagai eufemisme. Istilah ini berarti
homogenitas antara negara-negara tersebut yang sangat beragam. Istilah ini juga berarti homogenitas di
antara negara-negara tersebut ketika kekayaan (dan kesehatan) sebagian besar atau kecil kelompok
utama sangat bervariasi.[butuh rujukan]
Umumnya, pembangunan memerlukan infrastruktur modern (fisik dan institusional), dan perpindahan
dari sektor bernilai rendah seperti pertanian dan pengambilan sumber daya alam. Sebagai
perbandingan, negara maju biasanya memiliki sistem ekonomi berdasarkan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan dan stabil dalam sektor ekonomi tersier dan sektor ekonomi kuarter dan standar hidup
material tinggi. Tetapi, ada pengecualian utama ketika beberapa negara yang dianggap maju memiliki
banyak komponen industri primer dalam ekonomi nasional mereka, seperti Norwegia, Kanada, Australia.
AS dan Eropa Tengah memiliki sektor pertanian yang sangat penting, keduanya adalah pemain penting
dalam pasar pertanian internasional. Selain itu, pengambilan sumber daya alam dapat menjadi industri
yang sangat menguntungkan (bernilai tinggi) seperti pengeboran minyak.
Berikut ini negara-negara yang dianggap sebagai ekonomi awal dan berkembang menurut Laporan
Ekonomi Dunia Dana Moneter Internasional, April 2010.[16]
Afghanistan
Albania
Aljazair
Angola
Argentina
Armenia
Azerbaijan
Bahama
Bahrain
Bangladesh
Barbados
Belarus
Belize
Benin
Bhutan
Bolivia
Botswana
Brazil
Bulgaria
Burkina Faso
Burma
Burundi
Kamerun
Tanjung Verde
Chad
Chili
Tiongkok
Kolombia
Komoro
Republik Kongo
Kosta Rika
Côte d'Ivoire
Kroasia
Djibouti
Dominika
Republik Dominika
Ekuador
Mesir
El Salvador
Guinea Khatulistiwa
Eritrea
Estonia
Ethiopia
Fiji
Gabon
Gambia
Georgia
Ghana
Grenada
Guatemala
Guinea
Guinea-Bissau
Guyana
Haiti
Honduras
Hongaria
Indonesia
India
Iran
Irak
Jamaika
Yordania
Kazakhstan
Kenya
Kiribati
Kuwait
Kyrgyzstan
Laos
Latvia
Lebanon
Lesotho
Liberia
Libya
Lituania
Makedonia
Madagaskar
Malawi
Malaysia
Maladewa
Mali
Kepulauan Marshall[17]
Mauritania
Mauritius
Meksiko
Federasi Mikronesia[17]
Moldova
Mongolia
Montenegro
Maroko
Mozambik
Namibia
Nauru
Nepal
Nikaragua
Niger
Nigeria
Oman
Pakistan
Palau[17]
Panama
Papua Nugini
Paraguay
Peru
Filipina
Polandia
Qatar
Rumania
Rusia
Rwanda
Saudi Arabia
Samoa
Senegal
Serbia
Seychelles
Sierra Leone
Kepulauan Solomon
Afrika Selatan
Somalia
Sri Lanka
Saint Lucia
Sudan
Suriname
Swaziland
Suriah
Tajikistan
Tanzania
Thailand
Timor-Leste
Togo
Tonga
Tunisia
Turki
Turkmenistan
Tuvalu
Uganda
Ukraina
Uzbekistan
Vanuatu
Venezuela
Vietnam
Yemen
Zambia
Zimbabwe
Kuba
Korea Utara
Daftar ekonomi berkembang yang sudah menjadi ekonomi maju (Empat Macan Asia dan negara Euro
Baru)
Lihat pula
Dekolonisasi
Perkembangan ekonomi
Pembangunan berkelanjutan
Industrialisasi
G8
Bank Dunia
BRIC
Catatan kaki
^ Statistics | Human Development Reports (HDR) | United Nations Development Programme (UNDP)
^ Sullivan, Arthur; Steven M. Sheffrin (2003). Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New
Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. p. 471. ISBN 0-13-063085-3.
^ Paweł Bożyk (2006). "Newly Industrialized Countries". Globalization and the Transformation of
Foreign Economic Policy. Ashgate Publishing, Ltd. ISBN 0-75-464638-6.
^ Mauro F. Guillén (2003). "Multinationals, Ideology, and Organized Labor". The Limits of
Convergence. Princeton University Press. ISBN 0-69-111633-4.
^ Waugh, David (3rd edition 2000). "Manufacturing industries (chapter 19), World development
(chapter 22)". Geography, An Integrated Approach. Nelson Thornes Ltd. pp. 563, 576–579, 633, and 640.
ISBN 0-17-444706-X.
^ Mankiw, N. Gregory (4th Edition 2007). Principles of Economics. ISBN 0-32-422472-9.
^ G_05_00
^ United Nations Statistics Division- Standard Country and Area Codes Classifications (M49)
^ a b c d e f g IMF Advanced Economies List. World Economic Outlook, Database—WEO Groups and
Aggregates Information, April 2009.
^ Korea, Republic of
^ "Q. How does the WEO categorize advanced versus emerging and developing economies?".
International Monetary Fund. Diakses tanggal July 20, 2009.
^ a b "How we Classify Countries". World Bank. Diakses tanggal September 25, 2010.
^ IMF Emerging and Developing Economies List. World Economic Outlook Database, April 2010.
^ a b c World Economic Outlook, International Monetary Fund, April 2009, second paragraph, lines 9–
11.
Gambaran umum
• Undang-Undang
Nomor 25 Tahun
2004
Dasar hukum
• Peraturan
Presiden Nomor 66
Tahun 2015
Kepala
Bambang Brodjonegoro
Sekretaris Utama
Imron Bulkin
Deputi
Bidang Sumber Daya Manusia
Subandi
dan Kebudayaan
Bidang Politik, Hukum,
Slamet Sudarsono
Pertahanan dan Keamanan
Bidang Kemiskinan,
Ketenagakerjaan, dan Usaha Rahma Iryanti
Kecil Menengah
Leonard VH
Bidang Ekonomi
Tampubolon
Bidang Sumber Daya Alam Gellwynn Daniel
dan Lingkungan Hidup Hamzah Jusuf
Wismana Adi
Bidang Sarana dan Prasarana
Suryabrata
Bidang Pengembangan
Arifin Rudiyanto
Regional dan Otonomi Daerah
Bidang Pendanaan Kennedy
Pembangunan Simanjuntak
Deputi Bidang Pemantauan,
Evaluasi dan Pengendalian Rizky Ferianto
Pembangunan
Inspektur Utama
Roni Dwi Susanto
Alamat kantor pusat
Jalan Taman Suropati No.2 Jakarta 10310
Website
http://www.bappenas.go.id/
l
b
s
Struktur organisasi
Berikut ini adalah struktur organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2015 tentang Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional[1] :
Kepala
Sekretariat Utama
Deputi Bidang Ekonomi
Deputi Bidang Pengembangan Regional
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan
Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan
Inspektur Utama
Lihat pula
Daftar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia
Regional
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah sebuah
paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189
negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000.
Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan
Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tanggal 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millenium
Development Goals).
Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan
MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional. Deklarasi yang disepakati anggota
PBB adalah sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan
yaitu :
Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing sejumlah indikator yang
akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggang waktu hingga tahun 2015.
Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara global ditetapkan 48
indikator namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya.
Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani deklarasi tersebut sudah melakukan
beberapa upaya pencapaian tujuan-tujuan MDGs dan telah melakukan laporan kepada PBB
dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2004, 2005,
2007, 2010, dan 2011. Pada tahun 2004 dan tahun 2005 Indonesia melaporkan progres
pencapaian MDGs di Indonesia. Pada tahun 2007, 2010 dan 2011 Indonesia melaporkan
keberhasilan Indonesia dalam pencapaian target MDGs.
• MDG 1 - Tingkat kemiskinan ekstrem telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi
5,9 persen pada tahun 2008.
• MDG 3 - Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/ Paket B
berturut-turut sebesar 99,73 persen dan 101,99 persen pada tahun 2009, dan rasio melek huruf
perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun telah mencapai 99,85 persen.
• MDG 6 - Terjadi peningkatan penemuan kasus tuberkulosis dari 20,0 persen pada tahun 2000
menjadi 73,1 persen pada tahun 2009, dari target 70,0 persen; dan penurunan prevalensi
tuberkulosis dari 443 kasus pada 1990 menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun
tahun 2009.
• MDG 2 - Angka partisipasi murni untuk pendidikan dasar mendekati 100 persen dantingkat
melek huruf penduduk melebihi 99,47 persen pada 2009.
• MDG 4 - Angka kematian balita telah menurun dari 97 per 1.000 kelahiran pada tahun 1991
menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran
pada tahun 2015 dapat tercapai.
• MDG 8 - Indonesia telah berhasil mengembangkan perdagangan serta sistem keuangan yang
terbuka, berdasarkan aturan. Pada saat yang sama, kemajuan signifikan telah dicapai dalam
mengurangi rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dari 24,6 persen pada 1996 menjadi 10,9
persen pada 2009. Debt Service Ratio juga telah dikurangi dari 51 persen pada tahun 1996
menjadi 22 persen pada tahun 2009.
• MDG 7 - Saat ini hanya47,73 persen rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan terhadap
air minum layak dan 51,19 persen yang memiliki akses sanitasi yang layak. Diperlukan perhatian
khusus, untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Namun keberhasilan target di Indonesia belum dapat dibanggakan, mengingat hanya tersisa dua
tahun untuk pencapaian lima target lainnya. Pemerintah Indonesia masih harus terus melanjutkan
upaya-upaya pencapaian target dengan hasil yang lebih memuaskan, yang dapat dilihat secara
langsung oleh masyarakat Indonesia sendiri. Tujuan Pembangunan Milenium yang kini
mengarahkan Indonesia untuk menjadi negara lebih baik, harus terus menjadi pacuan Indonesia
meski akan berakhir.
Esensi Tugas :
Dari tugas esai OKK FKM ini, saya kini lebih mengetahui berbagai upaya yang telah dilakukan
oleh Indonesia dalam pencapaian MDGs, walaupun belum terlihat secara kasat mata. Tugas ini
membangun semangat saya sebagai mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat agar suatu
saat nanti dapat turut membantu pemerintah Indonesia dalam pencapaian target-target
pembangunan nasional seperti MDGs ini.
Sumber :
https://mdgs-dev.bps.go.id/
https://www.undp.or.id/mdg/documents.asp